Anda di halaman 1dari 10

Hubungan Antara Komunikasi Dan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Kesehatan

Reproduksi Remaja Di Madiun

Latar Belakang Penelitian

Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak dan penuh dengan pengenalan dan petualangan
akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis. Di usia muda
proses menjadi manusia dewasa berlangsung.Daya tarik persahabatan antar kelompok, rasa ingin
tahu dianggap sebagai manusia dewasa,kaburnya nilai-nilai moral yang dianut, kurangnya
kontrol dari pihak yang lebih tua (dalam hal ini orang tua) berkembangnya naluri seks akibat
matangnya alat alat kelamin sekunder, kurangnya informasi mengenai seks dari sekolah atau
lembaga formal serta berbagai informasi seks dan media massa yang tidak sesuai dengan norma
yang dianut menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil mengenai masalah cinta dan seks
begitu kompleks (Mira,2006).

Terkait dengan itu, jumlah penduduk Indonesia yang saat berjumlah 237 juta, 26,8 % diataranya
atau 63 juta adalah remaja,sebagian dari jumlah remaja usia 10 –24 tahun berprilaku tidak sehat.
Berbagai data menunjukkan bahwa remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum usia 19
tahun .Pada awal tahun 2006 sebuah penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian
Synovate terhadap perilaku seks bebas di kalangan remaja Indonesia menunjukkan hasil yang
mengejutkan, yaitu telah terjadi revolusi seks bebas yang sedemikian akut melanda kalangan
remaja Indonesia.Remaja usia 14 tahun sampai 24 tahun yang bertempat tinggal di empat kota
besar (Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya). tidak kurang 60% di antara mereka mengaku telah
melakukan hubungan seksual, 16% dari mereka mengaku berhubungan seks saat berusia 13
tahun sampai 15 tahun, sedangkan 44% mengaku berhubungan seks saat berusia 16 tahun sampai
18 tahun Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sangatlah memprihatinkan.
Dan presentase remaja yang mendapat informasi tentang penjelasan berbagai masalah kesehatan
reproduksi oleh keluarga (orang tua atau anggota keluarga lain) relatif sedikit; disebutkan pula
bahwa sebanyak 42,2% remaja menerima informasi tentang haid, dan hanya 15,5% remaja
menerima informasi hubungan suami istri, yang mendapat penjelasan tentang penyakit menuar
seksual (PMS) ada 16,9 %.

Rumusan Masalah
1. Adakah hubungan antara komunikasi dan pola asuh dengan perilaku kesehatan
reproduksi pada remaja di Madiun ?

