Anda di halaman 1dari 14

Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas

Oleh Widjajono Partowidagdo

Sustainable development will require a change of heart, a renewal of the mind and a healthy dose of repentance.
These are all religious terms, and that is no coincidence because a change in the fundamental principles we live by is
a change so deep that it is essentially religious whether we call it that or not. (Pembangunan berkelanjutan akan
membutuhkan perubahan nurani, pembaruan pandangan, dan tobat dalam dosis yang sehat. Semua ini adalah
istilah-istilah keagamaan dan hal itu bukan kebetulan karena suatu perubahan dalam prinsip-prinsip fundamental
yang kita anut adalah perubahan yang sangat dalam sehingga hal itu sebenarnya adalah keagamaan, baik kita
menyebutnya demikian atau tidak.)
Herman Daly, Beyond Growth, 19964

A nation agains its own principle will never stand. (Sebuah bangsa yang melawan prinsipnya sendiri tidak akan
mampu bertahan.)
Bung Karno

Pengusahaan Migas di Indonesia


Dasar pemikiran pengelolaan migas di Indonesia sebenarnya sudah dirancang dengan ide
Kontrak Production Sharing (Bagi Hasil). Pencetus ide Kontrak Bagi Hasil adalah Bung Karno,
yang mendapatkan ide tersebut berdasarkan praktek yang berlaku di pengelolaan pertanian di
Jawa. Kebanyakan petani (Marhaen) adalah bukan pemilik sawah. Petani mendapatkan
penghasilannya dari bagi hasil (paron). Pengelolaan ada ditangan pemiliknya.
Pak Ibnu Sutowo dalam bukunya “Peranan Minyak dalam Ketahanan Negara” (1970)13
menyatakan yang dibagi adalah minyak (hasilnya) dan bukan uangnya. Pak Ibnu menyatakan,
“Dan mengenai minyak ini, terserah pada kita sendiri, apakah kita mau barter, mau refining
sendiri atau mau dijual sendiri. Atau kita minta tolong kepada patner untuk menjualkannya,
untuk kita”. Intinya adalah kita harus menjadi tuan di rumah kita sendiri. Itulah sebabnya dalam
Kontrak Production Sharing manajemen ada di tangan pemerintah.
Perbedaan Kontrak Karya (konsesi) dan Kontrak Production Sharing (bagi hasil) adalah pada
manajemennya. Pada Kontrak Karya, manajemen ada di tangan kontraktor, yang penting
adalah dia membayar pajak. Sistem audit disini adalah post audit saja. Pada Kontrak
Production Sharing (KPS), manajemen ada di tangan pemerintah. Setiap kali kontraktor mau
mengembangkan lapangan dia harus menyerahkan POD (Plan of Development) atau
perencanaan pengembangan, WP&B (Work Program and Budget) atau program kerja dan
pendanaan serta AFE (Authorization fo Expenditure) atau otorisasi pengeluaran supaya
pengeluaran bisa dikontrol. Sistem audit di sini adalah pre, current, dan post audit.
Tujuan jangka panjang KPS sebenarnya adalah mengusahakan minyak kita sedapat mungkin
oleh kita sendiri. Dengan mengelola KPS bangsa Indonesia dapat belajar cepat tentang
bagaimana mengelola perusahaan minyak serta belajar cepat untuk menguasai teknologi di
bidang perminyakan. Pak Ibnu menyatakan “Tapi telah menjadi tugas kita dan telah kita
sanggupi untuk mengusahakan minyak kita oleh kita sendiri. Dan ini telah memikulkan suatu
kewajiban atas pundak kita semua, supaya setiap detik dan setiap ada kesempatan, kita
berusaha mengejar know, how dan skill ini dalam tempo yang sependek mungkin”. Indonesia
memang diakui sebagai pelopor Production Sharing di dunia. Sayangnya ide Pak Ibnu dan ide
berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) dari Bung Karno justru lebih berhasil dilaksanakan oleh
Petronas Malaysia. Walaupun demikian, kita cukup berbangga hati mempunyai Medco dan
perusahaan-perusahaan swasta nasional lainnya yang dapat menyaingi perusahaan multi
nasional. Pertaminapun diharapkan dengan statusnya yang baru segera bisa menjadi
perusahaan migas multi nasional yang unggul.

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 1-14
Perlu disadari bahwa ide Swadesi Mahatma Gandhi maupun ide Berdikarinya Bung Karno tidak
berarti kita anti asing. Swadesi dan Berdikari menginginkan kerjasama dengan pihak asing,
tetapi dalam kesetaraan. Terus terang saja, kita memerlukan perusahaan multinasional untuk
melakukan eksplorasi (apalagi di laut dalam). Kita harus menghormati mereka sebagai tamu
seperti yang dianjurkan Nabi: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya
memuliakan tamu”.Gandhi bahkan menyatakan bahwa: All men are brothers atau semua
manusia bersaudara7 .
Untuk kepentingan nasional, sebaiknya bagi kontrak yang sudah selesai diprioritaskan untuk
dikerjakan perusahaan-perusahaan Nasional (Pertamina, Swasta Nasional, Perusahaan
Daerah) atau paling tidak saham Nasional lebih besar.
Visi pengusahaan migas di Indonesia adalah untuk memanfaatkan migas untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 UUD 1945).
Pengusahaan migas sebagian besar dilakukan oleh perusahaan multinasional di banyak
Negara berkembang, termasuk Indonesia berdasarkan suatu kontrak. Dalam perjanjian tersebut
tentunya Pemerintah dan Kontraktor mempunyai misi (prioritas) berbeda yang menurut Seba
dalam bukunya “Economics of Worldwide Petroleum Production” (2003)9 adalah sebagai
berikut:

