Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik ialah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta
mekanisme kerjanya (terry kenaki,2012)
2.1 RESEPTOR
Reseptor adlah Suatu makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan
ligan (obat, hormon, neurotransmiter) untuk memicu signaling kimia antara dan dalam sel
menimbulkan efek.

2.2 Fungsi reseptor


1. mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifisitas yang tinggi
2. meneruskan signal ke dalam sel melalui:
perubahan permeabilitas membran
pembentukan second messenger
mempengaruhi transkripsi gen

2.3 Reseptor obat

1. Sifat Kimia
Komponen yang paling penting dalam reseptor obat ialah protein
( mis.asetilkoli nesterase, na+ K+ -A Tpase, Tubulin, dsb.). asam nukleat juga
dapat merupakan reseptor obat yang penting misalnya untuk sitostatika.iaktan
obat reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen, hidrofobik,van der walls, atau
kovalen, tetapi umumnya merupakan campuran berbagai ikatan diatas. Perlu
diperhatikan bahwa ikatan kovalen merupakan ikatan yang kuat sehingga lama
kerja obat sering kali, tetapi tidak selalu panjang. Walaupun demikian ikatan non
kovalen yang afinitasnya tinggi juga dapat bersifat permanen
2. Hubungan Struktur-Aktivitas
Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitasnya terhadap
reseptor dan aktifitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat,
misalnya perubahan stereoisomer, dapat menimbulkan perubahan besar dalam
sifat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas
bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru, sintesis obat yang rasio
terapinya lebih baik, atau sintesis obat yang selektif terhadap jaringan tertentu.
3. Reseptor Fisiologis
Istilah reseptor sebagai makro molekul seluler tempat terikatnya obat untuk
menimbulkan respons telah diuraikan diatas. Tetapi terdapat juga protein seluler
yang berfungsi sebagai reseptor fisiologik, bagi ligand endogen seperti hormon,
neurotransmitor, dan autakoid. Fungsi reseptor ini meliputi lipatan ligand yang
sesuai (oleh ligand binding domain ) dan penghantar sinyal ( oleh effektor
domain ) yang dapat secara langsung menimbulkan efek intra sel atau secar tidak
langsung memulai sintesis maupun penglepasan molekul intrasel lain yang
dikenal sebagai second messenger.
Dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi secara erat dengan
protein seluler lain membentuk sistem resptor-efektor seluler lain menimbulkan
respons. Contohnya, sistem adenilat siklase : reseptor mengatur aktivitas adenilat
siklase sedang kan efektornya mensitesis cAMP sebagai second messenger.
Dalam sistem ini protein G lah yang berfungsi sebagai perantara reseptor dengan

enzim tersebut. Terdapat dua macam protein G yang satu berfungsi sebagai
penghantaran yang lain berfungsi sebagai penghamabatan sinyal.
2.4 Interaksi obat reseptor
Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim,
biasanya merupakan ikatan lemah (ikatan ion, hidrogen, van der waals) dan jarang
berupa ikatan kovalen.
1. Hubungan Dosis Dengan Intensitas Efek
Menurut teori pendudukan reseptor (reseptor occupancy), intensitas efek
obat berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang diduduki atau diikatnya, dan
intensitasnya efek mencapai maksimal bila seluruh reseptor diduduki oleh obat.
Oleh karena interaksi obat-reseptor ini analog dengan interaksi substrat-enzim,
maka di sini berlaku persamaan michaelis-menten.
Hubungan antara kadar atau dosis obat yaitu [D], dan besarnya efek E
terlihat sebagai kurva dosis-intensistas efek (graded dose-effect curve = DEC)
yang berbentuk hiperbola. Tetapi kurva log dosis-intesitas efek ( Log DEC) akan
berbentuk sigmoid.. Bila efek yang diamati merupakan gabungan beberapa efek,
maka log DEC dapat bermacam-macam , tetapi masing-masing berbentuk
sigmoid.
Log DEC lebih sering digunakan karena mencakup rentang dosis yang luas
dan mempunyai bagian yang linear, yakni pada besar efek = 16-8 % (= 50% 1
SD ), sehingga lebih mudah untuk memperbandingkan beberapa DEC.
1/KD menunjukan afinitas obat terhadap reseptor, artinya kemampuan obat
untuk berikatan dengan reseptor, artintnya kemampuan obat untuk berikatan
dengan reseptornya (kemampuan obat untuk membentuk kompleks obat-reseptor).
Jadi makin besar KD (= dosis yang menimbulkan efek maksimal), makin kecil
afinitas obat terhadap reseptornya Emax menunjukan aktivitas intrinsik atau
efektivitas obat, yakni kemampuan intrinsik kompleks obat-reseptor
menimbulkan aktivitas dan/atau efek farmakologik.
2. Variabel Hubungan Dosis-intensitas efek obat

untuk

Hubungan dosis dan intesitas efek dalam keadaan sesungguhnya tidaklah


sederhana karena banyak obat bekerja secara kompleks dalam menghasilkan efek.
Efek antihipertensi, misalnya merupakan kombinasi efek terhadap jantung,
vaskular,dan sistem saraf. Walaupun demikian, suatu kurva efek kompleks dapat diuraikan
kedalam kurva-kurva sederhana untuk masing- masing komponennya.
Kurva sedrhana ini, bagaimana pun bentuknya, selalu mempunyai 4 variabel yaitu
potensi kecuramjan (slope), efek maksimal, dan variasi biologik.
Potensi menunjukan rentang dosis obat yang menimbulkan efek. Besarnya
ditentukan oleh kadar obat yang mencapai reseptor, yang tergantung dari sifat
farmakokinetik obat, dan afinitas obat terhadap reseptornya. Variabel ini relatif
tidak penting karena dalam klinik digunakan dosis yang sesuai dengan potensinya.
Hanya, potensi yang terlalu rendah akan merugikan karena dosis yang diperlukan
terlalu besar. Potensi yang terlalu tinggi justru merugikan atau membayangkan
bila obatnya mudah menguap atau di serap melalui kulit.
Efek maksimal ialah respons yang maksimal yang ditimbulkan obat bila
diberikan pada dosis yang tinggi. Ini di tentukan oleh akyivitas intrinsik obat dan
di tunjukan oleh dataran (lpateau) pada DEC. Tetapi dalam klinik, dosisi obat di batasi oleh
timbulnya efek samping; dalam hal ini efek maksimal yand di capai
dalam klinik mungkin kurang dari efek maksimal yand sesunguhnya. Ini
merupakan variabel yang penting. Misalnya morfin dan aspirin berbeda dalam
efektivitasnya sebagai analgesik; morfin dapat menghilangkan rasa nyeri yang
hebat, sedangkan aspirin tidak. Efek maksimal obat tidak selalu berhubungan
dengan potensinya.
Slopeatau lereng log

DEC merupakan variabel yang penting karena

menunjukan batas keamanan obat. Lereng yang curam, misalnnya untuk


fenobarbital, menunjukan bahwa dosis yang menimbulkan koma hanya sedikit
lebih tinggi dibandingkan dengan dosis yang menimbulkan sedasi/tidur.
Variasi biologik adalah variasi antar individu dalam besarnya respons
terhadap dosis yang sama dari suatu obat. Suatu graded DEEC hanya berlaku
untuk satu orang pada satu waktu, tetapi dapat juga merupakan nilai rata-rata dari

populasi. Dalam hal yang berakhir ini, variasi biologik dapat di perhatikan sebagai
garis horijontal atau vertikal. Garis horijontal menunjukkan bahwa untuk
menunjukan efek obat dengan intensitas tertentu pada suatu populasi di perlukan
suatu rentang dosis. Garis vertikal menunjukkan bahwa pemberian obat dengan
dosis tertentu pada populasi akan menimbulkan suatu intensitas efek.
2.5 Kerja Obat yang Tidak Diperantai Reseptor
Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor.
Obat-obat ini mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion
molekul kecil, atau masuk komponen sel.
1. Efek Nonspesifik dan Gangguan pada Membran
Perubahan sifat osmotik. Diueretik osmotik (urea manitol ), misalnya,
meningkatkan osmolaritas filtrat glomelurus sehingga mengurangi reabsorbsi air
di tubuli ginjal dengan akibat terjadi efek diuretik. Dengan demikian juga katartik
osmotik (MgSO4), gliserol yang mengurangi udem selebral, dan pegganti plasma
(polivinil pirolidon = PVP) untuk menambah volume intravaskuler
Perubahan sifat asam. Kerja ini diperlihatkan oleh antasid dalam
menetralkan asam lambung, NH4CL dalam mengasam kan urine, dan asam-asam
organik sebagai antiseptik saluran kemih atau sebagai antiseptik saluran kemih
atau sebagai spermisid topikal dalam saluran vagina. Kerusakan Nonspesifik. Zat
perusak nonspesofik digunakan sebagai antiseptik dan disenfektan, dan
kontrasepsi, contohnya, (1) detergen merusak integritas membran lipoprotein;(2)
halogen, peroksida, dan oksidator lain merusak zat organik (3) denaturan merusak
integritas dan kapasitas sibseluler dan protein.
Gangguan fungsi membran. Anestetik umum yang mudah menguap
misalnya eter, halotan, enfluran, dan metoksifluran bekerja dengan melarut dalam
lemak membran sel di SSP sehingga ektabilitasnya menurun
2. Interkasi dengan Molekul Kecil atau Ion
Kerja ini diperhatikan oleh kelator ( Chelating agents) misalnya CaNa2
EDTA yang mengikat Pb2+ bebas menjadi kelat yang inaktif pada kercunan Pb.

Demikian juga kerja penisilamin yang mengikat Cu2+ bebas pada penyakit wilson
dan dimerkaprol ( BAL= British antilewisite) pada keracuanan logam berat (As,
Sb, Hg, Au, Bi). Kelat yang terbentuk larut dalam air sehingga mudah dikelurkan
melalui ginjal.
3. Masuk ke dalam Komponen Sel
Obat yang merupakan analog purin atau pirimidin dapat berinkoporasi ke
dalam asam nukleat sehingga mengganggu fungsinya. Obat yang bekerja seperti
ini disebut antimetabolit misalnya 6-merkaptopurinb, 5-fluorourasil, flusitosin dan
anti kanker atau anti mokroba lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Terry Kenakin. 2011. Molecular Pharmacology : A Short Course. Blackwell Sience


Ltd : England
2. Zullies Ikawati. 2012. Farmakologi Molekuler. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
3. Ulrik Gether & Brian K. Kobilka . Minireview : G Protein-coupled Receptors , J. Bio
Chem Vol. 273. No. 29-2012. pp. 17079.
4. Camille Georges Wermuth (Ed.), 2008. The Practice of Medicinal Chemistry ,
Elsevier : London . pp. 99.

MAKALAH
FARMAKODINAMIK

Oleh :
JULIATIKA
201210330311105

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

Anda mungkin juga menyukai