Tujuan Penelitan

1. Mengetahui hubungan komunikasi antara anak dan orang tua dengan perilaku kesehatan
reproduksi remaja.
2. Mengetahui hubungan tipe pola asuh orang tua dengan perilaku kesehatan reproduksi
remaja.
3. Mengetahui hubungan antara komunikasi dan pola asuh terhadap remaja dengan perilaku
kesehatan reproduksi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan akhir dari pembahasan penelitian,maka kesimpulan yang dapat
diambil pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Adanya hubungan antara komunikasi orang tua dengan perilaku kesehatan reproduksi
pada remaja di SMA 4 Madiun.
2. Adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku kesehatan reproduksi pada
remaja di SMA 4 Madiun.
3. Adanya hubungan antara komunikasi dan pola asuh orang tua dengan perilaku kesehatan
reproduksi pada remaja di SMAN 4 Madiun dengan nilai keeratan sedang untuk
hubungan antara komunikasi orang tua dengan perilaku kesehatan reproduksi pada
remaja dan mempunyai nilai keeratan rendah untuk hubungan antara pola asuh orang tua
dengan perilaku kesehatan reproduksi pada remaja.
(Kode STUDPEMBX0013) : Tesis Peran Posyandu Dalam Penyebaran Informasi Tentang Keluarga
Berencana Dan Kesehatan Reproduksi Di Kecamatan X Kota X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Berbicara mengenai peranan pembangunan dan masalah-masalah kesehatan yang mendasar pada pola
dan arah strategi pembangunan kesehatan, maka tidak terlepas dari masalah komunikasi, penyebaran
informasi dan diterima atau tidaknya suatu gagasan baru tersebut. Gagasan baru dapat tersebar dengan
melalui proses difusi inovasi.
Dalam usaha membangun kesehatan maka peranan komunikasi sangat penting. Komponennya yaitu
komunikator berperan sebagai gerakan aktivitas informasi, motivasi dan edukasi masyarakat bisa
memahami kesehatan. Bahwa kesehatan itu pada dasarnya menyangkut semua kehidupan, baik
kehidupan perseorangan, keluarga, kelompok manusia, masyarakat luas maupun bangsa. Dengan kata
lain, ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas.
Menurut Roekmono dan Setiady (1985) masyarakat tidak hanya membatasi diri kepada individu yang
tidak sakit dan memerlukan pengobatan, melainkan ingin melihat manusia dalam interaksi manusia
dengan lingkungan dimana ia hidup. Sekaligus dalam pengertian ini termasuk interaksi manusia dengan
beberapa pranata dalam kehidupan kebudayaan. Beberapa contoh diantaranya yang relevan disini
adalah pranata sosial budaya, pranata pelayanan kesehatan modern, pranata pengobatan tradisional
dan pranata pendidikan.
Juga Hapsara (1986) menjelaskan bahwa orientasi upaya kesehatan yang semula berupa upaya
penyembuhan penderita berkembang secara berangsur-angsur ke arah kesatuan upaya peningkatan
kesehatan untuk seluruh masyarakat yang mencakup peningkatan (promotive), pencegahan
(preventive), penyembuhan (curative) dan pemeliharaan (rehabilitasi) yang menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
Upaya peningkatan kesehatan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya termasuk ekonomi,
lingkungan fisik dan biologik yang semuanya bersifat dinamis dan kompleks serta tidak lepas dari
pengaruh perkembangan dunia internasional.
Jelaslah bahwa upaya peningkatan kesehatan cukup luas dan kompleks masalahnya sehingga
memerlukan usaha yang intensip dan mantap (dalam menangani masalah-masalah kesehatan dan
pembangunan kesehatan). Berbagai faktor yang perlu diperhatikan, antara lain faktor lingkungan yang
selalu berubah dan berpengaruh pada pola atau arah strategi pembangunan kesehatan nasional.
Masalah-masalah kesehatan semakin bertambah kompleks di Indonesia, misalnya, banyak masalah-
masalah dan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor lainnya, sehingga pola atau arah dan
pembangunan kesehatan nasional dipengaruhi pula. Dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan yang
semakin kompleks tersebut Departemen Kesehatan telah membentuk suatu Sistem Kesehatan Nasional
(SKN)
Adapun pemikiran dasar Sistem Kesehatan Nasional pada pokoknya meliputi antara lain, tercapainya
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dan terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya, upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit yang dilakukan secara terpadu dan
pemerintah mengusahakan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau oleh seluruh rakyat. Lebih
terperinci lagi pembangunan kesehatan dirumuskan dalam RPJPK dan dijabarkan dalam RP3JPK. RPJPK
ini merupakan kemauan (Karsa), dan karsa ini ditetapkan dalam Panca Karsa Husada, yang terdiri dari:
- peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam kesehatan,
- perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan,
- peningkatan status gizi masyarakat.,
- pengurangan kesakitan dan kematian,
Untuk mencapai kelima karsa tersebut diatas ditetapkan pula upaya pokok, yang disebut Panca Karya
Husada dan terdiri dari:
- peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan,
- pengembangan tenaga kesehatan,
- pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat, makanan dan bahan berbahaya bagi kesehatan,
- perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan,
- peningkatan dan pemantapan manjemen hukum.
- pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan
sejahtera.
Kelima karya ini ditegaskan dalam 15 pokok program. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan
bahwa dalam bentuk pokok penyelenggarannya dilakukan melalui upaya kesehatan Puskesmas, peran
serta masyarakat dan rujukan upaya kesehatan. Upaya ini telah diterjemahkan dalam bentuk
operasionalnya bedasarkan jenis dan tingkat pelayanannya dan melihat wilayah cakupannya. Atas dasar
ini, maka didapatkan suatu sistem upaya pelayanan kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan merupakan
suatu jaringan pelayanan kesehatan yang dimulai dari tingkat yang terbawah, pada setiap rumah tangga,
sampai dengan tingkat teratas yang mempunyai kecanggihan profesional. Komponen dan tingkatan
sistem pelayanan kesehatan digambarkan oleh Soebagyo Oetomo (1987) dalam suatu hirarki sebagai
berikut:

