Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERERAWATAN LEPTOSPIROSIS

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Leptospirosis adalah suatu penyakit yang ditularkan dari hewan kepada manusia melalui
kulit, seperti selaput lender oral, nasal dan konjungtiva yang disebabkan oleh mikroorganisme
leptospira tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. (Kariman Soedin, 1998)
Leptospirosis adalah infeksi menyeluruh manusia dan binatang yang disebabkan oleh
spiroheta genus leptospira. (Hasan, Rusepno, 2002)
Leptospira bias terdapat pada binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau, dll.
maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupau dan sebagainya. Bila terinfeksi, binatang
mengeksresi spiroketa ke dalam urine delama masa yang lama. Leptospira yang bertahan hidup
di luar hospes binatang tergantung kelembabab suhu dan pH tanah.
B. Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira yang terdiri dari 2 kelompok atau kompleks
yang pathogen L. Interrogans dan yang non pathogen / saprofit L. Difleexa. Saat ini ditemukan
240 serotipe yang tergabung dalam 23 serogrup, sub group yang dapat menginfeksi manusia,
diantaranya : L. Icterohaemorrhagiae, L. Javanica, L. Celledoni, L. Canicola, L. Ballum, L.
Phyrogenes, L. Cynopetri, L. Automnalis, L. Australis, L. Pamona, L. Grippothyphosa, L.
Hebdomadis, L. Tarassovi, L. Panama, L. Andamana, L. Shermani, L. Ranarum, L. Bufonis, L.
Copenhageni, dll.
C. Patofisiologi
terlampir
D. Manifestasi Klinik
Leptospirosis merupakan penyakit bifasik yang khas. Selama terjadi leptospiremi atau fase
awal, leptospira terdapat di dalam darah dan cairan serebrospinal. Awitan penyakit ini khas
mendadak gejala awal berupa sakit kepala di bagian frontal, bitemporal atau oksipital, nyeri otot

berat, otot pada paha dan daerah lumbal paling sering terlibat dan seringkali disertai rasa sakit
hebat pada perabaan. Mialgia dapat disertai oleh hipertesia kulit yang sangat menonjol
(kausagia). Menggigil disertai oleh kenaikan suhu tubuh yang juga jelas terjadi, suhu tubuh
meningkat 98,9 % (102 oF) atau lebih. Kompleks gejala tertentu seperti hepatitis, nefitis,
pneumonia atifikal, influenza atau gastroenteritis. Pemriksaan selama ini menunjukkan
braalkarai dan TD normal, mual, muntah dan anoreksia, malaise, dehidrasi ringan sampai sedang,
penurunan kesadaran, splenomegali, hepatomegali, kulit bisa dijumpai ruam berbentuk macular,
makulo populor atau utikaria (seperti biduran), diare, batuk atau nyeri dada. Tanda fisik yang
paling khas adalah penutupan konjungtiva, fotofobia tetapi jarang di dapati secret serosa atau
purulent.
Fase kedua / fase imun berkaitan dengan munculnya 19 M dalam sirkulasi, demam
berkurang (suhu < 38,9 oC) dan meningitis aseptic
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin biasanya dijumpai leukosirosis dengan jumlah 70.000 sel /
mikroliter. Namun demikian, tanpa memandang jumlah total leukosit, seringkali dijumpai
neutrofilla (neutrofil lebih dari 70 %) selama tahap awal. Dapat juga dijumpai trombosito penia
yang cukup menyebabkan perdarahan (kurang dari 30.000 trombosit / ul) kelainan hematologik
lainnya adalah LED meningkat lebih dari sepruh normal (N :

< 50 mm / jam) dan anemia.

2. Pemeriksaan Urine
Dihasilkan albuminuria jika terjadi komplikasi pada ginjal BUN, ureum dan kreatinin akan
meningkat. BUN < 36 mmol/l (100 mg/l).
Adanya komplikasi di hati ditandai dengan peningkatan transaminasi dan bilirubin serum dapat
mencapai 110 M mo/l (65 mg/l)
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Obat-obatan microbial yang dapat dipakai cukup banyak meliputi : pennisilin, streptomisin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, maupun ciprofloksasin. Dalam 4-6 jam setelah pemberian

pennisilin G, terlihat reaksi tipe jerisch, herx heimmer yang menunjukkan adanya aktifitas anti
leptospira. Obat pertma pilihan adalah pennisilin 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari.
2. Keperawatan
Anjurkan klien tirah baring, anjurkan minum banyak, bantu klien dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan ajarkan untuk melakukan personal hygiene dan lingkungan.
3. Pencegahan
Kelompok pekerja dengan insiden leptospirosis tinggi adalah pekerja pertanian, orangorang yang hidup dan bekerja pada lingkungan yang banyak tikus, individu yang terlibat pada
peternakan hewan atau dokter hewan, petugas survei di hutan belantara, tentara dan pekerja
laboratorium harus diberi pakaian khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan yang
telah terkontaminasi dengan kemih binatang liar. Penyediaan air minum penduduk harus bersih
dan terjaga dengan baik.
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada leptospirosis adalah :
a.

