Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di Indonesia dan di dunia

setelah katarak. Diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak 79,6 juta orang akan
menderita glaukoma. Glaukoma disebabkan oleh gangguan pada lensa, disebut
dengan glaukoma akibat kelainan lensa atau lens-induced glaucoma. Glaukoma
akibat kelainan lensa merupakan penyebab terbesar dari glaukoma sekunder
dengan persentase 25% dari total kasus yang ada. Menurut Riskesdas (2007)
prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di Indonesia sebesar
4,6. Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6.1,2,3
Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi
penglihatan. Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu
faktor risiko utama, ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan
dalam definisi penyakit. Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi
sudut terbuka atau tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan
definisinya, glukoma primer tidak terkait dengan gangguan sistemik atau okular
diketahui yang menyebabkan meningkatnya resistensi terhadap aliran aqueous
atau penutupan sudut. Glaukoma primer biasanya mempengaruhi kedua mata.
Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait dengan gangguan mata atau sistemik yang
bertanggung jawab atas menurunnya aliran aqueous. Penyakit yang menyebabkan
glaukoma sekunder sering bersifat asimetris atau unilateral.1,2
Glaukoma fakolitik adalah keadaan akut dari glaukoma sekunder sudut
terbuka akibat kelainan lensa yaitu kebocoran dari katarak matur atau hipermatur
(jarang imatur). Glaukoma fakolitik pertama kali dikenali oleh Flocks et al pada
tahun 1955. Frekuensi terjadinya glaukoma fakolitik jarang ditemukan di negaranegara maju, hal ini karena banyaknya pusat pelayanan kesehatan mata dan
adanya kesadaran dari penderita terhadap penyakit ini. Glaukoma fakolitik lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, di mana
penanganan katarak sering terlambat sampai pada stadium hipermatur yang belum
ditangani.1,4,5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1

Sekresi aqueous
Anatomi
Mata adalah organ yang terdiri dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan

fibrosa terluar membentuk kornea dan sklera lapisan vaskular medial (uvea) dan
lapisan neural terdalam yaitu retina.6 Uvea terbagi atas 3 bagian yaitu iris, badan
siliari, dan koroid (mulai dari depan hingga belakang). 7 Badan siliari memanjang
dari akar iris ke ora serata. Badan siliari terbagi atas dua bagian yaitu anterior pars
plikata dan posterior pars plana.4,6 Pars plikata memiliki 70 prosesus siliari
berorientasi radial yang berproyeksi ke dalam ruang posterior. Setiap prosesus
siliari dilapisi oleh lapisan epitel yang berpigmen bersambung dengan epitel
pigmen retina dan lapisan epitel tidak berpigmen bersambung dengan neuroretina.
Setiap prosesus memiliki arteriol sentral yang berakhir dalam jaringan kapiler
yang kaya. Kapiler dari stroma dan prosesus siliari berlubang, sehingga
memungkinkan mudahnya aliran cairan dan makromolekul. Tight junction antara
sel epitel tidak berpigmen merupakan blood aqueous barrier.4
2.1.2 Fisiologi
Aqueous humor merupakan cairan jernih yang mengisi kamera okuli
anterior (0,25ml) dan kamera okuli posterior (0,06ml) bola mata. Fungsi aqueous
humor adalah untuk mempertahankan tekanan intraokular yang memadai, peran
metabolik penting (menyediakan substrat dan memindahkan metabolit dari kornea
avaskular dan lensa), mempertahankan transparansi optik, dan menggantikan
limfe yang tidak ditemukan dalam bola mata.6,8
Komposisi aqueous humor normal sebagai berikut
Air 99,9% dan solid 0,1%, yang termasuk
o Protein (kandungan koloid). Karena blood aqueous barrier, kandungan
protein dalam aqueous humor (5-16mg%) lebih sedikit dibandingkan di
plasma (6-7 gm%). Namun, pada inflamasi uvea (iridosiklitis), blood
aqueous barrier rusak dan kandungan protein aqueous meningkat (plasmoid
aqueous)
o Asam amino ditemukan sebanyak 5mg/kg air
2

