Anda di halaman 1dari 36

1

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Penggunaan ramuan tumbuh-tumbuhan sebagai pengobatan tradisional saat
ini mulai banyak peminatnya. Hal ini dikarenakan pengobatan dengan ramuan
tradisonal lebih murah dan mudah didapatkan. Ramuan tumbuh-tumbuhan
dapat digunakan sebagai sumber bahan kimia alami yang potensial untuk
dikembangkan menjadi zat warna, kosmetik, bahan baku industri dan bahan
aktif pestisida. Kandungan senyawa kimia dari tumbuhan yang memiliki
bioaktivitas umumnya terdapat sebagai metabolit sekunder seperti alkaloid,
triterpen dan steroid, saponin, tanin dan lain-lain (Rustaman & et al, 2010).
Dalam hal ini salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan obat
tradisional adalah buah Makassar. Buah makassar yang dikenal dengan nama
latin Brucea javanica (L) Merr, termasuk jenis tumbuhan semak. Kandungan
senyawa kimia dari buah ini adalah alkaloid brucamarine, yatanine, glikosida,
brucealin, yatanoside A dan B, kosamine, fenol brucenol, bruceolic acid.
Daging buahnya mengandung minyak lemak, asam oleat, asam linoleat, asam
stearat dan palmitoleat. Buah dan daunnya mengandung saponin dan tannin
(Agromedia, 2008). Senyawa saponin dan tannin mempunyai potensi sebagai
antibakteri (Rustaman et al, 2010).
Pemberian ekstrak etanol Brucea javanica pada mencit dapat meredakan
inflamasi

akibat minyak puring dan granuloma yang dapat menginduksi

inflamasi pada model telinga tikus. Brucea javanica juga digunakan untuk
mencegah peradangan rektum akut dan peradangan mukosa orofaringeal yang
disebabkan oleh radiasi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol Brucea
javanica bersifat anti-inflamasi (Chen et al., 2012).
Berdasarkan dari sifat anti bakteri dan anti-inflamasi pada Brucea javanica
peneliti menduga bahwa ekstrak etanol Brucea javanica memiliki efektifitas
pada akne vulgaris. Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang terjadi
akibat peradangan menahun folikel pilosebasea pada tempat predileksinya
seperti wajah, leher, dada dan punggung. Hampir setiap orang pernah
menderita penyakit ini. Umumnya insidens terjadi pada sekitar umur 1417
tahun pada wanita, 1619 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang
predominan adalah komedo (Djuanda, 2011). Sylvia Lusita (2010)
menyatakan dalam penelitiannya bahwa bakteri terbanyak yang ditemukan
pada lesi akne adalah Propionibacterium acnes sebesar 78,8%, dan
Staphylococcus epidermidis 63,3%.
Propionibacterium acnes merupakan bakteri Gram posistif yang termasuk
bagian dari flora normal kulit. Pada perwarnaan Gram, spesies ini sangat
pleimorfik yang memiliki sifat aerotoleran dan aerob.Bakteri ini berperan
dalam pembentukan akne, dengan menghasilkan lipase yang memecahkan
asam lemak bebas dari lipid kulit sehingga menimbulkan peradangan jaringan
dan berperan dalam timbulnya akne. Dengan pengaruhnya yang besar
terhadap akne, maka peneliti tertarik menggunakan Propionibacterium acnes
dalam penelitian ini (Jawets et al, 2008).

Berdasarkan hal diatas peneliti tertarik melakukan penelitian untuk


mengetahui efektivitas ekstrak etanol buah Makasar (Brucea javanica (L.)
Merr.) terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes yang
merupakan flora normal di kulit manusia dan dapat berpotensi sebagai
patogen. Penelitian ini meliputi uji efektifitas ekstrak etanol buah Makasar
(Brucea Javanica (L.) Merr.) dalam berbagai konsentrasi terhadap
pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dengan metode disc diffusion.
1.2 . Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian latar belakang diatas, maka peneliti dapat merumuskan
masalah yaitu:
1. Bagaimana efektivitas ekstrak etanol buah Makasar (Brucea Javanica
(L.) Merr.) terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes secara
in-vitro?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui
(Brucea

Javanica

efektivitas ekstrak etanol buah Makasar


(L.)Merr.)

terhadap

Propionibacterium acnes secara in-vitro.

1.3.2. Tujuan Khusus

pertumbuhan

bakteri

Untuk mengetahui konsentrasi daya hambat ekstrak etanol buah


Makasar (Brucea Javanica (L.)Merr.) terhadap Propionibacterium
acnes.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi ilmu kesehatan
khususnya mengenai efektifitas ekstrak buah Makasar (Brucea
javanica (L.)Merr.) terhadap bakteri Propionibacterium acnes.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan masyarakat dalam
pengobatan tradisional khususnya mengenai ekstrak buah Makasar
(Brucea javanica (L). Merr) terhadap bakteri Propionibacterium
acnes.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Makasar ( Brucea javanica (L) Merr.)


II.1.1. Deskripsi Buah Makasar ( Brucea javanica (L) Merr.)
Buah Makasar memiliki habitat tumbuh liar di hutan, terkadang
ditanam sebagai tanaman pagar.Tanaman ini tumbuh dari permukaan
laut hingga 500 meter di atas permukaan laut (Dalimartha, 2000).

Gambar 1.Tanaman Buah Makasar (Brucea Javanica (L.) Merr) (sumber:


BPOM, 2008).
Buah Makasar memiliki batang berkayu berbentuk bulat,terdapat
bintik-bintik dengan warna putih kotor. Daun buah Makasar berupa
daun majemuk lonjong, agak lanset, tepi bergerigi, ujung runcing
dengan ukuran panjang 3,511 cm,lebar 1,55 cm dan berwarna

hijau. Bunga buah Makasar majemuk, berbentuk malai, tangkai


berbentuk silindris, dengan ukuran panjang l060 cm, berwarna
kehijauan. Daun kelopak bunga buah Makasar berbentuk lonjong
dengan panjang kurang lebih satu cm berwarna hijau kekuningan,
benang sari banyak, mahkota merah. buah batu, bulat, dan hitam.
Biji buah Makasar berbentuk bulat dan berwarna putih.Pada akar
berjenis akar tunggang dengan warna putih kotor. Buah Makasar
dapat diperbanyak dengan biji (BPOM,2008).
2.1.2. Taksonomi Buah Makasar ( Brucea javanica (L) Merr.)
Berdasarkan data taksonomi (BPOM, 2008) didapatkan data
mengenai buah Makasar (Brucea javanica (L) Merr.) yaitu sebagai
berikut :
Sinonim

: Brucea sumatrana Roxb.;


Brucea amarissima Lour.

Klasifikasi
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)

Super Divisi

: Spermasthopyta (Menghasilkan Biji)

Divisi
Sub divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis
Nama umum
Nama daerah

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Spermatophyta
Angiospermae
Dicotyledoneae
Sapindales
Simarubaceae
Brucea
Brucea javanica (L.) Merr.
Biji makasar, Kwalot.
Malur (Batak); Berul(Lampung); Walot

(Sunda); Kwalot (Jawa); Tambara marica


(Makasar); Nagas (Ambon).
2.1.3.Komposisi Kimia Buah Makasar ( Brucea javanica (L) Merr.)
Menurut (Agromedia, 2008) Buah Makasar mengandung alkaloid
(brucamarine, yatanine) glikosida (brucealin, yatanoside A dan B,
kosamine), fenol (brucenol, bruceolic acid). Bijinya mengandung
brusatol dan bruceine A, B, C, E, F, G, dan H. Daging buahnya
mengandung minyak lemak, asam oleat, asam linoleat, asam stearat
dan palmitoleat. Buah dan daunnya mengandung saponin dan tannin
Berikut merupakan penjelasan mengenai senyawa fitokimia yang
terdapat pada buah Makasar :
1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik siklik yang mengadung
nitrogen dengan bilangan oksidasi negatif, yang penyebarannya
terbatas pada makhluk hidup. Alkaloid juga merupakan golongan
zat metabolit sekunder yang terbesar, yang pada saat ini telah
diketahui

sekitar

5500

buah.

Alkaloid

pada

umumnya

mempunyai keaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh


manusia alkaloid sering dimanfaatkan untuk pengobatan.
Struktur dari alkaloid beranekaragam, dari mulai alkaloid
berstruktur sederhana sampai yang rumit. Salah satu alkaloid
yang mempunyai struktur tersederhana adalah nikotina, tetapi

nikotina ini dampak fisiologinya cukup besar. Dalam dosis


tinggi, nikotina bersifat racun (toksik) dan pernah juga digunakan
sebagai insektisida, sedangkan dalam dosis rendah nikotina
berfungsi sebagai stimulan terhadap sistem syaraf otonom.Jika
dosis ini dilanjutkan maka nikotina dapat menekan sistem syaraf
sehingga aktifitasnya dibawah normal.
Isolasi pertama suatu alkaloid adalah morfina yaitu pada tahun
1805 yang berasal dari getah dan biji candu, Papaver
somniferum. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa
sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoid
termidifikasi, misalnya solanin, alkaloid-alkaloid kentang,
Solanum tuberosum. Banyak sekali alkaloid yang khas pada
suatu tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat, sehingga
nama alkaloid sering diturunkan dari sumber tumbuhan
penghasilnya. Misalnya alkaloid atropa atau alkaloid tropana,
dan sebagainya (Rustaman, 2006).

2. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang telah
terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan.Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk
busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam

tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber


sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di
laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting
(misalnya

kortison,

estrogen,

kontraseptik

dan

lain-lain)

(Rustaman, 2006).
3. Tanin
Tanin tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam
angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang
mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap
pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Di
dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim
sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan
memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini
menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pecernaan
hewan. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari
oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat.
(Rustaman, 2006).
4. Fenol
Fenol adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan yang
mengandung cincin aromatik dengan satu atau dua gugus
hidroksil. Fenol cenderung mudah larut dalam air karena
berikatan dengan gula sebagai glikosida atau terdapat dalam

10

vakuola sel. Senyawa fenol biasanya terdapat dalam berbagai


jenis sayuran, buah-buahan dan tanaman. Senyawa fenol
diproduksi oleh tanaman melalui jalur sikimat dan metabolisme
fenil propanoid (Apak et al., 2007).
Beberapa senyawa fenol telah diketahui fungsinya. Misalnya
lignin sebagai pembentuk dinding sel dan antosianin sebagai
pigmen. Namun beberapa lainnya hanya sebatas dugaan
sementara.

Senyawa

fenol

diduga

mempunyai

aktivitas

antioksidan, antitumor, antiviral, dan antibiotik. Semua senyawa


fenol

merupakan

senyawa

aromatik

sehingga

semua

menunjukkan serapan kuat terhadap spektrum UV. Fenol dapat


dibagi menjadi dua kelompok, yaitu fenol sederhana dan
polifenol. Contoh fenol sederhana: orsinol, 4-metilresolsinol, 2metilresolsinol, resolsinol, katekol, hidrokuinon, pirogalol dan
floroglusinol. Contoh polifenol adalah lignin, melanin dan tanin
(Apak et al., 2007).
5. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang senyawa
yang terdiri dari C6-C3-C6 dan sering ditemukan diberbagai
macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan gula
bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik (Sirait,
2007; Bhat et al., 2009). Flavonoid merupakan golongan
metabolit sekunder yang disintesis dari asam piruvat melalui

11

metabolisme asam amino (Bhat et al., 2009). Flavonoid adalah


senyawa fenol, sehingga warnanya berubah bila ditambah basa
atau amoniak. Terdapat sekitar sepuluh jenis flavonoid yaitu
antosianin,

proantosianidin,

flavonol,

flavon,

glikoflavon,

biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon


Penamaan flavonoid berasal dari bahasa latin yang mengacu
pada warna kuning dan sebagian besar flavonoid adalah
berwarna kuning. Flavonoid sering ditemukan dalam bentuk
pigmen dan co-pigmen. Flavonoid adalah golongan pigmen
organik yang tidak mengandung molekul nitrogen. Kombinasi
dari berbagai macam pigmen ini membentuk pigmentasi pada
daun, bunga, buah dan biji tanaman. Pigmen ini merupakan
antraktan bagi serangga dan merupakan agen polinasi.Pigmen
juga bermanfaat bagi manusia dan salah satu manfaat yang
penting adalah sebagai antioksidan (Bhat et al., 2009). Bagi
manusia, flavon dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada
jantung dan pembuluh darah kapiler, sebagai diuretik dan
antioksi dan pada lemak (Sirait, 2007).
2.1.4. Manfaat

dan Cara Pemakaian Buah Makasar (Brucea

javanica (L.) Merr.)


Menurut (Dalimartha,2000) bagian buah Makasar yang digunakan
adalah buah. Setelah buah dikumpulkan bagian yang keras dibuang
untuk diambil isinya. Selain buah, daun dan akar juga berkhasiat

12

sebagai obat. Dalam pemanfaatnya sebagai pengobatan, buah


Makasar digunakan pada pengobatan malaria, disentri amuba, diare
kronis akibat terinfeksi Trichomonas sp., keputihan, wasir
(hemoroid), cacingan (nematode, taenia). Papilloma di pangkal
tenggorokan, pita suara, liang telinga luar, dan gusi, dan kanker
pada tenggorokan, lambung, rektum, paru-paru, leher rahim
(serviks), dan kulit. Akar buah Makasar digunakan pada
pengobatan malaria, demam dan keracunan makanan. Pada
daunnya digunakan untuk mengatasi sakit pinggang.
Berikut cara pengolahan buah Makasar yang telah diteliti oleh para
peneliti yaitu sebagai berikut:
1. Disentri amuba
Giling 1015 buah Makasar sampai halus, lalu masukkan
ke dalam kapsul. Minum ramuan ini sekaligus setelah
makan. Lakukan sehari tiga kali, selama 710 hari
2. Disentri, air kemih dan tinja berdarah karena panas
Giling 25 buah Makasar (maksimal 50 buah) sampai halus,
lalu masukkan ke dalam kapsul. Minum ramuan ini
sekaligus dengan larutan air gula batu.
3. Malaria
Ambil isi buah Makasar, kira-kira sepuluh buah, lalu giling
sampai halus. Masukkan ke dalam kapsul, lalu minum
sekaligus. Lakukan tiga kali sehari selama tiga hari.
Selanjutnya dosis dikurangi setengahnya (lima buah) dan
minum selama lima hari. Cuci 1520 g akar buah Makasar,
lalu potong-potong seperlunya. Rebus dalam tiga gelas air

13

bersih sampai tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan


air saringannya siap untuk diminum. Lakukan sehari dua
kali, masing-masing setengah gelas.
4. Wasir
Giling tujuh buah Makasar sampai halus. Masukkan ke
dalam kapsul lalu minum sekaligus.
5. Keputihan karena Trichomonas vaginalis
Tambahkan 20 buah Makasar ke dalam periuk tanah atau
panic email. Tambahkan 400 cc air bersih, lalu rebus sampai
tersisa 100 cc. Setelah dingin, ramuan ini dapat digunakan
untuk

mencuci

liang

sanggama

(vagina).

Caranya,

semprokan air rebusan tadi menggunakan alat penyemprot


(sprayer).

Ramuan yang dipakai untuk setiap kali

pemakaian sebanyak 2040 cc. Jika keputihannya ringan,


penyemprotan cukup dilakukan sekali saja. Namun jika
keputihannya berat, perlu diulang selama 23 hari berturutturut.
2.2. Bakteri Propionibakterium acnes
Klasifikasi bakteri Propionibacterium acnes yaitu:
Kingdom

: Actinomycetales

Famili

: Propionibacteriaceae

Genus

: Propionibacterium

Spesies

: Propionibacterium acnes

14

Gambar 2.Propionibacterium acnes(sumber: Syaikhul,2010)


Propionibacterium acnes merupakan salah satu bakteri Gram positif
berbentuk basil dan bersifat anaerob obligat. Propionibacterium acnes adalah
mikrobiota kulit yang biasanya sering ditemukan pada kulit yang kaya akan
kelenjar sebasea seperti di kulit kepala dan muka. Jumlah Propionibacterium
acnes pada kulit terkait dengan aktivitas kelenjar sebasea meningkat setelah
adanya pematangan fungsi kelenjar sebasea yaitu seiring masa pubertas.
Propionibacterium acnes ialah agen utama etiologi inflamasi jerawat. Ia
merangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1), IL-8, dan tumor necrosis factora (TNF-a) dan mengaktifkan sistem komplemen. Mikroorganisme ini juga
menghasilkan asam lemak bebas melalui hidrolisis trigliserida kelenjar
sebasea oleh lipasenya. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi
jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya
jerawat. Berbagai kelas antibiotik efektif melawan jerawat karena
Propionibacterium acnes, seperti klindamisin, eritromisin, kuinolon, dan
tetrasiklin. Akan tetap dalam dekade terakhir ini, resistensi antibiotik terhadap
Propionibacterium acnes semakin meningkat (Syaikhul,2010).
2.3. Uji Aktivitas Antibakteri
Penentuan aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode difusi dan metodi dilusi. Pada metode difusi termasuk didalamnya

15

metode disk diffusion (tes Kirby & Baur), E-test, ditch-plate technique.
Sedangkan pada metode dilusi termasuk didalamnya metode dilusi cair dan
dilusi padat (Pratiwi, 2008).
a. Metode difusi
1) Metode disk diffusion (tes Kirby & Baur)
Metode ini menggunakan piringan yang berisi agen antimikroba,
kemudian diletakan pada media agar yang sebelumnya telah ditanami
mikrorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada media
agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan
media agar.
2) Metode E-test
Metode ini digunakan untuk mengestimasi Kadar Hambat Minimum
(KHM), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk
dapat menghambat pertumbuhan mikrooraganisme. Pada metode ini
digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar
terendah sampai tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar
yang telah ditanami mikroorganisme sebelumnya.
3) Ditch-plate technique.
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan
pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam
cawan petri pada bagian tengan secara membujur dan mikroba uji
(maksimum enam macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen
antimikroba tersebut.
4) Cup-plate technique.
Metode ini serupa dengan disk diffusion dimana dibuat sumur pada
media agar yang telah ditanami dengan mikrooraganisme dan pada
sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

16

b. Metode dilusi
1) Metode dilusi cair.
Metode ini digunakan untuk mengukur Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada
media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba,
dan diinkubasi selama 1824 jam. Media cair yang tetap terlihat
jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM.
2) Metode dilusi padat.
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat. Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen
antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji.
Penentuan aktivitas daya hambat antimikroba mengacu pada tabel kategori
kekuatan aktivitas antibakteri (Tabel 1) (Widyaningtias, Yustiantara, &
Paramita, 2011).
Tabel 1. Kategori Kekuatan Aktivitas Antibakteri(sumber:
Widyaningtias, Yustiantara, & Paramita, 2011)
Kode
Diameter Zona Hambat (mm)
(-)
(+)
(++)
(+++)

10
11-15
16-20
>20

17

Keterangan: (-) tidak beraktivitas, (+) aktivitas lemah, (++) aktivitas


sedang, (+++) aktivitas kuat.

2.4. Simplisia
2.4.1. Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain
umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia tumbuhan
obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai
bahan obat atau produk (Depkes RI, 2000).
2.4.2. Pengolahan Simplisia
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan
perakatan tertentu sampai deraja kehalusan tertentu. Proses ini dapat
mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal yaitu makin
halus serbuk simplisia proses ekstraksi makin efektif, efisien namun
makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologi peralatan
untuk tahap filtrasi (Depkes RI, 2000).
Untuk menghasilkan simplisia yang bermutu dan terhindar dari
cemaran industri obat tradisional dalam mengelola simplisia sebagai
bahan baku pada umumnya melakukan tahapan kegiatan berikut yaitu:
a. Sortasi Basah

18

Dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan


asing lainnya dari bahan simplisia.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia.
Pencucian dilakukan dengan air bersih. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut dalam air yang mengalir,
pencucian hendaknya dilakukan dalam waktu yang sesingkat
mungkin.
c. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan
bahan

simplisia

dilakukan

untuk

memperoleh

proses

pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Semakin tipis


bahan yang akan dikeringkan maka semakin cepat penguapan
air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi
irisan

yang

terlalu

tipis

juga

dapat

menyebabkan

berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah


menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau, dan rasa
yang diinginkan.
d. Pengeringan
Tujuannya yaitu untuk mendapatkan yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu simplisia. Suhu yang
terbaik pada pengeringan adalah tidak melebihi 60oC, tetapi
bahan aktif yang tidak tahan pemanasan atau mudah menguap
harus dikeringkan terlebih pada suhu serendah mungkin.

19

e. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap
akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk
memisahkan

benda-benda

asing

seperti

bagian-bagian

tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran


lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
f. Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar
tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang
lainnya. Selanjutnya wadah-wadah yang berisi simplisia
disimpan dalam rak pada gudang penyimpanan. Adapun
faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pengepakan

dan

penyimpanan simplisia adalah cahaya, oksigen, atau sirkulasi


udara, reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif
tanaman dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan
terjadinya proses dehidrasi, pengotoran atau pencemaran, baik
yang diakibatkan oleh serangga, kapang atau lainnya.

2.5. Ekstrak dan Ekstraksi


2.5.1. Ekstrak
Estrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

20

yang sesuai, kemudian semua atau pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang terisi diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
2.5.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat
menjadi komponen yang terpisah. Pada proses ekstraksi pada dasarnya
dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi
(Pratiwi,2010).
a. Fase Pencucian (Washing Out)
Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel-sel
yang rusak karena proses pengecilan ukuran langsung kontak
dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat pada
simplisia tersebut dapat dengan mudah dilarutkan dan dicuci
oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase
pertama ini sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam
pelarut. Semakin halus ukuran simplisia, maka semakin optimal
jalannya proses pencucian tersebut.
b. Fase Ekstraksi (Difusi)
Untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak, maka pelarut
harus masuk ke dalam sel dan mendesak komponen sel tersebut
keluar dari sel. membran sel simplisia yang mula-mula
mengering dan menciut harus diubah terlebih dahulu agar
terdapat suatu perlintasan pelarut ke dalam sel. Hal ini dapat
terjadi melalui proses pembengkakkan, dimana membran
mengalami suatu pembesaran volume melalui pengambilan
molekul bahan pelarut. Kemampuan sel untuk mengikat pelarut

21

menyebabkan struktur dinding sel tersebut menjadi longgar,


sehingga terbentuk ruang antarmiselar, yang memungkinkan
bahan ekstraksi, mencapai ke dalam ruang dalam sel. Peristiwa
pembengkakkan ini sebagian besar disebabkan oleh air.
Campuran alkohol-air lebih disukai untuk mengekstraksi bahan
farmasetik karena terbukti lebih cepat.
Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan
tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan
pelarut dan kondisi proses ekstraksi, proses pengambilan pelarut,
pengawasan mutu dan pengujian yang dikenal pula sebagai
tahapan penyelesaian. Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi
menyebabkan adanya kemungkinan kerusakan komponenkomponen senyawa penyusun pada saat pemanasan. Pelarut
yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah
didapat dan harganya murah (Pratiwi,2010).
Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Pembasahan
Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian, dimaksudkan
memberikan kesempatan sebesar-sebesarnya kepada cairan
penyari

memasuki

pori-pori

dalam

simplisia

sehingga

mempermudah penyarian selanjutnya (Depkes RI, 2009).


b. Penyari atau Pelarut
Cairan penyari yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak
adalah penyari yang baik untuk senyawa kandungan yang
berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut dapat dipisahkan dari
bahan dan dari senyawa kandungan lainnya. Faktor utama yang

22

menjadi pertimbangan dalam pemilihan cairan penyari adalah


selektifitas, ekonomis, kemudahan bekerja, ramah lingkungan
dan aman (Depkes RI, 2009).
c. Pemisahan dan Pemurniaan
Tujuannya adalah untuk menghilangkan senyawa yang tidak
dikehendaki semaksimal mungkin tanpa pengaruh pada senyawa
kandungan yang dikehendaki, semaksimal mungkin tanpa
pengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga
diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini
adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak bercampur,
sentrifugasi, dekantasi, filtrasi, serta absopsi dan penukar ion
(Depkes RI, 2000).
d. Pemekatan atau Penguapan
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solute (senyawa
terlarut) dengan cara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi
kering tetapi ekstrak hanya menjadi kental atau pekat (Depkes
RI, 2000).
2.6. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature
ruangan. Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).

23

Maserasi berasal dari bahasa latin macerace berarti mengairi dan melunakan.
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar dari
maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak,
yang terbentuk pada saat penghalusan, ektraksi (difusi) bahan kandungan dari
sel yang masih utuh. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan
antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan masuk kedalam
cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Selama maserasi
atau proses perendaman dilakukan pengocokan berulang-ulang. Upaya ini
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di
dalam cairan. Sedangkan keadaan diam selama maserasi menyebabkan
turunannya perpindahan bahan aktif (Depkes RI, 2000).
Kerugiannya adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna.
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan.

Maserasi kinetik berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat


pertama dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

2.7. Kerangka Teori


Kerangka teori adalah kemampuan seorang peneliti dalam mengaplikasikan
pola berpikirnya dalam menyusun secara sistematis teori-teori yang
mendukung permasalahan penelitian. Berdasarkan hal tersebut peneliti
menyusun kerangka teori (Gambar 3)
Manfaat :
1. Antikanker,
2. Antidiare,
3. Antimalaria, dll

Kandungan :
1.
2.
3.
4.
5.

Alkhaloid
Glikosida
Fenol
Sapotin
Tanin

24

Brucea Javanica (L.) Merr.

Simplisia dan Maserasi

Infeksi

Propionibacterium acnes
Patogenesis
Gambar 3. Kerangka Teori
2.8.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara
variable yang satu dengan yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoatmojo, 2010). Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menyusun
kerangka konsep (Gambar 4)
Buah Makasar (Brucea
javanica (L.) Merr.)
Simplisia
Maserasi

0%

Dosis I
kelompok II

25 %

50 %

Dosis I
kelompok III

75%

Dosis I
kelompok IV

100%

Tetrasikln

Dosis I
kelompok V

25

Kontrol negatif
Kelompok I

Propionibacterium acnesKontrol positif kelompok VI

Diameter zona hambat


Gambar 4.Kerangka Konsep
2.9. Hipotesis
2.9.1. Hipotesis Kerja (H1)
Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah adanya efektivitas
antimikroba ekstrak etanol buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.)
terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes secara in-vitro.
2.9.2. Hipotesis Nol (H0)
Hipotesis nol pada penelitian ini adalah tidak adanya efektivitas
antimikroba ekstrak etanol buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.)
terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes secara in-vitro.

26

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorik dengan metode
difusi Kirby bawer.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan juli 2015 bertempatan di
Laboratorium Penelitian Mikrobiologi Kedokteran Universitas Lampung.
3.3. Bahan dan Alat Penelitian
3.3.1. Bahan Uji

27

Bahan penelitian adalah ekstrak buah Makasar yang didapatkan dari


laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
Kimia Organik Universitas Lampung.
3.3.2. Bakteri Uji
Bakteri

uji

yang

dipergunakan

adalah

bakteri

Gram

positif

(Propionibacterium acnes) sebagai bakteri uji yang berasal dari


Laboratorium Kesehatan Provinsi Lampung.
3.3.3. Media Kultur
Media yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah Nutrien Agar
dan lempeng agar darah. Bakteri gram positif akan tumbuh pada media
perbenihan lempeng agar darah (Oktavia,2014).
3.3.4. Alat Alat Penelitian
Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pipet hisap,
mikropipet, tabung reaksi, beaker glass, cawan petri, incubator,
autoklaf, rak, ose, neraca ukur, stir plate, tabung Erlenmeyer, moisture
balance dan hot plate.
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Ekstrak Buah Makasar
Adapun proses dalam pembuatan ekstrak buah makasar yaitu :
a. Pembuatan Serbuk Buah Makasar

28

Buah Makasar yang telah dideterminasi dicuci bersih, ditiriskan


kemudan

dipotong

kecil-kecil

dan

dikeringkan.

Potongan

buahmakasar diblender disimpan pada wadah yang kering dan


tertutup rapat. Bahan yang sudah cukuo kering tersebut dibuat
serbuk dengan blender dan diayak dengan ayakan no.100,
kemudian dilakukan perhitungan prosentase bobot kering terdapat
bobot basah (Rahayu, Wiryosoendjoyo, & Prasetyo, 2008).
b. Penetapan Kadar Air Serbuk Buah Makasar
Penetapan kadar air serbuk buah Makasar dilakukan dengan
menggunakan alat moisture balance dengan cara menimbang
serbuk buah Makasar 2 g. Waktu yang diperlukan dalam
pengukuran 30 menit, kemudian ditunggu sampai kadar air konstan
(Rahayu, Wiryosoendjoyo, & Prasetyo, 2008).
c. Pembuatan Ekstrak Secara Maserasi
Serbuk buah Makasar sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam
botol dengan ditambahkan etanol 70%. Penggojokan dilakukan
selama dua jam. Selanjutnya campuran tersebut didiamkan selama
lima hari sambil sesekali digojok. Maserat yang didapatkan selama
lima hari disaring menggunakan kain kassa. Maserat dipekatkan
dengan suhu 4050C dalam rotary evaporator (Rahayu,
Wiryosoendjoyo, & Prasetyo, 2008).

29

Penggunaan pemanas dengan suhu 4050C ditujukan untuk


menghilangkan atau menguapkan pelarut yang masih tersisa pada
ekstrak dan pada akhirnya akan diperoleh hasil berupa ekstrak buah
Makasar dengan konsentrasi 100%. Untuk membuat berbagi
konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus :

V1M1 = V2M2
Keterangan :
V1 = Volume larutan yang akan diencerkan (ml)
M1 = Konsentrasi ekstrak buah Makasar yang tersedia (%)
V2 = Volume larutan (air + ekstrak ) yang diinginkan (ml)
M2 = konsentrasi ekstrak buah Makasar yang akan dibuat (%)
3.4.2. Sterilisasi Alat
Seluruh alat yang digunakan pada penelitian ini dicuci bersih, kemudian
disterilisssi di dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC
dengan tekanan 1,5 atm (Kirana, 2010).
3.4.3. Pembuatan Stok Bakteri
Ambil biakan murni bakteri Propionibacterium acnes sebanyak satu ose
kemudian dikultur ulang pada agar darah, selanjutnya masukkan ke
dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 24 jam (Oktavia, 2014).
3.4.4. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Media dibuat dengan konsentrasi 2% Sebanyak dua gram Nutrien Agar
dilarutkan dalam air suling sebanyak 100 ml, kemudian diaduk disertai
pemanasan pada suhu 70C. Media ini disterilisasi menggunakan

30

autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit. Selanjutnya sebanyak tiga


ml media ini, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diletakkan pada
sudut kemiringan 3045 dan dibiarkan memadat, kemudian disimpan
dalam lemari pendingin (Silvikasari, 2011; Silaban, 2009).

3.4.5. Uji Aktivitas Antimikroba

Urutan pengujian efek antimikroba yaitu sebagai berikut:


a. Pembuatan Sumuran
Dilakukan dengan meletakkan pipet steril pada cawan petri steril
dengan menggunakan pinset sebelum bakteri dan agar dimasukkan.
Setelah agar dan bakteri dimasukkan ditunggu sampai memadat.
Setelah agar memadat angkat pipet yang telah kita taruh pada
masing-masing label pada cawan.
b. Persiapan Suspensi Bakteri
Pembiakan bakteri diambil sebanyak 12 ose dan disuspensikan
kedalam NaCl 0,9% sampai diperoleh kekeruhan yang sesuai
dengan standar 0,5 Mac Farland atau sebanding dengan jumlah
bakteri 108(CFU)/mL. Suspensi bakteri diteteskan sebanyak 50 L
kemudian diratakan lalu dimasukkan agar yang sudah kita buat.
c. Pengisian Sumuran Dengan Ekstrak Buah Makasar

31

Sumuran tersebut jika sudah mengeras diisi dengan ekstrak buah


Makasar sesuai dengan masing-masing konsentrasi yang telah
ditentukan dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 100 L.
Setelah itu, media dimasukkan kedalam inkubator pada suhu 37C
dan diamati setelah 24 jam kemudian diukur zona hambat dengan
kaliper geser atau penggaris.

3.5.

Pengelolahan dan Analisa Data

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan diuji analisis


mengunakan software statistik. Pada uji pertama yang dilakukan adalah uji
normalitas (shapiro-wilk). Apabila sebaran data normal atau varians data
tidak sama, dilakukan uji alternatif yaitu uji kruskal-wallis. Uji bertujuan
untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok
perlakuan. Apabila uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna)
yaitu p<0,05 maka dilakukan analisis post-hoc untuk mengetahui kelompok
perlakuan yang bermakna. Uji post-hoc untuk ANOVA satu arah adalah
Bonferroni sedangkan untuk uji kruskal-wallis adalah mann whitney.

3.6.

Variabel Penelitian

3.6.1. Variabel Bebas

32

Ekstrak buah Makasar dengan tiga pembagian yaitu kontrol negatif


dengan konsentrasi 0% , konsentrasi pada masing-masing buah yaitu
25%, 50%, 75%, 100% dan kontrol positif.

3.6.2. Variabel Terikat

Variabel terikat untuk penelitian ini adalah diameter zona hambat ekstrak
buah

Makasar

terhadap

pertumbuhan

bakteri

gram

negatif

(Propionibacterium acnes).

3.7 Defenisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan dan agar penelitian tidak menjadi terlalu


luas maka dibuat defenisi operasional (Tabel 2).

Tabel 2. Defenisi Operasional

33

No
.
1.

Variabel
Variabel
Bebas
Konsentrasi
ekstrak buah
Makasar
(Brucea
javanica
(L.)Merr. )

2.

Larutan
kontrol
negative

3.

Kontrol
Positif

1.

Variabel
Terikat
Zona Hambat

Defenisi

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Perasan buah
Makasar
(brucea
javanica (L.)
Merr.) yang
dilarutkan
dengan etanol
70 %
dinyatakan
dalam bentuk
persen (%).
Larutan
kontrol
negative yang
berisi aquades
steril
Kontrol positif
yang berupa
kertas cakram
yang berisi
antibiotik
tetrasiklin

Mikropipiet

Didapatkan
konsentrasi
ekstrak buah
Makasar
25%, 50%,
75%, 100%.

Numerik

Mikropipiet

Cakram uji
berisi
aquades steril

Kategorik

Tidak ada

Jumlah
cakram 1
buah berisi
antibiotik
tetrasiklin

Kategorik

Daerah tidak
ditemukannya
pertumbuhan
Propionibacter
ium acnes

Penggaris

Diameter
zona hambat
(mm)

Numerik

34

DAFTAR PUSTAKA

Apak, R., K. Gl, B. Demirata, M. zyrek, S. E. elik, B. Bektaolu, K. I.


Berker and D. zyurt. 2007. Comparative Evaluation of Various Total
Antioxidant Capacity Assay Applied to Phenolic Compounds with The
CUPPRAC Assay. Molecules, 12 : 1496-1547.
Agromedia, R. (2008). Buku Pintar Tanaman Obat: 431 Jenis Tanaman
Penggempur Aneka Penyakit. (D. Damayanti, Ed.) (Cetakan 1). PT
Agromedia Pustaka.
Aziz, S. (2010). UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN
DAN UMBI BAKUNG PUTIH ( Crinum asiaticum L .). Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008). Taksonomi


Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeurep. (R. Napitupulu,
Efrizal, L. Mooduto, T. Herawaty, A. Novianti, & S. Wahyu, Eds.). Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, Dan Produk Komplemen
Direktorat Obat Asli Indonesia.

35

Bhat, S. V., B. A. Nagasampagi and S. Meenakshi. 2009. Natural Products :


Chemistry and Application. Narosa Publishing House, New Delhi. India.
Chen, M., Chen, R., Wang, S., Tan, W., Hu, Y., Peng, X., & Wang, Y. (2012).
Chemical components, pharmacological properties, and nanoparticulate
delivery systems of Brucea javanica. International Journal of Nanomedicine,
8, 8592. http://doi.org/10.2147/IJN.S31636.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat.Jakarta: Diktorat Jendral POM-DEPKES.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Jakarta: Diktorat Jendral
POM-DEPKES.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia.Jakarta: Diktorat
Jendral POM-DEPKES.
Djuanda, Adhi. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.(Hamzah, Mochtar, et al,
Ed).( Edisi 6) (Cetakan 2).Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Jawetz, Melnick, Adelberg.(2008). Mikrobiologi Kedokteran. (S, Rina, Ed)(Edisi
23)(cetakan 1). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan 1.Jakarta
: PT. Rineka Cipta.
Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Erlanga, Jakarta.
Rustaman, & et al. (2010). Skrining Fitokimia Tumbuhan di Kawasan Gunung
Kuda Kabupaten Bandung sebagai Penelaahan Keanekaragaman Hayati.
Lembaga Penelitian Univesitas Padjadjaran, (0151), 143.

Silaban, L. W. 2009. Skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri dari kulit
buah sentul (Sandoricum koetjae (burm. f.) Merr) terhadap beberapa bakteri
secara in vitro. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.Medan.
Silvikasari. 2011. Aktivitas antibakteri ekstrak kasar flavonoid daun gambir
(Uncariagambir Roxb).Skripsi.IPB. Bogor.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Institut Teknologi Bandung,
Bandung.

36

Slyvia, Lusita. 2010. Hubungan Antara Jenis Mikroorganisme yang Ditemukan


pada Akne Lesi dengan Bentuk Lesi Akne. Tesis: Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.
Rahayu, M. P., Wiryosoendjoyo, K., & Prasetyo, A. (2008.). UJI AKTIVITAS
ANTIBAKTERI EKSTRAK SOXHLETASI DAN MASERASI BUAH
MAKASAR ( Brucea javanica ( L ) Merr .) TERHADAP BAKTERI Shigella
dysentriae ATCC 9361 SECARA in vitro. Fakultas Farmasi Universitas
Setia Budi.

Widyaningtias, N. M. S. R., Yustiantara, P. S., & Paramita, N. L. P. V. (2011). Uji


Aktivitas Antibakteri Ekstrak Terpurifikasi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.)
Terhadap Bakteri Propionibacterium acnes. Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai