Anda di halaman 1dari 6

Mengenal Bakteri Streptomyces

Potensi Bakteri Streptomyces sp.


Sebagai Agens Pengendali Hayati (APH)
I. Pendahuluan
Pengendalian hayati termasuk dalam komponen Pengelolaan Hama dan
Penyakit Terpadu (PHPT) yang salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan
bakteri antagonis. Berbagai penelitian tentang bakteri antagonis membuktikan bahwa
beberapa jenis bakteri potensial digunakan sebagai agens hayati. Bakteri antagonis
tersebut selain dapat menghasilkan antibiotik dan siderofor, juga dapat berperan
sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen tanaman. Pemanfaatan bakteri
antagonis dimasa depan akan menjadi salah satu pilihan bijak dalam usaha
meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian hayati untuk
menunjang budidaya pertanian berkelanjutan. Agens pengendali hayati secara umum
memiliki mekanisme penghambatan terhadap patogen melalui antibiotik yang
dihasilkannya, kompetisi terhadap nutrisi, atau parasitisme langsung terhadap patogen.
APH tidak memberi peluang pada patogen untuk mencapai populasi yang cukup
tinggi hingga dapat menyebabkan tingkat keparahan penyakit yang tinggi (Agrios,
2005).
Mikroorganisme baru yang diintroduksi ke tanah (lahan), terkadang tidak dapat
berkompetisi dengan mikroflora yang telah ada sebelumnya serta tidak dapat bertahan
dalam jangka waktu yang lama. Keberhasilan pengendalian hayati akan memberikan
pengaruh yang baik dengan pembuatan formula dari antagonis. Salah satu cara untuk
meningkatkan daya guna dari antagonis yaitu dengan memanipulasi unsur hara dalam
memproduksi formula mikroba. Formula yang akan digunakan harus tersusun oleh
bahan yang sesuai, terutama fungsinya terhadap APH.
Streptomyces sp. merupakan salah satu kelompok mikroorganisme antagonis
yang berpotensi digunakan sebagai agens pengendali hayati patogen penyebab
penyakit tanaman. Beberapa peneliti melaporkan kemampuan Streptomyces sp.

sebagai agen pengendali patogen tanaman. Kim, Moon dan Hwang (1999) melaporkan,
bahwa antibiotik As1A yang dihasilkan oleh Streptomyces libani dapat menghambat
pertumbuhan miselia dari Botrytis cinerea, Cladosporium cumeris, Colletotricum
lagenarium, Cylindrocarpon destructans, Magnaporthe grisea dan Phytopthora capsici
pada uji antagonis di laboratorium. Penggunaan antibiotik As1A yang dihasilkan oleh
Streptomyces libani pada tanaman cabai di percobaan rumah kaca juga dapat
mengurangi penyakit layu yang disebabkan oleh P. capsici dan antraknosa yang
disebabkan oleh C. lagenarium.
Streptomyces mempunyai peranan penting dalam proses penguraian bahan
organik terutama dalam hal pengomposan. Beberapa spesies dari Streptomyces terlibat
dalam sebuah hubungan simbiotik dengan genus attini ants. Attini ants merupakan
bakteri yang berfungsi sebagai perkembangbiakan jamur dengan bakteri ini maka akan
mempermudah untuk mengembiakan jamur. Sedangkan fungsi dari streptomyces
adalah untuk memproduksi toxin yang digunkan untuk memelihara agar jamur tesebut
tidak ditumbuhi rumput (Alia, M.N., 2009).
II. Mengenal Bakteri Streptomyces sp.
Streptomyces merupakan salah satu genus dari kelas Actinomycetes yang
biasanya terdapat di tanah. Actinomycetes adalah prokariot yang menghasilkan
substansi penting untuk kesehatan seperti antibiotik, enzim, dan immunomodulator
(Moncheva et al., 2000 dalam Puryatiningsih, 2009) dan salah satu organisme tanah
yang memiliki sifat-sifat umum yang dimiliki oleh bakteri dan jamur tetapi juga memiliki
ciri khas yang cukup berbeda yang membatasinya menjadi satu kelompok yang jelas
berbeda (Rao, 1994 dalam Puryatiningsih, 2009). Banyak anggota dari Actinomycetes
tumbuh seperti filamen-filamen yang tipis seperti kapang daripada sel tunggal sehingga
Actinomycetes dianggap sebagai fungi atau cendawan.
Meskipun ada persamaan dalam hal pola pertumbuhannya, fungi itu eukariota
sedangkan Actinomycetes adalah prokariota (Kimball, 1999 dalam Puryatiningsih,
2009). Pada lempeng agar Actinomycetes dapat dibedakan dengan mudah dari bakteri
yang sebenarnya tidak seperti koloni bakteri yang jelas berlendir dan tumbuh dengan
cepat. Koloni Actinomycetes muncul perlahan, menunjukkan konsistensi berbubuk dan

