PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di Indonesia dan di dunia
setelah katarak. Diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak 79,6 juta orang akan
menderita glaukoma. Glaukoma disebabkan oleh gangguan pada lensa, disebut
dengan glaukoma akibat kelainan lensa atau lens-induced glaucoma. Glaukoma
akibat kelainan lensa merupakan penyebab terbesar dari glaukoma sekunder
dengan persentase 25% dari total kasus yang ada. Menurut Riskesdas (2007)
prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di Indonesia sebesar
4,6. Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6.1,2,3
Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki
karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi
penglihatan. Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu
faktor risiko utama, ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan
dalam definisi penyakit. Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi
sudut terbuka atau tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan
definisinya, glukoma primer tidak terkait dengan gangguan sistemik atau okular
diketahui yang menyebabkan meningkatnya resistensi terhadap aliran aqueous
atau penutupan sudut. Glaukoma primer biasanya mempengaruhi kedua mata.
Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait dengan gangguan mata atau sistemik yang
bertanggung jawab atas menurunnya aliran aqueous. Penyakit yang menyebabkan
glaukoma sekunder sering bersifat asimetris atau unilateral.1,2
Glaukoma fakolitik adalah keadaan akut dari glaukoma sekunder sudut
terbuka akibat kelainan lensa yaitu kebocoran dari katarak matur atau hipermatur
(jarang imatur). Glaukoma fakolitik pertama kali dikenali oleh Flocks et al pada
tahun 1955. Frekuensi terjadinya glaukoma fakolitik jarang ditemukan di negaranegara maju, hal ini karena banyaknya pusat pelayanan kesehatan mata dan
adanya kesadaran dari penderita terhadap penyakit ini. Glaukoma fakolitik lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, di mana
penanganan katarak sering terlambat sampai pada stadium hipermatur yang belum
ditangani.1,4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1
Sekresi aqueous
Anatomi
Mata adalah organ yang terdiri dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan
fibrosa terluar membentuk kornea dan sklera lapisan vaskular medial (uvea) dan
lapisan neural terdalam yaitu retina.6 Uvea terbagi atas 3 bagian yaitu iris, badan
siliari, dan koroid (mulai dari depan hingga belakang). 7 Badan siliari memanjang
dari akar iris ke ora serata. Badan siliari terbagi atas dua bagian yaitu anterior pars
plikata dan posterior pars plana.4,6 Pars plikata memiliki 70 prosesus siliari
berorientasi radial yang berproyeksi ke dalam ruang posterior. Setiap prosesus
siliari dilapisi oleh lapisan epitel yang berpigmen bersambung dengan epitel
pigmen retina dan lapisan epitel tidak berpigmen bersambung dengan neuroretina.
Setiap prosesus memiliki arteriol sentral yang berakhir dalam jaringan kapiler
yang kaya. Kapiler dari stroma dan prosesus siliari berlubang, sehingga
memungkinkan mudahnya aliran cairan dan makromolekul. Tight junction antara
sel epitel tidak berpigmen merupakan blood aqueous barrier.4
2.1.2 Fisiologi
Aqueous humor merupakan cairan jernih yang mengisi kamera okuli
anterior (0,25ml) dan kamera okuli posterior (0,06ml) bola mata. Fungsi aqueous
humor adalah untuk mempertahankan tekanan intraokular yang memadai, peran
metabolik penting (menyediakan substrat dan memindahkan metabolit dari kornea
avaskular dan lensa), mempertahankan transparansi optik, dan menggantikan
limfe yang tidak ditemukan dalam bola mata.6,8
Komposisi aqueous humor normal sebagai berikut
Air 99,9% dan solid 0,1%, yang termasuk
o Protein (kandungan koloid). Karena blood aqueous barrier, kandungan
protein dalam aqueous humor (5-16mg%) lebih sedikit dibandingkan di
plasma (6-7 gm%). Namun, pada inflamasi uvea (iridosiklitis), blood
aqueous barrier rusak dan kandungan protein aqueous meningkat (plasmoid
aqueous)
o Asam amino ditemukan sebanyak 5mg/kg air
2
terluar
trabekula
disebut
lapisan
kribriform
atau
jaringan
jukstakanalikular. Dinding luar kanal dilapisi oleh sel datar licin dan
mengandung bukaan saluran kolektor yang terhubung secara langsung atau
tidak langsung dengan vena episklera.4
4
Gambar 2.2 Anatomi aliran aqueous. (a) anyaman uveal (b) anyaman
korneosklera (c) garis Schwalbe (d) kanal Schlemm (e) saluran penghubung (f)
otot longitudinal badan siliar (g) taji sklera.4
2.2.2
Fisiologi
Aqueous mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke dalam
kamera okuli anterior. Terdapat dua jalur utama untuk keluar dari mata, yaitu4
1.