Pemerintah: Kontraktor:
1. Kontraktor jangan mencampuri urusan 1. Memaksimalkan dan mempercepat
politik pemerintah. pengembalian investasi.
2. Mendapatkan mata uang asing dan 2. Mendapatkan pengembalian yang wajar atas
memperkuat modal keuangan Negara. risiko yang diambil.
3. Memaksimalkan pendapatan dan 3. Meminimumkan periode dimana investasinya
membangun industri lokal dengan bahan beresiko (periode pay back).
bakar yang relatif murah.
4. Memajukan masyarakat setempat. 4. Menjamin pemulangan kembali dana dan hak
atas ekspor migas.
5. Memelihara dan meningkatkan 5. Menjaga kepemilikan proyek dan haknya atas
pengawasan atas sumber daya alam milik keuntungannya.
negara.
6. Mengurangi impor serta meningkatkan 6. Menjaga kontrol operasi untuk menjamin
ekspor dan efisiensi. keekonomian produksi.
7. Mempromosikan kepemilikan lokal. 7. Mencegah membuat masalah dalam kontrak
yang dia ingin hindari di negara lain.
8. Mengembangkan industri lokal untuk 8. Menjaga standar global, efisiensi dan
memproduksikan peralatan lapangan reputasi.
migas.
9. Mendorong beasiswa pendidikan dan 9. Mengembangkan manajer-manajer di luar
memaksimalkan transfer dan R&D negeri.
teknologi.
10. Mengembangkan kemampuan nasional di 10. Menyeimbangkan pemasokan migas dunia
industri migas. dengan peningkatan cadangannya.

Peningkatan Produksi Migas


Seperti usaha lain, untuk mempertahankan produksinya usaha migas perlu mempertahankan
stock nya. Stock atau proven reserves (cadangan terbukti) pada migas turun dengan produksi
dan naik dengan penemuan serta Improved Oil Recovery (IOR). Gambar 1 memperlihatkan

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 2-14
dinamika pengusahaan hulu migas9. Tanda positif atau negatif diujung panah menyatakan
hubungan antara dua besaran yang dihubungkan oleh panah tersebut. Sebagai contoh, jika
produksi bertambah maka cadangan terbukti berkurang (hubungan negatif) dan jika terjadi
penemuan, maka cadangan terbukti bertambah (hubungan positif). Cadangan yang belum
ditemukan berkurang dengan adanya penemuan karena cadangan tersebut menjadi terbukti.
Investasi meningkat jika potensi mendapat keuntungan meningkat. Keuntungan adalah fungsi
dari produksi, harga, biaya dan pedapatan pemerintah. Teknologi berpotensi menurunkan
biaya, sedangkan memelihara lingkungan baik fisik maupun sosial membutuhkan biaya.
Penurunan produksi migas di Indonesia disebabkan oleh sedikitnya penemuan akibat lesunya
eksplorasi. Di samping diakibatkan oleh tingginya country’s risk Indonesia, lesunya eksplorasi
tersebut disebabkan oleh diterapkannya bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN) impor dan
pajak penghasilan (PPh) impor sejak diberlakukannya UU No. 22 / 2001. Menurut Goldman
Sachs Riset Institute (GSRI) 2007, Indonesia termasuk Negara yang berkatagori very high
risk14. Resiko tersebut ditentukan berdasarkan korupsi, aturan hukum, stabilitas politik, kualitas
regulasi, dan indeks pembangunan manusia. Kita perlu bersukur, bahwa berdasarkan rapat
yang dipimpin Wakil Presiden pada 18 Desember 2007 (Kompas 19-12-2007) diputuskan
bahwa bea masuk ditetapkan 0% dari sebelumnya 15% dan PPN impor 10% dan PPh impor
2,5% ditanggung pemerintah, berlaku untuk migas dan panas bumi. Hal tersebut diberlakukan
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No 177/PMK.011/2007. Perlu dicatat bahwa
penemuan menurun tajam dari 2300 MMBOE pada 2001 dan 2002 ke sekitar 1050 MMBOE
pada 2003 dan 2004 serta dibawah 500 MMBOE pada 2005 dan 2006 . Diharapkan Keputusan
Menteri Keuangan tersebut akan menggairahkan kembali kegiatan eksplorasi di Indonesia.

Cadangan [–] Penemuan & [+] Cadangan


Belum Terbukti IOR Terbukti

[+] [–]
[+]
[–]
Rasio
Cadangan [–]
Biaya Investasi Produksi
Produksi

[–] [+] [+]

[–] [+]
Teknologi Keuntungan Permintaan
[–] [+]
[–] [–]
[–]

Lingkungan Penerimaan Harga


Pemerintah

Gambar 1 Dinamika Pengusahaan Hulu Migas

Usaha peningkatan produksi dalam jangka pendek dapat dilakukan dengan memproduksikan
lapangan-lapangan yang terlantar dengan meminta kontraktor untuk melepaskannya (carved
out) dan kemudian dioperasikan oleh perusahaan terpilih yang bersedia memproduksikannya.
Hal ini sudah diakomodasi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 03 Tahun
2008. Di samping itu banyak kontraktor yang kurang melakukan eksplorasi di wilayah kerjanya

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 3-14
yang sudah produksi, akibatnya cadangan dan produksinya cepat menurun. Pemerintah perlu
memberitahu kontraktor bahwa kriteria utama untuk perpanjangan kontrak adalah
memproduksikan lapangan yang sudah ditemukan dan melakukan kegiatan eksplorasi di
wilayah kerja yang sudah produksi. Usaha lain adalah meminta kontraktor melakukan IOR,
termasuk Enhanced Oil Recovery (EOR), seoptimal mungkin. Apabila dia tidak bisa
melakukannya sendiri, maka dengan persetujuan pemerintah, dapat melakukan performance
based contract dengan perusahaan jasa yang berniat melakukan IOR tersebut, dengan
memberikan fee atau sebagian produksi hanya apabila terjadi penambahan produksi. Produksi
dapat ditingkatkan pula dengan dipercepatnya pembebasan tanah, ijin penggunaan lahan,
diperbaikinya sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan (partnership) dengan investor baik
di Ditjen Migas maupun BP Migas, koordinasi yang baik antara instansi terkait, termasuk pusat
dan daerah.
Tabel 1 Produksi & Cadangan, Revenue, Cost Recovery, R/C dan Penerimaan Negara Migas
Tahun Produksi Produksi Penemuan Cadangan Harga Gross Cost R/C Penerim
Minyak Gas Gas Oil Total Minyak Revenue Recovery aan
Bumi dan (MMSCFD) (MMBOE) (MMBOE) (US$/ (MMUS$) (MMUS$) Negara
Kondensat Barrels) (MMUS$
(BOPD) )
2006 1.005.985 8,280 73 335 408 64,28 32.108 5.922 5,4 23.146
2005 1.062.120 8,250 49 132 181 53,40 29.351 5.619 5,2 19.992
2004 1.095.980 8,358 647 402 1049 37,58 22.050 5.326 4,1 13.471
2003 1.146.592 8,533 691 359 1050 18.208 5.044 3,6 10.845
2002 1.252.111 8,276 855 1517 2372 16.350 4.338 3,8 9.633
2001 1.341.434 7,562 774 1457 2231
2000 1.415.306 7,066 1427 1329 2756

