Latar Belakang
e. Perambahan hutan
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen
penyebab kebakaran hutan adalah migrasi penduduk dalam
kawasan hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak bahwa
semakin lama, kebutuhan hidup masyarakat akan semakin
meningkat seiring semakin bertambahnya jumlah keluarga dan
semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut
penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar
hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
f. Sebab lain
gelang serat sekat dalam kondisi bersih dari bahan bakar. Jalur
hijau dibedakan dengan jalur kuning terletak pada penanaman
pohon yang tahan api pada jalur hijau. g). Membentuk organisasi
penanggulangan kebakaran hutan. Satuan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan tersusun atas tiga tingkat, yaitu
tingkat
nasional
(Pusdalkarlahutnas),
tingkat
daerah
(Pusdalkarlahutda) dan tingkat operasional (Satlak).
Upaya-upaya pencegahan tersebut diharapkan untuk dilakukan
agar dapat mengurangi tingkat kebakaran hutan yang terjadi di
Indonesia (Sakdiyah, 2013).
El nino dan krisis ekonomi mempengaruhi luas areal hutan
yang terbakar di umatera,Kalimantan dan Papua, namun
dampaknya relatif kecil yang itunjukkan besaran elastisitasnyayang
dibawah satu. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya el nino dan
krisis ekonomi kurangberdampak besar terhadap kebakaran hutan.
Sebaliknya, meningkatnya jumlah hot spot secarasignifikan
meningkatkan luas areal kebakaran hutan baik di Sumatera,
Kalimantan, dan Papua.Peningkatan jumlah hot spot di Sumatera
sebesar 10% direspon dengan peningkatan luaskebakaran hutan di
Sumatera sebesar 17,53% dalam jangka pendek dan 19,84 %
dalam jangka panjang.
Peningkatan jumlah hot spot di Kalimantan sebesar 10% akan
direspon denganpeningkatan luas kebakaran hutan di Kalimantan
sebesar 20,00% dalam jangka pendek dan 22,59% dalam jangka
panjang. Peningkatan jumlah hot spot di Papua sebesar 10%
direspon denganpeningkatan luas kebakaran hutan di Papua
sebesar 15,42% dalam jangka pendek dan 16,03 %dalam jangka
panjang. Informasi ini menunjukan bahwa peningkatan jumlah
hotspot yang terjadiditiap pulau lebih besar dampaknya terhadap
luas kebakaran hutan dibandingkan denganpengaruh terjadinya
krisis ekonomi ataupun el nino. Implikasi kebijakannya adalah
upayapengendalian kebakaran hutan lebih diarahkan pada
penanganan dan pengendalian jumlahhotspot menjadi seminimal
mungkin.
Artinya,
upaya
penanganan
kebakaran
hutan
diarahkanpada pencegahan terjadinya hot spot dibandingkan
penanganan pemadaman kebakaran hutan.Target penurunan emisi
karbon dari kebakaran hutan akan efektif apabila pengendalian
hotspotdapat dilakukan secara efektif dan efisien (Cahyono,2015).
F. Alat, Bahan dan Prosedur Kerja
1. Alat dan Bahan
Salah satu upaya pengendalian pencemaran udara ambien yaitu
dimulai dari inventarisasi dan pemantauan kualitas udara ambien
dengan pengukuran ISPU menggunakan stasiun pengukuran
pencemaran udara permanen (SPKU) permanen secara otomatis
dan berkesinambungan. Pengadaan SPKU ini dilaksanakan pada
tahun anggaran 2014, dan direncanakan akan di sosialisasikan
pemasangannya di 11 Kawasan Industri yang ada di Kabupaten
Karawang pada tahun-tahun mendatang.
Catatan :
1. Hasil pengukuran untuk pengukuran kontinyu diambil harga
rata-rata tertinggi waktu pengukuran.
2. ISPU disampaikan kepada masyarakat setiap 24 jam dari data
rata-rata sebelumnya (24 jam sebelumnya).
3. Waktu terakhir pengambilan data dilakukan pada pukul 15.00
Waktu Indonesia Bagian Barat (WIBB).
4. ISPU yang dilaporkan kepada masyarakat berlaku 24 jam ke
depan (pkl 15.00 tgl (n) sampai pkl 15.00 tgl (n+1))
ANGKA DAN KATEGORI INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA (ISPU)
Indeks
Kategori
1 - 50
Baik
51 - 100
Sedang
101 - 199
Tidak Sehat
200 - 299
300 - lebih
Berbahaya
Katego Renta
ri
ng
Baik
0-50
Carbon
Monoksida
(CO)
Nitrogen
Ozon O3
(NO2)
Tidak ada
efek
Sedikit
berbau
Luka pada
Beberapa
spesies
tumbuhan
akibat
Sulfur
Partikula
Dioksida
t
(SO2)
Luka
Tidak ada
pada
efek
Beberapa
spesies
tumbuhan
Kombinas
i dengan
SO2
(Selama 4
Jam)
akibat
kombinas
i dengan
O3
(Selama 4
Jam)
Sedang 51 100
Perubahan
kimia darah
tapi tidak
terdeteksi
Berbau
Luka pada
Babarapa
spesies
tumbuhan
Luka
pada
Beberapa
spesies
lumbuhan
Terjadi
penuruna
n pada
jarak
pandang
Tidak
Sehat
101 199
Peningkatan
pada
kardiovaskul
arpada
perokok yang
sakit jantung
Bau dan
kehilanga
n warna.
