Anda di halaman 1dari 3

Giovanni Saputra

135130100111042
2013 D

Glukokortikoid
Glukokortikoid adalah golongan hormon steroid yang memberikan pengaruh terhadap
metabolisme nutrisi. Gluko kortikoid sebagai regulator glukosa yang disintensis pada korteks
adrenal dan mempunyai struktur steroid. Hormon golongan glukokortikoid mengaktivasi
konversi protein menjadi glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hatidan
menstimulasi konversi lebih lanjut menjadiglikogen.Peningkatan senyawanitrogen padaurinyang
terjadi setelah peningkatan glukokortikoid merupakan akibat dari mobilisasi asam amino dari
protein yang mengalami reaksi proteolitik dan adanya senyawa karbon yang terjadi sepanjang
lintasan glukoneogenesis.Glukokortikoid juga merupakan hormon steroid dari kelas
kortikosteroid, yang memiliki kapasitas untuk membinasakan limfosit, mengembangkan timosit
danmenginduksi apoptosis, sehingga sering digunakan untuk penanganan peradanganseperti
artritis, collagen vascular diseases , radang paru dan asma, beberapa jenisradang hati, beberapa
penyakit kulit dan granulomatous diseases, sub-akut tiroiditis dan amiodarone-associated
thyroiditis.
Glukokortikoid utamanya adalah kortisol atau hidrokortison. Aksinya dalam tubuh sangat
luas, antara lain:
1, menstimulasi glukoneogenesis. Glukokortikoid mengaktivasi konversi protein menjadi
glukosa melalui lintasan glukoneogenesis di dalam hati dan menstimulasi konversi lebih lanjut
menjadi glikogen.
2. memiliki efek antiinflamasi melalui penghambatan metabolisme asam arakidonat.Sifat
glukokortikoid adalah pleitropik, sehingga memiliki banyak efek samping di antaranya retardasi
pada anak-anak, imunosupresan, hipertensi, penghambatan luka, osteoporosis, dan gangguan
metabolik.
Glukokortikoid (GC) masuk menembus sel secara langsung karena sifatnya yang lipofilik. GC
berikatan dengan reseptornya (GR) yang berada di sitoplasma. GR ini berfungsi sebagai faktor
transkripsi yang akan mengaktivasi gen target di dalam inti sel.
Keterangan: Hormon sinyal melalui reseptor glukokortikoid
(GR). Reseptor glukokortikoid (GR), seperti reseptor
progesteron (PR), reseptor estrogen (ER), dan reseptor
androgen (AR), merespon hormon dengan mencurahkan
protein heat shock, homodimerizing, dan mengikat urutan
DNA berulang terbalik dikenal sebagai elemen respon
hormon (hres ) atau situs faktor bertransaksi di mana-mana
dalam daerah promotor gen target. GR dan reseptor hormon
steroid lainnya merekrut BRG1 kompleks yang menyediakan
kegiatan renovasi kromatin penting yang memfasilitasi
pembentukan kompleks inisiasi transkripsi dan aktivasi
transkripsi.
Seperti halnya hormon lain dalam golongan kortikosteroid, glukokortikoid juga
mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid. Pada dosis tinggi, glukokortikoid menurunkanlaju konversi
hormon T4 ke T3, menurunkan sekresi hormon TSH dari kelenjar hipofisis, menginduksi
hiperkatabolisme dan malnutrisi.
Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologisyang
menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang berperanmengendalikan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga bersifat antiinflamasi dengan cara

Giovanni Saputra
135130100111042
2013 D

menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkankinerja eosinofil. Kelompok lain
dari kortikosteroid adalah mineralokortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi mengatur
kadar elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal.
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes
Mellitus juga sering disebut sebagai The great imitator karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejala yang sangat
bervariasi. Seringkali orang menganggap penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh faktor
keturunan saja, padahal faktor utama penyebab diabetes justru merupakan pola hidup tidak sehat
seperti mengkonsumsi makanan tinggi kalori, obesitas, rendah serat dan jarang berolahraga.
Tipe Diabetes Mellitus:
A. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Mellitus tipe I disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Pada
diabetes jenis ini pankreas tidak dapat memproduksi insulin sama sekali. Sehingga penderita
harus menerima insulin dari luar dengan cara disuntik. Itulah sebabnya mengapa diabetes jenis
ini disebut diabetes tergantung insulin, karena jika penderita tidak diberikan insulin penderita
bisa tiba-tiba tidak sadarkan diri atau koma diabetik. Penderita diabetes tipe ini jumlahnya sangat
sedikit, di indonesia sendiri hanya sekitar 1 persen dari total penderita diabetes. Diabetes Tipe I
biasanya mengenai anak dan remaja. Faktor utamanya adalah autoimmune dimana sistem
kekebalan tubuh merusak sel-sel penghasil insulin di pankreas.
B. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus tipe II, yaitu DM yang tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM)). Diabetes tipe ini juga disebut juga diabetes lifestyle, karena selain
faktor keturunan, penyebab utamanya adalah gaya hidup tidak sehat. Diabetes tipe 2 berkembang
dengan lambat dan bisa melalui proses tahunan. Penderita diabetes tipe ini tidak harus selalu
memerlukan insulin suntik karena pankreas masih dapat menghasilkan insulin, tetapi insulin
tidak dapat bekerja efektif karena terjadi resistensi insulin dalam tubuh sehingga kadar gula
dalam darah naik.
Gejala klasik penyakit Diabetes Mellitus dikenal dengan istilah trio P, yaitu meliputi polyuria
(peningkatan berkemih), polypagia (rasa lapar berlebihan), polydipsia (rasa haus), rasa letih yang
tidak jelas sebabnya, rasa gatal, peradangan kulit yang menahun, pada penderita kronis timbul
gejala lain seperti penurunan berat badan, kesemutan, luka sukar sembuh dan peningkatan kadar
gula darah diatas 200mg/dl.
Komplikasi pada DM dibagi menjadi dua, yaitu : komplikasi akut atau jangka pendek dan
komplikasi kronik atau jangka panjang.
a. Komplikasi Akut
Hipoglikemia (penurunan kadar gula dalam darah), dehidrasi ringan, hipotensi (tekanan
darah rendah) dan dehidrasi berat.
b. Komplikasi Aku

Giovanni Saputra
135130100111042
2013 D

Vertigo, stroke, gangguan jantung, gangrene kaki diabetik (luka pada kaki akibat peningkatan
kadar glukosa dalam darah), dan katarak.
Oksitosin
Hormon Oksitosin dihasilkan oleh kelenjar hipotalamus.Hipotalamus adalah pemimpin
umum sistem hormon, ia memilikitugas penting memastikan kemantapan dalam tubuh manusia.
Setiapsaat, hipotalamus mengkaji pesan-pesan yang datang dari otak dandari dalam tubuh.
Setelah itu, hipotalamus menjalankan beberapafungsi, seperti menjaga kemantapan suhu tubuh,
mengendalikantekanan darah, memastikan keseimbangan cairan, dan bahkan polatidur yang
tepat.Hipotalamus terletak langsung di bawah otak danukurannya sebesar biji kenari. Sejumlah
besar informasi sehubungandengan keadaan tubuh dikirim ke hipotalamus. Informasi
inidisampaikan ke sana dari setiap titik dalam tubuh, termasuk pusatindra dalam otak. Kemudian
hipotalamus menguraikan informasi yangditerimanya, memutuskan tindakan yang mesti diambil
dan perubahanyang harus dibuat dalam tubuh, serta membuat sel-sel tertentumenjalankan
keputusannya.
Oksitosin terutama mempengaruhi otot polos uterus. Oksitosinmeningkatkan baik
frekuensi dan durasi potensial aksi. Jadipemberian oksitosin merangsang timbulnya kontraksi
otot uterus yangbelum berkontraksi dan meningkatkan kekuatan serta frekuensikontraksi otot
pada uterus yang sudah berkontraksi. Estrogenmemperkuat kerja oksitosin dengan cara
menurunkan otensialmembran sel otot polos, jadi merendahkan ambang eksitasi. Saatakhir
kehamilan, sering terjadi peninggian kadar estrogen, potensialmembrane sel otot polos uterin
berkurang negatifnya, sehinggamembuat uterus makin sensitive terhadap oksitosin. Jumlah
reseptor oksitosin di uterus juga makin bertambah pada saat ini, dan aktivasimereka
menyebabkan kalsium selular di mobilisasi melalui hidrolisapolifosfatidilinositol.
Pelepasan hormon oksitosin berlangsung secara alami, namunterdapat suatu cara untuk
mendorongnya lebih cepat. Diantaranya,melalui proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD).
Meletakkan bayi di atasperut ibu, agar bayi mencari payudara ibunya sendiri, dapatmerangsang
pelepasan oksitosin. Sehingga, wanita disarankan untukmelakukannya secepat mungkin setelah
melahirkan, untuk membantukeluarnya plasenta. Jika plasenta gagal keluar, ibu akan
diberikanhormon sintetis yang mereplikasi efek oksitosin untuk membanturahim
berkontraksi.Oksitosin juga memainkan peranan penting di luar prosesmelahirkan. Setiap kali
menyusui, ibu akan melepaskan hormoneoksitosin yang menyebabkan ibu mengeluarkan putting
susu ke mulutbayi. Hal ini, akan membantu rahim menciut dan kembali ke ukurannormal.Ketika
bayi menghisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir dari dalam
alveoli, melalui saluran susu(ducts/milk canals) menuju reservoir susu {sacs} yang berlokasi
dibelakang areola, lalu ke dalam mulut bayi.

Anda mungkin juga menyukai