Gagal ginjal

b. Meokarditis
c.

Meningitis aseptic

d. Hepatitis
e.

Perdarahan masif

f.

Iridosiklitis juga dapat terjadi

g. Gastroenteritis
h. Pneumonia
i.

Syok

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Adapun yang terkaji pada anak dengan leptopirosis adalah data dasar, meliputi :
Data biografi

Riwayat kesehatan dahulu


Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan sekarang, meliputi keluhan utama yaitu sakit kepala, nyeri otot berat, mual,
muntah, dehidrasi, mialgia, kausalgia demam.
Data dasar pengkajian pasien :
1. Aktifitas istirahat
Kelemahan, malaise, kelelahan
2. Makanan dan cairan
Mual, muntah, dehisrasi, anoreksia, penurunan BB
3. Nyeri dan Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot berat, mialgia, kausalgia.
4. Eliminasi
Diare
5. Sirkulasi
Bradikardi, TD normal, ikterik pada sklera
6. Pemriksaan fisik
Inspeksi
-

Faring merah bercak-bercak

Ruang macular, makulopapulor, urtikaria

Palpasi
-

Splenomegali

hepatomegali

Perkusi
Pada hepar area batas bawah berbunyi pekak.
Auskultasi
Peningkatan bising usu
7. Tes Diagnostik
Periksaan Laboratorium
-

Pemeriksaan darah

Didapatkan hasil leukositosis dengan jumlah 70.000 /ul, dijumpai neutrofilla (neutrofil > 70%)
selama tahap awal. Trombositopenia yang cukup menyebabkan perdarahan dari separuh normal
dan anemia.
-

Pemeriksaan umum
Albuminuria, bun #, ureum #, kreatinin #

Komplikasi dimulai dengan peninggian triminase dab bilirubim.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d hipertensi / output berlebih
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat (mual, muntah
dan anoreksia)
3. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d nyeri otot berat, sakit kepala dibagian frontal, bitemporal atau
oksipital.
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan
5. Resti penyebaran infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat.
6. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
C. Rencana Keperawatan
1. Dx. 1 kekurangan volume cairan b.d demam tinggi, diare
Tujuan

: kebutuhan cairan anak kembali adekuat

KH

: -

Demam berkurang / hilang

Mukosa bibir lembab

Suhu badan 36 37 oC

Turgor kulit elastis

IO seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh

Mata tidak cekung


Intervensi

1) Monitor TTV tiap 4 jam


R/ perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah hipotensi postural menunjukkan pernurunan volume sirkulasi.

2) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung,
produksi urine menurun
R/ indilkator ketidakadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
3) Monitor intake dan output
R/ perubahan pada karakteristik gaster / morilitas usus dan mual sangat
mempengaruhi masukan dan kebutuhan cairan, peningkatan resiko dehidrasi
4) Berikan minuman / cairan yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh.
R/ menurunkan iritasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan
cairan.
5) Monitor nilai laboratorium, elektrolit darah, BJ urine, serum albumin
R/ memberikan informasi tentang hidrasi fungsi organ, berbagai gangguan
dengan konsekuensi tertentu pada fungsi sistemik, mungkin sebagai akibat dari perpindahan
cairan hipovolemia, hipoksemia, toksin dalam sirkulasi dengan produk jaringan nekrotik.
6) Monitor pemberian cairan melalui intrevena setiap jam
R/ menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase segera pasca operasi dan /atau pasien mampu untuk memenuhi cairan per oral
2. Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, anoreksia.
Tujuan

: Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat.

KH

: -

BB normal / bertambah

Nafsu makan kembali normal / meningkat

Mual (-), muntah (-)

Konjungtiva emis
Intervensi

1)

Ijinkan anak untuk makan makanan yang dapar ditoleransi anak, rencana untuk memperbaiki
kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
R/ selera makan biasanya buruk dan masukan n utrisi penting mungkin
menurun, tawarkan makanan kesukaan dapat meningkatkan pemasukan oral

2)

Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkat-kan kualitas intake
nutrisi.
R/ meningkatkan masukan nutrisi yang adekuat

3) Anjrkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil tapi sering
R/ tindakan ini dapat meningkatkan masukan nutrisi meskipun nafsu
makan mungkin lambat untuk kembali.
4) Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan selagi hangat
R/ meningkarkan nafsu makan klien
5) Pertahankan kebersihan mulut klien
R/ meningkatkan nafsu makan klien/anak
6) Timbang BB klien
R/ berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan dan
evaluasi ketidakadekuatan rencana nutrisi.
7)

Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit kepada anak
ataupun orang tua.
R/ intake nutrisi yang adekuat mempercepat proses penyembuhan.