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Dalam peningkatan kemampuan setiap orang atau keluarga untuk dapat menyelesaikan masalah
kesehatan sendiri dalam mewujudkan hidup sehat yang diperlukan adalah hierarki profesional dan
jaringan pelayanan masyarakat dan keluarga untuk mewujudkan maksud di atas. Dengan menggunakan
Puskesmas sebagai penggerak tumbuhnya jaringan pelayanan masyarakat maka diadakan suatu forum
yang dapat mendukung usaha pelayanan profesional dan masyarakat. Terutama, dalam mendorong
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, maka dihidupkan kembali strategi oleh Departemen
Kesehatan yaitu pos pelayanan terpadu (posyandu). Posyandu merupakan usaha untuk melibatkan
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Berkaitan
dengan posyandu, Suyono Yahya (1987) menjelaskan bahwa dalam hierarki pelayanan kesehatan
posyandu adalah jembatan upaya-upaya pelayanan profesional dan pelayanan non-profesional yang
dapat dikembangkan oleh masyarakat dan keluarga.
Demikian juga Sonja P. Roesma (1987) menjelaskan bahwa posyandu merupakan usaha keterpaduan
karena program yang berdaya ungkit besar bagi penurunan angka kematian bayi, balita dan ibu, sektor
yang berkaitan erat dengan pembangunan kesehatan antara lain kependudukan, pertanian, pendidikan,
pelayanan kesehatan profesional dan nonprofesional/masyarakat.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa posyandu merupakan salah satu bentuk operasional pemberian
kesehatan pada masyarakat secara langsung. Karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang
kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar dan kerja sama lintas sektor. Peran serta
masyarakat ini diperoleh melalui rekayasa masyarakat, dapat dilakukan melalui komunikasi, informasi,
dan motivasi serta upaya penggerak masyarakat. Hal tersebut dilakukan berbagai cara berdasarkan
kondisi dan situasi masyarakat setempat. Dengan demikian, posyandu merupakan forum komunikasi
dan pelayanan di masyarakat antara sektor yang memadukan kegiatan pembangunan sektoralnya
dengan kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan
masalahnya alih melalui teknologi.
Sasaran posyandu adalah terutama masyarakat desa dengan tujuan memperkenalkan inovasi kesehatan
dan teknologi kesehatan. Oleh karena, masih banyaknya jumlah penduduk yang tinggal dipedesaan,
komunikasi dengan masyarakat desa lebih diutamakan karena komunikasi dengan masyarakat desa
merupakan bagian dari komunikasi dengan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat pedesaan tentang peningkatan kesehatan dan hidup
dalam lingkungan sehat ada dua unsur penting yang perlu dicatat. Kedua unsur penting itu dijelaskan
oleh Astrid Sosanto (1978) sebagai berikut isi komunikasi yang sering merupakan hal-hal baru (inovasi)
bagi penduduk desa, adanya latar belakang sosial budaya yang sering berbeda antara pembuat konsep
isi pesan ataupun pembawa pesan (komunikator) dengan penduduk pedesaan.
Kedua faktor di atas masing-masing menunjukkan situasi komunikasi inovasi, yaitu bagaimana suatu
inovasi disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam meneliti peran posyandu, studi ini mencoba
menggambarkan dari segi komunikasi kesehatan dan inovasi kesehatan. Posyandu adalah medium dan
organisasi sebagai sumber pesan-pesan kesehatan penting untuk diteliti, terutama untuk melihat
peranannya dalam meningkatkan partisipasi masyakarat dalam program kesehatan. Justeru itu,
posyandu perlu ditunjang oleh adanya suatu kegiatan komunikasi yang bekerja secara aktif dalam
menyebar luaskan pesan-pesan kesehatan dalam masyarakat.
Kegiatan komunikasi pada pokoknya adalah menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman tentang
infomasi yang disampaikan itu. Informasi yang disampaikan oleh provider dan kader perlu dipahami oleh
pihak penerima atau masyarakat sehingga apa yang dimaksud oleh posyandu, yaitu penyuluhan
kesehatan, diterima dan dilaksanakan dengan baik.
Posyandu menetapkan programnya yaitu pembangunan kesehatan masyarakat desa. Dalam
melaksanakan pembangunan kesehatan, maka langkah pertama yang ditempuh adalah memberi
penjelasan masyarakat tentang berbagai kegiatan posyandu. Dengan penjelasan yang diberikan oleh
posyandu maka akan tercipta interaksi antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat sebagai
penerima pesan-pesan kesehatan. Dengan demikian, peran komunikasi sangat penting untuk berperan
dalam menciptakan partisipasi masyarakat. Partisipasi dan komunikasi hanya dapat dicapai apabila
sistem nilai, sistem sosial budaya dan struktur sosial masyarakat dimanfaatkan. Justru itu, kegiatan
komunikasi dapat dilakukan dengan mengajak para pemuka masyarakat terlebih dahulu. Yang termasuk
pemuka masyarakat adalah pemimpin formal dan informal. Pemuka masyarakat sangat efektif, terutama
pemimpin informal karena ia mengenal masyarakat dan oleh masyarakat setempat dianggap sebagai
tokoh atau pemimpin yang mengetahui banyak masalah-masalah sosial dan kemasyaraktan.
Strategi posyandu adalah memanfaatkan pemuka masyarakat di samping organisasi sosial sebagai
saluran komunikasi. Lembaga-lembaga sosial seperti. Lembaga Musyawarah Desa (LMD/Tuha Empat dan
Tuha Delapan) Lembaga Masyarakat Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta saluran-saluran komunikasi interpersonal telah digunakan sebagai
saluran komunikasi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, terhadan program kesehatan.