2.
lensa
katarak
dengan
kapsul
lensa
utuh.
Bukti
yang
tersedia
Gonioskopi
Suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini
penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan
menyingkirkan
penyebab
lain
yang
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intraokular. Pada glaukoma fakolitik, hasilnya normal di mana sudut bilik mata
depan terbuka.1,14
b.
Tonometri
Tonometri adalah alat untuk mengukur TIO. Tonometri yang sering
nervus optikus atau diskus optik, biasanya bulat atau oval dan mempunyai suatu
cup sentral. Jaringan di antara cup dan pinggir diskus disebut neural rim atau
neuroretinal rim. Pada orang normal, rim ini mempunyai kedalaman yang relatif
seragam dan warna yang bervariasi dari oren sampai merah muda. Ukuran cup
dapat sedikit meningkat sesuai umur. Cup-disc-ratio (CDR) saja tidak adekuat
untuk menentukan bahwa diskus optik mengalami kerusakan glaukomatous.
Penting untuk membandingkan mata yang satu dengan sebelahnya karena
biasanya dijumpai CDR yang sama pada orang normal.1,4,14
Membedakan cup normal dari cup glaukomatous adalah sulit. Perubahan
awal dari neuropati optik glaukomatous adalah sangat tipis yaitu:
- Pembesaran umum cup
- Pembesaran cup secara fokal
- Pendarahan splinter superfisial, kehilangan lapisan serabut saraf
- Tembus pandang neuroretinal rim
- Perkembangan pembuluh darah menyilang
- Asimetri cup antara kedua mata
- Atrofi peripapil
10
Gambar 2.6 Cup optik membesar sehingga hampir menutupi seluruh diskus14
e.
Pemeriksaan Histologis
Pemeriksaan pada pasien dengan glaukoma fakolitik menunjukkan adanya
peningkatan TIO yang berat, edema kornea, injeksi siliaris, sudut terbuka, dan
heavy cell dan flare. Sel tampak lebih besar dibandingkan dengan sel darah putih
dan agak iridescent. Sel dapat terpresipitasi pada endotel kornea, tetapi tidak
dijumpai keratic precipitates atau hipopion sejati yang dijumpai.4,15
11
Gambar 2.7 Makrofag yang mengandung protein lensa pada endotel kornea yang
menyerupai keratic precipitates4
Analisis ultrastruktural aqueous humor dan spesimen trabekulektomi pada
glaukoma fakolitik menunjukkan makrofag yang kaya dengan melanin, eritrosit,
ghost RBCs, makrofag menunjukkan eritrofagositosis, dan debris sel bebas selain
dari makrofag yang kaya dengan material lensa yang secara tradisional terkait
dengan kondisi ini. Flare dapat menjadi sangat banyak sehingga aqueous humor
tampak berwarna kuning. Temuan pemeriksaan fisik yang penting yaitu tampilan
partikel putih pada permukaan anterior lensa dan di aqueous partikel ini dianggap
sebagai agregrat seluler atau kumpulan protein lensa tak terlarut. Ketajaman visual
berkurang pada kondisi ini, kadang-kadang dengan tingkat persepsi cahaya yang
tidak akurat. Lensa memiliki katarak matur, hipermatur, atau bahkan katarak
Morgagni. Pada keadaan yang jarang penyakit ini disebabkan oleh katarak imatur
dengan zona likuefaksi korteks.15
12
Gambar 2.8 Glaukoma fakolitik dengan makrofag dan material lensa yang
menyumbat anyaman trabekular.16
Diagnosis glaukoma fakolitik biasanya dibuat berdasarkan tampilan klinis.