3. Dx. 3 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d nyeri otot berat, sakit kepala dibagian frontal, bitemporal
atau oksipital.
Tujuan

: Anak dapat menunjukkan dalam pengontrolan nyeri sesuai

tingkat kesanggupan.
KH
-

: -

Nyeri hilang / terkontrol, skala nyeri : 0-3

TTV dalam batas normal


N : 80 140 x/mnt
S : 36,1 37,5 oC

Klien tampak rileks


Intervensi

1) Kaji skala nyeri anak (0-10)


R/ berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan kemajuan penyembuhan.
2) Dorong anak untuk menemukan posisi yang nyaman : semi fowler
R/ tindakan alternatif mengontrol nyeri dan mengurangi sakit kepala di
bagian frontal, bitemporal atau oksipital, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
3) Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam

R/ memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat


meningkatkan koping.
4) Gunkanan pelembab yang agak hangat pada nyeri otot paha dan daerah lumbal jika tidak ada
demam.
R/ meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit kepala / rasa
tidak nyaman.
5) Ukur TTV (suhu dan nadi)
R/ peningkatan suhu dan nadi mengidentifikasi adanya nyeri yang bertambah.
6) Lakukan massage / pijatan lembut pada daerah nyeri
R/ meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping anak
dengan memfokuskankembali perhatian anak.
7) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
R/ mengurangi / menghilangkan nyeri yang berat.
4. Dx. 4 intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan tubuh.
Tujuan

: kebutuhan aktivitas klien kembali normal dan klien dapat

istirahat dengan optimal.


KH

: - Anak bermain dan istirahat dengan cepat dan mengguna-

kan aktivitasnya sesuai perkembangan dan kesanggupan.


-

Anak dapat bertoleransi terhadap aktivitas

Anak dapat istirahat cukup

Anak tetap tenang, aman dan santai / rileks

TD anak dalam batas normal


Intervensi

1) Kaji tingkat aktivitas anak


R/ menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahlan pilihan
intervensi.
2) Kaji anak terhadap aktivitasnya sehari-hari
R/ menetapkan kemampuan / kebutuhan sehari - hari dan memudahkan
pilihan intervensi.

3) Tingkatkan tirah baring / duduk


R/ menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan aktivitas dan
posisi duduk yang tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi
optimal ke sel hati.

4) Monitor TTV (TD, N, RR) selama dan sesudah aktivitas


R/ manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
5)

Berikan bantuan dalam aktivitas / ambulasi dan dekatkan barang-barang / alat-alat yang
dipergunakan
R/ membantu meringankan beban anak dan menghemat energi guna beraktivitas.

6) Ubah posisi anak dengan perlahan dan pantau terhadap sakit kepala.
R/ hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing /
sakit kepala, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
5. Dx. 5 Reti Penyebaran infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat.
Tujuan

: penyebaran infeksi tidak terjadi

KH

: - Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor,

kalor dan fungsiolaesa)


-

TTV dalam batas normal (S: 36 37 oC)


Intervensi

1) Berikan tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan


R/ isolasi mungkin diperlukan sampai organismenya diketahui/dosis antibiotik yang cocok yang diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
2) Pertahankan tehnik aseptik dan tehnik cuci tangan yang tepat baik pasien, pengunjung maupun
staf. Pantau dan batasi pengunjung / staf sesuai kebutuhan.
R/ menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder, mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi.
3) Pantau suhu secara teratur, catat munculnya tanda-tandaklinis dan proses infeksi

R/ timbulnya tanda klinis yang terus-menerus merupakan indikasi perkembangan patogen secara hematogen / sepsis.
4) Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
R/ urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal.
5) Hindari pemakaian barang / alat-alat yang telah digunakan oleh anak
R/ mencegah resiko penularan infeksi pada anggota keluarga lainnya
6) Kolaborasi pemberian therapi antibiotik IV sesuai indikasi.
R/ obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu
dan mengurangi penyebaran infeksi.
6. Dx. 6 Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
Tujuan

: pengetahuan keluarga /orangtua bertambah (tentang penyakit)

setelah dilakukan intervensi


KH

: -

Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang pengertian,

penyebab, tanda dan gejala dan pencegahan dari penyakit leptopirosis.


Intervensi
1)

Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana tentang
pengertian, penyebab, tanda dan gejala dan pencegahan dari penyakit leptopirosis.
R/ dengan adanya informasi yang diberikan maka akan menambah pengetahuan keluarga dan mau mengikuti program medik.

2) Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu


R/ antisipasi kenaikan suhu anak selama dalam pengawasan orang tua.
3)

Berikan informasi pentingnya peningkatan kesehatan umum dan keejahteraan istirahat dan
aktivitas seimbang, nutrisi adekuat dan intake cairan sesuai dengan toleransi.
R/ meningkatkan pertahanan alamiah atau imunitas

4)

Anjurkan keluarga untuk selalu memberikan pengawasan pada anak dalam beraktivitas misal
bermain.
R/ pencegahan dini terjangkitnya penyakit leptospirosis

D. Implementasi
Lakukan tindakan sesuai rencana dan prioritas yang ditetapkan
E. Evaluasi
1. Volume cairan anak kembali adekuat
2. Nutrisi anak kembali adekuat
3. Nyeri hilang / terkontrol
4. Aktivitas anak kembali adekuat
5. Resti penyebaran infeksi tidak terjadi
6. Pengetahuan keluarga bertambah

Anda mungkin juga menyukai