o Non-koloid yaitu glukosa (6 milimol/kg air), urea (7 milimol/kg air),


askorbat (0,9 milimol/kg air), asam laktat (7,4 milimol/kg air), inositol (0,1
milimol/kg air), Na+ (144 milimol/kg air), K+ (4,5 milimol/kg air), Cl- (10
milimol/kg air) dan HCO3- (34 milimol/kg air)
o Oksigen ditemukan dalam aqueous pada kondisi dissolved.
Catatan Kandungan aqueous serupa dengan plasma kecuali di aqueous
terdapat konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang tinggi, sedangkan protein,
urea, dan glukosa yang rendah.8
Komposisi aqueous humor di kamera okuli anterior berbeda dengan di
posterior karena adanya pertukaran metabolik. Perbedaan utama adalah HCO 3
(kadar di kamera okuli posterior lebih tinggi), Cl- (di posterior lebih rendah),
Askorbat (di posterior sedikit lebih tinggi).8
Aqueous humor berasal dari plasma dalam jaringan kapiler prosesus siliari.
Kecepatan produksi normal adalah 2,3 l/menit. 8 Aqueous humor diproduksi
melalui dua tahap, yaitu4,6
- Pembentukan filtrat plasma dalam stroma badan siliar.
- Pembentukan aqueous dari filtrat ini melewati blood-aqueous barrier.
Menurut ada tiga mekanisme, yaitu ultrafiltrasi, difusi, dan sekresi berperan
dalam produksi aqueous humor pada tingkat yang berbeda. Ultrafiltrasi yaitu
proses dimana kebanyakan substansi plasma keluar dari epitel pigmen prosesus
siliari. Filtrat plasma berakumulasi di epitel prosesus siliari.8
Ada dua mekanisme terlibat, sebagai berikut4
1. Sekresi aktif kebanyakan oleh epitel siliar yang tidak berpigmen. Ini adalah
hasil proses metabolik yang bergantung pada beberapa sistem enzim,
terutama pompa Na+/K+/ATPase yang menyekresi ion Na+ ke dalam ruang
posterior. Ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik di sel epitel
siliar sehingga air dapat lewat secara pasif mengikuti gradien osmotik.
Sekresi Cl- pada permukaan sel tidak berpigmen mungkin merupakan faktor
yang menghammbat. Karbonik anhidrase juga memainkan peran, tetapi
mekanisme pastinya tidak jelas. Sekresi aqueous berkurang akibat faktor
yang menghambat metabolisme aktif seperti hipoksia dan hipotermia tetapi
tidak bergantung pada kadar tekanan intraokular.4
2. Sekresi pasif oleh ultrafiltrasi dan difusi (yang tergantung pada tingkat
tekanan hidrostatik kapiler. Tekanan onkotik dan tekanan intraokular
diperkirakan memainkan peranan kecil dalam kondisi normal.4

2.2 Aliran Aqueous


2.2.1 Anatomi
a.
Anyaman trabekular merupakan saringan seperti struktur di sudut kamera
okuli anterior dimana sekitar 90% aqueous humor melalui anyaman ini
untuk meninggalkan mata. Ini terbagi atas tiga yaitu
- Anyaman uveal merupakan bagian terdalam yang terdiri dari anyaman
seperti kabel yang membentang dari akar iris ke garis Schwalbe. Rongga
intertrabekular relatif besar dan memberikan sedikit resistensi terhadap
aliran aqueous.4
- Anyaman korneosklera membentuk bagian medial yang memanjang dari
taji sklera ke garis Schwalbe. Anyamannya seperti lembaran dan rongga
intertrabekular lebih kecil dibanding pada anyaman uvea.4
- Anyaman endotel (jukstakanalikular) merupakan bagian

terluar

trabekulum yang menghubungkan anyaman korneosklera dengan endotel


dinding dalam kanal Schlemm. Jaringan jukstakanalikula memberikan
kontribusi besar resistensi terhadap aliran aqueous.4

Gambar 2.1. Iris dan Lensa.9


b.

Kanal Schlemm merupakan saluran melingkar di sklera perilimbus yang


dijembatani oleh septa. Kanal ini terletak di luar anyaman trabekula dan
anterior taji sklera. Dinding dalam kanal dilapisi oleh sel endotel berbentuk
gelendong tidak beraturan yang mengandung vakuola besar. Lubang-lubang
dan vesikel pinositik di membran sel dapat menjadi jalan dari aliran
aqueous humor. Area yang memisahkan lapisan sel endotel kanal dari
anyaman

trabekula

disebut

lapisan

kribriform

atau

jaringan

jukstakanalikular. Dinding luar kanal dilapisi oleh sel datar licin dan
mengandung bukaan saluran kolektor yang terhubung secara langsung atau
tidak langsung dengan vena episklera.4
4

Gambar 2.2 Anatomi aliran aqueous. (a) anyaman uveal (b) anyaman
korneosklera (c) garis Schwalbe (d) kanal Schlemm (e) saluran penghubung (f)
otot longitudinal badan siliar (g) taji sklera.4
2.2.2

Fisiologi
Aqueous mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke dalam

kamera okuli anterior. Terdapat dua jalur utama untuk keluar dari mata, yaitu4
1.

Sekitar 90% aliran aqueous melalui jalur trabekula (konvensional). Aliran


aqueous melalui trabekulum ke dalam kanal Schlemm dan kemudian dialiri
oleh pembuluh darah vena episklera. Ini adalah jalur yang sensitif terhadap
tekanan sehingga dengan peningkatan tekanan kepala akan meningkatkan
aliran.4

2.

Jalur uveosklera (tidak konvensional) berperan untuk 10% aliran aqueous.


Aqueous melewati tubuh siliari ke ruang suprakoroidal dan didrainase oleh
sirkulasi vena dalam badan siliar, koroid dan sklera. Cairan ini bergerak ke
dalam rongga suprakoroidalis dan diserap ke dalam vena siliari anterior dan
vena vorteks. Sisa aqueous bergerak ke lubang anyaman korneosklera yang
lebih sempit dan melalui jaringan jukstakanalikular dan lapisan endotel ke
kanal Schlemm. Dalam bagian histologis, banyak sel-sel endotel yang
melapisi dinding dalam kanal ditemukan mengandung vakuola besar. Aliran
uveosklera berkurang dengan pemberian miotik dan ditingkatkan dengan
atropine, simpatomimetik dan prostaglandin. Sebagian aqueous juga
mengalir melalui iris.4

Gambar 2.3.Jalur aliran aqueous. (a)trabekula (b) uveosklera (c)iris.4

Gambar 2.4. Sistem aliran aqueous.8

Gambar 2.5. Bagan aliran aqueous humor.8


2.3 Glaukoma Fakolitik
2.3.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani glauklos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah penyakit mata akibat tekanan bola mata yang tidak normal
disertai neuropati saraf optic dan kerusakan lapang pandang. Tekanan bola mata
yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 10-20 mmHg.
Tekanan bola mata yang tinggi juga akan mengakibat kerusakan saraf penglihat
dan akan mengakibatkan kebutaan.2,10
Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh
penyumbatan trabekulum pada katarak hipermatur dengan sudut terbuka.
Penyumbatan trabekulum disebabkan oleh protein lensa yang bocor dari kapsul
lensa katarak hipermatur. Katarak hipermatur merupakan stadium lanjut dari
katarak senilis. Pada katarak tersebut terjadi pencairan korteks lensa dan
pengerutan kapsul lensa, dan bilik mata depan menjadi dalam. Pada keadaan ini
dapat terjadi kebocoran material korteks ke luar kapsul sehingga menyebabkan
terjadinya proses inflamasi segmen anterior mata yang berakibat terjadinya
glaukoma akut yang dikenal sebagai glaukoma fakolitik.11
2.3.2 Epidemiologi1,12

a. Glaukoma fakolitik jarang ditemukan di negara maju, seperti Amerika


Serikat, karena akses yang lebih besar untuk perawatan kesehatan dan
sebelumnya operasi katarak.
b. Glaukoma fakolitik lebih sering terjadi di negara-negara terbelakang.
c. Kebanyakan kasus katarak setelah ekstraksi menunjukkan peningkatan
yang sangat baik dalam visus.
d. Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang dewasa yang lebih tua.
Pasien termuda yang dilaporkan adalah usia 35 tahun.
2.3.3 Etiologi 13
a. Katarak matur (seluruhnya opak)
b. Katarak hipermatur (korteks cair dan nukleus yang mengambang bebas)
c. Likuefeksi fokal katarak imatur (jarang)
d. Dislokasi lensa yang katarak di vitreus
2.3.4 Patofisiologi
Berbeda dengan beberapa bentuk glaukoma yang diinduksi lensa (misalnya:
glaukoma partikel lensa, glaukoma fakoanafilaktik), glaukoma fakolitik terjadi
pada

lensa

katarak

dengan

kapsul

lensa

utuh.

Bukti

yang

tersedia

mengimplikasikan obstruksi trabekular langsung oleh protein lensa, terbebas dari


cacat mikroskopis dalam kapsul lensa yang utuh secara klinis.1,2
Apabila usia semakin meningkat, komposisi protein dalam lensa berubah,
terjadi peningkatan konsentrasi protein high molecular weight. Katarak
hipermatur merupakan stadium lanjut dari katarak senilis. Pada katarak matur atau
hipermatur, terjadi pencairan korteks lensa dan pengerutan kapsul lensa, dan bilik
mata depan menjadi dalam. Pada keadaan ini dapat terjadi kebocoran material
korteks ke luar kapsul melalui lubang mikroskopik pada kapsul lensa. Kebocoran
ini sering disertai pada awalnya dengan rasa nyeri dan inflamasi segmen anterior.
Jaringan trabekulum akan tersumbat oleh sel-sel makrofag dan protein lensa.
Protein berat molekul tinggi tidak dijumpai pada bayi dan anak-anak, yang
kemungkinan dapat menjelaskan tidak adanya glaukoma fakolitik pada pasien
muda dengan katarak.1,2,4,12

Protein mencetuskan glaukoma sekunder karena protein lensa ini, makrofag


fagosit, dan debris inflamatorik lainnya yang menyumbat anyaman trabekular.
Obat untuk mengkontrol tekanan intraokular (TIO) harus digunakan dan ekstraksi
katarak harus dilakukan.1,2
2.3.5 Gejala Klinis
Gambaran klinis glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang tua dengan
riwayat penglihatan kabur secara perlahan selama beberapa bulan atau tahun
sebelum timbulnya onset akut nyeri yang tiba-tiba, hiperemia konjungtiva, dan
penurunan visus lebih lanjut. Persepsi cahaya menjadi tidak akurat karena
kepadatan katarak. Rasa sakit mengenai sekitar mata dan bisa pada daerah
belakang kepala. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal
berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma
akut.1,4
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
a.

Gonioskopi
Suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini

penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan
menyingkirkan

penyebab

lain

yang

menyebabkan

peningkatan

tekanan

intraokular. Pada glaukoma fakolitik, hasilnya normal di mana sudut bilik mata
depan terbuka.1,14
b.

Tonometri
Tonometri adalah alat untuk mengukur TIO. Tonometri yang sering

digunakan adalah tonometri Goldman yang digunakan bersamaan slitlamp.


Tonometri jenis ini mengukur daya yang dibutuhkan untuk meratakan satu daerah
di kornea. Oleh itu, ketebalan kornea mempengaruhi akurasi pengukuran. TIO
diukur karena hampir pada semua kasus glaukoma, akan terjadi peningkatan TIO.
TIO yang normal adalah dari 10 21 mmHg. Nilai dianggap abnormal apabila 2225 mmHg dan dianggap patologik di atas 25 mmHg. Pemeriksaan pada glaukoma
fakolitik menunjukkan peningkatan TIO yang bermakna.1,14
c.

Pemeriksaan slit lamp

Pemeriksaan pada glaukoma fakolitik menunjukkan edema kornea


mikrositik dan sel yang prominen dan reaksi flare tanpa keratic precipitates, (KP).
Kurangnya KP membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma
fakoantigenik. Debris seluler dapat terlihat melapisi di sudut ruang anterior, dan
pesudohipopion dijumpai. Partikel putih besar (kumpulan protein lensa) juga
dapat terlihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagnian) juga
dijumpai, sering dengan wrinkling kapsul anterior lensa yang menunjukkan
hilangnya volume dan pelepasan material lensa. Pada keadaan yang jarang,
glaukoma fakolitik memiliki onset subakut, dengan kebocoran protein intermiten
yang menyebabkan episode glaukoma berulang, hiperemia, dan inflamasi.
Tampilan ini lebih mungkin dijumpai jika katarak telah berdislokasi ke vitreus.10
d.