Sumber: BP Migas 2007 kecuali Penemuan Cadangan dan Ditjen Migas, 2007

Tabel 1 memperlihatkan produksi & Cadangan, Revenue, Cost Recovery, R/C dan Penerimaan
Negara Migas. Dari Tabel tersebut diperlihatkan bahwa produksi turun akibat penemuan
cadangan yang turun. Walaupun demikian Gross Revenue dan Penerimaan Negara meningkat
karena naiknya harga minyak Biaya biasanya meningkat dengan naiknya harga migas, yang
penting Rasio Revenue terhadap Costs (R/C) meningkat dari tahun ke tahun.
Permasalahan gas adalah iming-iming harga ekspor yang cukup tinggi dan belum jelasnya
insentif apabila gas tersebut digunakan untuk domestik dengan harga lebih rendah. Gas lain
yang bisa digunakan adalah Coal Bed Methane (CBM) yaitu gas methana yang ada dalam
lapisan-lapisan batubara dimana cadangannya cukup besar. Indonesia perlu memberlakukan
penerimaan pemerintah yang lebih rendah untuk CBM dibandingkan gas, karena biaya produksi
CBM lebih mahal dibanding gas. Untuk pengembangan gas dan CBM perlu dipertimbangkan
harga gas domestik yang menarik, misal $ 6/MSCF. Perlu disadari bahwa $ 6/MSCF gas hanya
setara dengan $ 36 /BOE minyak. Lapangan gas medium dan kecil serta CBM memerlukan
media transportasi berupa pipa. Pembangunan infrastruktur gas tersebut perlu ditingkatkan.

Perbaikan Iklim Investasi dan Peningkatan Kemampuan Nasional


Mengundang investor adalah seperti mengundang pelanggan untuk rumah makan. Seseorang
akan menjadi pelanggan apabila dia tahu, sehingga promosi penting. Promosi saja tidak cukup
karena pelanggan tersebut tidak akan datang lagi apabila yang dipromosikan tidak sesuai
dengan kenyataannya. Pernyataan bahwa investor akan disambut dengan karpet merah tidak
ada artinya apabila investor ingin bertemu pejabat yang seharusnya mengurusnya tetapi malah
acuh tak acuh dan justru investor harus “mengemis” supaya bisa menanam modalnya. Rumah
makan hanya akan laku apabila makananya enak, harganya bersaing, pelayanannya dan
lingkungannya baik.

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 4-14
Makanannya enak dapat dianalogikan dengan prospek yang menarik. Tidak benar apabila
prospek eksplorasi di Indonesia rendah, karena di Malaysia telah ditemukan prospek Kikeh di
laut dalam dengan cadangan 1 Milyar BOE (Barrel of Oil Equivalent) sehingga laut dalam di
Indonesia terutama selat Makasar menjadi perhatian perusahaan-perusahaan raksasa. Proyek-
proyek raksasa LNG di Australia yang sedang dikembangkan adalah Evans Shoal, Gorgon,
Ichthys, Pluto, Browse dan Bay Undan, sedangkan di Indonesia hanya Tangguh. Perlu dicatat
bahwa Australia termasuk low risk dan Malaysia adalah medium risk. Informasi ini diberikan
oleh Top 135 Projects yang diterbitkan oleh GSRI, 200714. Tingginya resiko di Indonesia
mengakibatkan perusahaan-perusahaan migas hanya berkonsentrasi pada mempertahankan
produksi lapangan-lapangan yang sudah ada, akibatnya produksi turun.
Harga bersaing dapat dianalogikan dengan sistem fiskal yang menarik. Kontrak bagi hasil akan
bermasalah apabila tidak dijiwai kemitraan (partnership) atau pelayanannya tidak baik. Perlu
dipertimbangkan sistem bagi hasil yang fleksibel dan tidak kaku, yang berbeda untuk harga,
penghasilan atau perbandingan penghasilan dan biaya yang berbeda untuk pengembangan
lapangan-lapangan yang kurang ekonomis.
Walaupun makanannya enak, tetapi apabila pelanggan harus mengantri cukup lama, maka dia
akan pindah ke rumah makan sebelah. Ada rumah makan yang mempunyai moto: “Apabila
anda tidak puas beritahu kami dan apabila anda puas beritahu teman anda”. Apabila kontraktor
tidak puas dan sudah memberitahukan ketidakpuasannya tetapi tidak ada tindak lanjut untuk
perbaikan, maka terdapat kemungkinan di samping dia pergi, dia juga memberitahukan teman-
temannya. Terdapat keluhan dari kontraktor mengenahi kelambatan persetujuan POD dari BP
Migas. Lambatnya persetujuan tersebut diakibatkan oleh evaluasi cadangan lagi secara rinci
sesudah kontraktor meminta persetujuan POD. Padahal cadangan tersebut sudah disertifikasi.
Persetujuan ini bisa berlangsung berbulan-bulan, bahkan melampaui satu tahun. Akibatnya,
apabila POD disetujui, biaya sudah jauh meningkat dari perkiraan sebelumnya, sehingga perlu
direvisi dan membutuhkan waktu yang lama lagi dan seterusnya.
Lingkungan rumah makan yang bagus misalnya apabila mudah dicapai, parkirnya gampang,
daerahnya tidak kumuh dan aman. Terdapat permasalahan- permasalahan yang perlu
diselesaikan di daerah operasi, yaitu: 1. Pembebasan Tanah, 2.Tumpang tindih kepemilikan
lahan (ada yang mengaku memiliki, padahal sudah dibeli), 3.Tumpang tindih dengan
perkembangan pembangunan infrastruktur di daerah operasi, 4. Tumpang tindih dengan
kehutanan, 5. Ijin operasi dan penanganan limbah dari KLH.