1.2. Perumusan Masalah


Seperti diketahui bahwa masalah kesehatan sangat luas ruang lingkupnya dan sangat kompleks.
Masalahnya bukan hanya menyangkutkesehatan semata-mata tetapi faktor sosial budaya, ekonomi,
pendidikan, sikap dan kepercayaan turut berpengaruh didalamnya. Jika dilihat dari sudut ini, maka
masalah kesehatan bukan hanya masalah dokter, dan ahli-ahli kesehatan saja, tetapi masalah kesehatan
juga merupakan tanggung jawab para ahli ilmu sosial.
Karena luasnya masalah kesehatan, maka penulis perlu membatasi untuk memberikan kajian yang ini,
masalah akan dibatasi tentang Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi. Titik berat kesehatan
dalam program kesehatan serta sejauh mana posyandu sebagai sumber atau medium dalam
menyalurkan pesan-pesan kesehatan.
Struktur sosial adalah lembaga-lembaga formal dan informal yang ada dalam masyarakat desa seperti
birokrasi pemerintahan desa. Norma sistem sosial adalah pedoman tingkah laku yang telah dianut oleh
suatu anggota sistem sosial tertentu. Struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa pada
umumnya bersifat tradisional. Masyarakat tradisional memiliki ciri-ciri antara lain berpendidikan relatif
rendah, kehidupan sosial ekonomi lemah, pola hubungan interpersonal sangat kuat, sedikit sekali
komunikasi yang dilakukan oleh anggota sistem dengan pihak luar. Dari kondisi ini maka pengenalan
terhadan pengobatan modern relatif masih rendah dan pengenaan media massa juga rendah.
Sebaliknya pola komunikasi yang banyak digunakan adalah komunikasi interpersonal.
Dengan demikian struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa mempunyai pengaruh
terhadan tingkah laku orang-orang dewasa serta perubahannya dalam menjawab tantangan komunikasi.
Sebaliknya struktur sosial dan norma sistem sosial desa kemungkinan bisa berpengaruh. Dapat
merintangi atau sebaliknya dapat pula memudahkan proses difusi inovasi. Demikian juga difusi inovasi
bisa pula merubah struktur sosial dan norma sistem sosial suatu masyarakat.
Dengan bertitik tolak atas permasalahan-permasalahan tersebut di atas, penulis mencoba merumuskan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan lembaga-lembaga formal, informal dan anggota sistem sosial (ibu-ibu balita)
terhadan proses difusi inovasi kesehatan modern yang dilakukan oleh posyandu terutama mengenai KB
dan kesehatan reproduksi?
2. Bagaimana anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) mencari informasi tentang pengobatan modern
terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?
3. Bagaimana peranan kader dalam penyebaran inovasi kesehatan modern terutama mengenai KB dan
kesehatan reproduksi?

1.3. Ruang Lingkup Kajian


Ruang lingkup penulisan ini adalah komunikasi dengan pengkhususan masalah komunikasi KB dan
kesehatan reproduksi terutama peranan komunikasi dalam melaksanakan difusi inovasi kesehatan.
Studi-studi difusi inovasi terutama menelaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru. Dalam
kajian ini fokus utamanya adalah untuk melihat peranan posyandu sebagai penyebar gagasan baru di
bidang kesehatan pada masyarakat desa.

1.4. Tujuan Kajian


Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat peran posyandu dalam menyebarluaskan informasi
kesehatan. Untuk mengetahui saluran-saluran komunikasi ikut mendukung peran posyandu.

1.5. Manfaat Kajian


Hasil kajian ini diharapkan secara teoritis dapat mendukung pengembangan studi komunikasi,
khususnya komunikasi kesehatan. Secara praktis dapat mendukung kebijaksanaan posyandu dalam
program kesehatan masyarakat.
Hubungan Stress Kerja dan Gangguan
Menstruasi
A. Latar Belakang
Gangguan reproduksi berkaitan dengan peristiwa menstruasi ditentukan oleh proses
somato-psikis dan memiliki sifat yang kompleks meliputi unsur-unsur hormonal,
biokimiawi dan psikososial, serta sering disertai gangguan fisik dan mental. Kira-kira 20
%
dari wanita sama sekali tidak mengalami berbagai gangguan pada masa menstruasi,
jadi berkisar 80% selebihnya mengeluhkan gangguan menstruasi (Sarwono, 1999).

Gangguan yang lazim dikeluhkan wanita adalah sindrom premenstruasi (Pre


Menstruasi Syndrom/PMS) yang berhubungan dengan naik-turunnya kadar estrogen
dan progesteron yang terjadi selama siklus menstruasi. Pada kebanyakan penderita
PMS tampak jelas bahwa gejala-gejala itu disebabkan karena fluktuasi hormonal daur
haid mereka, dan berlangsung sebelum haid. Berdasarkan Dictionary of Medical
syndrom yang ditulis, sekitar 80% pekerja wanita di dunia berusia 15-55 tahun
mengalami sindrom premenstruasi, kira-kira 60% wanita yang menyadari perubahan
yang terjadi selama premenstruasi, 40% diantaranya merasa terganggu akibat sindrom
tersebut dan antara 10-20% tidak berdaya dalam menghadapi sindrom tersebut (Elvina,
2003) .

Gangguan Menstruasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : faktor psikologis,
faktor kelainan alat-alat reproduksi, dan faktor status gizi. Factor psikologis berkaitan
dengan adanya stress yang berkepanjangan, faktor kelainan alat reproduksi berkaitan
dengan kerusakan pada organ reproduksi baik aspek fisik maupun non fisik.
Sedangkan faktor status gizi akan menunjang berfungsi baiknya sistem kerja hormonal
terhadap kesehatan reproduksi. Kelainan-kelainan siklus menstruasi dapat berupa
siklus menstruasi yang memendek (Polimenorea), siklus menstruasi yang memanjang
(Oligomenorea), bahkan tidak datangnya haid selama tiga bulan berturut-turut
(Amenorea) (Manuaba, 1999).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan status gizi dengan gangguan menstruasi pada tenaga perawat di RSU Sinar

Kasih Tentena ?

2. Bagaimana hubungan gangguan menstruasi berupa amenorea dengan stress kerja pada tenaga

perawat di RSU Sinar Kasih Tentena ?


3. Bagaimana hubungan gangguan menstruasi berupa dismenorea dengan stress kerja pada tenaga

perawat di RSU Sinar Kasih Tentena ?

4. Bagaimana hubungan gangguan menstruasi berupa oligomenrea dengan stress kerja pada tenaga

perawat di RSU Sinar Kasih Tentena ?

5. Bagaimana hubungan gangguan menstruasi berupa polimenorea dengan stress kerja pada tenaga

perawat di RSU Sinar Kasih Tentena ?

6. Bagaimana hubungan gangguan menstruasi berupa monoragia dengan stress kerja pada tenaga

perawat di RSU Sinar Kasih Tentena ?

7. Bagaimana hubungan status gizi dengan gangguan menstruasi terkait dengan stress kerja pada

tenaga perawat di RSU Sinar Kasih Tentena ?

C. Tujuan Penellitian
a. Untuk mengetahui hubungan gangguan menstruasi dan status gizi pada tenaga perawat di RSU

Sinar Kasih Tentena

b. Untuk mengetahui hubungan gangguan menstruasi berupa amenorea dengan stress kerja pada

tenaga perawat di RSU Sinar Kasih Tentena

c. Untuk mengetahui hubungan gangguan menstruasi berupa dismenorea dengan stress kerja pada

tenaga perawat di RSU Sinar Kasih Tentena

d. Untuk mengetahui hubungan gangguan menstruasi berupa oligomenorea dengan stress kerja pada

tenaga perawat di RSU Sinar Kasih Tentena

e. Untuk mengetahui hubungan gangguan menstruasi berupa polimenorea dengan stress kerja pada

tenaga perawat di RSU Sinar Kasih Tentena


f. Untuk mengetahui hubungan gangguan menstruasi berupa monoragia dengan stress kerja pada

tenaga perawat di RSU Sinar Kasih Tentena

g. Untuk mengetahui hubungan gangguan menstruasi dan status gizi terkait dengan stress kerja pada

tenaga perawat di RSU Sinar Kasih Tentena

Anda mungkin juga menyukai