Pemeriksaan Nervus Optikus


Nervus optikus boleh diperiksa dengan menggunakan oftalmoskopi. Kepala

nervus optikus atau diskus optik, biasanya bulat atau oval dan mempunyai suatu
cup sentral. Jaringan di antara cup dan pinggir diskus disebut neural rim atau
neuroretinal rim. Pada orang normal, rim ini mempunyai kedalaman yang relatif
seragam dan warna yang bervariasi dari oren sampai merah muda. Ukuran cup
dapat sedikit meningkat sesuai umur. Cup-disc-ratio (CDR) saja tidak adekuat
untuk menentukan bahwa diskus optik mengalami kerusakan glaukomatous.
Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan sebelahnya karena
biasanya dijumpai CDR yang sama pada orang normal.1,4,14
Membedakan cup normal dari cup glaukomatous adalah sulit. Perubahan
awal dari neuropati optik glaukomatous adalah sangat tipis yaitu:
- Pembesaran umum cup
- Pembesaran cup secara fokal
- Pendarahan splinter superfisial, kehilangan lapisan serabut saraf
- Tembus pandang neuroretinal rim
- Perkembangan pembuluh darah menyilang
- Asimetri cup antara kedua mata
- Atrofi peripapil

10

Gambar 2.6 Cup optik membesar sehingga hampir menutupi seluruh diskus14
e.

Pemeriksaan Lapangan Pandang


Perubahan lain yang ditemukan pada glaukoma adalah adanya penyempitan

lapangan padang. Maka, dilakukan pemeriksaan perimetri. Kerusakan serabut


saraf oleh proses glaukoma akan menunjukkan bentuk atau gambaran yang khas
pada pemeriksaan perimetri. Antaranya adalah:
- Generalized Depression
- Parasentral skotoma
- Arcuata atau Bjerrum skotoma
- Nasal step
- Defek altitudinal
- Temporal wedge
f.

Pemeriksaan Histologis
Pemeriksaan pada pasien dengan glaukoma fakolitik menunjukkan adanya

peningkatan TIO yang berat, edema kornea, injeksi siliaris, sudut terbuka, dan
heavy cell dan flare. Sel tampak lebih besar dibandingkan dengan sel darah putih
dan agak iridescent. Sel dapat terpresipitasi pada endotel kornea, tetapi tidak
dijumpai keratic precipitates atau hipopion sejati yang dijumpai.4,15

11

Gambar 2.7 Makrofag yang mengandung protein lensa pada endotel kornea yang
menyerupai keratic precipitates4
Analisis ultrastruktural aqueous humor dan spesimen trabekulektomi pada
glaukoma fakolitik menunjukkan makrofag yang kaya dengan melanin, eritrosit,
ghost RBCs, makrofag menunjukkan eritrofagositosis, dan debris sel bebas selain
dari makrofag yang kaya dengan material lensa yang secara tradisional terkait
dengan kondisi ini. Flare dapat menjadi sangat banyak sehingga aqueous humor
tampak berwarna kuning. Temuan pemeriksaan fisik yang penting yaitu tampilan
partikel putih pada permukaan anterior lensa dan di aqueous partikel ini dianggap
sebagai agregrat seluler atau kumpulan protein lensa tak terlarut. Ketajaman visual
berkurang pada kondisi ini, kadang-kadang dengan tingkat persepsi cahaya yang
tidak akurat. Lensa memiliki katarak matur, hipermatur, atau bahkan katarak
Morgagni. Pada keadaan yang jarang penyakit ini disebabkan oleh katarak imatur
dengan zona likuefaksi korteks.15

12

Gambar 2.8 Glaukoma fakolitik dengan makrofag dan material lensa yang
menyumbat anyaman trabekular.16
Diagnosis glaukoma fakolitik biasanya dibuat berdasarkan tampilan klinis.
Jika diagnosis meragukan, parasentesis ruang anterior sebaiknya dilakukan untuk
mendeteksi makrofag yang menelan material lensa. Aqueous humor diperiksa
dengan phase-contrast microscopy atau filtrasi dan pewarnaan Milipore.15
2.3.7 Diagnosis Banding11
a.

Glaukoma primer akut sudut tertutup : didapati lensa jernih, bilik mata
depan tertutup.

b.

Glaukoma partikel lensa

c.

Glaukoma neovaskular : dijumpai neovaskularisasi pada iris.

d.

Glaukoma fakomorfik : dijumpai katarak imatur atau matur dengan sudut


bilik mata depan tertutup.

e.

Glaukoma uveitik : ditemukan sinekia posterior total, iris bombans, sudut


tertutup atau dapat juga berupa miosis dengan sudut terbuka.

2.3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pada glaukoma fakolitik pada prinsipnya adalah menurunkan
tekanan intraokuler dengan cepat, dengan menggunakan agen penurun TIO baik
sediaan sistemik maupun topikal. Steroid topikal selain untuk mengurangi proses
inflamasi, dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan dapat menurunkan
tekanan intraokuler. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat-obat

13

siklopegik. Terapi kausatif pada glaukoma fakolitik adalah menurunkan TIO


dengan cara menghilangkan penyebabnya yaitu katarak.1,2,10
Katarak dapat dihilangkan dengan tindakan bedah berupa extracapsular
cataract extraction (ECCE) serta dilakukan pemasangan lensa tanam untuk
mendapatkan visus yang lebih baik. Bila glaukoma fakolitik terjadi akibat
dislokasi lensa ke dalam rongga vitreous, maka tindakan bedah yang dilakukan
adalah pars plana vitrectomy dengan pemindahan lensa dari dalam rongga
vitreous.1,2,10
Tindakan ekstraksi katarak untuk glaukoma fakolitik11,17
a.

Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) / Intracapsular cataract extraction


(ICCE)

b.

Ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK) / Extracapsular cataract


extraction (ECCE)

c.

Small Incision Cataract Surgery (SICS)

d.

Fakoemulsifikasi
Apapun teknik operasi yang digunakan saat melakukan ekstraksi katarak

pada penderita glaukoma fakolitik, hal penting yang harus dilakukan adalah irigasi
yang adekuat untuk mengeluarkan semua material lensa yang berada di bilik mata
depan sehingga peningkatan tekanan intraokuler setelah operasi dapat dihindari.10
Sebelum pembedahan, TIO dan inflamasi harus dikurangi dengan terapi
medis, termasuk agen hiperosmosis, agen adrenergik topikal, carbonic anhidrase
inhibitor, obat sikloplegik, dan kortikosteroid topikal. Bila TIO sudah turun 30
mmHg, dapat dilakukan pembedahan ekstraksi katarak. Pemeriksaan mikroskopik
lensa yang diekstraksi menunjukkan karakteristik kristal kalsium oksalat.15
Karena kapsul lensa cukup rapuh, iridektomi sektoral dan -kimotripsin
dapat digunakan. Jika kapsul ruptur selama pembedahan, ruang anterior harus
diirigasi untuk mengeluarkan protein sisa. Pada pasien dengan kondisi ini, ahli
bedah menggunakan ekstraksi katarak ekstrakapsular yang memberikan hasil yang
baik.15
Karena kerapuhan zonula dan kapsul heksis kapsul anterior dapat dilakukan
dengan Vannas scissors atau beberapa peralatan lainnya yang meminimalisasi
stress zonula dan kapsul. Pengeluaran lensa dan aspirasi korteks lensa juga

14

dilakukan dengan teknik yang lebih rumit. Pada kasus-kasus yang berhasil,
penempatan lensa introkular ruang posterior dapat dilakukan dan memberikan
hasil yang baik.15
Jika glaukoma fakolitik disebabkan oleh dislokasi lensa, lensa sebaiknya
dikeluarkan dengan instrumen vitrektomi. Kadang-kadang lensa yang terdislokasi
dapat terapung di ruang anterior dengan irigasi cairan dan kemudian dikeluarkan
melalui insisi limbus.15
Pada situasi yang jarang di mana glaukoma fakolitik disebabkan oleh
katarak imatur dan mata memiliki penglihatan yang masih baik, terapi dilakukan
dengan mengontrol TIO dan inflamasi dengan obat-obatan. Jika gagal, lensa harus
dikeluarkan.15
Oleh karena glaukoma bersifat ireversibel maka tujuan utama dari
penatalaksanaan glaukoma adalah pencegahan fungsi visual dari rusak dan
melambatkan progresifitas kerusakan fungsi visual. Penatalaksanaan glaukoma
sekunder mirip dengan penatalaksanaan glaukoma primer. Pengobatan terhadap
glaukoma adalah dengan cara medikamentosa dan operasi.1,2
Antara obat obat anti glaukoma adalah:1,2,4
a.

Beta adrenergik antagonis


- Fungsi : untuk mengurangi TIO dengan mensupresi produksi aqueous
humor oleh badan siliar.
- Contoh obat : Timolol maleat atau hemihydrate (Timoptic XE, Timoptic,
Betimol). Dosis 0,25 - 0,50 %, 1-2 kali tetes sehari pada mata yang
terkena.

b.

Alpha 2 adrenergik agonis


- Fungsi : mennurunkan produksi aqueous humor
- Contoh obat : Epinefrin 0,5-2%, 1-2 kali 1 tetes sehari, Apraklonidin 0.51% 1-2 gtt TID

c.

Prostaglandin analog
- Fungsi :Menaikkan pengeluaran aqueous humor melalui uveoskelral dan
mereduksi resistensi pengeluarannya melalui badan siliar.

15

- Contoh obat : Latanoprost (Xalatan) 0.005%. Dosis dewasa: 1 tetes


(1,5mcg) pada mata yang terkena setiap menjelang waktu tidur. Frekuensi
yang lebih sering dapat menurunkan efektifitasnya.
d.

Agen hiperosmotik
- Fungsi : Membuat gradien osmotik antara cairan mata dan plasma.
Tekanan osmose plasma meningkat sehingga menarik cairan keluar dari
korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum, mengurangkan
volume aqueous humor. Tidak untuk penggunaan jangka panjang.
- Contoh obat : Gliserin 1-1,5 gr/kgBB dalam 50% larutan (dicampur cairan
sari buah dsb. dengan jumlah yang sama) dan diminum sekaligus. Bila TIO
tetap 30 mmHg atau gliserin tidak dapat dipakai (pasien sukar minum
karena sangat mual/muntah), dapat diberi Mannitol 1-2 gram/kgBB 20%
dalam infus dengan kecepatan 60 tetes/menit.

e.

Agen parasimpatomimetik termasuk kolinergik dan agen antikolesterase.


- Fungsi : Secara langsung menstimulasi reseptor kolinergik pada mata,
menurunkan resistensi pengeluaran aqueous humor. Meningkatkan aliran
keluar aquoeus humor dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui
kontraksi otot siliaris.
- Contoh obat : Pilokarpin 2-4%, 3-6 kali 1 tetes sehari, sebelum tidur.

f.

Carbonic anhydrase inhibitors


- Fungsi : Menurunkan sekresi aqueous humor dengan menginhibisi
karbonic anhidrase pada badan siliar.
- Contoh obat : Asetazolamid dengan dosis 125-250 mg sampai 3x sehari
peroral atau 500 mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg).

g.

Kortikosteroid
- Fungsi : Mengobati peradangan mata akut setelah operasi. Mengurangi
peradangan dan neovaskularisasi kornea. Menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Dalam kasus infeksi bakteri, harus digunakan secara bersamaan dengan
agen anti-infeksi, jika tandatanda dan gejala tidak membaik setelah 2 hari,
pasien dievaluasi kembali. Dosis dapat dikurangi, tetapi sarankan pasien
untuk tidak menghentikan terapi sebelum waktunya.

16

- Contoh obat : Prednisolon optalmik (Pred forte) 1% 1-2 gtt BID-QID


2.3.9 Komplikasi10
a.

Kehilangan penglihatan akibat glaukoma yang tidak terkontrol dan atau


edema kornea yang persisten.

b.

Komplikasi operasi, seperti perdarahan suprakoroidal, ruptur kapsul, trauma


kornea, prolaps vitreus.

2.3.10 Prognosis
Prognosis glaukoma fakolitik baik, dimana kebanyakan pasien dilaporkan
mengalami kemajuan visus setelah ekstraksi katarak dan implantasi lensa
intraokuler, namun demikian pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan
visus tidak mengalami kemajuan. Sebagian besar pasien dengan glaukoma
fakolitik memiliki ketajaman visual yang baik pasca operasi dengan glaukoma
remisi total.10
Jika tidak diterapi, pasien dengan glaukoma akan menderita kebutaan.
Gangguan penglihatan yang sudah terjadi tidak dapat dihilangkan. Oleh karena
itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah berusaha mempertahankan tekanan
intraokuler dalam batas normal, baik dengan penggunaan obat-obatan ataupun
tindakan pembedahan yang merupakan jalan terakhir untuk mempertahankan
bagian nervus optikus yang masih intak.1,2

17

BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh
penyumbatan trabekulum pada katarak hipermatur dengan sudut terbuka.
Penyumbatan trabekulum disebabkan oleh protein lensa yang bocor dari kapsul
lensa katarak hipermatur.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan
penunjang seperti tonometri, gonioskopi, pemeriksaaan nervus optikus dengan
menggunakan oftalmoskop dan pemeriksaan perimetri untuk lapangan pandang.
Penatalaksanaan glaukoma sekunder mirip dengan penatalaksanaan
glaukoma

primer. Pengobatan

terhadap

glaukoma

adalah

dengan

cara

medikamentosa untuk mengkontrol TIO dan operasi. Ekstraksi lensa merupakan


terapi definitif pada glaukoma fakolitik, dilakukan segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis dan terapi steroid topikal telah mengurangi
peradangan intraokular.

18

DAFTAR PUSTAKA
1.

American Academy of Opthalmology. Glaucoma, Basic and Clinical


Sciences Course, Section 10, 2011 2012.p3-5,33-42,108-110

2.

Salmon JP. 2012. Glaukoma. In: Eva PR, Whitcher JP. 2012. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta. p.212-228.

3.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,


Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional 2007 Riset Kesehatan Dasar
2007. Depkes RI. pXIV-V 117-8.

4.

Kanski JJ. Lens-related glaucoma. In: Clinical Ophthalmology. 6th ed.


2007.p.408-410.

5.

A Braganza, R Thomas, T George, A Mermoud, Management of phacolytic


glaucoma : Experience of 135 cases, Indian Journal of Ophthalmology,
vol.46.1998

6.

Remington, A. 2005. Chapter 1 Visual System. In: Clinical Anatomy of the


Visual System. USA: Elsevier Inc p1.

7.

Remington, A. 2005. Chapter 3 Uvea. In: Clinical Anatomy of the Visual


System. USA: Elsevier Inc p34-49.

8.

Khurana, A.K. 2003. Chapter 9 Glaucoma. In Comprehensive


Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi New Age International (P) Ltd.
p206-8

9.

Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 1 Anatomy.
In Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork Thieme. p7.

10.

Ilyas S, Taim H, Simarmata M, et Al. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter


Umum dan Mahaiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Sagung Seto, Jakarta : 2002

11.

Suhardjo, Asfani S. Hifema pada glaukoma fakolitik-Laporan Kasus.


Berkala Ilmu Kedokteran Vol.31, No.2, 1999

12.

Gadia R, Sihota R, Dada T, Gupta V. Current profile of secondary


glaucomas. Indian J Ophthalmol. Jul-Aug 200856(4):p.285-9.

13.

Sihota R, Kumar S, Gupta V, Dada T, Kashyap S, Insan R, et al.


Earlypredictors of traumatic glaucoma after closed globe injury: trabecular

19

pigmentation, widened angle recess, and higher baseline intraocular


pressure. Arch Ophthalmol. Jul 2008126(7):p.921-6.
14.

Eva PR.2012. Anatomi & Embriologi Mata. In: Eva PR, Whitcher 1. 2012.
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta.p.10-13.

15.

Stamper RL, et al. 2009. Becker-Shaffers Diagnosis and Therapy of the


Glaucomas. 8th ed. St Louis Mosby Elsevier: China.p.103-109.

16.

Anonymous,2008. Ocular Pathology, Phacolytic Glaucoma. Diambil dari


http://www.images.missionforvisionusa.org/anatomy/2008/02/phacolyticgla
ucoma.Html

17.

Lang GK. 2000. Glaucoma. In: Lang GK. 2000. Ophthalmology. Thieme
Stuttgart: New York.p.167, 233-250.

20

Anda mungkin juga menyukai