Jika diagnosis meragukan, parasentesis ruang anterior sebaiknya dilakukan untuk
mendeteksi makrofag yang menelan material lensa. Aqueous humor diperiksa
dengan phase-contrast microscopy atau filtrasi dan pewarnaan Milipore.15
2.3.7 Diagnosis Banding11
a.
Glaukoma primer akut sudut tertutup : didapati lensa jernih, bilik mata
depan tertutup.
b.
c.
d.
e.
2.3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan pada glaukoma fakolitik pada prinsipnya adalah menurunkan
tekanan intraokuler dengan cepat, dengan menggunakan agen penurun TIO baik
sediaan sistemik maupun topikal. Steroid topikal selain untuk mengurangi proses
inflamasi, dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan dapat menurunkan
tekanan intraokuler. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat-obat
13
b.
c.
d.
Fakoemulsifikasi
Apapun teknik operasi yang digunakan saat melakukan ekstraksi katarak
pada penderita glaukoma fakolitik, hal penting yang harus dilakukan adalah irigasi
yang adekuat untuk mengeluarkan semua material lensa yang berada di bilik mata
depan sehingga peningkatan tekanan intraokuler setelah operasi dapat dihindari.10
Sebelum pembedahan, TIO dan inflamasi harus dikurangi dengan terapi
medis, termasuk agen hiperosmosis, agen adrenergik topikal, carbonic anhidrase
inhibitor, obat sikloplegik, dan kortikosteroid topikal. Bila TIO sudah turun 30
mmHg, dapat dilakukan pembedahan ekstraksi katarak. Pemeriksaan mikroskopik
lensa yang diekstraksi menunjukkan karakteristik kristal kalsium oksalat.15
Karena kapsul lensa cukup rapuh, iridektomi sektoral dan -kimotripsin
dapat digunakan. Jika kapsul ruptur selama pembedahan, ruang anterior harus
diirigasi untuk mengeluarkan protein sisa. Pada pasien dengan kondisi ini, ahli
bedah menggunakan ekstraksi katarak ekstrakapsular yang memberikan hasil yang
baik.15
Karena kerapuhan zonula dan kapsul heksis kapsul anterior dapat dilakukan
dengan Vannas scissors atau beberapa peralatan lainnya yang meminimalisasi
stress zonula dan kapsul. Pengeluaran lensa dan aspirasi korteks lensa juga
14
dilakukan dengan teknik yang lebih rumit. Pada kasus-kasus yang berhasil,
penempatan lensa introkular ruang posterior dapat dilakukan dan memberikan
hasil yang baik.15
Jika glaukoma fakolitik disebabkan oleh dislokasi lensa, lensa sebaiknya
dikeluarkan dengan instrumen vitrektomi. Kadang-kadang lensa yang terdislokasi
dapat terapung di ruang anterior dengan irigasi cairan dan kemudian dikeluarkan
melalui insisi limbus.15
Pada situasi yang jarang di mana glaukoma fakolitik disebabkan oleh
katarak imatur dan mata memiliki penglihatan yang masih baik, terapi dilakukan
dengan mengontrol TIO dan inflamasi dengan obat-obatan. Jika gagal, lensa harus
dikeluarkan.15
Oleh karena glaukoma bersifat ireversibel maka tujuan utama dari
penatalaksanaan glaukoma adalah pencegahan fungsi visual dari rusak dan
melambatkan progresifitas kerusakan fungsi visual. Penatalaksanaan glaukoma
sekunder mirip dengan penatalaksanaan glaukoma primer. Pengobatan terhadap
glaukoma adalah dengan cara medikamentosa dan operasi.1,2
Antara obat obat anti glaukoma adalah:1,2,4
a.
b.
c.
