Anda di halaman 1dari 39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian ini direncanakan selama lima bulan yang dimulai dari April
sampai dengan Agustus 2011. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah di
Laboratorium Teknologi Mekanik dan Ilmu Logam pada Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Khusus untuk uji komposisi dilakukan di
Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia,
untuk uji kekasaran dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center kopertis
wilayah 1 NAD Sumut, Jl. Perata No.1 Medan Estid dan untuk pengecoran
Aluminium dilakukan di CV. Sinar Timur Jl. Madiosantoso 3C, Medan (Sumut).
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan penelitian
1. Aluminium Sekrap
Dalam proses peleburan ini, digunakan bahan Aluminium sekrap berbahan
dasar dari kaleng bekas minuman berbahan Aluminium. Kaleng bekas tersebut didapat
dari pengumpul kaleng di toko penadah bahan bekas. Bagian yang diambil adalah
tutup kaleng tersebut, oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan antara badan dan
tutup kaleng. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan gunting logam atau
mesin gerinda potong. Kaleng bekas minuman dan Aluminium sekrap dapat dilihat
pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Aluminium sekrap (Tutup Kaleng)

Universitas Sumatera Utara

2. Silikon
Silikon merupakan salah satu dari beberapa unsur yang dapat dicampur
dengan Aluminium. , mencampurkan silikon kedalam Aluminium bisa memperbaiki
sifat Aluminium tersebut dan mendapatkan sifat yang kita inginkan. Sebelum
dilakukan peleburan terlebih dahulu silikon padat atau bongkahan di haluskan sampai
pada besar butir yang diinginkan. Besar butiran silikon berpengaruh terhadap sifat
campuran, semakin kecil besar butiran maka campuran akan semakin baik. Gambar
3.2 memperlihatkan silikon dan serbuk silikon.

Gambar 3.2 Silikon dan Serbuk Silikon

3. Cover Fluks
Setelah seluruh material aluminium melebur seluruhnya, kemudian
menaburkan cover flux ke atas permukaan aluminium cair dengan tujuan untuk
mengikat kotoran-kotoran berupa oksida-oksida dan impurities lainnya yang terdapat
di dalam aluminium cair. Kotoran yang telah berikatan dengan fluxing agent dibuang
dengan cara drossing di permukaan aluminium dengan menggunakan sendok plat besi
yang telah di-coating dan selanjutnya dibuang. Cover fluks dapat dilihat pada gambar

3.3.

Gambar 3.3 Cover Fluks

Universitas Sumatera Utara

4. Kayu
Banyak sekali bahan bakar yang digunakan dalam proses peleburan di dapur
krusibel, baik itu batubara, briket, kerosin, kayu maupun arang kayu. Kayu merupakan
bahan bakar pengganti kerosin. Selain harga yang lebih murah, kayu juga dapat
menghasilkan panas yang baik untuk peleburan. Bahan bakar (kayu) dapat dilihat pada
gambar 3.4.

Gambar 3.4 Bahan bakar (kayu)

3.2.2 Alat Penelitian

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Dapur Peleburan atau Dapur Krusibel
Dapur ini terbuat dari batu bata tahan api dan semen tahan api. Besar dan
volume dari dapur peleburan sangat bervariasi, tergantung pada jumlah bahan yang
akan dilebur. Dapur peleburan tersebut diperlihatkan pada gambar 3.5 di bawah ini.

Gambar 3.5 Dapur Peleburan/Krusibel

Universitas Sumatera Utara

2. Alat Uji Keausan


Alat uji keausan yang digunakan adalah alat uji keausan dengan standar
ASTM G99-04. Alat ini digunakan untuk mengetahui keausan dari suatu material.
Dalam penelitian ini materialnya adalah Al dan Al-Si. Sebelum dilakukan pengujian
keausan, spesimen harus dibentuk sesuai dengan standar ASTM G99-04. Alat uji
keausan dengan standar ASTM G99-04 dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Alat Uji keausan Standar ASTM G99-04 tipe pin on disk
3. Alat Uji Kekerasan (Brinnel Hardness tester)
Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan (hardness tester) dari material
Aluminium - Silikon hasil pengecoran yang telah melewati proses permesinan. Alat
uji Equotip 3 yang terdapat di Laboratorium Ilmu Logam USU dapat dilihat pada
gambar 3.7.

Gambar 3.7 Equotip 3 Hardness Tester

Universitas Sumatera Utara

4. Thermokopel tipe-K
Alat ini digunakan sebagai pengukur suhu aluminium cair. Kabel dari alat
ini hanya dapat digunakan satu kali dan maksimal dua kali penggunaan. Dengan
spesifikasi:
1. Dimensi : 165 x 76 x 43 mm
2. Berat : 403 gr
3. Single type K thermocouple with direct or differential measurement to 0,10.
4. Up to 14000 C.
Alat pengukur suhu yang digunakan pada peleburan Aluminium ini adalah
Termokopel type-K dapat dilihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Termokopel Type-K


5. Krusibel (Crucible)
Peralatan ini dugunakan untuk melebur Aluminium, dibuat dari besi cor,
dirancang sedemikian rupa agar efektif. Diberi kuping agar bisa diangkat dan dituang
langsung tanpa menggunakan ladel. Akan lebih efisien jika diberikan penutup pada
bagian atasnya utuk mengurangi kalor yang terbuang pada krusibel. Dimensi dari

crucible ini juga bergantung pada volume cairan yang diinginkan. Gambar 3.9
memperlihatkan krusible dan penutupnya.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.9 Crucible dan Penutupnya


6. Ladel
Ladel merupakan alat penuang dalam peleburan. Aluminium cair yang
memiliki suhu tinggi diambil dari dalam crucible dan dituangkan ke dalam cetakan.
Ukuran dari alat ini disesuaikan dengan volume cetakan dan penggunanya. Ladel
peleburan dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Ladel Peleburan

7. Mesin polish (Polishing Machine)


Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus
bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan
sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar
rata. Mesin Polishing yang digunakan adalah seperti gambar 3.11.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.11 Polishing Machine


8. Mikroskop Optik
Mikroskop optik digunakan untuk mengamati struktur mikro dari
Aluminium Silikon dengan pembesaran diatas seratus kali. Pengujian ini
menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision
No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Mikroskop optic dapat dilihat pada gambar 3.12 di
bawah ini.

Gambar 3.12 Mikroskop Optik


9.

Alat Uji Kekasaran


Alat ini digunakan untuk mengetahui kekasaran permukaan dari material

Aluminium - Silikon hasil pengecoran yang telah melewati proses permesinan. Alat
yang digunakan pada pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Alat ini bekerja
dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan material. Alat uji
kekasaran dapat dilihat pada gambar 3.13.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.13 Alat Uji Kekasaran


10. OES (Optical Emission Spectrometer)
Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui komposisi dari suatu material.
Pengujian ini dilakukan di Departemen Metalurgi dan Material FT UI dengan
menggunakan alat OES (Optical Emission Spectrometer). Dimana, sebelum pengujian
alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu. OES tersebut dapat dilihat pada gambar 3.14.

Gambar 3.14 OES (Optical Emission Spectrometer)

(Sumber: Laboratorium di Departemen Metalurgi dan Material FT UI)

Universitas Sumatera Utara

11. Ayakan Silikon (mesh)


Ayakan ini digunakan untuk menyeragamkan ukuran silikon yang
diinginkan. Besar butiran silikon berpengaruh terhadap sifat campuran, semakin kecil
besar butiran maka campuran akan semakin baik. Aayakan Silikon yang digunakan
dapat dilihat pada gambar 3.15.

Gambar 3.15. Ayakan Silikon (mesh)


12. Timbangan
Digunakan untuk mengukur berat Aluminium, cover fluks dan silikon yang
akan digunakan dalam proses peleburan. Timbangan tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.16 di bawah ini.

Gambar 3.16 Timbangan


13. Blower dan Air Sprayer
Panas pada tungku dijaga dengan terus menyuplai udara pada bagian bawah
tungku, untuk itu digunakan blower dan air sprayer. Kedua alat ini digunakan untuk
menjaga panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran kayu. Tanpa alat ini, maka
panas yang dihasilkan dari kayu akan turun kebawah dan panas yang dihasilkan tidak
optimal. Gambar 3.17 memperlihatkan gambar blower dan air sprayer.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.17 Blower dan Air Sprayer


14. Cetakan Logam (Metal Mold)
Pada umumnya cetakan ini dibuat dari bahan baja atau besi tuang. Logam
yang biasa dicor dengan cetakan ini antara lain aluminium, magnesium dan paduan
tembaga. Keuntungan cetakan ini yaitu dapat dipakai berkali-kali dibandingkan
cetakan pasir. Cetakan logam tersebut dapat dilihat pada gambar 3.18.

Gambar 3.18 Cetakan Logam


15.

Mesin Bubut
Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk
memotong benda yang diputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan
benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian
dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar
dari benda kerja. Mesin bubut ini digunakan untuk mengurangi tebal spesimen, yang
sebelumnya tebal spesimen 10 mm menjadi 6 mm. Gambar 3.19 di bawah ini
memperlihatkan mesin bubut yang ada di peleburan Aluminium CV.Sinar Timur.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.19 Mesin Bubut


3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Proses Pengecoran Aluminium
Pengecoran Aluminium dilakukan di CV. Sinar Timur Jl. Madiosantoso 3C,
Medan (Sumut). Adapun prosedur yang dilakukan pada proses pengecoran
Aluminium adalah sebagai berikut:
1. Bahan yang akan dilebur adalah Aluminium yang berasal dari tutup kaleng.
2. Bahan penambah yaitu Silikon dihaluskan dengan menggunakan martil.
3. Setelah itu serbuk Silikon disaring menggunakan mesh teh.
4. Dapur krusibel dimasukkan kedalam tungku kemudian kayu yang sudah
disiapkan dimasukkan ke dalam dalam tungku peleburan.
5. Dapur krusibel dipanaskan lebih kurang selama sepuluh menit, Aluminium
Sekrap yang sudah ditimbang massanya dimasukkan kedalam crucible.
6. Jika suhu Aluminium mencapai 660o C yang diukur dengan menggunakan
termokopel, maka Silikon dimasukkan kedalam krusibel yang massanya 3,76%
dari massa total Aluminium sekrap ditambah dengan Silikon.
7. Setelah suhu sudah mencapai 720o C, maka dilakukan penuangan pada cetakan
logam yang sudah dipersiapkan dan begitu seterusnya pada silikon 9,12%.
8. Setelah spesimen siap dicetak, maka spesimen dilakukan proses permesinan
untuk mendapatkan dimensi yang sesuai untuk pengujian keausan dan
kekerasan.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2 Pengujian Komposisi


Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui komposisi dari suatu material.
Pengujian ini dilakukan di Departemen Metalurgi dan Material FT UI dengan
menggunakan alat OES (Optical Emission Spectrometer). Adapun prosedur yang
dilakukan pada pengujian komposisi adalah sebagai berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji komposisi.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan
variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Kemudian spesimen dipolish lagi dengan menggunakan autosol hingga terlihat
seperti cermin.
4. Kemudian dilakukan pengujian komposisi dengan menggunakan alat

spectrometer.
5. Alat ini bekerja dengan menggunakan prinsip pantulan cahaya ke spesimen uji.
6. Pantulan cahaya dari unsur akan langsung di-input kedalam komputer dan
akan dihasilkan data hasil komposisi.
3.3.3 Pengujian Kekerasan (Hardness)
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material.
Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi setelah dilakukan
penambahan Silikon terhadap material Aluminium Sekrap. Pengujian kekerasan
terhadap spesimen Aluminium Sekrap menggunakan metode Equotip 3 dan dilakukan
di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU. Adapun prosedur yang dilakukan
pada pengujian kekerasan (hardness) adalah sebagai berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji kekerasan.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir
dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Kemudian dilakukan pengujian kekerasan.
4. Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi pada Aluminium
Sekrap dan Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%.
5.

Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium coran menggunakan


metode Equotip 3.

Universitas Sumatera Utara

6. Hal yang sama dilakukan untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan
Al-Si 9,12%.
3.3.4 Pengujian Kekasaran (Roughness)
Pengujian kekasaran dilakukan untuk mengetahui apakah permukaan
spesimen sudah memenuhi standar uji keausan pada ASTM G99-04. Pengujian
kekasaran ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center kopertis
wilayah 1 NAD Sumut Jl. Perata No.1 Medan Estid. Alat yang digunakan pada
pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Adapun prosedur yang dilakukan pada
pengujian kekasaran (roughness) adalah sebagai berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji kekasaran.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan
variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Dilakukan pengujian kekasaran dengan alat Mitutoyo tipe SJ-201.
4. Alat ini bekerja dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan
spesimen.
5. Kemudian dicatat data yang terlihat pada alat uji kekasaran tersebut.
6. Hal yang sama dilakukan untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan
Al-Si 9,12%.
3.3.5 Pengujian Keausan (Wear Test)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada bahan
Aluminium Sekrap dan Al-Si. Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah alat uji
keausan dengan standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi putaran.
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Teknik Mesin USU.
Adapun prosedur yang dilakukan untuk pengujian keausan (wear test) adalah sebagai
berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji keausan.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan
variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Kemudian dilakukan pengujian keausan dengan menggunakan Alat Uji
Keausan ASTM G99-04 tipe pin on disk.
4. Spesimen diikatkan di atas disk yang berputar dengan putaran 120 rpm.

Universitas Sumatera Utara

5. Pengujian dilakukan dengan waktu yang konstan, yaitu 30 detik.


6. Kemudian diberikan pembebanan dengan variasi beban sebesar 2,5N, 5N,
7,5N, 10N, dan 12,5N
3.3.6 Pengujian Metalografi (Metallography Test)
Pengujian metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur yang ada
dipermukaan spesimen. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical

Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz dan dilakukan


di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU. Adapun prosedur yang dilakukan
untuk pengujian metalografi (metallography test) adalah sebagai berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji komposisi.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan
variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Kemudian spesimen dipolish lagi dengan menggunakan autosol hingga terlihat
seperti cermin.
4. Spesimen kemudian dioleskan etsa.
5. Dilihat lebar jejak keausan dan mikrostruktur yang ada dipermukaan spesimen.
6. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type
Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz.

Universitas Sumatera Utara

3.4 Diagram Alir Penelitian


Berikut ini merupakan diagram alir penelitian seperti pada gambar 3.20..
Mulai

Aluminium Sekrap

P
Peleburan

TIDAK
1. Dimensi tidak
sesuai

Aluminium
Raw Sekrap
Raw

Al+Si
Raw+Si

2. Penyusutan
berlebihan

Spesimen

YA

Permesinan

Pengujian

Komposisi

Kekerasan

Kekasaran

Keausan

Metalografi

Analisa Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.20 Diagram Alir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Komposisi


Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah Optical Emission

Spectrometer. Alat ini bekerja dengan menggunakan prinsip pantulan cahaya ke


spesimen uji. Pantulan cahaya dari unsur akan langsung di-input kedalam komputer
dan akan dihasilkan data hasil komposisi seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 komposisi material Aluminium bekas kemasan minuman
Aluminium Sekrap

Al + Si (3,76%)

Al + Si (9,12%)

Unsur

Unsur

Unsur

Si

0.053

Si

3.76

Si

9.12

Fe

0.405

Fe

1.52

Fe

2.19

Cu

0.154

Cu

0.184

Cu

0.169

Mn

0.38

Mn

0.362

Mn

0.377

Mg

2.421

Mg

1.83

Mg

1.87

Zn

0.251

Zn

0.204

Zn

0.297

`Ti

0.015

Ti

0.016

Ti

0.014

Cr

0.005

Cr

0.019

Cr

0.046

Ni

0.005

Ni

0.026

Ni

0.005

Pb

0.002

Pb

0.01

Pb

0.002

Sn

0.01

Sn

0.029

Sn

0.01

Al

96.314

Al

92.04

Al

85.9

Sumber: Hasil Uji di Laboratorium Uji Dep.Teknik Metalurgi & Material UI


Hasil pengujian spectrometer pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa
Aluminium kemasan minuman ini memiliki kandungan Aluminium 96,314% pada
bagian tutupnya dan unsur alloy penambah utama yang terdapat pada paduan ini
merupakan Mg (Magnesium). Berikut adalah diagram phasa Al-Mg dapat dilihat pada
gambar 4.1 dan 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.1 Diagram Phasa Al-Mg (www.aluminiumlearning.com)

Gambar 4.2 Diagram Phasa Al-Mg Sebenarnya (http://tptc.iit.edu)


Pada gambar 4.1 dan 4.2 memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi
2.421% Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan Aluminium.
Penambahan Mg pada Aluminium untuk phasa biner akan menghasilkan berbagai
phasa seperti Al (0-14,9%Mg),

Al2Mg2 (35,0 35,5%Mg), Al12Mg17 (35,6-

59,8%Mg), Mg (87,3-100%Mg). Unsur Mg pada paduan Aluminium alloy type 6063


dapat memperbaiki sifat mekanis hingga kisaran 0.451-0.651% (Omotoyinbo,2010).
Keberadaan magnesium hingga 14,9% dapat menurunkan titik lebur logam
paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak

Universitas Sumatera Utara

menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah


karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga
menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat
rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut.
(http://www.scribd.com/doc/25300537/Makalah-Aluminium). Diagram phasa Al-Si
dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4.

Gambar 4.3 Diagram Phasa Al-Si (http://www.mrl.ucsb.edu)

Gambar 4.4 Diagram Phasa Al-Si Sebenarnya (http://www.crct.polymtl.ca)

Universitas Sumatera Utara

Dari gambar 4.3 dan 4.4 bahwa penambahan Silikon pada paduan Aluminium
akan menurunkan koefesien ekpansi thermal, meningkatkan ketahanan korosi dan

wear resistance, dan memperbaiki hasil coran dan proses pemesinan dari alloy ini.
Pada saat Al-Si mengalami pembekuan, primary Aluminium terbentuk dan tumbuh di
dalam dendrit. Pada temperatur kamar, alloy hypoeutektic terdiri dari phasa primary
Alumuminium yang halus dan ulet. Keras dan rapuh pada phasa eutektic Silikon,

hypereutektic alloy biasanya tidak halus, partikel primary Silikon sebagai suatu phasa
eutektik Silikon (Ye, 2002).
Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa kadar Silikon mempengaruhi titik cair
dari Aluminium coran. Aluminium murni mencair pada suhu 6600C dan akan
menurun dengan penambahan silikon hingga 12.6%. setelah melewati kadar 12.6%
maka titik cair Aluminium akan terus meningkat hingga 14140C pada 99.8% Silikon.
Unsur Fe dalam coran Aluminium biasanya sebagai impurity dan peningkatan
kadar Fe didalam paduan Aluminium cenderung meningkatkan titik cair paduan
tersebut. Besi (Fe) dan masuk kedalam cairan Aluminium selama proses peleburan
melalui dua mekanisme dasar, yaitu :
1. Cairan Aluminium mampu untuk memisahkan besi dari perkakas yang terbuat
dari baja dan peralatan dapur peleburan, dalam waktu yang lama dimana
persen Fe yang dapat dicapai sekitar 2% pada peleburan normal 700oC. Pada
saat temperatur peleburan mencapai 800oC maka kandungan Fe bisa mencapai
2.75%.
2. Besi dapat juga masuk kedalam cairan Aluminium melalui kotoran yang
terdapat pada saat penambahan elemen lain seperti Si, atau melalui
penambahan Aluminium sekrap yang mengandung besi.
Hal ini yang menyebabkan kandungan besi dalam Aluminium alloy mengalami
peningkatan pada saat dilakukan peleburan ulang, dan penggunaan high pressure die

casting (HPDC) dapat digunakan untuk mengontrol kandung besi hanya sampai 1,5%
didalam alloy Aluminium (Taylor J.,A).
Penambahan Si pada paduan Aluminium akan menurunkan titik cair
Aluminium hal ini terjadi hingga persentase Si mencapai 12.6%, jika kandungan Si
melebihi 12.75% maka titik cair paduan Aluminium akan mengalami kenaikan.
Diagram phasa biner Aluminium Silikon memperlihatkan bahwa titik eutektik terletak
pada 12.56% Si dimana cairan akan bertransformasi menjadi dua phasa baru yaitu +

Universitas Sumatera Utara

dengan titik cair 577oC. Dari diagram phasa biner Al-Si memperlihatkan phasa yang
terbentuk terdiri dari, , dan Liquid. Untuk diagram phasa Al-Fe dapat dilihat pada
gambar 4.5 dan 4.6.

Gambar 4.5 Diagram phasa Al-Fe (www.nims.go.jp)

Gambar 4.6 Diagram Al-Fe sebenarnya (www.nims.go.jp)


Dari gambar 4.5 dan 4.6 terlihat bahwa kandungan dari Fe melebihi 2.75%
pada Aluminium coran. Phasa yang terbentuk adalah FCC (Face Centre Cubic). Dari
hasil uji komposisi didapatkan hasil Fe sebesar 2,20% maka fasanya masih sama yaitu

Universitas Sumatera Utara

FCC. Titk lebur Aluminium akan mengalami peningkatan seiring dengan


bertambahnya kandungan Fe didalamnya. Untuk diagram phasa Al-Fe-Si dapat dilihat
pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Diagram phasa Al-Fe-Si (Taylor,J.A)


Besi merupakan elemen pengotor dalam paduan Aluminium coran yang
bersifat merusak jika kadarnya berlebih. Kehadiran elemen ini dalam paduan
Aluminium umumnya dihasilkan dari penggunaan peralatan baja dan penambahan
material sekrap saat proses pengecoran. Pada kondisi kesetimbangan, kelarutan
padatan besi dalam larutan padat Aluminium sangat rendah (~0.052% pada 6600C)
sehingga besi akan dapat bereaksi dengan Al dan Si membentuk senyawa intermetalik
yang stabil secara termodinamik yaitu Al8Fe2Si (dikenal dengan fasa-) dan Al5FeSi
(dikenal dengan fasa-). Dalam mikrostruktur pada gambar 4.7, fasa Al8Fe2Si
umumnya tampak seperti chinese script (karakter Cina) dan fasa ini tidak terlalu
memberikan pengaruh buruk terhadap sifat mekanis komponen karena bentuknya
lebih kompak dan lebih tersebar dengan matriks Aluminium sehingga menghasilkan
kohesi (perpaduan) yang lebih baik.
Hal lain yang menyebabkan terjadinya penurunan ketangguhan (toughness)
dah kekerasan (hardness) adalah porositas. Porositas yang muncul dapat dibedakan
atas ukuran dan penyebabnya. Porositas berdasarkan ukuran dapat digolongkan atas
dua jenis yaitu porositas mikro dan makro. Porositas berdasarkan penyebabnya dapat
digolong atas dua jenis yaitu porositas penyusutan dengan bentuk tidak teratur dan
porositas gas berbentuk lingkaran. Porositas penyusutan disebabkan

oleh

ketidakmampuan /kekurangan Silikon eutektik untuk menetralkan penyusutan dan

Universitas Sumatera Utara

kontraksi panas (deformasi) selama proses pembekuan. Selama pembekuan terjadi


proses feeding dimana Silikon eutektik yang terbentuk akan melingkungi butir dendrit
dan bersirkulasi ke semua sistem struktur. Bagian dari struktur yang tidak terisi atau
dialiri silikon eutektik akan muncul sebagai porositas penyusutan. Kekosongan ini
disebabkan oleh dua hal yaitu:
1. Silikon eutektik yang terbentuk sedikit (sehingga tidak mampu mengisi
semua rongga yang ada)
2. Sulitnya logam cair mengalir dalam struktur dendritik pada rongga cetakan
yang kecil.
3. Proses pembekuan logam cair yang terjadi dalam waktu yang bersamaan,
sehingga proses feeding saat proses pembekuan tidak terjadi. Opsi ini
memungkinkan untuk terjadinya porositas penyusutan yang akan menjadi
inisial retak.
4.2. Hasil Uji Kekerasan (Hardness Test)
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material.
Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi setelah dilakukan
penambahan silikon terhadap material Aluminium bekas sisa kemasan minuman
kaleng. Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium Sekrap dan Al-Si
menggunakan metode Equotip. Hasil uji kekerasan diperlihatkan pada tabel 4.2.
Tabel. 4.2 Hasil uji kekerasan Equotip pada spesimen Aluminium Sekrap

Aluminium
Sekrap
(BHN)
68

Al-Si
(3,76%)
(BHN)
72

Al-Si
(9,12%)
(BHN)
80

66

69

74

64

66

79

4
5
Rata-rata

67
70
67

70
73
70

75
82
78

No

Dari tabel 4.2 menunjukkan hasil uji kekerasan pada bahan Aluminium
Sekrap dan Al-Si, kemudian diambil nilai BHN rata-ratanya. Grafik kekerasan
terhadap bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si berdasarkan nilai rata-rata pada tabel
4.2 dapat dilihat pada gambar 4.8.

Universitas Sumatera Utara

Grafik kekerasan Aluminium Sekrap terhadap penambahan unsur Silikon


dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Grafik Kekerasan Vs % Si pada bahan Aluminium Sekrap


Dari gambar 4.8 memperlihatkan kenaikan nilai kekerasan pada tiap-tiap
penambahan Si, penambahan silikon meningkatkan kekerasan dari Aluminium coran
tetapi tidak secara signifikan. Hal ini terlihat dari peningkatan kekerasan pada grafik
dan Penambahan silikon yang relatif tinggi akan meningkatkan ketahanan aus dari

alloy Al-Si juga kekerasan dari alloy tersebut (Ye,2002). Tetapi kekerasan dapat
meningkat juga dikarenakan oleh bertambahnya unsur Fe di dalam coran Aluminium
sebagaimana diperlihatkan dari hasil uji komposisi untuk 9,12% Si terdapat 2,19% Fe
yang tentunya sangat tinggi untuk ukuran paduan Aluminium.
Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan melihat keadaan fisiknya.
Terdapat tiga jenis fase, yaitufase gas, cair dan padat. Bagian material dengan
komposisi kimia yang berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur lattice
juga membedakan satu fase dengan fase lainnya. Sebagai contoh pada logam yang
memiliki sifat allotropi, setiap bentuk allotropinya merupakan fase tersendiri,
walaupun komposisi kimia dan keadaan fisiknya sama.
Pada paduan dalam keadaan padat ada 3 kemungkinan macam fase, yaitu:
1. Logam murni
Pada kondisi equilibrium, suatu logam murni akan mengalami perubahan fase
pada temperatur tertentu. Perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada

Universitas Sumatera Utara

temperatur tertentu (dinamakan titik cair) dan perubahan ini berlangsung pada
temperatur tetap hingga hingga seluruh perubahannya selesai.
2. Senyawa
Senyawa ialah gabungan dari beberapa unsur dengan perbandungan tetap.
Senyawa memiliki sifat dan struktur yang sama sekali berbeda dengan unsur - unsur
pembentuknya. Senyawa juga memiliki titik lebur ataupun titik beku tertentuyang
tetap. Ada 3 macam senyawa yang umumnya dijumpai, antara lain: Intermetallic
compound (logam-logam dengan sifat kimia berbeda mengikuti kombinasi valensi
kimia), Interstitial compound (logam-logam transisi) dan Electron compound
(memiliki perbandingan komposisi kimia mendekati perbandingan jumlah electron
valensi dengan jumlah atom tertentu).
3. Solid solution (larutan padat)
Suatu larutan terdiri dari 2 bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent (pelarut).
Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah bagian yang lebih
banyak.
4.3. Hasil Uji Kekasaran (Roughness)
Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Alat ini
bekerja dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan material. Pengujian
kekasaran dilakukan untuk mengetahui apakah permukaan spesimen sudah memenuhi
standar uji keausan pada ASTM G99-04 dengan batasan nilai kekasaran adalah < 0,8
m. Pengujian kekasaran ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center
kopertis wilayah 1 NAD Sumut. Hasil uji kekasaran diperlihatkan pada tabel 4.3.
Tabel. 4.3 Hasil uji kekasaran pada spesimen Aluminium Sekrap.

Aluminium
Sekrap
m
0.22

Al-Si
(3,76%)
m
0.34

Al-Si
(9,12%)
m
0.64

0.19

0.43

0.61

0.31

0.26

0.73

Rata-rata

0.24

0.34

0.66

No

Dari tabel 4.3 menunjukkan hasil uji kekasaran permukaan pada bahan
Aluminium Sekrap dan Al-Si, kemudian diambil nilai kekasaran rata-ratanya.

Universitas Sumatera Utara

Grafik kekasaran Aluminium coran terhadap penambahan unsur Silikon dapat


dilihat pada gambar 4.9.

Gambar 4.9 Grafik Kekasaran Vs % Si pada bahan Aluminium Sekrap


Dari gambar 4.9 memperlihatkan bahwa kekasaran permukaan spesimen
berbeda. Unsur silikon ternyata mempengaruhi kekasaran pada suatu material.
Permukaan yang paling kasar terlihat pada Aluminiun coran dengan 9,12%Si.
Permukaan kasar mempengaruhi koefisien gesek pada spesimen dibandingkan
permukaan

yang halus. Kekasaran merupakan prediksi yang baik dari kinerja

komponen mekanik. Meskipun kekasaran biasanya tidak diinginkan tetapi sangat sulit
untuk dikontrol dalam manufaktur.

4.4. Hasil Uji Keausan (Wear Test)


Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah alat uji keausan dengan
standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi pembebanan. Keausan yang
terjadi pada pengujian ini adalah Keausan Abrasif (Abrasive wear). Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si.
Berikut ini adalah gambar spesiemen sebelum dilakukan pengujian keausan,
spesiemen tersebut mempunyai ukuran yang sama dengan tebal (t1) = 6 mm dan
diameter spesimen (d) = 70 mm dan Volume awal (Va) = 22.608 mm3.

Pada

pengujian keausan ini kecepatan putaran (n) = 120 rpm dan waktu (t) = 30 s adalah
konstan, tetapi beban (W) bervariasi yaitu 2,5N, 5N, 7,5N, 10N dan 12,5N. Spesimen
sebelum dilakukan pengujian keausan dapat dilihat pada gambar 4.10.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.10 Spesimen uji bahan Aluminium sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%
sebelum dilakukan uji keausan
Spesimen setelah dilakukan pengujian keausan dengan variasi beban yang
sama dapat dilihat pada gambar 4.11.

Gambar 4.11. Spesimen uji bahan Aluminium sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%
setelah dilakukan uji keausan
Dari gambar diatas, terdapat jejak pada spesimen uji. Jejak tersebut akibat
penekanan pin yang diberi beban pada saat pengujian sehingga pin tersebut bergesek
pada permukaan spesmien. Lebar jejak tersebut dapat diukur dengan menggunakan

Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM10A,230V-50Hz.


Berikut adalah lebar jejak Aluminium coran untuk Aluminium Sekrap pada uji
keausan dapat dilihat pada gambar 4.12, kemudian di ukur lebar jejaknya.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
a= Lebar jejak (m)
Gambar 4.12. Lebar jejak bahan Aluminium Sekrap dengan varias beban 2,5N,
5N, 7,5N, 10N, 12,5N (pembesaran 50x)
Salah satu faktor yang mempengaruhi keausan adalah beban. Maka dilakukan
pengujian variasi beban terhadap keausan. Pada Aluminium Sekrap gambar 4.12.
dapat dilihat besar jejak keausan pada beban 2,5N sangat kecil, dan dengan
penambahan beban menjadi 5N, 7,5N, 10N dan 12,5N maka lebar jejak yang
dihasilkan juga semakin besar. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban
berbanding lurus terhadap keausan. Lebar jejak yang dihasilkan tidak sepenuhnya
lurus, tetapi terdapat lekukan-lekukan pada jejaknya. Hal ini dikarenakan pengikisan
abrasif pada Aluminium Sekrap tidak merata, oleh karena adanya getaran pada pin
akibat pembebanan.
Untuk kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap dapat ditunjukan pada
gambar 4.13.

Keterangan:
b= Kedalaman jejak (m)
Gambar 4.13 Kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap
(pembesaran 50x)

Universitas Sumatera Utara

Dari gambar 4.12 dan 4.13, maka lebar jejak dan kedalaman jejak bahan
Aluminium Sekrap berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap
NO
1
2
3
4
5

W
N

t
s

n
Rpm

b
m
m
m
1
713,011
23,126
2,5
30
120
709,962
2
693,496
3
723,380
1
863,217
33,257
5
30
120
2
902,694
881,464
3
878,480
1
1030,977
39,835
7,5
30
120
2
1065,183
1064,257
3
1096,610
1
1164,439
47,793
10
30
120
2
1167,001
1167,212
3
1170,197
1
1348,877
52,796
12,5
30
120
2
1357,326
1348,131
3
1338,191
Pada tabel 4.4 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.12) dan
Spesimen

kedalaman jejak (gambar 4.13) dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran


50x.
Lebar jejak bahan Al-Si 3,76%Si pada uji keausan dapat dilihat pada gambar
4.14 berikut ini, kemudian di ukur lebar jejaknya.

Universitas Sumatera Utara

Keterangan:
a= Lebar jejak (m)
Gambar 4.14 Lebar jejak bahan Al-Si 3,76%Si dengan variasi
beban 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, 12,5N
(pembesaran 50x)
Pada gambar 4.14. Al-Si 3,76% dapat dilihat besar jejak keausan yang paling
lebar adalah pada beban 12,5N. Lebar jejak yang terjadi naik secara signifikan oleh
karena adanya penambahan beban. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban
berbanding lurus terhadap keausan. Jejak yang dihasilkan juga tidak merata, hal itu
dikarenakan oleh adanya getaran pada pin dan penambahan Silikon yang membuat
material itu semakin keras.
Kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76% dapat dilihat pada gambar 4.15.

Keterangan:
b= Kedalaman jejak (m)
Gambar 4.15 Kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76%
(pembesaran 50x)
Dari gambar 4.15, maka lebar jejak dan kedalamannya untuk Al-Si 3,76%
berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.5.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76%
NO

W
N

2,5

7,5

10

12,5
Pada

t
s

n
rpm

b
m
m
m
1
869,084
17,235
30
120
2
890,133
882,0203
3
886,844
1
1045,507
26,542
30
120
2
1050,110
1049,366
3
1052,480
1
1167,116
35,034
30
120
2
1196,054
1183,779
3
1188,169
1
1257,381
42,113
30
120
2
1256,133
1269,623
3
1295,356
1
1508,556
44,117
30
120
2
1498,689
1506,146
3
1511,192
tabel 4.5 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.14) dan
Spesimen

kedalaman jejak (gambar 4.15) dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran


50x.
Lebar jejak bahan Al-Si 9,12% pada uji keausan dapat dilihat pada gambar
4.16, kemudian di ukur lebar jejaknya.
a

Keterangan :
a= Lebar jejak (m)
Gambar 4.16 Lebar jejak bahan Al-Si 9,12% dengan dengan variasi
beban 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, 12,5N (pembesaran 50x)

Universitas Sumatera Utara

Penambahan Silikon pada Aluminium coran berpengaruh terhadap lebar jejak


keausan. Pada gambar 4.16. Aluminium coran 9,12% dapat dilihat besar jejak keausan
terus meningkat dengan adanya penambahan beban, dan jejak yang paling lebar
adalah pada beban 12,5N. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban berbanding
lurus terhadap keausan. Jejak yang dihasilkan tidak merata, hal itu dikarenakan oleh
adanya penambahan Silikon yang membuat material itu semakin keras sehingga
pengikisan abrasif pada material tidak merata.
Untuk kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12% ditunjukan oleh gambar 4.17.

Keterangan:
b= Kedalaman jejak (m)
Gambar 4.17 Kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12%
Dari gambar 4.16 dan 4.17, maka lebar jejak dan kedalamannya untuk Al-Si
9,12% berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12%
NO
1

W
N
2,5

t
s
30

n
rpm
120

30

120

7,5

30

120

4
5

10
12,5

30
30

120
120

Spesimen
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

a
m
941,451
936,189
937,636
1098,035
1082,897
1104,610
1215,151
1215,795
1210,552
1398,685
1383,565
1385,442
1591,520
1588,820
1595,398

b
m
15,172

938,425
23,246
1095,181
30,573
1213,832
35,274
1389,231
38,278
1591,912

Universitas Sumatera Utara

Pada tabel 4.6 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.16) dan
kedalaman jejak (gambar 4.17) dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran
50x.
Dari foto makro dengan pembesaran 50x pada tabel 4.4, tabel 4.5 dan tabel 4.6
dapat dilihat lebar jejak dan kedalaman jejak keausan yang terjadi pada bahan
Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%. Lebar jejak tersebut digunakan
untuk menghitung panjang lintasan keausan pada hukum Archard, sehingga
didapatkan volume keausan dari bahan tersebut. Sedangkan kedalaman jejak tersebut
digunakan untuk menghitung volume keausan berdasarkan eksperimen.
Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law)
bahwa untuk menentukan laju keausan terlebih dahulu dihitung volume keausannya.
Dari hukum Archard pada Bab II dan perhitungan secara praktek, maka laju keausan
variasi beban untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12% dapat
dilihat pada tabel 4.7, tabel 4.8 dan tabel 4.9.
Berikut ini hasil dari laju keausan dengan variasi beban pada bahan
Aluminium Sekrap dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Laju keausan dengan variasi pembebanan pada bahan Aluminium Sekrap

VT

mm3

mm3/s mm3/s

709,962

7,669

1,717

0,057

0,069

6,0

881,464

7,702

3,448

0,115

0,125

40

6,0

1064,257

7,736

5,196

0,173

0,182

120

40

6,0

1167,212

7,755

6,945

0,231

0,240

120

40

6,0

1348,131

7,789

8,720

0,290

0,308

d1

rpm

mm

2,5

30

120

30

7,5

4
5

No

40

k.
10-4
6,0

120

40

30

120

10

30

12,5

30

Dari tabel 4.7 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara
eksperimen.

Universitas Sumatera Utara

Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Aluminium Sekrap
berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat pada gambar 4.18.

Gambar 4.18 Grafik laju keausan vs beban bahan Aluminium Sekrap


Dari gambar 4.18 bahwa kenaikan laju keausan pada Aluminium Sekrap akan
terus meningkat seiring dengan penambahan beban. Kenaikan laju keausan yang
paling besar terjadi pada beban 12,5 N yaitu sebesar 0,290 mm3/s secara teori dan
secara eksperimen sebesar 0,308 mm3/s.
Berikut ini hasil dari laju keausan variasi beban bahan Al-Si 3,76% dapat
dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Laju keausan dengan variasi pembebanan pada bahan Al-Si 3,76%.
W

d1

rpm

mm

2,5

30

120

40

30

120

7,5

30

10

12,5

No

k.10-4

VT

mm3

mm3/s mm3/s

6,0

882,020

7,702

1,650

0,055

0,065

40

6,0

1049,366 7,733

3,314

0,110

0,119

120

40

6,0

1183,779 7,759

4,987

0,166

0,178

30

120

40

6,0

1269,623 7,775

6,664

0,222

0,230

30

120

40

6,0

1506,146 7,819

8,378

0,279

0,288

Dari tabel 4.8 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara
eksperimen.

Universitas Sumatera Utara

Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Al-Si 3,76%
berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 Grafik laju keausan vs beban bahan Al-Si 3,76%


Dari gambar 4.19 bahwa kenaikan laju keausan pada Al-Si 3,76% akan terus
meningkat seiring dengan penambahan beban. Kenaikan laju keausan yang paling
besar terjadi pada beban 12,5 N yaitu sebesar 0,279 mm3/s secara teori dan secara
eksperimen sebesar 0,288 mm3/s.
Berikut ini hasil dari laju keausan variasi beban bahan Al-Si 9,12% dapat
dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Laju keausan dengan variasi pembebanan pada bahan Al-Si 9,12%.
L

VT

mm3

mm3/s mm3/s

6,0

986,497

7,712

1,483

0,049

0,061

40

6,0

1161,886 7,742

2,977

0,099

0,109

120

40

6,0

1329,062 7,764

4,479

0,149

0,160

30

120

40

6,0

1477,756 7,797

5,998

0,199

0,212

30

120

40

6,0

1643,187 7,835

7,534

0,251

0,265

d1

rpm

mm

2,5

30

120

40

30

120

7,5

30

10

12,5

No

k.10-4

Dari tabel 4.9 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara
eksperimen.

Universitas Sumatera Utara

Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Al-Si 9,12%
berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat pada gambar 4.20.

Gambar 4.20 Grafik laju keausan vs beban bahan Al-Si 9,12%


Dari gambar 4.20 bahwa kenaikan laju keausan pada Al-Si 9,12% akan terus
meningkat seiring dengan penambahan beban. Kenaikan laju keausan yang paling
besar terjadi pada beban 12,5 N yaitu sebesar 0,251 mm3/s secara teori dan secara
eksperimen sebesar 0,265 mm3/s.
Pada Aluminium Sekrap laju keausannya sangat tinggi dibandingkan dengan
Al-Si 3,76%. Aluminium coran yang paling rendah laju keausannya adalah pada Al-Si
9,12%.
Hal ini disebabkan penambahan unsur Silikon mempengaruhi sifat mekanik
pada Aluminium coran yaitu meningkatkan kekerasannya, sehingga pada pengujian
keausan, Aluminium Silikon dapat menahan gesekan yang diakibatkan oleh
pembebanan.
4.5. Hasil Uji Metalografi (Metallography Test)
Pengujian metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur yang ada
dipermukaan spesimen. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical

Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Pengujian


mikrostruktur ini dilakukan untuk Aluminium Sekrap yang belum dilakukan

Universitas Sumatera Utara

penambahan Silikon dengan Aluminium Sekrap yang telah dilakukan penambahan


Silikon. Hasil foto mikro seperti diperlihatkan pada gambar 4.21.

Gambar 4.21 Foto mikro Aluminium Sekrap (pembesaran 200x)


Dari gambar 4.21 dapat dilihat bahwa terdapat cacat porositas yang dapat
dilihat dengan mata telanjang. Dilakukan pembesaran 200x dengan menggunakan
mikroskop khusus, cacat porositas ini bisa menurunkan sifat mekanis dari coran
Aluminium sekrap dan selanjutnya dapat menimbulkan keretakan. Terbentuknya
endapan phasa intermetallic dan cacat coran akan mempengaruhi kemampuan fatigue
dan ketahanan aus, cacat coran seperti porositas akan mengurangi fatigue dan
ketahanan aus alloy.
Porositas mikro ini biasanya dihasilkan oleh usaha pemisahan gas dari kondisi
dari kondisi mencair dan atau gagal membentuk interdendritik. Kelarutan Hidrogen
dalam ciran Al-Si meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Pada saat cairan
Al-Si alloy membeku, atom-atom Hidrogen akan mengendap dari cairan dan
membentuk molekul Hidrogen. Jika alloy membeku lebih cepat daripada molekul
Hidrogen maka akan terlepas dari cairan, porositas yang diakibatkan oleh gas akan
terjadi pada alloy yang padat (Ye,2002).
Terbentuknya endapan fase intermetalik dan cacat coran akan mempengaruhi
kemampuan fatigue dan ketahanan aus, cacat coran seperti porositas akan mengurangi

fatigue dan ketahanan aus alloy. Berikut ini hasil foto mikro untuk Aluminium
ditambah 3,76% Silikon diperlihatkan pada gambar 4.22.

Universitas Sumatera Utara

Aluminium

Silikon

Gambar 4.22. Foto mikro bahan Al-Si 3,76% ( pembesaran 200x)


Gambar 4.22 memperlihatkan struktur mikro Alumnium setelah dilakukan
penambahan silikon sebanyak 3,76% hasilnya memperlihatkan bahwa silikon telah
berhasil ditambah ke dalam coran dalam bentuk serpihan-serpihan dan solid solution.

Alloy Al-Si biasanya bergabung bersama-sama dengan elemen lainya seperti


copper, magnesium, mangan, zink dan besi. Kelarutan dari seluruh elemen ini
biasanya meningkat dengan peningkatan temperatur. Hal ini menurun dari temperatur
tinggi ke konsentrasi yang relatif rendah selama proses pembekuan dan proses heat

treatment akan menghasilkan pembentukan fase intermetalik. Sebagai contoh


pengendapan Si, Mn, dan Fe akan membentuk fase Al12(FeMn)3Si (Ye,2002).
Berikut ini hasil foto mikro bahan Al-Si 9,12% diperlihatkan pada gambar
4.23.

Silikon

Aluminium

Gambar 4.23. Foto mikro bahan Al-Si 9,12% (pembesaran 200x)


Gambar 4.23 memperlihatkan foto mikro Aluminium Sekrap setelah
ditambahkan silikon 9,12% hasilnya memperlihatkan permukaan Aluminium

Universitas Sumatera Utara

berwarna gelap, dengan banyak bagian dari Aluminium yang berwarna hitam yang
merupakan serpihan Silikon. Aluminium alloy yang sejumlah besar Silikon akan
menghasilkan warna abu-abu yang gelap/dark grey (http://www.onesteel.com).
Pada gambar 4.23 jarak antara molekulnya lebih dekat dibandingkan gambar
4.22. Menurut Van der walls semakin dekat jarak tarik menarik antara molekul
molekul maka sifat kekerasannya yang dimiliki semakin besar, sehingga
mempengaruhi tingkat keausan pada suatu material. Penambahan Silikon pada
Aluminium meningkatkan kekerasan, semakin banyak penambahan silikon maka
semakin besar juga tingkat kekerasannya. Menurut teori, semakin tinggi tingkat
kekerasan maka semakin rendah laju keausan.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengujian kekerasan, keausan dan foto mikro maka dapat diambil
kesimpulan:
1. Dari hasil uji keausan dapat dilihat bahwa semakin besar beban maka semakin
besar laju keausannya yaitu terjadi pada variasi beban 12,5N, dan penambahan
unsur Silikon juga mempengaruhi laju keausan dari Aluminium Sekrap,
semakin banyak penambahan Silikon maka semakin rendah laju keausannya,
yaitu pada Al-Si 9,12% memlilik laju keausan yang paling rendah
2. Penambahan unsur Silikon mempengaruhi nilai kekerasan dan dari Aluminium
Sekrap, semakin banyak penambahan unsur Silikon maka semakin tinggi nilai
kekerasannya. Hal itu dikarenakan jarak antar molekul-molekulnya semakin
dekat yang dilihat menggunakan mikroskop optik. Dari uji kekerasan
(hardness) equotip dilihat hasil kekerasan yang paling tinggi adalah pada
bahan Al-Si 9,12%.
3. Dari hasil pengujian komposisi dapat dilihat bahwa kadar Silikon pada
Aluminium Sekrap adalah 0,053% dan setelah penambahan unsur Silikon
kadar Silikonnya bertambah menjadi 3,76% dan 9,12%.
5.2. Saran
Adapun sara-saran yang perlu diperhatikan pada penelitian selanjutnya adalah:
1. Sebaiknya bahan penelitian untuk uji keausan selanjutnya dengan penambahan
unsur lain, agar dapat dibandingkan dengan Al-Si.
2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya bahan yang digunakan adalah
Aluminium perdagangan agar alloy yang terdapat pada Aluminium tersebut
lebih sedikit..
3. Sebaiknya pengujian keausan dilakukan dengan menambahkan minyak
pelumas, untuk membandingkan laju keausan dengan kondisi kering.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai