Pengecoran Alumunium
Pengecoran Alumunium
METODOLOGI PENELITIAN
2. Silikon
Silikon merupakan salah satu dari beberapa unsur yang dapat dicampur
dengan Aluminium. , mencampurkan silikon kedalam Aluminium bisa memperbaiki
sifat Aluminium tersebut dan mendapatkan sifat yang kita inginkan. Sebelum
dilakukan peleburan terlebih dahulu silikon padat atau bongkahan di haluskan sampai
pada besar butir yang diinginkan. Besar butiran silikon berpengaruh terhadap sifat
campuran, semakin kecil besar butiran maka campuran akan semakin baik. Gambar
3.2 memperlihatkan silikon dan serbuk silikon.
3. Cover Fluks
Setelah seluruh material aluminium melebur seluruhnya, kemudian
menaburkan cover flux ke atas permukaan aluminium cair dengan tujuan untuk
mengikat kotoran-kotoran berupa oksida-oksida dan impurities lainnya yang terdapat
di dalam aluminium cair. Kotoran yang telah berikatan dengan fluxing agent dibuang
dengan cara drossing di permukaan aluminium dengan menggunakan sendok plat besi
yang telah di-coating dan selanjutnya dibuang. Cover fluks dapat dilihat pada gambar
3.3.
4. Kayu
Banyak sekali bahan bakar yang digunakan dalam proses peleburan di dapur
krusibel, baik itu batubara, briket, kerosin, kayu maupun arang kayu. Kayu merupakan
bahan bakar pengganti kerosin. Selain harga yang lebih murah, kayu juga dapat
menghasilkan panas yang baik untuk peleburan. Bahan bakar (kayu) dapat dilihat pada
gambar 3.4.
Gambar 3.6 Alat Uji keausan Standar ASTM G99-04 tipe pin on disk
3. Alat Uji Kekerasan (Brinnel Hardness tester)
Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan (hardness tester) dari material
Aluminium - Silikon hasil pengecoran yang telah melewati proses permesinan. Alat
uji Equotip 3 yang terdapat di Laboratorium Ilmu Logam USU dapat dilihat pada
gambar 3.7.
4. Thermokopel tipe-K
Alat ini digunakan sebagai pengukur suhu aluminium cair. Kabel dari alat
ini hanya dapat digunakan satu kali dan maksimal dua kali penggunaan. Dengan
spesifikasi:
1. Dimensi : 165 x 76 x 43 mm
2. Berat : 403 gr
3. Single type K thermocouple with direct or differential measurement to 0,10.
4. Up to 14000 C.
Alat pengukur suhu yang digunakan pada peleburan Aluminium ini adalah
Termokopel type-K dapat dilihat pada gambar 3.8.
crucible ini juga bergantung pada volume cairan yang diinginkan. Gambar 3.9
memperlihatkan krusible dan penutupnya.
Aluminium - Silikon hasil pengecoran yang telah melewati proses permesinan. Alat
yang digunakan pada pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Alat ini bekerja
dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan material. Alat uji
kekasaran dapat dilihat pada gambar 3.13.
Mesin Bubut
Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk
memotong benda yang diputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan
benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian
dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar
dari benda kerja. Mesin bubut ini digunakan untuk mengurangi tebal spesimen, yang
sebelumnya tebal spesimen 10 mm menjadi 6 mm. Gambar 3.19 di bawah ini
memperlihatkan mesin bubut yang ada di peleburan Aluminium CV.Sinar Timur.
spectrometer.
5. Alat ini bekerja dengan menggunakan prinsip pantulan cahaya ke spesimen uji.
6. Pantulan cahaya dari unsur akan langsung di-input kedalam komputer dan
akan dihasilkan data hasil komposisi.
3.3.3 Pengujian Kekerasan (Hardness)
Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material.
Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi setelah dilakukan
penambahan Silikon terhadap material Aluminium Sekrap. Pengujian kekerasan
terhadap spesimen Aluminium Sekrap menggunakan metode Equotip 3 dan dilakukan
di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU. Adapun prosedur yang dilakukan
pada pengujian kekerasan (hardness) adalah sebagai berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji kekerasan.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir
dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Kemudian dilakukan pengujian kekerasan.
4. Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi pada Aluminium
Sekrap dan Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%.
5.
6. Hal yang sama dilakukan untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan
Al-Si 9,12%.
3.3.4 Pengujian Kekasaran (Roughness)
Pengujian kekasaran dilakukan untuk mengetahui apakah permukaan
spesimen sudah memenuhi standar uji keausan pada ASTM G99-04. Pengujian
kekasaran ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center kopertis
wilayah 1 NAD Sumut Jl. Perata No.1 Medan Estid. Alat yang digunakan pada
pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Adapun prosedur yang dilakukan pada
pengujian kekasaran (roughness) adalah sebagai berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji kekasaran.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan
variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Dilakukan pengujian kekasaran dengan alat Mitutoyo tipe SJ-201.
4. Alat ini bekerja dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan
spesimen.
5. Kemudian dicatat data yang terlihat pada alat uji kekasaran tersebut.
6. Hal yang sama dilakukan untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan
Al-Si 9,12%.
3.3.5 Pengujian Keausan (Wear Test)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada bahan
Aluminium Sekrap dan Al-Si. Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah alat uji
keausan dengan standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi putaran.
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Teknik Mesin USU.
Adapun prosedur yang dilakukan untuk pengujian keausan (wear test) adalah sebagai
berikut:
1. Dipersiapkan spesimen untuk uji keausan.
2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan
variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200.
3. Kemudian dilakukan pengujian keausan dengan menggunakan Alat Uji
Keausan ASTM G99-04 tipe pin on disk.
4. Spesimen diikatkan di atas disk yang berputar dengan putaran 120 rpm.
Aluminium Sekrap
P
Peleburan
TIDAK
1. Dimensi tidak
sesuai
Aluminium
Raw Sekrap
Raw
Al+Si
Raw+Si
2. Penyusutan
berlebihan
Spesimen
YA
Permesinan
Pengujian
Komposisi
Kekerasan
Kekasaran
Keausan
Metalografi
Analisa Data
Kesimpulan
Selesai
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Al + Si (3,76%)
Al + Si (9,12%)
Unsur
Unsur
Unsur
Si
0.053
Si
3.76
Si
9.12
Fe
0.405
Fe
1.52
Fe
2.19
Cu
0.154
Cu
0.184
Cu
0.169
Mn
0.38
Mn
0.362
Mn
0.377
Mg
2.421
Mg
1.83
Mg
1.87
Zn
0.251
Zn
0.204
Zn
0.297
`Ti
0.015
Ti
0.016
Ti
0.014
Cr
0.005
Cr
0.019
Cr
0.046
Ni
0.005
Ni
0.026
Ni
0.005
Pb
0.002
Pb
0.01
Pb
0.002
Sn
0.01
Sn
0.029
Sn
0.01
Al
96.314
Al
92.04
Al
85.9
Dari gambar 4.3 dan 4.4 bahwa penambahan Silikon pada paduan Aluminium
akan menurunkan koefesien ekpansi thermal, meningkatkan ketahanan korosi dan
wear resistance, dan memperbaiki hasil coran dan proses pemesinan dari alloy ini.
Pada saat Al-Si mengalami pembekuan, primary Aluminium terbentuk dan tumbuh di
dalam dendrit. Pada temperatur kamar, alloy hypoeutektic terdiri dari phasa primary
Alumuminium yang halus dan ulet. Keras dan rapuh pada phasa eutektic Silikon,
hypereutektic alloy biasanya tidak halus, partikel primary Silikon sebagai suatu phasa
eutektik Silikon (Ye, 2002).
Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa kadar Silikon mempengaruhi titik cair
dari Aluminium coran. Aluminium murni mencair pada suhu 6600C dan akan
menurun dengan penambahan silikon hingga 12.6%. setelah melewati kadar 12.6%
maka titik cair Aluminium akan terus meningkat hingga 14140C pada 99.8% Silikon.
Unsur Fe dalam coran Aluminium biasanya sebagai impurity dan peningkatan
kadar Fe didalam paduan Aluminium cenderung meningkatkan titik cair paduan
tersebut. Besi (Fe) dan masuk kedalam cairan Aluminium selama proses peleburan
melalui dua mekanisme dasar, yaitu :
1. Cairan Aluminium mampu untuk memisahkan besi dari perkakas yang terbuat
dari baja dan peralatan dapur peleburan, dalam waktu yang lama dimana
persen Fe yang dapat dicapai sekitar 2% pada peleburan normal 700oC. Pada
saat temperatur peleburan mencapai 800oC maka kandungan Fe bisa mencapai
2.75%.
2. Besi dapat juga masuk kedalam cairan Aluminium melalui kotoran yang
terdapat pada saat penambahan elemen lain seperti Si, atau melalui
penambahan Aluminium sekrap yang mengandung besi.
Hal ini yang menyebabkan kandungan besi dalam Aluminium alloy mengalami
peningkatan pada saat dilakukan peleburan ulang, dan penggunaan high pressure die
casting (HPDC) dapat digunakan untuk mengontrol kandung besi hanya sampai 1,5%
didalam alloy Aluminium (Taylor J.,A).
Penambahan Si pada paduan Aluminium akan menurunkan titik cair
Aluminium hal ini terjadi hingga persentase Si mencapai 12.6%, jika kandungan Si
melebihi 12.75% maka titik cair paduan Aluminium akan mengalami kenaikan.
Diagram phasa biner Aluminium Silikon memperlihatkan bahwa titik eutektik terletak
pada 12.56% Si dimana cairan akan bertransformasi menjadi dua phasa baru yaitu +
dengan titik cair 577oC. Dari diagram phasa biner Al-Si memperlihatkan phasa yang
terbentuk terdiri dari, , dan Liquid. Untuk diagram phasa Al-Fe dapat dilihat pada
gambar 4.5 dan 4.6.
oleh
Aluminium
Sekrap
(BHN)
68
Al-Si
(3,76%)
(BHN)
72
Al-Si
(9,12%)
(BHN)
80
66
69
74
64
66
79
4
5
Rata-rata
67
70
67
70
73
70
75
82
78
No
Dari tabel 4.2 menunjukkan hasil uji kekerasan pada bahan Aluminium
Sekrap dan Al-Si, kemudian diambil nilai BHN rata-ratanya. Grafik kekerasan
terhadap bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si berdasarkan nilai rata-rata pada tabel
4.2 dapat dilihat pada gambar 4.8.
alloy Al-Si juga kekerasan dari alloy tersebut (Ye,2002). Tetapi kekerasan dapat
meningkat juga dikarenakan oleh bertambahnya unsur Fe di dalam coran Aluminium
sebagaimana diperlihatkan dari hasil uji komposisi untuk 9,12% Si terdapat 2,19% Fe
yang tentunya sangat tinggi untuk ukuran paduan Aluminium.
Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan melihat keadaan fisiknya.
Terdapat tiga jenis fase, yaitufase gas, cair dan padat. Bagian material dengan
komposisi kimia yang berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur lattice
juga membedakan satu fase dengan fase lainnya. Sebagai contoh pada logam yang
memiliki sifat allotropi, setiap bentuk allotropinya merupakan fase tersendiri,
walaupun komposisi kimia dan keadaan fisiknya sama.
Pada paduan dalam keadaan padat ada 3 kemungkinan macam fase, yaitu:
1. Logam murni
Pada kondisi equilibrium, suatu logam murni akan mengalami perubahan fase
pada temperatur tertentu. Perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada
temperatur tertentu (dinamakan titik cair) dan perubahan ini berlangsung pada
temperatur tetap hingga hingga seluruh perubahannya selesai.
2. Senyawa
Senyawa ialah gabungan dari beberapa unsur dengan perbandungan tetap.
Senyawa memiliki sifat dan struktur yang sama sekali berbeda dengan unsur - unsur
pembentuknya. Senyawa juga memiliki titik lebur ataupun titik beku tertentuyang
tetap. Ada 3 macam senyawa yang umumnya dijumpai, antara lain: Intermetallic
compound (logam-logam dengan sifat kimia berbeda mengikuti kombinasi valensi
kimia), Interstitial compound (logam-logam transisi) dan Electron compound
(memiliki perbandingan komposisi kimia mendekati perbandingan jumlah electron
valensi dengan jumlah atom tertentu).
3. Solid solution (larutan padat)
Suatu larutan terdiri dari 2 bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent (pelarut).
Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah bagian yang lebih
banyak.
4.3. Hasil Uji Kekasaran (Roughness)
Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Alat ini
bekerja dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan material. Pengujian
kekasaran dilakukan untuk mengetahui apakah permukaan spesimen sudah memenuhi
standar uji keausan pada ASTM G99-04 dengan batasan nilai kekasaran adalah < 0,8
m. Pengujian kekasaran ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center
kopertis wilayah 1 NAD Sumut. Hasil uji kekasaran diperlihatkan pada tabel 4.3.
Tabel. 4.3 Hasil uji kekasaran pada spesimen Aluminium Sekrap.
Aluminium
Sekrap
m
0.22
Al-Si
(3,76%)
m
0.34
Al-Si
(9,12%)
m
0.64
0.19
0.43
0.61
0.31
0.26
0.73
Rata-rata
0.24
0.34
0.66
No
Dari tabel 4.3 menunjukkan hasil uji kekasaran permukaan pada bahan
Aluminium Sekrap dan Al-Si, kemudian diambil nilai kekasaran rata-ratanya.
komponen mekanik. Meskipun kekasaran biasanya tidak diinginkan tetapi sangat sulit
untuk dikontrol dalam manufaktur.
Pada
pengujian keausan ini kecepatan putaran (n) = 120 rpm dan waktu (t) = 30 s adalah
konstan, tetapi beban (W) bervariasi yaitu 2,5N, 5N, 7,5N, 10N dan 12,5N. Spesimen
sebelum dilakukan pengujian keausan dapat dilihat pada gambar 4.10.
Gambar 4.10 Spesimen uji bahan Aluminium sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%
sebelum dilakukan uji keausan
Spesimen setelah dilakukan pengujian keausan dengan variasi beban yang
sama dapat dilihat pada gambar 4.11.
Gambar 4.11. Spesimen uji bahan Aluminium sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%
setelah dilakukan uji keausan
Dari gambar diatas, terdapat jejak pada spesimen uji. Jejak tersebut akibat
penekanan pin yang diberi beban pada saat pengujian sehingga pin tersebut bergesek
pada permukaan spesmien. Lebar jejak tersebut dapat diukur dengan menggunakan
Keterangan:
a= Lebar jejak (m)
Gambar 4.12. Lebar jejak bahan Aluminium Sekrap dengan varias beban 2,5N,
5N, 7,5N, 10N, 12,5N (pembesaran 50x)
Salah satu faktor yang mempengaruhi keausan adalah beban. Maka dilakukan
pengujian variasi beban terhadap keausan. Pada Aluminium Sekrap gambar 4.12.
dapat dilihat besar jejak keausan pada beban 2,5N sangat kecil, dan dengan
penambahan beban menjadi 5N, 7,5N, 10N dan 12,5N maka lebar jejak yang
dihasilkan juga semakin besar. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban
berbanding lurus terhadap keausan. Lebar jejak yang dihasilkan tidak sepenuhnya
lurus, tetapi terdapat lekukan-lekukan pada jejaknya. Hal ini dikarenakan pengikisan
abrasif pada Aluminium Sekrap tidak merata, oleh karena adanya getaran pada pin
akibat pembebanan.
Untuk kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap dapat ditunjukan pada
gambar 4.13.
Keterangan:
b= Kedalaman jejak (m)
Gambar 4.13 Kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap
(pembesaran 50x)
Dari gambar 4.12 dan 4.13, maka lebar jejak dan kedalaman jejak bahan
Aluminium Sekrap berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap
NO
1
2
3
4
5
W
N
t
s
n
Rpm
b
m
m
m
1
713,011
23,126
2,5
30
120
709,962
2
693,496
3
723,380
1
863,217
33,257
5
30
120
2
902,694
881,464
3
878,480
1
1030,977
39,835
7,5
30
120
2
1065,183
1064,257
3
1096,610
1
1164,439
47,793
10
30
120
2
1167,001
1167,212
3
1170,197
1
1348,877
52,796
12,5
30
120
2
1357,326
1348,131
3
1338,191
Pada tabel 4.4 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.12) dan
Spesimen
Keterangan:
a= Lebar jejak (m)
Gambar 4.14 Lebar jejak bahan Al-Si 3,76%Si dengan variasi
beban 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, 12,5N
(pembesaran 50x)
Pada gambar 4.14. Al-Si 3,76% dapat dilihat besar jejak keausan yang paling
lebar adalah pada beban 12,5N. Lebar jejak yang terjadi naik secara signifikan oleh
karena adanya penambahan beban. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban
berbanding lurus terhadap keausan. Jejak yang dihasilkan juga tidak merata, hal itu
dikarenakan oleh adanya getaran pada pin dan penambahan Silikon yang membuat
material itu semakin keras.
Kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76% dapat dilihat pada gambar 4.15.
Keterangan:
b= Kedalaman jejak (m)
Gambar 4.15 Kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76%
(pembesaran 50x)
Dari gambar 4.15, maka lebar jejak dan kedalamannya untuk Al-Si 3,76%
berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76%
NO
W
N
2,5
7,5
10
12,5
Pada
t
s
n
rpm
b
m
m
m
1
869,084
17,235
30
120
2
890,133
882,0203
3
886,844
1
1045,507
26,542
30
120
2
1050,110
1049,366
3
1052,480
1
1167,116
35,034
30
120
2
1196,054
1183,779
3
1188,169
1
1257,381
42,113
30
120
2
1256,133
1269,623
3
1295,356
1
1508,556
44,117
30
120
2
1498,689
1506,146
3
1511,192
tabel 4.5 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.14) dan
Spesimen
Keterangan :
a= Lebar jejak (m)
Gambar 4.16 Lebar jejak bahan Al-Si 9,12% dengan dengan variasi
beban 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, 12,5N (pembesaran 50x)
Keterangan:
b= Kedalaman jejak (m)
Gambar 4.17 Kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12%
Dari gambar 4.16 dan 4.17, maka lebar jejak dan kedalamannya untuk Al-Si
9,12% berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12%
NO
1
W
N
2,5
t
s
30
n
rpm
120
30
120
7,5
30
120
4
5
10
12,5
30
30
120
120
Spesimen
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
a
m
941,451
936,189
937,636
1098,035
1082,897
1104,610
1215,151
1215,795
1210,552
1398,685
1383,565
1385,442
1591,520
1588,820
1595,398
b
m
15,172
938,425
23,246
1095,181
30,573
1213,832
35,274
1389,231
38,278
1591,912
Pada tabel 4.6 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.16) dan
kedalaman jejak (gambar 4.17) dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran
50x.
Dari foto makro dengan pembesaran 50x pada tabel 4.4, tabel 4.5 dan tabel 4.6
dapat dilihat lebar jejak dan kedalaman jejak keausan yang terjadi pada bahan
Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%. Lebar jejak tersebut digunakan
untuk menghitung panjang lintasan keausan pada hukum Archard, sehingga
didapatkan volume keausan dari bahan tersebut. Sedangkan kedalaman jejak tersebut
digunakan untuk menghitung volume keausan berdasarkan eksperimen.
Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law)
bahwa untuk menentukan laju keausan terlebih dahulu dihitung volume keausannya.
Dari hukum Archard pada Bab II dan perhitungan secara praktek, maka laju keausan
variasi beban untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12% dapat
dilihat pada tabel 4.7, tabel 4.8 dan tabel 4.9.