Apabila Indonesia dapat memberantas korupsi serta meningkatkan kualitas aturan hukum,
stabilitas politik, kualitas regulasi dan indeks pembangunan manusia seperti yang disebutkan
GSRI di atas, memperbaiki sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan di Ditjen Migas
maupun BP Migas di samping itu dapat mengatasi permasalahan tanah, tumpang tindih lahan,
permasalahan antar instansi dan permasalahan desentralisasi maka diharapkan investasi hulu
migas akan meningkat8.

Di Pesona FM ada dialog dimana seorang ibu mengeluh bahwa dia mencurigai suaminya
menyeleweng,karena ada yang memberitahu dia berjalan dengan wanita lain. Ketika temannya
menganjurkan kenapa tidak ditanya, maka dia menjawab: ”Saya takut”. Ketika temannya bilang:
”Ya sudah kalau begitu diam saja”, dia marah: ”Gimana, suami menyeleweng kok diam saja”,
lalu temannya menyarankan: ”Tidak ada salahnya menanyakan suami kalau ada masalah, yang
penting kita tidak berbuat salah”. Lagipula, belum tentu suami yang berjalan dengan wanita lain
pasti menyeleweng. Menurut Charlote Roberts keintiman (intimacy) yang diartikan kedekatan
emosional (kemesraan) berasal dari bahasa Latin intimates yang berarti kesediaan untuk
menyampaikan informasi secara jujur (keterbukaan).

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 5-14
Seyogyanya antar stakeholders ada kesediaan membuka diri, sehingga permasalahan bersama
bisa diselesaikan secara lebih baik. Pemerintah sebagai pemimpin, seyogyanya tidak
mengharamkan kritik seperti yang dilakukan Gandhi7: ”Throughout my life I have gained more
from my critic friends than from my admirers, especially when the criticism was made in
courteous and friendly language”(Selama hidup, saya telah mendapat lebih banyak dari teman-
teman pengkritik dari pada para pengagumku,terutama jika kritiknya dibuat dalam bahasa yang
sopan dan bersahabat). Seyogyanya, perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan seperti
yang dikatakan Charles Handy5: ”My business school in America was wrong. I am now
convinced. The principal purpose of a company is not to make a profit-full stop. It is to make a
profit in order to continue to do things, and to do so even better and more abundantly.”(Sekolah
bisnis saya di Amerika keliru. Sekarang saya yakin. Tujuan utama dari suatu perusahaan
bukanlah mencari untung. Dia mencari untung dalam rangka supaya bisa terus-menerus
mengerjakan sesuatu lebih baik dan lebih banyak).

Untuk mempertahankan pemasokan energi diperlukan biaya yang dibutuhkan sektor tersebut.
Biaya tersebut dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas informasi bagi penawaran
konsesi-konsesi baru, termasuk melakukan survai geologi dan geofisik (gravity dan seismik)
pendahuluan, serta meningkatkan kemampuan Nasional (untuk pendidikan, pelatihan dan
penelitian hulu migas). Sebagai perbandingan, untuk mempertahankan kelestarian hutan orang
menggunakan dana reboisasi dari royalty yang besarnya secara teoritis dihitung berdasarkan
biaya yang dibutuhkan untuk menanam kembali setiap pohon yang ditebang. Untuk
mempertahankan pemasokan energi dapat digunakan Depletion Premium (DP) dari energi tak
terbarukan. Menurut ADB (2007)3 depletion premium dapat dihitung dari net present value (nilai
sekarang bersih) selisih harga sumberdaya alam tak terbarukan (misal: migas) pada saat dia
tidak kita produksikan lagi (sehingga kita harus mengimpornya) dan biaya memproduksikannya.
Jika cadangan terbukti minyak 4,37x109 barel dan gas 94 TCF dan produksi minyak per tahun
0,365x109 barel dan gas 2,77 TSCF dan 1 BOE = 6 MSCF, maka Reserve to Production Ratio
(r) migas adalah:

r=
(4.370 + 94.000 / 6)MMBOE = 24,24 tahun
(365 + 2.770 / 6)MMBOE / tahun
Apabila harga migas (P) $ 75/BOE dan biaya produksi (C) $ 15/BOE maka:

DPog =
(P − C ) = $(75 − 15) / BOE = $ 6/BOE
(1 + i )r (1 + 0,1)24, 24
i : Discount Rate, % / Tahun, og = migas, o = minyak, g = gas
ESog = Equity to be Split =(P-C)= $(75-15)/BOE = $ 60/BOE
DPog 6
= = 10% atau DPog = 10% ESog
ES og 60
Apabila DP dihitung dari SH x ES maka:

