Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota Sleman
yang menjadi pusat perekonomian bukan menjadi hal yang asing lagi . Para
investor berlomba lomba mendirikan usaha di lahan kosong yang menjadi
tempat berdirinya bangunan bangunan tinggi dan megah , bahkan tidak
sedikit dari mereka berlomba untuk menjadikan bangunan tersebut sebagai
icon kota.Tapi mereka terkadang lupa akan pentingnya sebuah ruang hijau
yang berfungsi sebagai paru paru kota untuk dihadirkan didalam
lingkungan bangunan.Sungguh sangat disayangkan apabila bangunan yang
indah tersebut hanya akan memberikan efek positif pada sektor ekonomi,
tetapi mengabaikan sektor lingkungan .
Permasalahan yang sering terjadi dapat dirasakan oleh masyarakat
Yogyakarta khususnya Sleman adalah suhu udara yang mulai meningkat di
setiap tahunnya dan juga berkurangnya cadangan air bersih ketika musim
kemarau tiba . tidak menutup kemungkinan 10 tahun kedepan Yogyakarta
khususnya kota Sleman akan bernasip seperti Jakarta , dimana pertumbuhan
pembangunan tidak di imbangi dengan ruang terbuka hijau sebagai ruang
publik dan paru paru kota ,sehingga akan terjadi menurunnya kualitas
lingkungan serta kesenjangan social yang sangat extream.
Permasalahan lingkungan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab
pemilik proyek dan pemerintah melainkan semua elemen memiliki tanggung
jawab yang sama menurut porsinya untuk menanggulangi kemungkinan
terjadinya kerusakan .
Kekhawatiran mengenai perkembangan kota yang pesat , dimana
para investor dan pemegang saham mulai meraba daerah kabupaten
Sleman khususnya wilayah selatan termasuk Depok dan sekitarnya menjadi
masalah serius yang harus dicegah dan diatasi bila kota Sleman tidak mau
menjadi seperti Jakarta .

1.2 Rumusan Masalah


Pertumbuhan penduduk dan pembangunan gedung penunjang di kawasan
selatan kabupaten Sleman yang pesat, dapat mendorong dampak
pemanasan global bertambah buruk.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi berupa strategi
meningkatkan potensi ruang terbuka hijau di kecamatan Depok wilayah
selatan kabupaten Sleman, Yogyakarta, untuk mengurangi dampak
pemanasan global bertambah parah akibat pertumbuhan perkembangan
pembangunan kota.

1.4 Manfaat Penelitian


Penulisan penelitian yang di lakukan ini untuk mengoptimalkan peran
ruang terbuka hijau dan mengetahui pentingnya kehadiran RTH selain
sebagai ekologis kota juga sebagai pengontrol faktor pemanasan global.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan untuk melakukan penelitian tentang
peranan ruang terbuka hijau kota sebagai pengontrol pemanasan global pada
kecamatan Depok wilayah selatan Sleman Yogyakarta adalah penelitian ini
berupa penelitian deskriptif dengan metode observasi, pendekatan kuantitatif,
serta analisis data skunder
Dimana metode observasi langsung ini adalah melakukan pengamatan
langsung ketempat lokasi pengamatan ( jalan Babarsari, Jalan YogyakartaSolo dan daerah kecamatan Depok ). Pendekatan kuantitatif adalah data
yang di sajikan terdapat berupa angka. Analisis data skunder yang dimaksud
adalah pengambilan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain ,
data ini dapat berupa buku, jurnal, website, document dan majalah.

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan berisi latar belakang, pertanyaan, tujuan, manfaat dan
metode penelitian serta sistematika penulisan dari laporan Peran Ruang
Terbuka Hijau Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Kecamatan Depok
Wilayah Selatan Kabupaten Sleman Yogyakarta.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab Tinjauan Teoritis berisi bahan pustaka berupa teori-teori yang
mendukung pembuatan laporan Peran Ruang Terbuka Hijau Untuk
Meningkatkan Kualitas Lingkungan Kecamatan Depok Wilayah Selatan
Kabupaten Sleman Yogyakarta. Teori-teori yang mendukung berupa teori
mengenai pemanasan global dan Ruang Terbuka Hijau yang didalamnya
terdapat pengertian, klasifikasi, tujuan, peranan dan manfaat Ruang Terbuka
Hijau serta. Selain itu akan dipaparkan grand theory sebagai landasan
pemikiran yaitu kesimpulan dari seluruh teori pendukung yang telah
dijelaskan.
BAB III TINJAUAN OBJEK STUDI
Bab Tinjauan Objek Studi berisi hasil observasi objek studi secara
langsung di lapangan terkait laporan Taman Vertikal sebagai Upaya
Menambah Ruang Terbuka Hijau di Sleman khususnya kecamatan Depok.
Dalam hal ini objek studi yang dipaparkan adalah Kecamatan Depok ,
Yogyakarta.
BAB IV ANALISIS
Bab Analisis berisi pengolahan data tinjauan pustaka dan data observasi
objek studi. Hasil olahan data tinjauan pustaka dan data observasi objek studi
menghasilkan Strategi solusi untuk laporan Peran Ruang Terbuka Hijau
Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Kecamatan Depok Wilayah Selatan
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan dari analisis laporan Peran
Ruang Terbuka Hijau Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Kecamatan
Depok Wilayah Selatan Kabupaten Sleman Yogyakarta .

BAB II
TINJUAN TEORITIS
1.

Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming
merupakan suatu
fenomena dunia yang saat ini masih menjadi masalah serius , berbagai
hal terjadi akibat fenomena yang disebabkan oleh aktivitas manusia ini.
Dampak yang dapat dirasakan adalah meningkatnya suhu udara tiap
tahun nya dan pergeseran iklim yang terjadi khususnya di Indonesia.
Fenomena ini selalu menjadi problem di setiap generasi ke
generasi yang sampai saat ini belum menemukan solusinya. Karena itu,
penting untuk menyajikan bukti secara sadar untuk membahas dengan
jelas bahwa hal ini harus segera diatasi.

1.2

Pengertian Pemanasan Global


Pemanasan global adalah mengingkatnya suhu rata-rata atmosfer
di bumi yang diakibatkan oleh berbagai faktor. Hal ini sudah dapat
dirasakan perbedaannya dari tahun ke tahun terlebih lagi di kota besar di
Indonesia. Banyaknya penggunaan transportasi pribadi yang tidak
terkontrol merupakan salah satu faktor pendorong terbesar di wilayah
perkotaan salah satunya Sleman .
Pertumbuhan penduduk di Sleman sangatlah tinggi dimana pada
tahun 2010 jumlah penduduk 1,09 juta jiwa. Tahun 2015 jumlah
penduduknya diproyeksikan 1,15 juta jiwa, ada kenaikan sebanyak 0,06.
Pesatnya pertumbuhan penduduk mendorong pembangunan sarana dan
prasarana , bangunan penunjang perekonomian seperti mall,
perkantoran, dan sebagainya , serta pembangunan infrastruktur
transportasi. Berkembangnya pertumbuhan pembangunan inilah yang
mendorong manusia untuk melakukan mobilitas semakin besar,
ketergantungan akan mobilitas yang besar ini membuat penggunaan
kendaraan berbahan fosil semakin besar. Dimana yang diketahui hasil
pembakaran berbahan fosil akan menghasilkan bermacam jenis gas
berbahaya , salah satunya adalah CO2. Meningkatnya jumlah bangunan
penunjang perekonomian dan sarana prasana ini juga berperan dalam
penyumbang emisi karbon , dikarenakan pemakaian listrik yang semakin
tinggi mendorong pembangkit listrik yang sebagian besar masih
menggunakan bahan bakar fosil menghasilkan CO2 .

Gambar 2.1.1 Kadar gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer

Sumber: http://nasimfauzi.blogspot.co.id/2013/03/pemanasan-global.html
Sektor industri merupakan penyumbang emisi karbon terbesar,
sedangkan sektor transportasi menempati posisi kedua. Menurut
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (2003), konsumsi energi
bahan bakar fosil memakan sebanyak 70% dari total konsumsi energi,
sedangkan listrik menempati posisi kedua dengan memakan 10% dari
total konsumsi energi. Dengan demikian, peningkatan emisi karbon yang
di buang ke atmosfer dihasilkan dari gaya hidup dan jumlah penduduk.

1.3

Efek Rumah Kaca


Gambar 2.1.2 penggambaran tentang proses
terjadinya efek rumah kaca

Sumber:http://nasimfauzi.blogspot.co.id/2013/03/pemanasan-global.html
Efek rumah kaca disebut demikian karena kemiripannya dengan
apa yang terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika matahari bersinar.
Panas Sinar matahari yang masuk kedalam ruangan dan terperangakap
sehingga suhu menjadi lebih tinggi dari pada di luar. Hal ini disebabkan
kaca menghambat sebagian panas yang keluar . Dengan kata lain kaca
berfungsi sebagai perangkap panas.
Di bumi ,efek rumah kaca dihasilkan oleh gas gas tertentu dalam
jumlah kecil di atmosfer. Gas tersebut disebut gas rumah kaca . Titik titik
air dan es di dalam awan dan partikel kecil lain juga menangkap panas.
Dengan demikian, partikel tersebut dapat berlaku seperti kaca dari
sebuah rumah kaca.
Dengan banyaknya pembangunan gedung berpelingkup kaca ini
akan berpeluang mendukung kerja efek rumah kaca ini. Sehingga bumi
ini seperti berada di antara dua cermin yang saling memantulkan sinar
matahari , sehingga panas yang seharusnya dilepaskan ke udara , akan
dibalikan ke permukaan dan seterusnya , sehingga suhu rata rata bumi
akan meningkat seiring berjalannya waktu.
1.4

Penyebab Efek Rumah Kaca


Seperti yang sudah diterangkan di atas, efek rumah kaca ini
memiliki faktor pendukung yaitu berupa emisi gas yang ditimbulkan oleh
kegiatan manusia. Gas gas tambahan ini kadang dinyatakan sebagai

efek rumah kaca antropogenik (ditimbulkan oleh manusia) atau efek


rumah kaca yang meningkat.

Gas-Gas Rumah Kaca


Atmosfer bumi terdiri dari nitrogen yang mencakup 78% dari
keseluruhan Oksigen adalah gas terbanyak ke dua yakni mencakup
20%, efek rumah kaca dari masing-masih gas ini amat kecil.
Gas yang paling berpengaruh besar adalah uap air dan karbon
dioksida. Gas lainnya adalah metana , nitrat oksida dan ozon . selain itu
gas buatan dimana yang paling mempengaruhi adalah klorofluorokarbon
(CFC) yang mempunyai efek rumah kaca . Biasanya gas ini terdapat
diperalatan penghawaan atau AC.Seperti yang kita ketahui Indonesia
berada di Iklim Tropis , sehingga tidak dapat di pungkiri penggunaan AC
sangatlah dominan .
CFC merupakan sekelompok gas buatan yang di perkenalkan
oleh General Motors, dimana gas ini tidak mudah terbakar , tahan lama ,
stabil dan tidak beracun. Gas ini biasanya digunakan di peralatan
penghawaan seperti AC . Sleman merupakan bagian dari Yogyakarta
dimana bagian dari provinsi Indonesia , dimana diketahui Indonesia
berada di iklim tropis , sehingga alat penghawaan ini menjadi pilihan
utama untuk menyiasati tingginya suhu udara. Berdirinya bangunan mall
dan hotel di wilayah selatan Sleman seperti Sahid Jogja Life City ,
Hartono mall , Lippo mall dan hotel lainnya yang menggunakan
penghawaan buatan yang jumlahnya tidak sedikit membuat pemakaian
penghawaan ini menggunakan daya listrik yang sangat besar sehingga
hal ini mendukung terjadinya pemanasan global yang diakibatkan
pembangkit daya listrik yang masih menggunakan bahan bakar fosil untuk
menghasilkan listrik.
Selanjutnya adalah gas karbon dioksida (CO2) yang secara
perlahan di timbun diatmosfer oleh manusia akibat pemakaian bahan
bakar minyak bumi yang tidak terkontrol terutama di kota besar di
Indonesia. Konsentrasi alaminya kecil, hanya sekitar 0.03% . namun
presentasi yang kecil itu dapat menjadi besar apabila penambahan gas
karbon dioksida tidak diimbangi dengan pengurangnya. Penambahan gas
CO2 ini dihasilkan oleh bertambahnya jumlah kendaraan pribadi yang
dimana merupakan akibat dari pertumbuhan penduduk yang tinggi
sebagai pengaruh dari keinginan mobilitas yang tinggi.

Secara Biosfer , karbon dioksida diserap oleh tanaman dan


dengan bantuan sinar matahari , diuraikan sehingga menghasilkan
oksigen , proses ini dikenal oleh fotosintesis.
Skema 2.1.1 Fotosintesis pada tumbuhan

Hadirnya ruang terbuka hijau dimana di dalamnya terdalam


vegetasi yang berfungsi sebagai pengontrol kualitas udara ini perannya
sangat penting. Dimana yang diketahui RTH yang terdapat di sleman
tidak tersebar secara merata, pengalihan fungsi lahan yang menjadi
pengerasan ini membuat kemampuan untuk mengontrol kualitas udara
tidak seimbang dengan bertambahnya CO2 yang di hasilkan oleh
kendaraan pribadi yang semakin banyak. Dikhawatirkan kota Sleman
khususnya wilayah selatan akan bernasip seperti Jakarta dimana terjadi
lonjakan penduduk dari luar maupun dalam menyebabkan emisi gas CO2
tidak terkontrol, menyebabkan kualitas udara menurun.
2.

Variabilitas Iklim

2.1

Pengertian
Variabilitas Iklim merupakan fluktuasi unsur iklim yang terjadi
secara tiba-tiba namun tidak berlangsung lama. Dimana Indonesia
terdapat variasi iklim musiman dan non-musiman . Variasi musiman di
Indonesia yang mempengaruhi curah hujan ialah sirkulasi muson, dimana
matahari berada pada bumi bagian selatan sehingga udara bergerak dari
tekanan tinggi(benua Asia) ke ketekanan terendah (Benua Australia) atau
biasa disebut muson barat laut, ini biasanya terjadi dibulan Oktober
sampai April.Sehingga Indonesia terjadi musim penghujan. Dimusim inilah
kota-kota besar di Indonesia biasanya mendapatkan ancaman rawan
bencana banjir.Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana
ini , salah satunya berkurangnya ruang terbuka .Apa peran ruang
terbuka? Ruang terbuka berperan sebagai daerah resapan air ,tapi yang
terjadi adalah hampir tiap tahunnya diahli fungsikan menjadi bangunan
dengan pengerasan,sehingga jumlah air yang jatuh tidak sebanding
dengan kemampuan suatu daerah menyerap air menjadi salah satu faktor
penyebab banjir.
Sedangkan muson timur terjadi pada bulan April sampai Oktober ,
Angin ini akan memberikan dampak kemarau bagi Indonesia dikarenakan
matahari berada di bumi bagian utara , sehingga angin bergerak dari
8

Benua Australia ke Benua Asia . Sehingga Indonesia terjadi kekeringan ,


peningkatan suhu yang selalu bertambah tiap tahunnya. Peningkatan ini
terjadi akibat efek rumah kaca serta tidak memadainya payung alam di
kota besar khususnya Yogyakarta .
Sedangkan variasi non-musiman terjadi di Indonesia dipengaruhi
oleh El Nio dan Dipole Mode. Jika El Nio sedang terjadi Indonesia
bagian timur akan memperkecil terjadinya hujan akan memperkecil
kejadian hujan di wilayah barat Indonesia.Sedangkan jika Dipole Mode
maka akan memperkecil kejadian hujan di wilayah barat Indonesia. Maka
dapat di simpulkan bahwa yang disebut variabilitas yaitu perubahan
temperatur secara tiba-tiba ketika terjadi fenomena tersebut.
3.

Dampak yang Timbul Akibat Fenomena Pemanasa Global dan


Variabilitas Iklim
Pemanasan global dan Variabilitas iklim merupakan fenomena
alam yang terjadi di setiap tempat di bumi ini. berbagai masalah timbul,
dampak fisik dari perubahan iklim dan pemanasan global paling mencolok
adalah menigkatnya temperatur rata rata global dan ekstrimnya
perubahan cuaca yang mengankibatkan banjir dan kekeringan. hal ini
secara langsung mempengaruhi kesehatan manusia .

Kebutuhan Pangan dan Air


Cuaca ekstrim dapat mempengaruhi manusia secara langsung
dengan bencana banjir dan kekeringan. Indonesia sangat bergantung
pada hasil agrikultur (pertanian) untuk konsumsi pangan sehari-hari.
Ketersediaan air akan mempengaruhi ketersediaan hasil pertanian
kita.Jika terjadi cuaca ekstrim (sebagai konsekuensi dari variabilitas
iklim), banyak dari petani kita yang akan mengalami gagal panen
dikarenakan banjir bandang maupun kekeringan.

Kebutuhan air bersih


Air bersih juuga di butuhkan oleh manusia untuk kegiatan sehari
hari. Masalah terjadi bila musim kemarau tiba, kesulitan air bersih terjadi
akibat air yang jatuh ke bumi tidak diserap oleh tanah melainkan dialirkan
oleh pengerasan , sehingga air tanah
Sleman merupakan kota perekonomian, pembangunan Mall dan
perkantoran sangatlah pesat , sehingga tidak dapat di pungkiri lagi
pemakaian air tanah untuk kegiatan tersebut sangatlah besar. Ketika
musim kemarau terjadi , krisis air bersih dirasakan hamper setiap warga
yang tinggal di sekitar hotel dan mall yang berdiri, ini dikarenakan
bangunan tinggi di sekitar pemukiman ini menyedot air lebih kuat dan
9

lebih banyak ketimbang lainnya. Sehingga ketidak merataan pembagian


air terjadi, disinilah peran RTH sebenarnya sangat dibutuhkan bagi
perkotaan seperti Sleman ini.
3.1

Sikap Terhadap Pemanasan Global


Tindakan yang lebih baik dalam mengatasi, mengurangi, dan
pencegahan pemanasan global adalah dengan mengubah perilaku
manusia, karena pemahaman tentang pemanasan global yang
ditanamkan hari ini akan berdampak besar pada generasi mendatang.
Ada beberapa cara yang dapat di lakukan untuk mengurangi
dampak dari pemanasan global, yaitu ;
i)

Mengubah Perilaku Pribadi

Hemat Listrik : Setelah dijelaskan sebelumnya bahwa gas rumah


kaca itu didominasi dari karbon dioksida (CO2). Sebagian besar
dari CO2 dihasilkan dari pembangkit listrik yang berbahan bakar
fosil. Dengan demikian, jika kita berhemat listrik maka secara tidak
langsung kita mengurangi kadar CO2 di Atmosfer.

Menanam Vegetasi: CO2 digunakan tanaman untuk


berfotosintesis, maka penanaman pohon dalam jumlah banyak
akan menjadi solusi untuk mengurangi jumlah CO2 di atmosfer.
Ada beberapa jenis vegetasi yang mampu dengan baik menyerap
CO2 , Menurut hasil riset Dr. Ir. Endes N Dahlan MS dosen
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Penelitian yang
dilakukan pada 2007-2008 memberikan hasil bahwa :

Tabel 2.3.1 Daya Serap Karbondioksida Pada Vegetasi


1
1.
2.
3.
4
17
5
18
6
19
7
20
8
21
9
22
10
23
11
24
12
25
13
26
14
27
15
28
16
29

Nama Pohon
Trembesi
Cassia
Kenanga
Pingku
Flamboyan
Beringin
Sawo kecik
Krey
payung
Tanjung
Matoa
Bunga merak
Mahoni
Sempur
Saga
Khaya
Bungur
Merbau pantai
Jati
Akasia
Nangka
Angsana
Johar kranji
Asam
Sirsak
Saputangan
Puspa
Dadap merah
Akasia
Rambutan

Nama Latin
Samanea saman
Cassia sp
Canangium odoratum
Dyxoxylum
excelsum
Delonix regia
Ficus
benyamina
Maniilkara kauki
Fellicium
Mimusopsdecipiens
elengi
Pometia
pinnata
Caesalpinia
pulcherrima
Swettiana
mahagoni
Dilenia retusa
Adenanthera
pavoniana
Khaya anthotheca
Lagerstroemia
Intsia bijuga speciosa
Tectona
grandis
Acacia mangium
Arthocarpus
Pterocarpus heterophyllus
indicus
Cassia
grandisdulce
Pithecelobium
Annona
Maniltoamuricata
grandiflora
10
Schima
Erythrinawallichii
cristagalli
Acacia
auriculiformis
Nephelium
lappaceum

Daya Serap
28.488,39 kg/tahun
5.295,47 kg/tahun
756,59 kg/tahun
720,49
kg/tahun
42,20 kg/tahun
535,90
kg/tahun
36,19 kg/tahun
404,83
kg/tahun
34,29 kg/tahun
329,76
kg/tahun
30,95 kg/tahun
295,73
kg/tahun
24,24 kg/tahun
221,18
kg/tahun
21,90 kg/tahun
160,14
kg/tahun
19,25 kg/tahun
135,27
kg/tahun
19,25 kg/tahun
126,51
kg/tahun
15,19 kg/tahun
116,25
kg/tahun
8,48 kg/tahun
75,29
kg/tahun
8,26 kg/tahun
63,31
kg/tahun
4,55 kg/tahun
48,68
kg/tahun
2,19 kg/tahun

30
31

Asam
Kempas

Tamarindus indica
Coompasia excelsa

1,49 kg/tahun
0,20 kg/tahun

Pohon Trambesi terbukti dapat menyerap paling banyak karbondioksida


dalam satu tahun. Tidak menutup kemungkinan masih ada vegetasi lain
yang mampu memiliki daya serap karbondioksida melebihi data tablel 2.3.1
dan 2.3.2.

Mengurangi Penggunaan Mobil Pribadi : Mobil sebagai


penyumbang sumber CO2 terbesar di perkotaan salah satunya di
Sleman, juga perlu diantisipasi dengan mengubah perilaku atau
kebiasaan masyarakat. Ditambah lagi kurangnya transportasi
umum yang baik di Sleman ini membuat masyarakat lebih memilih
menggunakan kendaraan pribadi dengan alasan kemudahan
akses, bila tidak ada pengaturan penggunaan mobil pribadi
dengan baik, ini akan menyebabkan penambahan CO2 semakin
besar. Penggunaan transportasi umum yang mengangkut
sekaligus banyak orang dapat mengurangi emisi karbon dioksida
di udara.

ii) Langkah Mencegah Pemanasan Global Secara Kolektif


Upaya pencegahan pemanasan global juga dapat
dilakukan secara bersama atau kolektif. Beberapa langkah yang
dapat dilakukan secara kolektif antara lain sebagai berikut.

Menghapus Penggunaan CFC : Untuk menghentikan penggunaan


CFC pada peralatan pendingin, pemerintah dapat memberikan
penyuluhan dan batasan kepada pihak industri yang masih
menggunakan CFC sebagai bahan utama peralatan pendingin

11

agar dapat menghilangkan dan mencari bahan lain sebagai


gantinya. Pada kenyataanya kini CFC sudah memiliki
penggantinya untuk peralatan pendinginan, yaitu gas karbon, tapi
harganya yang lebih mahal membuat kalangan masyarakat
kebanyakan masih menggunakan CFC yang harganya lebih
murah , hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian
masyarakat Sleman masih menggunakan CFC ketimbang Karbon.

Menciptakaan Ruang Terbuka Hijau : hadirnya ruang terbuka hijau


ini diharapkan dapat mengurangi pemanasan global. Di dalam
Undang-Undang Penataan Ruang, setiap wilayah/kota wajib
menyediakan 30% dari wilayahnya untuk RTH.Pada kenyataanya
Sleman secara kasat mata masih memilik RTH yang melebihi
30%, tetapi penyebaran yang tidak merata dan kehadirannya jauh
dari pusat kota membuat peran RTH ini tidak berperan optimal.

iii) Sikap Arsitek mencegah pemanasan Global

4.

Kosep Green Architecture : Konsep green merupakan suatu cara


para arsitek mengurangi pemanasan global yaitu menerapkan
ruang terbuka hijau kawasan perkotaan (RTHKP),sebagai contoh
dimana tertulis di peraturan daerah menerapkan 70/30 untuk
hunian , dimana 70% dari luas lahan merupakan RTH dan
koefesien dasar bangunan(KDB) 30 % di gunakan untuk
bangunan hunian. RTHKP di setiap daerah berbeda tergantung
Perda yang berlaku di wilayah tersebut. Sebagai contoh Sahid
Jogja Life Style menerapkan konsep ini dimana bangunan ini
memiliki roof top garden sebagai respon RTH , tetapi lahan lunak
yang menjadi pengerasan menjadi tanda tanya besar, sehingga
perannya hanya terlihat sebagai estetika dan formalitas.
Pemanfaatan Energi Alternatif: Para arsitek belomba lomba
mendesign bangunan dimana bangunan tersebut dapat
memanfaatkan energy alam seperti, angin ,air ,tanah, dan
matahari seoptimal mungkin. Sayangnya sejauh ini penerapan
energi alternatif ini kurang di terapkan di bangunan tinggi seperti
mall dan hotel yang berada di wilayah selatan ini. Dimana yang
diketahui
dibahasan
sebelumnya
tentang
penggunaan
penghawaan dan penggunaan listrik yang besar membuat
pemanfaatan energi alternatif masih kurang optimal.

Ruang Terbuka
Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat
baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak
langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Dalam bahasa arsitektur,

12

ruang terbuka yang telah berwujud fisik ini sering juga disebut sebagai
ruang publik, sebutan yang sekali lagi menekankan aspek
aksesibilitasnya.
Stephen Carr dalam bukunya Public Space, ruang publik harus
bersifat responsif, demokratis, dan bermakna. Ruang publik yang
responsive artinya dapat digunakan untuk beberapa macam kegiatan .
Secara demokratis berarti dapat dimanfaatkan masyarakat umum tanpa
adanya pengkotak kotakan social, ekonomi, budaya dan usia.
Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat
berfungsi sebagai ruang berkumpul seluruh anggota masyarakat tanpa
membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Sehingga
secara gamblang dapat mengurangi kesenjangan sosial di kota kota
besar akibat salah satunya wilayah selatan Sleman yang diketahui
merupakan sector perekonomian berdirinya bangunan seperti mall , hotel,
perkantoran,dsb membuat adanya kesenjangan soisal yang sangat tinggi.
Ruang terbuka atau ruang-ruang publik dilihat dari bentuk fisiknya
dapat berupa Ruang Terbuka Hijau.

13

4.1

Pengertian Ruang Terbuka Hijau


Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau adalah kawasan atau areal
permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang untuk berfungsi
sebagai sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan
prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan
kualitas udara, dan publik space, ruang terbuka hijau di tengah-tengah
ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas
lingkungan kota.
Standard ruang terbuka hijau kota yang disarankan oleh Perda
adalah minimal 30% dari luas wilayah. Berbagai bentuk RTH dibuat dan
diupayakan hadir ditengah perkotaan, berbagai jenis vegetasi dihadirkan
dengan upaya dapat mengontrol lingkungan perkotaan sehingga kota
nyaman untuk disinggahi.

4.2

Bentuk Ruang Terbuka Hijau


Berdasarkan pengertian di atas, ruang terbuka hijau itu sendiri
bisa berbentuk jalur hijau, taman kota, hutan, halaman rumah dan
sebagainya. Dilihat dari sifatnya ruang terbuka hijau bisa dibedakan
menjadi ruang terbuka hijau privat yaitu memiliki batas waktu tertentu
untuk mengaksesnya dan kepemilikannya bersifat pribadi, contoh
halaman rumah tinggal, hutan kota dan sebagainya, ruang terbuka hijau
semi privat yaitu ruang publik yang kepemilikannya pribadi namun bisa
diakses langsung oleh masyarakat, contoh Kids Fun, dan ruang terbuka
hijau umum kepemilikannya oleh pemerintah dan bisa diakses langsung
oleh masyarakat tanpa batas, contoh alun-alun, trotoar.
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan
yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau
mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di
dominasi oleh tanaman yang tumbuh secara alami atau tanaman budi
daya.Kawasan hijau lindung terdiri dari cagar alam di daratan dan
kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah pertanian, persawahan,
hutan bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan
yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau
mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum,
dengan permukaan tanah di dominasi oleh perkerasan buatan dan
sebagian kecil tanaman. Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai

14

upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang


terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air dan
pencegahan polusi udara.

Peranan Ruang Terbuka Hijau

4.3

Sejumlah RTH di perkotaan termasuk Sleman, dalam beberapa


tahun terakhir ini, ruang publik, telah hilang akibat pembangunan
gedung-gedung yang cenderung berpola kontainer yakni bangunan
yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial
ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dsb, yang berpeluang
menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang
kelas menengah ke atas saja yang percaya diri untuk datang ke
tempat-tempat semacam itu.
Oleh karena itu , peranan ruang terbuka hijau ini sangatlah di
harapkan hadir di tengah kesibukan kota . selain sebagai penghijauan
dan memenuhi kebutuhan RTH yang tercantum di Perda tentang RTHKP
seperti dijelaskan diatas, RTH juga berperan sebagai tempat
berkumpulnya masyarakat dari berbagai kalangan. Adapun peranan
ruang terbuka hijau (RTH) yakni ;

Pengendalian Gas Berbahaya dari Kendaraan Bermotor


Gas-gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor sebagai gas
buangan bersifat menurunkan kesehatan manusia, salah satunya adalah
CO2. Dimana diharapkan ruang terbuka hijau ini dapat mengurangi atau
mengatur jumlah CO2 yang di hasilkan. Oleh karena itu pengelolaan
landscape pada ruang terbuka hijau ini dengan cara mengkombinasikan
vegetasi di dalamnya mampu menyerap gas tersebut, sehingga CO2
dapat menjadi O2 yang dihasilkan dari fotosintesis vegetasi.

Sebagai Ruang Resapan Air


Kemampuan vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat dijadikan
alasan akan kebutuhan keberadaan ruang terbuka hijau tersebut.Dengan
adanya sistem perakaran , diharapkan dapat mempertahankan
keberadaan air tanah. Dimana diketahui , semakin tingginya
pembangunan dan pengerasan, ini akan mempersempit air hujan yang
jatuh untuk di tangkap oleh tanah, untuk dimanfaatkan sebagai air tanah
sehingga berakibat terbatasnya sumber air tanah.

Pengendali Suhu Udara Perkotaan


15

Ruang terbuka hijau dimana didalamnya terdapat vegetasi


dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan evapo-transpirasi yang
berarti evapotranspirasi adalah gabungan evaporasi dan transpirasi
tumbuhan Evaporasi merupakan pergerakan air ke udara dari berbagai
sumber seperti tanah, atap, dan badan air. Transpirasi merupakan
pergerakan air di dalam tumbuhan yang hilang melalui stomata akibat
diuapkan oleh daun. Evapotranspirasi adalah menguapnya air dari
vegetasi melalui pori pori daun ke udara, maka vegetasi dalam ruang
terbuka hijau dapat menurunkan tingkat suhu udara perkotaan.
4.4

Potensi Ruang Terbuka Hijau Wilayah Selatan Sleman


Wilayah selatan Sleman merupakan daerah Aglomerasi Perkotaan
Yogyakarta (APY) yang meliputi Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik,
Ngemplak, Depok, dan Gamping. Wilayah ini merupakan pusat
pendidikan, perdagangan dan jasa. Kawasan pengembangan selatan
adalah area yang sebagian besar perkotaan dengan aktivitas ekonomi
yang dominan pada sektor tersier.
Pengaturan mengenai RTH dalam suatu kawasan telah diatur
dalam Undang-Undang Tata Ruang No. 26 tahun 2007. Undang-undang
tersebut mensyaratkan penyediaan RTH sebesar 20 persen di area publik
yang dikelola oleh pemerintah daerah dan 10 persen di area privat yang
dikelola perorangan, maupun institusi, termasuk lembaga pendidikan.
Wilayah selatan Sleman memiliki luas 19.887 Ha atau 198.87 Km 2,
sehingga sebesar 5966,1 ha yaitu 30% dari seluruh luas wilayah selatan
berpotensi menjadi ruang terbuka hijau. Potensi kecamatan Depok
memiliki 1066.5 ha dari 30% total luas wilayah Depok (3555 ha) atau
sekitar 18% dari ruang terbuka hijau yang dibutuhkan oleh wilayah
selatan Sleman.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi
maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan
udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat
meningkatkan nilai estetika kota.
Banyaknya peralihan fungsi lahan menjadi pengerasan ini dapat
mengawatirkan berkurangnya potensi RTH di wilayah selatan Sleman.
Bila kurangnya kesadaran akan penting hadirnya RTH, bisa dipastikan
wilayah Selatan ini akan bernasip seperti halnya Jakarta, banyak masalah
yang timbul , seperti kesenjangan sosial, memburuknya kualitas udara
akibat bertambahnya kendaraan pribadi dan kurangnya RTH, turunya

16

permukaan tanah akibat tidak adanya resapan air yang baik , serta
suasana kota yang menjadigersang akibat tidak adanya penghijauan.
Banyak bentuk dan cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan
hadirnya RTH di Sleman, seperti :

Taman Kota
Menurut Laurie (1986:9), dalam bukunya mengenai arsitektur
Pertamanan, taman adalah sebidang lahan berpagar yang digunakan
untuk mendapatkan kesenangan, kegembiraan, dan kenyamanan.
Kota adalah tempat berlangsungnya proses hidup dan kehidupan
atau sebagai tempat berlangsungnya aktifitas manusia (Setiyaningrum,
Diyah,2002:4).
Dari pengertian diatas , maka Taman kota adalah ruang terbuka
yang hadir di lingkungan perkotaan dalam skala besar dimana terdapat
vegetasi didalam ruang sebagai pembentuk ruang dan terjadi sebuah
aktivitas sosial.
Gambar 2.4.1Taman Denggung Kota Sleman

o
o

Taman kota dapat berfungsi sebagai :


Paru-paru kota yang menghasilkan banyak O2
Filter debu dan asap kendaraan bermotor, sehingga dapat
meminimalisir polusi udara

17

Tempat penyimpanan air tanah, sehingga mencegah datangnya


banjir dan erosi serta menjamin pasokan air tanah. Semoga ga da
cerita lagi musim ujan kebanjiran, musim kemarau kekeringan.
o Peredam kebisingan kota yang padat aktivitas
o Pelestarian lingkungan ekosistem.
Jalur Hijau
Menurut kamus besar bahasa Indonesia , jalur hijau adalah
daerah (tempat, lapangan) yg ditanami rumput dan tanaman
perindang yg berfungsi menyegarkan hawa dl kota, tidak boleh
digunakan untuk bangunan, perumahan, dsb;
o

Gambar2.4.2 Jalur Hijau

Sumber : https://sagacitymedan.wordpress.com/2011/08/02/greenspace-in-town/
Peran jalur hijau di perkotaan adalah sebagai payung peneduh ,
penghijauan, penyaring kebisingan dan sebagai penangkap emisi
gas karbon dioksida.

Halam Rumah
Perumahan yang terletak di kota besar biasanya tidak memiliki
ruang untuk membentuk sebuah taman , salah satunya adalah
pemukiman di kota sleman. Salah satu cara agar penghijauan
tetap ada dan terealisasikan dihunian atau bangunan bertingkat
adalah dengan membuat sebuah roof top garden atau urban roof
top garden atau tanaman yang ditempatkan di pot pot

18

Gambar 2.4.3 Roof top garden

Roof top garden merupakan solusi penyediaan RTH di gedung


bertingkat , dimana tidak ada lagi ruang untuk dijadikan taman di
bagian permukaan. Kelemahannya adalah struktur bangunan
atasnya harus kuat dan tebal sehingga biaya yang di butuhkan
sangatlah besar. Di Sleman ada bangunan yang akan
menggunakan metode ini salah satunya adalah Sahid Jogja Life
City , bangunan ini terletak di jalan babarsari disebelah Kampus II
UAJY.

19

Gambar 2.4.4 Urban roof top garden

Urban roof top garden memiliki kesamaan dengan roof top garden
pada umumnya, perbedaannya hanyalah pada tempat tanaman itu
tumbuh . Metode ini dilakukan pada bangunan tinggi yang struktur
atasnya tidak sesuai standard , sehingga cara ini efesien untuk
menghadirkan RTH.

20

Gambar 2.4.5 Pot tanaman untuk lahan hunian yang terbatas


menjadi subuah solusi penghijauan

Hunian diperkotaan sebagian besar tidak memiliki ruang untuk


mendirikan sebuah taman, dimana pemukiman wilayah selatan
Sleman juga mengalaminya. Cara ini sangatlah efesien untuk
dijadikan cara menghadirkan hunian memiliki penghijaun sebagai
penyejuk udara perkotaan yang panas.
5.

Grand Teori Sebagai Landasan Analisis


Pemanasan global atau global warming merupakan suatu fenomena
dunia yang juga dirasakan di Indonesia. Dimana meningkatnya suhu rata
rata udara di permukaan bumi meningkat setiap tahunnya. Banyak
penyebab yang mendorong terjadinya fenomena ini , seperti yang sudah
dijelaskan di atas , efek rumah kaca merupakan faktor meningkatnya ratarata suhu udara ini.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan sleman ini
menjadi masalah yang serius , mengingat mobilitas yang akan terjadi
sangatlah tinggi. Untuk melakukan suatu mobilitas yang tinggi dibutuhkan
suatu alat mobilitas yaitu alat transportasi berupa kendaraan berbahan
fosil. Seperti yang diketahui , kendaraan bertenaga fosil menghasilkan
sebuah emisi gas yang dapat merusak atmosfer sehingga mendorong
terjadinya pemanasan global semakin menjadi. Tingginya pembangunan
juga ikut serta dalam hal ini , mengingat semakin banyaknya kebutuhan

21

semakin tinggi penggunaan alat penunjang yang sebagian besar


menggunakan listrik , dimana pembangkit listrik di Indonesia masih
menggunakan bahan bakar fosil yang tentunya memperburuk keadaan
ini.
Oleh karena itu, kehadiran ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan
di dalam sistem tata perkotaan. Dimana , ruang terbuka hijau merupakan
suatu sistem yang sangat vital yang wajib hadir di dalam kota. Dimana
telah dijelaskan diatas diatur dalam perda, minimal 30% dari total suatu
wilayah diwajibkan hadirnya ruang terbuka hijau.

22

BAB 3
TINJAUAN OBYEK STUDI

1. Kabupaten Sleman
Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33
00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang
Selatan. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten
Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan
dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung
Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta.
Laju perkembangan suatu daerah biasanya dipengaruhi oleh
pertambahan penduduk sebagai akibat daya tarik atau nilai jual daerah
tersebut. Pertumbuhan penduduk yang pesat juga akan diikuti dengan
pertumbuhan infrastruktur yang tinggi pula untuk mengakomodasi semua
kebutuhan. Salah satu dampak yang timbul adalah terjadinya perubahan
fisik, khususnya penggunaan lahan, sosial dan ekonomi, sebagai jawaban
atas tuntutan kebutuhan permukiman, sarana dan prasarana
usaha/perekonomian. Begitu pula yang terjadi di Sleman. Kabupaten
yang terletak di utara DIY ini memiliki intensitas kegiatan ekonomi,
pendidikan, dan perumahan yang tinggi. Tanpa pengaturan ruang yang
sistematis perubahan tersebut akan memunculkan kesenjangan sosial.
Untuk itu Kabupaten Sleman menerbitkan Perda No12 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.Tujuan Perda ini adalah untuk
mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Sleman yang memenuhi
kebutuhan pembangunan berwawasan lingkungan, dan sebagai
pengontrol pertumbuhan pembangunan..

Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 wilayah, yaitu:

1. Wilayah Utara (lereng Gunung Merapi)


23

Dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Pakem, dan


Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak Gunung Merapi. Wilayah
ini merupakan sumber daya air dan ekowisata yang berorientasi pada
aktivitas Gunung Merapi dan ekosistemnya.
2. Wilayah Timur
Meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian Kecamatan Kalasan, dan
Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat peninggalan
purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata budaya, daerah lahan
kering, serta sumber bahan batu putih.
3. Wilayah Selatan
Yaitu Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) yang meliputi Kecamatan
Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok, dan Gamping. Wilayah ini
merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Kawasan
pengembangan selatan adalah area yang sebagian besar perkotaan
dengan aktivitas ekonomi yang dominan pada sektor tersier. Sektor ini
merupakan penyumbang terbesar untuk PDRB Kabupaten Sleman
secara keseluruhan.

4. Wilayah Barat
Meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan, dan Moyudan,
merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air dan
sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan mendong, bambu, serta
gerabah.

24

Disini kita akan memfokuskan pada bagian wilayah selatan kabupaten


Sleman , Yogyakarta. Dimana melingkupi Kecamatan Mlati, Sleman,
Ngaglik, Ngemplak, Depok, dan Gamping. Wilayah selatan ini merupakan
sektor pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Sehingga di wilayah ini
terjadi pembangunan gedung berpola konteiner , dimana sebagai
penampung aktivitas ekonomi.
Gambar 3.1.1 Peta Lokasi Kabupaten Sleman Wilayah Selatan

Wilayah
Selatan

Sumber: http://sleman-yogyakarta.blogspot.co.id/p/peta-peta.html

25

2.

Wilayah Selatan Sleman Kecamatan Depok


Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82
Km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
3.185,80 Km2.
Table 3.2.1 Pembagian Wilayah Administrator Kabupaten Sleman

Banyaknya

Luas
(Ha)

Desa Dusun

Jml
Penduduk

Kepadatan

(jiwa)

(Km2)

No

Kecamatan

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Moyudan

65

2.762

33.595

1,216

Godean

57

2.684

57.245

2,133

Minggir

68

2.727

34.562

1,267

Gamping

59

2.925

65.789

2,249

Seyegan

67

2.663

42.151

1,583

Sleman

83

3.132

55.549

1,774

Ngaglik

87

3.852

65.927

1,712

Mlati

74

2.852

67.037

2,351

Tempel

98

3.249

46.386

1,428

10

Turi

54

4.309

32.544

0,755

11

Prambanan

68

4.135

44.003

1,064

12

Kalasan

80

3.584

54.621

1,524

13

Berbah

58

2.299

40.226

1,750

14

Ngemplak

82

3.571

44.382

1,243

15

Pakem

61

4.384

30.713

0,701

16

Depok

58

3.555

109.092

3,069

17

Cangkringan

73

4.799

26.354

0,549

Jumlah

86

1.212

57.482

850.176

1,479

Sumber : http://www.slemankab.go.id/profil-kabupatensleman/geografi/letak-dan-luas-wilayah

26

Dimana luas wilayah selatan adalah 19.887 Ha atau 198.87 Km2 ,


sehingga luas minimal ruang terbuka hijau wilayah selatan sebesar
5966,1 ha yaitu 30% dari seluruh luas wilayah selatan berpotensi menjadi
ruang terbuka hijau.Oleh karena itu, potensi kecamatan Depok memiliki
1066.5 ha dari 30% total luas wilayah Depok (3555 ha) atau sekitar 18%
dari ruang terbuka hijau yang dibutuhkan oleh wilayah selatan Sleman.
Pemanasan global dan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan
pembangunan di wilayah selatan Sleman khususnya Depok menjadi
pusat konsentrasi dimana kekhawatiran tentang menurunnya kualitas
lingkungan dan udara. Maka , hadirnya ruang terbuka hijau sangat
berpengaruh di tengah ekosistem perkotaan sebagai pengontrol dari
masalah yang akan dihadapi kedepannya.

27

BAB IV

ANALISIS
Laju perkembangan suatu daerah biasanya dipengaruhi oleh
pertambahan penduduk sebagai akibat daya tarik atau nilai jual daerah tersebut.
Pertumbuhan penduduk yang pesat juga akan diikuti dengan pertumbuhan
infrastruktur yang tinggi pula untuk mengakomodasi semua kebutuhan. Salah
satu dampak yang timbul adalah terjadinya perubahan fisik, khususnya
penggunaan lahan, sosial dan ekonomi. Begitu pula yang terjadi di kabupaten
Sleman yang merupakan daerah perekonomian.
Wilayah selatan kabupaten Sleman merupakan sektor berdirinya kegiatan
perekonomian yang mencakup Kecamatan Depok, beberapa bagian Kecamatan
Gamping, Godean, Mlati, Ngaglik dan Kecamatan Ngemplak . Dimana diwilayah
ini merupakan Kawasan permukiman perkotaan, kepadatan penduduk diarahkan
untuk tinggi. Hal ini menyembabkan terjadi pembangunan besar besaran ,
sebagai contoh Hartono mall, Sahid Jogja Life Style, Lippo Mall dsb yang
sebagian besar berada di Kecamatan Depok. Hal ini dikhawatir timbulnya
masalah lingkungan dan cuaca ekstrim yang disebabkan oleh pemanasan global
seperti, meningkatnya suhu udara dan banjir khususnya.
Menanggapi masalah yang timbul , solusi strategi mengoptimalkan
potensi ruang terbuka hijau yang dapat ditawarkan adalah memberikan jalur hijau
di depan bangunan pinggir jalan raya atau di jalur utama yang kapasitas
kendaraannya tinggi atau pemberian tanaman vertikal di fasad bangunan,
pemberian pengerasan sebisa mungkin memiliki pori pori yang berguna untuk
meresapnya air ke bawah tanah (biopori) Dan membangun taman kota yang
terletak sedekat mungkin dengan pusat kota yang tersebar secara merata, selain
sebagai pemecah masalah pemanasan global , ruang terbuka ini juga sebagai
tempat berkumpulnya masyarakat Sleman.

28

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas mengenai Peran Ruang Terbuka Hijau


Untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Kecamatan Depok Wilayah Selatan
Kabupaten Sleman Yogyakarta ,maka dapat disimpulkan bahwa :
Peran aktif RTH di perkotaan sangatlah penting diperkotaan,selain sebagai
penghijauan ,pengontrol lingkungan dan memenuhi kebutuhan, RTHjuga
berperan sebagai ruang publik.Ketetapan peraturan daerah juga mengatur ruang
terbuka hijau bagi suatu wilayah, bahkan peraturan mendirikan bangunan
dimana tercantum minimal 30% dari wilayah yang akan di bangun pengerasan
adalah lahan hijau.
2. Saran
Dari keseluruhan pembahasan hasil penelitian diatas, maka disarankan :
a. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya dampak yang diakibatkan
oleh pemanasan global adalah dengan mengoptimalkan hadirnya ruang
terbuka hijau di wilayah perkotaan.
b. Kesadaran dari tiap elemen individu sangatlah berperan, sehingga dapat
mendukung hadirnya ruang terbuka hijau untuk menjaga kualitas
lingkungan kota.

29

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Sri Sutarni. "Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Kota
Tengah Gorontalo." Jurnal Radial STITEK Bina Taruna Gorontalo, 2014:
1-7.
Foley, Gerald. Pemanasan Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993.
Frick, Heinz. Arsitektur Ekologis Konsep Arsitektur Ekologis Pada Iklim Tropis,
Penghijauan Kota dan Kota Ekologis, Serta Energi Terbarukan.
Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Hakim, Rustam. Ruang Terbuka dan Ruang Terbuka Hijau. July 4, 2013.
Rustam2000.wordpress.com (accessed Oktober 26, 2015).
Karyono, Tri Harso. Green Architecture : Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau
di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Laurie, Michael. Arsitektur Pertamanan. Bandung: Intermatra, 1986.
Madanipour, Ali. Designof Urban Space. Chichester: John & Sons Ltd, 1996.
Nazaruddin. Penghijauan kota. Jakarta: Penebar Swadaya, 1994.
Persada, Gading. Ruang Terbuka Hijau Kota Jogja Masih di Bawah Standar.
November 2014, 6 . berita.suaramerdeka.com (accessed Oktober 2015,
26).
Rahayu, Sungkawati Budi . Kependudukan KB dan Masyarakat. Mei 24, 2013.
https://sungkablog.wordpress.com/2013/05/24/jurnal-proyeksi-penduduksebagai-informasi-perencanaan-pembangunan-di-masa-mendatang-dikabupaten-sleman/ (accessed Desember 5, 2015).
Salim, Emil. Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta: C.V Mutiara, 1979.
Setiyaningrum, Diyah. Pola Penyebaran Taman Kota di Semarang. Semarang:
Perpustakaan UNNES., 2002.
Sunaryo, Rony Gunawan. "Penataan Ruang Publik Yang Memadukan Pola
Aktivitas Dengan Perbuabahan Fisik Kawasan ." Bandung: Program
Magister Arsitektur, 2002: 1-18.

30

Anda mungkin juga menyukai