Peningkat
an
reaktivita
s
pembuluh
tenggorok
an pada
penderita
asma
Penurunan
kemampu
an pada
atlit yang
berlatih
keras
Bau,
Meningka
tnya
kerusakan
tanaman
Jarak
pandang
turun dan
terjadi
pengotora
n debu di
manamana
Maningkatny
a
kardiovaskul
ar pada orang
bukan
perokok yang
berpanyakit
Jantung, dan
akan tampak
beberapa
kalemahan
yang terlihat
secara nyata
Meningka
tnya
sensitivita
s pasien
yang
berpenya
klt asma
dan
bronhitis
Olah raga
ringan
mangakib
atkan
pengaruh
parnafasa
n pada
pasien
yang
berpenyak
lt paruparu
kronis
Meningka
tnya
sensitivita
s pada
pasien
berpenya
kit
asthma
dan
bronhitis
Meningka
tnya
sensitivita
s pada
pasien
berpenya
kit
asthma
dan
bronhitis
Berbah
aya
300 lebih
Indeks
Standar
Pencemar
Udara
24 jam
PM10
ug/m3
10
50
80
100
150
200
24 Jam
B jam CO
SO2 ug/m3
ug/m3
1 jam O3
mg/m3
1 jam NO2
ug/m3
120
(2)
365
10
235
(2)
350
800
17
400
1130
300
420
1600
34
800
2260
400
500
2100
46
1000
3000
500
600
2620
57.5
1200
3750
I = ISPU terhitung
Ia = ISPU batas atas
Ib = ISPU batas bawah
Xa = Ambien batas atas
Xb = Ambien batas bawah
Xx = Kadar Ambien byata hasil pengukuran
Dari tabel Batas Indeks Standart Pencemar Udara (Dalam Satuan SI)
24 Jam
PM10
ug/m3
8 Jam
SO2
ug/m3
50
50
80
120
100
150
365
10
253
200
350
800
17
400
1130
300
420
1600
34
800
2260
400
500
2100
46
1000
3000
500
600
2620
57.5
1200
3750
Indeks Standar
Pencemar Udara
8 Jam
CO
ug/m3
1 Jam
O3
ug/m3
1 Jam
NO2
ug/m3
Maka :
Xx = Kadar ambien nyata hasil pengukuran ? 322
ug/m3
-322 ug/m3
>
-- 100 (baris
> 3)
-50 (baris 2)
>
-- 365 (baris
> 3)
--
80 (baris 2)
>
Sehingga angka-angka tersebut dimasukan dalam rumus menjadi:
=92.45
=92 (Pembulatan)
Jadi konsentrasi udara ambien S02 322 mg/m3 dirubah menjadi indeks
standar pencemar udara (ISPU):92
b) Secara Grafik
Contoh:
Jika diketahui konsentrasi urtuk paremeter PM10 adalah 250 ug/m3
konesntrasi ini jika dirubah dalam Indeks Standar Pencemar Udara
dengan menggunakan grafik adalah sebagai berikut:
Dari kurva batas angka indeks standar pencemar udara dalam satuan
matriks, sumbu X di angka 250 ditarik ke atas sampai menyentuh
garis dan ditarik ke kiri sampai meryentuh sumbu Y didapat angka
150.
Sehingga konsentrasi PM10 250 dirubah menjadi angka Indeks
Standar Pencemar Udara menjadi 150 (untuk lebih jelas dapat dilihat
gambar di bawah ini).
G. Kesimpulan
Analisis
dampak
kebakaran
hutan
masih
dalam
tahap
pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit
belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis
perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas,
sehingga dampak kebakaran hutan terhadap keanekaragaman hayati
secara real sulit diperhitungkan secara tepat.
Meskipun demikian dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan hidup
terutama bagi keanekaragaman hayati, bahkan dampak tersebut dapat
sampai ke generasi lingkungan hidup selanjutnya.
H. Sumber
Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan). 1998. Pedoman
Teknis perhitungan Dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar
Pencemar Udara. Jakarta
Cahyono, Andy dkk. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kebakaran Hutan DiIndonesia Dan Implikasi Kebijakannya.
Fakultas Pertanian dan Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Indah, Fitriyani. 2014. Analisis Tingkat Pencemaran Udara pada
Kawasan Pemukiman Kota Makassar. Program Studi Teknik
Lingkungan, Universitas Hasanuddin. Makassar
Rasyid, Fachmi. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan.
Widyaswara Pusdiklat Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Banten