Prostaglandin analog
- Fungsi :Menaikkan pengeluaran aqueous humor melalui uveoskelral dan
mereduksi resistensi pengeluarannya melalui badan siliar.
15
Agen hiperosmotik
- Fungsi : Membuat gradien osmotik antara cairan mata dan plasma.
Tekanan osmose plasma meningkat sehingga menarik cairan keluar dari
korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum, mengurangkan
volume aqueous humor. Tidak untuk penggunaan jangka panjang.
- Contoh obat : Gliserin 1-1,5 gr/kgBB dalam 50% larutan (dicampur cairan
sari buah dsb. dengan jumlah yang sama) dan diminum sekaligus. Bila TIO
tetap 30 mmHg atau gliserin tidak dapat dipakai (pasien sukar minum
karena sangat mual/muntah), dapat diberi Mannitol 1-2 gram/kgBB 20%
dalam infus dengan kecepatan 60 tetes/menit.
e.
f.
g.
Kortikosteroid
- Fungsi : Mengobati peradangan mata akut setelah operasi. Mengurangi
peradangan dan neovaskularisasi kornea. Menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler.
Dalam kasus infeksi bakteri, harus digunakan secara bersamaan dengan
agen anti-infeksi, jika tandatanda dan gejala tidak membaik setelah 2 hari,
pasien dievaluasi kembali. Dosis dapat dikurangi, tetapi sarankan pasien
untuk tidak menghentikan terapi sebelum waktunya.
16
b.
2.3.10 Prognosis
Prognosis glaukoma fakolitik baik, dimana kebanyakan pasien dilaporkan
mengalami kemajuan visus setelah ekstraksi katarak dan implantasi lensa
intraokuler, namun demikian pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan
visus tidak mengalami kemajuan. Sebagian besar pasien dengan glaukoma
fakolitik memiliki ketajaman visual yang baik pasca operasi dengan glaukoma
remisi total.10
Jika tidak diterapi, pasien dengan glaukoma akan menderita kebutaan.
Gangguan penglihatan yang sudah terjadi tidak dapat dihilangkan. Oleh karena
itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah berusaha mempertahankan tekanan
intraokuler dalam batas normal, baik dengan penggunaan obat-obatan ataupun
tindakan pembedahan yang merupakan jalan terakhir untuk mempertahankan
bagian nervus optikus yang masih intak.1,2
17
BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh
penyumbatan trabekulum pada katarak hipermatur dengan sudut terbuka.
Penyumbatan trabekulum disebabkan oleh protein lensa yang bocor dari kapsul
lensa katarak hipermatur.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan
penunjang seperti tonometri, gonioskopi, pemeriksaaan nervus optikus dengan
menggunakan oftalmoskop dan pemeriksaan perimetri untuk lapangan pandang.
Penatalaksanaan glaukoma sekunder mirip dengan penatalaksanaan
glaukoma
primer. Pengobatan
terhadap
glaukoma
adalah
dengan
cara
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Salmon JP. 2012. Glaukoma. In: Eva PR, Whitcher JP. 2012. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta. p.212-228.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 1 Anatomy.
In Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork Thieme. p7.
10.
11.
12.
13.
19
Eva PR.2012. Anatomi & Embriologi Mata. In: Eva PR, Whitcher 1. 2012.
Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta.p.10-13.
15.
16.
17.
Lang GK. 2000. Glaucoma. In: Lang GK. 2000. Ophthalmology. Thieme
Stuttgart: New York.p.167, 233-250.
20