I.
PENDAHULUAN
inflamasi pada model telinga tikus. Brucea javanica juga digunakan untuk
mencegah peradangan rektum akut dan peradangan mukosa orofaringeal yang
disebabkan oleh radiasi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol Brucea
javanica bersifat anti-inflamasi (Chen et al., 2012).
Berdasarkan dari sifat anti bakteri dan anti-inflamasi pada Brucea javanica
peneliti menduga bahwa ekstrak etanol Brucea javanica memiliki efektifitas
pada akne vulgaris. Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang terjadi
akibat peradangan menahun folikel pilosebasea pada tempat predileksinya
seperti wajah, leher, dada dan punggung. Hampir setiap orang pernah
menderita penyakit ini. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 1417
tahun pada wanita, 1619 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang
predominan adalah komedo (Djuanda, 2011). Sylvia Lusita (2010)
menyatakan dalam penelitiannya bahwa bakteri terbanyak yang ditemukan
pada lesi akne adalah Propionibacterium acnes sebesar 78,8%, dan
Staphylococcus epidermidis 63,3%.
Propionibacterium acnes merupakan bakteri Gram posistif yang termasuk
bagian dari flora normal kulit. Pada perwarnaan Gram, spesies ini sangat
pleimorfik yang memiliki sifat aerotoleran dan aerob.Bakteri ini berperan
dalam pembentukan akne, dengan menghasilkan lipase yang memecahkan
asam lemak bebas dari lipid kulit sehingga menimbulkan peradangan jaringan
dan berperan dalam timbulnya akne. Dengan pengaruhnya yang besar
terhadap akne, maka peneliti tertarik menggunakan Propionibacterium acnes
dalam penelitian ini (Jawets et al, 2008).
Javanica
terhadap
pertumbuhan
bakteri
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom
Super Divisi
Divisi
Sub divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis
Nama umum
Nama daerah
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Spermatophyta
Angiospermae
Dicotyledoneae
Sapindales
Simarubaceae
Brucea
Brucea javanica (L.) Merr.
Biji makasar, Kwalot.
Malur (Batak); Berul(Lampung); Walot
sekitar
5500
buah.
Alkaloid
pada
umumnya
2. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang telah
terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan.Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk
busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam
kortison,
estrogen,
kontraseptik
dan
lain-lain)
(Rustaman, 2006).
3. Tanin
Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang
mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap
pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Di
dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan
memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini
menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pecernaan
hewan. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari
oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat.
(Rustaman, 2006).
4. Fenol
Fenol adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
mengandung cincin aromatik dengan satu atau dua gugus
hidroksil. Fenol cenderung mudah larut dalam air karena
berikatan dengan gula sebagai glikosida atau terdapat dalam
10
Senyawa
fenol
diduga
mempunyai
aktivitas
merupakan
senyawa
aromatik
sehingga
semua
11
proantosianidin,
flavonol,
flavon,
glikoflavon,
12
13
mencuci
liang
sanggama
(vagina).
Caranya,
: Actinomycetales
Famili
: Propionibacteriaceae
Genus
: Propionibacterium
Spesies
: Propionibacterium acnes
14
15
metode disk diffusion (tes Kirby & Baur), E-test, ditch-plate technique.
Sedangkan pada metode dilusi termasuk didalamnya metode dilusi cair dan
dilusi padat (Pratiwi, 2008).
a. Metode difusi
1) Metode disk diffusion (tes Kirby & Baur)
Metode ini menggunakan piringan yang berisi agen antimikroba,
kemudian diletakan pada media agar yang sebelumnya telah ditanami
mikrorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada media
agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan
media agar.
2) Metode E-test
Metode ini digunakan untuk mengestimasi Kadar Hambat Minimum
(KHM), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk
dapat menghambat pertumbuhan mikrooraganisme. Pada metode ini
digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar
terendah sampai tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar
yang telah ditanami mikroorganisme sebelumnya.
3) Ditch-plate technique.
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan
pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam
cawan petri pada bagian tengan secara membujur dan mikroba uji
(maksimum enam macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen
antimikroba tersebut.
4) Cup-plate technique.
Metode ini serupa dengan disk diffusion dimana dibuat sumur pada
media agar yang telah ditanami dengan mikrooraganisme dan pada
sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.
16
b. Metode dilusi
1) Metode dilusi cair.
Metode ini digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada
media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba,
dan diinkubasi selama 1824 jam. Media cair yang tetap terlihat
jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM.
2) Metode dilusi padat.
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji.
Penentuan aktivitas daya hambat antimikroba mengacu pada tabel kategori
kekuatan aktivitas antibakteri (Tabel 1) (Widyaningtias, Yustiantara, &
Paramita, 2011).
Tabel 1. Kategori Kekuatan Aktivitas Antibakteri(sumber:
Widyaningtias, Yustiantara, & Paramita, 2011)
Kode
Diameter Zona Hambat (mm)
(-)
(+)
(++)
(+++)
10
11-15
16-20
>20
17
2.4. Simplisia
2.4.1. Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain
umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia tumbuhan
obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai
bahan obat atau produk (Depkes RI, 2000).
2.4.2. Pengolahan Simplisia
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan
perakatan tertentu sampai deraja kehalusan tertentu. Proses ini dapat
mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin
halus serbuk simplisia proses ekstraksi makin efektif, efisien namun
makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologi peralatan
untuk tahap filtrasi (Depkes RI, 2000).
Untuk menghasilkan simplisia yang bermutu dan terhindar dari
cemaran industri obat tradisional dalam mengelola simplisia sebagai
bahan baku pada umumnya melakukan tahapan kegiatan berikut yaitu:
a. Sortasi Basah
18
simplisia
dilakukan
untuk
memperoleh
proses
yang
terlalu
tipis
juga
dapat
menyebabkan
19
e. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap
akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk
memisahkan
benda-benda
asing
seperti
bagian-bagian
yang
mempengaruhi
pengepakan
dan
20
yang sesuai, kemudian semua atau pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
2.5.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat
menjadi komponen yang terpisah. Pada proses ekstraksi pada dasarnya
dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi
(Pratiwi,2010).
a. Fase Pencucian (Washing Out)
Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel-sel
yang rusak karena proses pengecilan ukuran langsung kontak
dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat pada
simplisia tersebut dapat dengan mudah dilarutkan dan dicuci
oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase
pertama ini sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam
pelarut. Semakin halus ukuran simplisia, maka semakin optimal
jalannya proses pencucian tersebut.
b. Fase Ekstraksi (Difusi)
Untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak, maka pelarut
harus masuk ke dalam sel dan mendesak komponen sel tersebut
keluar dari sel. membran sel simplisia yang mula-mula
mengering dan menciut harus diubah terlebih dahulu agar
terdapat suatu perlintasan pelarut ke dalam sel. Hal ini dapat
terjadi melalui proses pembengkakkan, dimana membran
mengalami suatu pembesaran volume melalui pengambilan
molekul bahan pelarut. Kemampuan sel untuk mengikat pelarut
21
memasuki
pori-pori
dalam
simplisia
sehingga
22
23
Maserasi berasal dari bahasa latin macerace berarti mengairi dan melunakan.
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari
maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak,
yang terbentuk pada saat penghalusan, ektraksi (difusi) bahan kandungan dari
sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan
antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam
cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi
atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di
dalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan
turunannya perpindahan bahan aktif (Depkes RI, 2000).
Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan.
Kandungan :
1.
2.
3.
4.
5.
Alkhaloid
Glikosida
Fenol
Sapotin
Tanin
24
Infeksi
Propionibacterium acnes
Patogenesis
Gambar 3. Kerangka Teori
2.8.
Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara
variable yang satu dengan yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoatmojo, 2010). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menyusun
kerangka konsep (Gambar 4)
Buah Makasar (Brucea
javanica (L.) Merr.)
Simplisia
Maserasi
0%
Dosis I
kelompok II
25 %
50 %
Dosis I
kelompok III
75%
Dosis I
kelompok IV
100%
Tetrasikln
Dosis I
kelompok V
25
Kontrol negatif
Kelompok I
26
III.
METODE PENELITIAN
27
uji
yang
dipergunakan
adalah
bakteri
Gram
positif
28
dipotong
kecil-kecil
dan
dikeringkan.
Potongan
29
V1M1 = V2M2
Keterangan :
V1 = Volume larutan yang akan diencerkan (ml)
M1 = Konsentrasi ekstrak buah Makasar yang tersedia (%)
V2 = Volume larutan (air + ekstrak ) yang diinginkan (ml)
M2 = konsentrasi ekstrak buah Makasar yang akan dibuat (%)
3.4.2. Sterilisasi Alat
Seluruh alat yang digunakan pada penelitian ini dicuci bersih, kemudian
disterilisssi di dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC
dengan tekanan 1,5 atm (Kirana, 2010).
3.4.3. Pembuatan Stok Bakteri
Ambil biakan murni bakteri Propionibacterium acnes sebanyak satu ose
kemudian dikultur ulang pada agar darah, selanjutnya masukkan ke
dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam (Oktavia, 2014).
3.4.4. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Media dibuat dengan konsentrasi 2% Sebanyak dua gram Nutrien Agar
dilarutkan dalam air suling sebanyak 100 ml, kemudian diaduk disertai
pemanasan pada suhu 70C. Media ini disterilisasi menggunakan
30
31
3.5.
3.6.
Variabel Penelitian
32
Variabel terikat untuk penelitian ini adalah diameter zona hambat ekstrak
buah
Makasar
terhadap
pertumbuhan
bakteri
gram
negatif
(Propionibacterium acnes).
33
No
.
1.
Variabel
Variabel
Bebas
Konsentrasi
ekstrak buah
Makasar
(Brucea
javanica
(L.)Merr. )
2.
Larutan
kontrol
negative
3.
Kontrol
Positif
1.
Variabel
Terikat
Zona Hambat
Defenisi
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Perasan buah
Makasar
(brucea
javanica (L.)
Merr.) yang
dilarutkan
dengan etanol
70 %
dinyatakan
dalam bentuk
persen (%).
Larutan
kontrol
negative yang
berisi aquades
steril
Kontrol positif
yang berupa
kertas cakram
yang berisi
antibiotik
tetrasiklin
Mikropipiet
Didapatkan
konsentrasi
ekstrak buah
Makasar
25%, 50%,
75%, 100%.
Numerik
Mikropipiet
Cakram uji
berisi
aquades steril
Kategorik
Tidak ada
Jumlah
cakram 1
buah berisi
antibiotik
tetrasiklin
Kategorik
Daerah tidak
ditemukannya
pertumbuhan
Propionibacter
ium acnes
Penggaris
Diameter
zona hambat
(mm)
Numerik
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Silaban, L. W. 2009. Skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri dari kulit
buah sentul (Sandoricum koetjae (burm. f.) Merr) terhadap beberapa bakteri
secara in vitro. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.Medan.
Silvikasari. 2011. Aktivitas antibakteri ekstrak kasar flavonoid daun gambir
(Uncariagambir Roxb).Skripsi.IPB. Bogor.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
36