melekat erat pada permukaan agar (Rao, 1994 dalam Puryatiningsih, 2009).
Streptomyces menghasilkan antibiotik di mana lebih dari setengahnya merupakan
antibiotik yang efektif melawan bakteri, misalnya streptomisin, tetrasiklin dan
kloramfenikol.
Isolasi Streptomyces menghasilkan koloni-koloni kecil (berdiameter 1-10 mm),
terpisah-pisah seperti liken, dan seperti kulit atau butirus (mempunyai konsistensi
seperti mentega), mula-mula permukaannya relatif licin tetapi kemudian membentuk
semacam tenunan miselium udara yang dapat menampakkan granularnya, seperti
bubuk, seperti beludru, atau flokos, menghasilkan berbagai macam pigmen yang
menimbulkan warna pada miselium vegetatif, miselium udara, dan substrat (Pelczar
dan Chan, 1988 dalam Puryatiningsih, 2009). Streptomyces mempunyai misel yang
baunya sangat kuat, berkembang dan mengandung hifa udara (sporofor), dari bentuk
ini terjadi konstruksi lurus, bergelombang, mirip spiral, dapat mengurai selulosa, khitin
dan zat-zat lain sukar dipecah. Streptomyces umumnya memproduksi antibiotik yang
dipakai manusia dalam bidang kedokteran dan pertanian, juga sebagai agen
antiparasit, herbisida, metabolisme aktif, farmakologi, dan beberapa enzim penting
dalam makanan dan industri lain (Schlegel, 1994 dalam Puryatiningsih, 2009).
Streptomyces spp. termasuk ke dalam kelompok bakteri gram positif. Ditinjau dari
segi morfologinya, Streptomyces sp. memiliki hifa ramping yang bercabang tanpa sekat
melintang, dengan diameter antara 0,5-2 m. Ciri inilah yang membuat Streptomyces
sp. mudah dibedakan dari genus bakteri lain karena miseliumnya bercabang banyak
dan berkembang dengan baik dalam rangkaian konidia yang menggulung (Agrios,
2005).
Menurut

Agrios

(2005),

Streptomyces

Kingdom

: Prokaryotae

Divisi

: Firmicutes

Kelas

: Thallobacteria

Genus

: Streptomyces

Spesies

: Streptomyces spp.

sp.

diklasifikasikan

sebagai

berikut:

Genus Streptomyces terdapat dalam jumlah spesies yang sangat besar dan
beragam diantara famili Actinomycetaceae lainnya. Genus tersebut memiliki keragaman

dalam morfologi, fisiologi, dan aktivitas biokimia yang menghasilkan berbagai antibiotik
(Taddei, 2005). Streptomyces sp, telah dikenal memiliki kemampuan yang tinggi dalam
menghasilkan

berbagai

senyawa

bioaktif

yang

potential

untuk

menghambat

pertumbuhan mikroba patogen tular tanah (Lestari, 2007). Antibiotik dari jenis
Streptomyces yaitu bleomisin, eritromisin, josamisin, kanamisin, neomisin, tetrasiklin,
dan lain-lain (Hasim, 2003 dalam Listari, 2009 dalam Anonim, 2012).
Streptomyces sp. merupakan salah satu mikroorganisme pendegradasi khitin
terbanyak dari ordo actinomycetes. Kemampuan khitinolitik Streptomyces sp. banyak
mendapat perhatian peneliti, karena Streptomyces sp. adalah ordo actinomycetes
dengan jumlah terbanyak di tanah yang mampu memanfaatkan khitin sebagai sumber
karbon dan nitrogennya (Yurnaliza, 2002). Streptomyces sp. non patogen sangat
potensial dalam menghambat mikroba patogen tular tanah karena Streptomyces sp.
merupakan agens hayati yang mampu bekerja efektif baik secara tunggal maupun
dikombinasikan dengan mikroorganisme prokariotik lainnya (Cook dan Baker, 1983
dalam Anonim, 2012).
III. Streptomyces sp. Sebagai Agens Pengendali Hayati (APH)
1. Streptomyces sp. berpotensi membentuk senyawa anti mikroba
Streptomyces diketahui mampu menghasilkan lebih dari 500 senyawa anti
mikroba yang telah diketahui senyawa penyusunnya. Senyawa anti mikroba ini dalam
bidang pertanian dimanfaatkan sebagai pestisida hayati. Mekanisme penghambatan
Streptomyces sp. terhadap fungi dapat terjadi karena kemampuannya dalam
menghasilkan antibiotik dan senyawa Hidrolitik seperti Glukanase, kitinase yang
mampu mendegradasi dinding sel fungi (Prapagdee et al, 2008 dalam J. Ulya, 2009)
Aktivitas penghambatan senyawa anti mikroba secara umum dapat dilakukan
dengan berbagai mekanisme, diantaranya adalah :
1. Merusak dinding sel dengan cara menghambat pembentukan maupun merubah
setelah
terbentuk.
2. Perubahan permeabilitas sel, kerusakan pada membran ini berakibat terhambatnya
pertumbuhan sel atau matinya sel, karena membran bertujuan untuk memelihara
integritas komponen-komponen seluler.

3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat


4. Penghambatan kerja enzim yang mengakibatkan terganggunya metabolisme sel atau
matinya sel.
5. Penghambatan sintesa asam nukleat dan protein yang berakibat terganggunya
Aktivitas metabolisme karena DNA, RNA dan protein memegang peranan penting
dalam mekanisme sel secara normal (Pelczar dan Chan, 2005 dalam J. Ulya, 2009).
2. Potensi Streptomyces sp. Sebagai Agen Biokontrol Mikroba Patogen Tular
Tanah
Streptomyces sp. dapat bersifat saprofit, mampu mendekomposisi bahan
organik seperti lignoselulosa, patin dan kitin. Streptomyces sp. Di-994 dapat
mengendalikan bakteri Rhizoctonia solani, Hwang et al, (2001), meyatakan bahwa
senyaw bioaktif asam fenil asetat dan sodium fenil asetat yang dihasilkan oleh
Streptomyces humidus mampu melawan P. capsici, R. solanacearum, F. oxysporum, F.
moniliforme, B. subtilis, R. solani.
Menurut Lestari (2007) dalam Anonim, (2012), Streptomyces sp. yang berperan
sebagai bakteri antagonis memiliki kemampuan menghasilkan senyawa anti mikroba. Soesanto
(2008) menyatakan bahwa mekanisme penghambatan agens pengendali hayati adalah cara
kerja agens pengendali hayati di dalam mengendalikan patogen tanaman. Cara kerja yang
dilakukan oleh agens tersebut biasanya menggunakan hasil metabolisme sekunder, baik
berupa antibiotika, toksin, enzim, atau hormon, serta tanpa melibatkan hasil metabolisme
tersebut.
Menurut Shimizu et al. (2000) dalam Anonim, (2012), beberapa antibiotika yang
dihasilkan Streptomyces sp. adalah metabolit sekunder (alnumisin, Phythoxazolin A dan BD), antibiotika polyene,

vinilamisin,

dan

geldamisin.

Selain

menghasilkan

antibiotika

tersebut, Streptomyces sp. juga mampu memproduksi auksin indole-3-acetid acid (IAA) yang
berperan menstimulasi pertumbuhan tanaman (Tuomi et al., 1994 dalam Aryantha et al., 2004).
IAA merupakan auksin yang dihasilkan mikroba berguna dalam tanah yang diperkirakan
menjadi salah satu mekanisme dalam Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
(Soesanto, 2008 dalam Anonim, (2012).
Streptomyces sp. S4 adalah bakteri dari rizosfer terung yang memiliki kemampuan
antagonis cukup baik terhadap R. solanacearum secara in vitro dengan cara antibiosis dan
mekanisme penghambatan secara bakteriostatik. Bakteri ini mempunyai kemampuan yang baik

dalam memanfaatkan beberapa senyawa karbon (glukosa, fruktosa, maltosa, selobiosa,


sukrosa, dan trehalosa), nitrogen (histidin, prolin, dan sistein), mendegradasi makromolekul
(gelatin, pati, tween 80, eskulin, dan reaksi kuning telur), mampu tumbuh pada berbagai suhu
(4-45 oC) dan kandungan garam, serta dapat tumbuh pada medium yang mengandung kitin dan
pektin (Djatmiko et al., 2007) (Anonim, 2012).

Anda mungkin juga menyukai