⎛ 0,15 ⎞
DPo = SHo x PNBPo = 0,15 x ⎜1 − ⎟ ESo = 10,7% ESo
⎝ 1 − 0,48 ⎠

⎛ 0,3 ⎞
DPg = SHg x PNBPg = 0,30 x ⎜1 − ⎟ ESg = 12,7 ESg
⎝ 1 − 0,48 ⎠

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 6-14
Karena PNBP mudah didapat maka dianjurkan Depletion Premium sama dengan dana untuk
daerah yaitu share kontraktor (SH) dikalikan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Supaya tersedia dana cukup untuk Depletion Premium dan memberdayakan orang miskin
Pemerintah perlu mengurangi pemakaian BBM, yang harganya diatas 100 dolar per barel,
sebanyak mungkin.
Sebagai perbandingan biaya listrik (bahan bakar dan pembangkit) dari batubara (US$ 70/ton)
adalah 6 sen dolar per kWh, gas (US$ 6/MMBTU) serta panasbumi 8 sen dolar per kWh dan
dari BBM (Rp. 7200/liter) sekitar 24 sen dolar per kWh. Ibaratnya kalau saat ini kita memakai
BBM maka sama dengan naik mercy, sedangkan kalau memakai yang lain sama dengan naik
busway. Mohon disadari bahwa Indonesia bukan Negara kaya. Tidak bijaksana apabila kita
masih mengantungkan penggunaan energi kepada minyak. Bahkan Iran yang kaya dengan
minyak (cadangan terbukti 137,5 milyar barel dan produksi 4,3 juta barel per hari pada 2006)1,
berusaha untuk mengunakan nuklir untuk listrik, BBG untuk transportasi, LPG dan gas kota
untuk memasak. Iran berusaha untuk mengekspor minyak sebanyak mungkin karena hal
tersebut adalah yang paling menguntungkan. Demikian pula Norwegia, walaupun Negara
tersebut memproduksikan minyak sebesar 2,8 juta barel per hari pada tahun 2006 pemakaian
domestiknya hanya 200 ribu barel per hari1, yaitu hanya untuk transportasi. Untuk listrik, Negara
ini menggunakan tenaga air.
Perlu dicatat bahwa cadangan terbukti minyak Indonesia (4,3 milyar barel pada 2006) hanya
0,36% cadangan minyak dunia, cadangan gas 1,4% cadangan gas dunia, cadangan batubara
3,1% cadangan batubara dunia1 dan potensi panasbumi Indonesia diperkirakan 40% potensi
panasbumi dunia.
Perlu adanya road map peningkatan kemampuan Nasional untuk peningkatan partisipasi
perusahaan maupun perusahaan jasa dan barang migas. Perlu diprioritas bagi Perusahaan
Nasional untuk kontrak yang sudah habis dan daerah carved out. Perlu dikobarkan kembali
semangat ”Berdikari” dari Bung karno.
Suatu bangsa yang unggul adalah bangsa yang mau belajar dari bangsa lain dan mempunyai
keinginan dan berhasil untuk mandiri. Jepang maju sejak Restorasi Meiji tahun 1866 dan
ketetapan pendidikan pada tahun 1872 dengan diberlakukan sistem pendidikan Amerika yang
mengutamakan pengertian yang menggantikan sistem hafalan6. Kemudian, pengaruh Barat
menjadi sangat kuat, sehingga terjadi pemberontakan kaum Samurai, yang mengakibatkan
terbunuhnya mereka (diceritakan dalam film The Last Samurai), termasuk guru Kaisar
(dimainkan Ken Watanabe). Akibatnya, Kaisar menyadari kesalahannya dengan
mengatakan:”Kita menginginkan kemajuan dan modernisasi, tetapi kita tidak boleh lupa siapa
kita dan dari mana kita berasal”. Samurai bukan berarti ahli pedang, tetapi berarti ”mengabdi”.

Pada 1879, Pemerintah mulai menekankan pendidikan moral untuk mengoreksi pengaruh Barat
yang meliputi pengekangan diri, kemandirian, kesabaran, rasa tanggung jawab, rasa solidaritas,
terima kasih, rasa cinta alam, jiwa beragama, pentingnya dimensi spiritual dan aturan-aturan
sosial tradisional6.

Bangsa Cina dan India berusaha membuat apa-apa sendiri (swadesi). Bangsa Korea
bersemboyan ”Beat Japanese everywhere”. Waktu penulis mendaki Kala Pattar (5545 m) di
Himalaya April 2007, terdapat 15 orang Korea diatas 55 tahun (yang tertua 75 tahun) mau
mendaki Everest, karena beberapa tahun sebelumnya seorang Jepang (70 tahun) berhasil
mendaki puncaknya (8848 m). Mereka bersemboyan: ”Age is nothing but a number”. Suatu
bangsa yang tidak punya niat dan percaya (beriman) untuk unggul, tidak akan unggul, persis
seperti seorang pelajar yang tidak berniat menjadi juara kelas. Berniat dan beriman saja tidak
cukup, dia harus berjuang dengan antusias dengan belajar dan mengamalkan serta berdoa

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 7-14
(meminta) dan bersabar (menerima) tentunya. Entusiasm berasal dari en theos yang berarti
Tuhan di dalam (diri). Apabila suatu perjuangan sesuai dengan kehendakNya maka tidak ada
yang tidak mungkin2.

Masalah utama peningkatan kemampuan Nasional Indonesia adalah terbatasnya modal.


Walaupun demikian, sesungguhnya terdapat uang tersedia di Bank-bank di Indonesia, tetapi
mereka masih ragu-ragu untuk mendanai proyek migas karena belum terlalu mengenalnya.
Perlu pertemuan stakeholders migas (pengusaha, pemerintah, kadin, pakar) dengan Bank
untuk meningkatkan investasi di bidang migas. Ada baiknya terdapatnya lembaga konsultasi
migas yang didanai oleh konsorsium bank.
Bank dianjurkan memberikan pinjaman untuk kegiatan migas (eksploitasi). Untuk kehati-hatian
dianjurkan agar pinjaman tersebut digunakan langsung untuk membiayai kegiatan produksi.
Kontraktor membuat perjanjian kerja dengan para sub kontraktor untuk kegiatan-kegiatan
pengembangan lapangan minyak. Kontraktor membuat perjanjian pinjaman uang kepada bank,
dimana sub kontraktor menagih biaya kegiatannya kepada bank. Sub kontraktor melaporkan
pelaksanaan kegiatan kepada kontraktor dan bank lalu bila disetujui, bank membayar tagihan
sub kontraktor. Kemudian, Departemen Keuangan atas usul BP Migas membayar hutang bank
dengan bunga yang disetujui dengan dana perolehan cost recovery awal dari produksinya.
Akibatnya dana tersebut tidak diselewengkan untuk kegiatan lain.
Peningkatan kemampuan Nasional dalam mengelola migas domestik dapat menjadikannya
perusahaan Multi Nasional dan dapat menghimpun dana dari Luar Negeri serta menjamin
security of supply migas dari usaha migas di Luar Negeri seperti yang dilakukan Petronas,
Petrochina dan lain-lain. Banyaknya ahli Perminyakan Indonesia di Luar Negeri dapat
mendukung hal tersebut. Indonesia perlu meningkatkan pendidikan, pelatihan dan penelitian
migas untuk menjadikan Indonesia terpandang di dunia migas10.

Kesimpulan

1. Penurunan produksi migas di Indonesia disebabkan oleh sedikitnya penemuan akibat


lesunya eksplorasi, terdapat lapangan-lapangan migas yang terlantar, kurang optimalnya
eksplorasi di daerah produksi, kurangnya IOR (Improved Oil Recovery) termasuk EOR
(Enhanced Oil Recovery). Di samping itu terjadi keterlambatan produksi akibat lambatnya
birokrasi internal Migas maupun permasalahan- permasalahan eksternal;
2. Pemerintah telah berusaha mengatasi permasalahan bea masuk dan pajak impor untuk
eksplorasi dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan No 177/PMK.011/2007,
mengatasi permasalahan carved out Peraturan Menteri ESDM No 03 Tahun 2008 dan
masalah tumpang tindih lahan kehutanan dengan PP No 2 /2008;
3. Apabila Indonesia dapat memberantas korupsi serta meningkatkan kualitas aturan hukum,
stabilitas politik, kualitas regulasi dan indeks pembangunan manusia seperti yang
disebutkan GSRI, memperbaiki sistem birokrasi dan informasi serta kemitraan di Ditjen
Migas maupun BP Migas di samping itu dapat mengatasi permasalahan tanah, tumpang
tindih lahan, permasalahan antar instansi dan permasalahan desentralisasi maka
diharapkan investasi hulu migas akan meningkat;
4. Untuk mempertahankan pasokan energi, meningkatkan iklim investasi dan meningkatkan
kemampuan Nasional diperlukan dana. Dana tersebut dapat diperoleh dari depletion
premium (seringkali disebut plow back);
5. Untuk meningkatkan kemampuan Nasional dibutuhkan kebijakan pemerintah yang
mendukung dan road map serta pendanaan dari perbankan Nasional;

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 8-14
6. Perlu disadari pentingnya kebersamaan dalam mengatasi permasalahan bangsa dan
pentingnya pendekatan persahabatan dalam berbisnis dengan investor baik asing maupun
domestik. Ada pepatah: “If you want to have a friend, be a friend” atau “Kalau anda ingin
mendapatkan seorang teman, jadilah seorang teman”;
7. Diperlukan semangat untuk menjadikan Indonesia menjadi bangsa yang mandiri. Walaupun
demikian kita membutuhkan kerjasama yang saling menguntungkan dengan bangsa lain
dalam kesetaraan dan saling menghormati;
8. Seharusnya Indonesia beruntung dengan kenaikan harga minyak dan harga pangan karena
kita mempunyai beragam energi dan lahan yang luas. Yang diperlukan adalah mengurangi
pemakaian BBM dengan menggunakan energi lain, misalnya untuk listrik dengan batubara
dan panasbumi, transportasi dengan BBG dan biofuel, untuk memasak dengan LPG dan
gas kota. Sedangkan pengembangan energi perdesaan (mikrohidro, biofuel dan biomass)
dimungkinkan oleh investasi dengan pinjaman berbunga rendah dari Pemerintah. Dengan
diversifikasi kita bisa menghemat biaya energi paling tidak 50 persen. Alangkah baiknya,
jika penghematan energi tersebut digunakan untuk memberdayakan orang miskin sehingga
tidak menjadi miskin lagi;
9. Untuk meningkatkan efektifitas penggunaan lahan, baik untuk energi maupun pangan,
diperlukan peraturan untuk mengenakan pajak pada lahan-lahan yang menganggur.
Akibatnya, orang-orang kaya yang tinggal di kota pemilik lahan tersebut akan mengurus
lahannya di perdesaan dengan memperkerjakan penduduk desa. Apabila yang
mengusahakan lahan tersebut orang kota maka pengusahaan lahan tersebut akan lebih
efektif karena mereka memiliki dana serta pengetahuan tentang pasar dan teknologi. Di
samping itu penduduk desa tidak perlu mencari pekerjaan ke kota.

Saran:
Syarat Pembangunan yang berkelanjutan serta suatu Negara yang baik adalah adanya
pemimpin (pemerintah) yang beriman sehingga mengemban amanah dengan adil, pedagang
(swasta) yang jujur dan mengamalkan sebagian hartanya untuk yang kurang mampu, ulama
(akademisi) yang mengingatkan akan kebenaran dan memberi contoh hidup yang baik serta
masyarakat yang mau belajar untuk mandiri dan sabar. Stakeholders disini adalah pemerintah,
kontraktor, akademisi dan masyarakat. Saran disini adalah untuk stakeholders tersebut.
A. Saran untuk Departemen ESDM:
1. Koordinasi dengan Departemen Keuangan dan BAPPENAS untuk depletion premium.
Perlu dipertimbangkan usulan dana Depletion Premium sama dengan dana untuk
daerah yaitu share kontraktor dikalikan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak;
2. Koordinasi dengan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah masalah
pembebasan tanah, misal untuk blok Cepu;
3. Koordinasi dengan Departemen Kehutanan masalah tumpang tindih lahan, sesudah
dikeluarkan PP No 2/2008;
4. Koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup mengenai masalah lingkungan.
Misal: masalah persyaratan penurunan temperatur minimum dari air buangan produksi;
5. Mempromosikan kemungkinan kerjasama migas atau investasi migas di Indonesia ke
Negara-Negara OPEC. Malaysia sudah lebih maju dalam kerjasama dengan Negara-
Negara di Timur Tengah;

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 9-14
6. Koordinasi dengan Departemen Luar Negeri dan Departemen Perdagangan serta Kadin
untuk promosi ke Eropa (Norwegia, Jerman, Inggris, Belanda), Asia (Cina, India, Korsel,
Asean), Amerika (Amerika Serikat, Kanada, Amerika Latin);
7. Perlu peraturan mengenai peningkatan partisipasi Perusahaan-Perusahaan Nasional
untuk kontrak-kontrak yang sudah habis serta daerah-daerah yang di carved out;
8. Koordinasi dengan Departemen Perindustrian untuk peningkatan kemampuan Nasional
di bidang barang/jasa penunjang migas Nasional serta produksi dalam negeri;
9. Koordinasi dengan Departemen Pertahanan dan Departemen Dalam Negeri mengenahi
keamanan operasi migas dan usaha perkembangan kawasan tertinggal Indonesia
(termasuk insentif) terutama di daerah-daerah strategis.
B. Saran untuk Ditjen Migas:
1. Memberikan informasi sebaik mungkin mengenai program pemerintah serta peraturan-
peraturan mengenai migas maupun peningkatan kemampuan Nasional;
2. Perlu perhitungan harga gas domestik yang wajar (memperhitungkan kepentingan
domestik tetapi cukup merangsang investasi) pengurangan bagian pemerintah untuk
Domestic Market Obligation (DMO) gas;
3. Menawarkan daerah konsesi dengan informasi geologi dan geofisika serta teknik
reservoir yang lebih baik dengan mengkordinir studi dengan lembaga pendidikan dan
lembaga penelitian dan memberikan tulisan-tulisan ilmiah hasil studi tersebut serta
melakukan survai geologi dan geofisika (gravity dan seismik) pendahuluan;
4. Melakukan studi keekonomian, sistem kontrak dan fiskal untuk daerah konsesi yang
ditawarkan sehingga lebih menarik investor;
5. Menindaklanjuti usulan-usulan studi bersama perusahaan-perusahaan yang berminat
mengambil konsesi dengan mengkordinasikannya dengan lembaga pendidikan dan
lembaga penelitian, sehingga prosesnya tidak lama;
6. Melakukan evaluasi saran BPMigas untuk POD pertama dengan quick methods (metoda
cepat), sehingga persetujuan POD pertama bisa tepat waktu.
7. Memberikan insentif untuk pengembangan CBM;
8. Mengusulkan ke Menteri ESDM peraturan-peraturan yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kinerja sektor migas seperti depletion premium, eksplorasi di daerah
produksi, Improved Oil Recovery / performance based contract dan sebagainya;
9. Mempromosikan kepada bank-bank Indonesia untuk memberikan pinjaman ke dunia
migas dengan skema yang lebih menarik dan kurang beresiko;
10. Melakukan forum komunikasi dengan stakeholders secara periodik.

C. Saran untuk BP Migas:


1. Seharusnya birokrasi di BP Migas lebih mengutamakan pendekatan kemitraan
(partnership). Kalau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ingin mempercepat
produksi, BP Migas seharusnya membantu (misal: dalam kasus POD). Selain itu, kalau
kontraktor tidak melakukan kegiatannya secara optimal seharusnya BP Migas
mengingatkan dan mendorongnya untuk mengoptimalkan kegiatannya;
2. Seharusnya keberhasilan BP Migas diukur dari pelayanan yang tepat waktu (POD,
WP&B, AFE dan lain-lain) serta peningkatan produksi migas. Di samping akibat

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 10-14
ketidakberhasilan atau ketiadaan eksplorasi maka produksi makin turun karena apabila
kontraktor ingin cepat tetapi tidak didukung, tetapi apabila kontraktor tidak melakukan
kegiatan secara optimal tidak diperingatkan atau didorong;
3. Apabila karena sesuatu hal permasalahan tidak dapat diselesaikan secara intern
(karena berhubungan dengan instansi-instansi lain), sebaiknya BP Migas segera
membicarakannya dengan Tim P3Migas (Pengawasan Peningkatan Produksi) dan
Ditjen Migas, untuk kemudian dibahas pada pertemuan koordinasi di ESDM.
4. Sebaiknya ada Unit Studi di BP Migas yang terdiri dari ahli geologi, geofisika, teknik
perminyakan dan ekonomi untuk:
a. Memonitor pembuatan sertifikasi cadangan (bisa dibantu oleh instansi lain, dulu
dibantu oleh Lemigas dan ITB), sehingga begitu POD diajukan maka cadangan
tinggal di review secara singkat, supaya persetujuan POD tepat waktu. Perlu ada
pedoman “Good Engineering Practice” untuk sertifikasi cadangan;
b. Melakukan studi kemungkinan eksplorasi di wilayah kerja sesudah selesainya
masa eksplorasi atau pada masa produksi;
c. Melakukan studi pengembangan lapangan yang sudah ditemukan tetapi tidak
dikembangkan dalam waktu tertentu;
d. Melakukan studi kemungkinan Improved Oil Recovery (termasuk Enhanced Oil
Recovery) di lapangan-lapangan produksi;
e. Melakukan studi geologi, geofisika, keekonomian dan model fiskal untuk daerah
yang belum dieksplorasi dan memberikan usulan kepada Ditjen Migas untuk
penawaran konsesi baru.
5. Unit Manajemen Perminyakan di BP Migas berdasarkan usulan Unit Studi di BP Migas:
a. Memproses persetujuan POD, WP&B, AFE dengan tepat waktu;
b. Mendorong kontraktor untuk melakukan eksplorasi di wilayah produksi;
c. Mendorong kontraktor untuk mengembangkan lapangan yang belum
dikembangkan;
d. Mendorong kontraktor untuk melakukan Improved Oil Recovery secara optimal.
6. Untuk mengkoordinasi Unit Manajemen Perminyakan dan Unit Studi tidak perlu
penambahan pegawai BP Migas. Unit Manajemen Perminyakan perlu melihat kembali
organisasi BPPKA dulu atau melihat PMU (Petroleum Management Unit) Petronas,
Malaysia. Manajemen yang terlalu banyak orang cenderung menyebabkan birokrasi
kurang efektif. Unit Studi dapat meminta bantuan lembaga pendidikan atau lembaga
penelitian;
7. Untuk AFE: Perlu peraturan yang menyatakan bahwa dalam hal-hal khusus dapat
dilakukan penunjukkan langsung, misalnya untuk mempercepat produksi dan tidak bisa
dikerjakan oleh pihak lain, tentunya dengan persyaratan sharenya terhadap biaya
keseluruhan tidak besar. Karena pembebasan tanah sering kali tidak dapat diselesaikan
dengan cepat, maka diusulkan AFE pembebasan tanah yang terpisah;
8. Perlu diseleksi pelelangan barang, sehingga pekerjaan di BP Migas tidak menumpuk
dan operasi kontraktor bisa tepat waktu, sesuai rencana.

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 11-14
D. Saran untuk BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas:
1. Mengatur pelelangan dan tarif transportasi gas melalui pipa dengan koordinasi yang
lebih baik dengan Ditjen Migas dan BP Migas;
2. Koordinasi yang lebih baik dengan Pertamina supaya apabila BBM disubstitusi dengan
energi lain, dipastikan tidak terjadi kelangkaan bahan bakar.

