Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat resiko kematian pasien
yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang merupakan hasil
observasi dan monitoring yang kontinu oleh perawat. Tingkat kesibukan dan standar perawatan
yang tinggi membutuhkan peralatan tehnologi tinggi yang menunjang. Peralatan yang ditemukan
di ICU antara lain bed side monitor, oksimetri, ventilator, dll yang jarang ditemukan di ruangan
lain dan peralatan tersebut ditunjang oleh tehnologi tinggi. Inovasi tehnologi tetap dibutuhkan
dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di ICU seiring dengan bertambahnya
kompleksitas masalah di ICU. Tele-ICU sudah digunakan 25 tahun yang lalu dengan metode
remote telemedicine pada 395 pasien di ICU yang terdapat pada 100 bed di RS. Proyek tersebut
menunjukan bahwa konsultasi televisi memberikan pengaruh lebih besar pada tataran klinik dan
pendidikan daripada konsultasi via telepon. Secara historis demonstrasi tersebut menunjukan
bahwa tele-ICU consultation memiliki keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi
lama hari rawat (lenght of stay), meningkatkan pengelolaan dan tranfer pasien trauma, dan
meningkatkan konsultasi untuk pasien kritis.
Pada tahun 2000, Sentara Health-care mengimplementasikan multiside telemedia program. Saat
1 tahun setelah implementasi dilaporkan bahwa terjadi penurunan mortalitas sebanyak 27 %.
Saat ini diestimasikan bahwa 45 sampai 50 program tele-ICU telah mendukung beberapa ICU.
Tema Tele-ICU, virtual ICU, remote ICU, dan eICU semuanya mengacu pada konsep yang sama,
yaitu merupakan sentralisasi atau pengendalian berdasarkan tim perawatan kritis dengan
menggunakan networking pada bedside ICU tim dan pasien baik melalui audiovisual maupun
sistem komputer. Tim Tele-ICU dapat mendukung kelangsungan hidup dan mendukung sebagain
besar pasien di ICU walaupun dipisahkan secara geografis dari berbagai Rumah Sakit.
Penggunaan tele-ICU merupakan aplikasi dari solusi 4 topik ICU, yang menurut Needham
(2010) terdiri dari : isu alamiah mengenai medis dan lebih spesifik berkaitan dengan perawatan
kritis, menggunakan pengetahuan sebagai usaha meningkatkan patient safety, berfokus pada
proyek perpindahan pengetahuan, dan model perpindahan pengetahuan praktik klinik.
1.2 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan
tentang konsep dasar ICU dari dr. Triyanto Saudin.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien

dengan penyakit trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa( T.E.Oh, 1997)
Ruang rawat di RS dengan staf & perlengkapan khusus untuk merawat dan mengobati pasien
yang terancam jiwa oleh karena kegagalan/ disfungsi suatu organ atau ganda akibat penyakit,
bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidup reversibel( RSS)
2.2 Fungsi ICU
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang sakit kritis
sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU umum, dengan
pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini
adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan
dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum
4. ICU pediatrik
5. ICU neonatus
6. ICU respiratorik
2.3 Macam Macam ICU
Mengingat bahwa kemampuan dan sarana ditiap rumah sakit sangat bervariatif maka ICU
dikategorikan berdasar kemampuannya, yaitu sebagai berikut :
1. ICU PRIMER.
a. Memiliki kriteria pasien masuk, keluar & rujukan.
b. Memiliki dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala
c. Mempunyai dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi
jantung paru (A-B-C-D-E-F).
d. Konsulen yang membantu harus bisa dihubungi dan dipanggil setiap saat.
e. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
f. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratrium tertentu (Hb, Ht,
elektrolit, gula darah & trombosit), sinar-X, fisioterapi.
2. ICU SEKUNDER.
a. Seperti persyaratan ICU PRIMER
b. Ada konsultan intensiv care
c. Mampu merawat dengan alat bantu nafas (ABN).
d. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan 1:1 untuk pasien dg ABN, CRRT
(continuous renal replacement therapy) dan 2:1 untuk lainnya.
e. > 50% tenaga perawat bersertifikat perawat ICU (minimal pengalaman kerja di ICU > 3 th).
f. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.
g. Laboratorium dan penunjang bekerja 24 jam
3. ICU TERTIER.

a. Memiliki dokter spesialis dari berbagai disiplin ilmu, dapat dihubungi dan
segera datang bila diperlukan.
b. Dikelola oleh intensivist.
c. Kualitas tenaga perawat : > 75% bersertifikat perawat ICU.
d. Mampu melakukan pemantauan invasif.
e. Memiliki minimal satu tenaga pendidik untuk medis ataupun para medis.
f. Memiliki prosedur pelaporan dan pengkajian.
g. Memiliki staf tambahan lain (tenaga administratif untuk kepentingan ilmiah / penelitian.
2.4 Syarat Ruangan ICU
Jumlah Bed ICU di Rumah Sakit idealnya adalah 1-4 % dari kapasitas bed Rumah Sakit. Jumlah
ini tergantung pada peran dan tipe ICU. Lokasi ICU sebaiknya di wilayah penanggulangan gawat
darurat (Critical Care Area), jadi ICU harus berdekatan dengan Unit Gawat Darurat, kamar
bedah, dan akses ke laboratorium dan radiologi. Transportasi dari semua aspek tersebut harus
lancar, baik untuk alat maupun untuk tempat tidur.
Syarat Ruangan ICU yaitu diantaranya:
1. Ruangan
Setiap pasien membutuhkan wilayah tempat tidur seluas 18,5 m2. untuk kamar isolasi perlu
ruangan yang lebih luas. Perbandingan ruang terbuka dengan kamar isolasi tergantung pada jenis
rumah sakit.
2. Fasilitas Bed
Untuk ICU level III, setiap bed dilengkapi dengan 3 colokan oksigen, 2 udara tekan, 4 penghisap
dan 16 sumber listrik dengan lampu penerangan. Peralatan tersebut dapat menempel di dinding
atau menggantung di plafon.
3. Monitor dan Emergency Troli
Monitor dan emergency troli harus mendapat tempat yang cukup. Di pusat siaga, sebaiknya
ditempatkan sentral monitor, obat-obatan yang diperlukan, catatan medik, telepon dan komputer.
4. Tempat Cuci Tangan
Tempat cuci tangan harus cukup memudahkan dokter dan perawat untuk mencapainya setiap
sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien (bla memungkinkan 1 tempat tidur mempunyai
1 wastafel)
5. Gudang dan Tempat Penunjang
Gudang meliputi 25 30 % dari luas ruangan pasien dan pusat siaga petugas. Barang bersih dan
kotor harus terpisah.
2.5 Sarana dan Prasarana
Sarana.
Agar pengelolaan pasien bisa berhasil diperlukan sarana yang memadai.
Sarana peralatan dan kemampuan yang seyogyanya dimiliki oleh ICU antara lain :
1. Mampu resusitasi jantung paru otak.
2. Mampu mengelola jalan nafas & ventilasi

3. Sarana terapi oksigen


4. Pacu jantung temporer
5. Monitor yang kontinyu
6. Laboratorium yang cepat & komprehensif
7. Pelayanan nutrisi
8. Intervensi dengan pompa infus
9. Alat portabel untuk transportasi
Prasarana
Untuk mencapai sistem pelayanan yang demikian maka SDM yang berkecimpung dalam
pelayanan di ICU perlu mendapat pendidikan khusus (tambahan), karena mengelola pasien sakit
kritis di ICU tidak sama dengan mengelola pasien sakit tidak kritis di bangsal perawatan biasa.
Disamping alasan tersebut diatas, pendidikan tambahan diperlukan agar bahasa yang
digunakan dalam mengelola pasien di ICU (yang secara tim) sama dan tujuan yang sama pula.
2.6 Indikasi dan Kontra Indikasi Pasien Masuk ICU
INDIKASI MASUK ICU
Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-waktu
karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan
dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif. Selain
adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang memungkinkan seorang pasien
dengan kekritisan dapat dirawat di ICU.
KONTRAINDIKASI MASUK ICU
Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat menular,
misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada yang mempunyai
riwayat penyakit menular.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disetiap rumah sakit, ICU harus ada sesuai dengan tingkatannya. Karena pelayanan pasien di
ICU memerlukan pendekatan yang khusus dan membutuhkan dana yang sangat besar, maka
sistem pelayanannya harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menjadikan beban bagi rumah
sakit (negara), masyarakat dan lembaga penjamin dana yang lainnya. Selain itu, sistem
pelayanannya mutlak perlu diatur demi keselamatan pasien, karena pelayanan pasien di ICU
sangat rawan terjadi malapetaka yang bisa merugikan pasien.
3.2 Saran
Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran sangat
diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA
1. Ernesater, A. et all (2009). Telenurses Experience of Working with Computerized
2. Decision Support : Supporting, Inhibiting, and Quality Improving. Journal of Advance
Nursing, 65, 1074-1083.
3. Feied, C.F. et all (2004). Impact of Informatic and New Technologies on emergency Care
Environment. Topics in Emergency Medicine, 26, 119-127.
4. Goran, S.F. (2010). A Second Set Of Eyes : An Introduction to Tele-ICU. Critical Care Nurse,
30, 46-55.
5. Jones, C.R. et all (2008). Networking Learning a Relational Approach Weak and Strong Ties.
Journal of Computer Assisted Learning, 24, 90-102.

Anda mungkin juga menyukai