E. Saran untuk instansi pemerintah lainnya:


Migas adalah vital untuk kepentingan Nasional sehingga dukungan dari Departemen
Keuangan, BAPPENAS Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Departemen
Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup, Departemen Luar Negeri, Departemen
Perdagangan dan Kadin, Departemen Perindustrian, Departemen Pertahanan dan Dewan
Perwakilan Rakyat untuk peningkatan produksi, investasi dan kemampuan nasional hulu
migas sangat diperlukan.

F. Saran untuk Perusahaan Migas serta Perusahaan Barang dan Jasa Migas:
1. Diperlukan partisipasinya untuk tidak menelantarkan lapangan atau mengembalikannya
ke pemerintah serta meningkatkan eksplorasi di daerah produksi.
2. Melakukan IOR termasuk EOR secara optimal.
3. Apabila mempunyai masalah dalam operasi dan meningkatkan produksi segera
menghubungi BP Migas, Ditjen Migas Tim P3 Migas.
4. Melalui Asosiasi Profesi atau dalam pertemuan dengan ESDM, Ditjen Migas, BP Migas,
Tim P3 Migas memberikan masukan untuk meningkatkan produksi dan investasi hulu
migas di Indonesia
5. Bekerjasama dengan Pemda untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat
melalui CSR (Corporate Social Responsibility).

G. Saran untuk Akademisi:


Akademisi disini adalah lembaga pendidikan, lembaga penelitian, asosiasi profesi, lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dan media. Akademisi diharapkan untuk hal-hal berikut:
1. Perguruan tinggi dan Lembaga Pendidikan membantu BP Migas dan Ditjen Migas untuk
mempercepat persetujuan POD (termasuk POD Pertama), studi bersama untuk konsesi
baru dan meningkatkan kualitas informasi penawaran konsesi, pendidikan dan pelatihan
SDM dan penelitian untuk meningkatkan kemajuan nasional hulu migas;
2. Asosiasi profesi memberikan masukan untuk meningkatkan produksi, investasi dan
kemampuan Nasional di bidang hulu migas;
3. LSM dapat turut memberdayakan masyarakat di daerah operasi migas dan memberikan
informasi yang benar mengenai migas;
4. Pakar dan Media membantu memberikan informasi yang benar mengenai migas kepada
stakeholders migas.

H. Saran untuk Masyarakat:


1. Perlu disadari bahwa keberhasilan sektor migas adalah untuk kebaikan kita bersama.
Perbuatan yang merugikannya seperti menghambat operasi merusak peralatan migas
adalah ibarat melubangi perahu untuk minum, tetapi menenggelamkannya;

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 12-14
2. Apabila ada hal-hal yang tidak jelas (misal untuk kemungkinan partisipasi kegiatan CSR
dan bagi hasil untuk daerah) perlu di bicarakan dengan instansi terkait (Pemda,
perusahaan dan Ditjen Migas);
3. Kemauan untuk belajar dan berpartisipasi di Migas akan meningkatkan Kemampuan
Nasional di bidang Migas.
4. Perlu disadari bahwa perbuatan yang baik antara kita akan menyebabkan ridho Allah
kepada Bangsa kita sehingga keadaan kita lebih baik.

Semoga masing-masing stakeholders dapat menjalankan partisipasinya dengan baik dan


bekerjasama satu sama lain dengan baik sehingga kita bisa “do the best we can do” dan
menjadi “be the best we can be”.

DAFTAR PUSTAKA

1. BP, BP Statistical Review of World Energy, London, 2007;


2. Byrne, R., The Secret, Atria, New York, 2006;
3. Economics and Development Resource Center, Guidelines for the Economic Analysis of
Project, ADB (Asian Development Bank), Manila, 1997;
4. Gorringe, T., Fair Share: Ethics and the Global Economy, Thames & Hudson, Slovenia,
1999;
5. Handy, C., Beyond Certainty, Arrow books, London, 1996;
6. International Society for Educational Information, Pendidikan Moral dalam Jepang Modern,
Tokyo,1989;
7. Kripalani, K., All Men Are Brothers, Life and Thoughts of Mahatma Gandhi, Navajivan
Publishing House, Ahmedabad - 14, 1660;
8. PricewaterhouseCoopers, Oil and Gas Investment in Indonesia, Jakarta, September 2005;
9. Partowidagdo, W., Manajemen dan Ekonomi Migas, Program Pascasarjana Studi
Pembangunan ITB, Bandung, 2002;
10. Partowidagdo, W., Memahami Pembangunan dan Analisis Kebijakan, Program
Pascasarjana Studi Pembangunan ITB, Bandung, 2004;
11. Seba, R.D., Economics of Worldwide Petroleum Production, Oil and Gas Consultants
International Publications, Tulsa, Oklahoma, 2003;
12. Senge, P., The Fitfth Discipline, New York: Doubleday, 1990;
13. Sutowo, I., Peranan Minyak Dalam Ketahanan Negara, Pertamina, Jakarta, 1972;
14. The Goldman Sachs Group, Inc., 125 Projects to Change The World, New York, 2006.

Riwayat Hidup
Widjajono Partowidagdo adalah Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Pengelolaan Lapangan Migas
pada Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Sekretaris Komisi Peduli Bangsa
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) serta anggota Tim P3 (Pengawasan
Peningkatan Produksi) Migas ESDM. Pernah menjadi Ketua Kelompok Keahlian Teknik
Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas pada Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi
Mineral ITB, 2005-2007, Ketua Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan ITB, 1993-2004,
Pembantu Dekan Urusan Akademis, Fakultas Teknologi Mineral serta Anggota Senat ITB,
1994-1997 dan Koordinator Penelitian Pembangunan Berkelanjutan pada Pusat Antar
Universitas untuk Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia, 1989-1992.
Mendapat Sarjana Teknik Perminyakan ITB, MSc in Petroleum Engineering, MSc in Operations
Research, MA in Economics dan PhD dengan disertasi An Oil and Gas Supply and Economics

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 13-14
Model for Indonesia dari University of Southern California, Los Angeles, USA. Menulis dua buku
yaitu “Manajemen dan Ekonomi Minyak dan Gas Bumi”, 2002 serta “Memahami Pembangunan
dan Analisis Kebijakan”, 2004.

Prof Widjajono Partowidagdo , ”Peningkatan Produksi, Investasi dan Kemampuan Nasional Hulu Migas”, Jakarta: CIDES, 20/05/2008 14-14

Anda mungkin juga menyukai