Berikut ini hasil dari laju keausan dengan variasi beban pada bahan
Aluminium Sekrap dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Laju keausan dengan variasi pembebanan pada bahan Aluminium Sekrap
VT
mm3
mm3/s mm3/s
709,962
7,669
1,717
0,057
0,069
6,0
881,464
7,702
3,448
0,115
0,125
40
6,0
1064,257
7,736
5,196
0,173
0,182
120
40
6,0
1167,212
7,755
6,945
0,231
0,240
120
40
6,0
1348,131
7,789
8,720
0,290
0,308
d1
rpm
mm
2,5
30
120
30
7,5
4
5
No
40
k.
10-4
6,0
120
40
30
120
10
30
12,5
30
Dari tabel 4.7 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara
eksperimen.
Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Aluminium Sekrap
berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat pada gambar 4.18.
d1
rpm
mm
2,5
30
120
40
30
120
7,5
30
10
12,5
No
k.10-4
VT
mm3
mm3/s mm3/s
6,0
882,020
7,702
1,650
0,055
0,065
40
6,0
1049,366 7,733
3,314
0,110
0,119
120
40
6,0
1183,779 7,759
4,987
0,166
0,178
30
120
40
6,0
1269,623 7,775
6,664
0,222
0,230
30
120
40
6,0
1506,146 7,819
8,378
0,279
0,288
Dari tabel 4.8 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara
eksperimen.
Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Al-Si 3,76%
berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat pada gambar 4.19.
VT
mm3
mm3/s mm3/s
6,0
986,497
7,712
1,483
0,049
0,061
40
6,0
1161,886 7,742
2,977
0,099
0,109
120
40
6,0
1329,062 7,764
4,479
0,149
0,160
30
120
40
6,0
1477,756 7,797
5,998
0,199
0,212
30
120
40
6,0
1643,187 7,835
7,534
0,251
0,265
d1
rpm
mm
2,5
30
120
40
30
120
7,5
30
10
12,5
No
k.10-4
Dari tabel 4.9 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara
eksperimen.
Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Al-Si 9,12%
berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat pada gambar 4.20.
fatigue dan ketahanan aus alloy. Berikut ini hasil foto mikro untuk Aluminium
ditambah 3,76% Silikon diperlihatkan pada gambar 4.22.
Aluminium
Silikon
Silikon
Aluminium
berwarna gelap, dengan banyak bagian dari Aluminium yang berwarna hitam yang
merupakan serpihan Silikon. Aluminium alloy yang sejumlah besar Silikon akan
menghasilkan warna abu-abu yang gelap/dark grey (http://www.onesteel.com).
Pada gambar 4.23 jarak antara molekulnya lebih dekat dibandingkan gambar
4.22. Menurut Van der walls semakin dekat jarak tarik menarik antara molekul
molekul maka sifat kekerasannya yang dimiliki semakin besar, sehingga
mempengaruhi tingkat keausan pada suatu material. Penambahan Silikon pada
Aluminium meningkatkan kekerasan, semakin banyak penambahan silikon maka
semakin besar juga tingkat kekerasannya. Menurut teori, semakin tinggi tingkat
kekerasan maka semakin rendah laju keausan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengujian kekerasan, keausan dan foto mikro maka dapat diambil
kesimpulan:
1. Dari hasil uji keausan dapat dilihat bahwa semakin besar beban maka semakin
besar laju keausannya yaitu terjadi pada variasi beban 12,5N, dan penambahan
unsur Silikon juga mempengaruhi laju keausan dari Aluminium Sekrap,
semakin banyak penambahan Silikon maka semakin rendah laju keausannya,
yaitu pada Al-Si 9,12% memlilik laju keausan yang paling rendah
2. Penambahan unsur Silikon mempengaruhi nilai kekerasan dan dari Aluminium
Sekrap, semakin banyak penambahan unsur Silikon maka semakin tinggi nilai
kekerasannya. Hal itu dikarenakan jarak antar molekul-molekulnya semakin
dekat yang dilihat menggunakan mikroskop optik. Dari uji kekerasan
(hardness) equotip dilihat hasil kekerasan yang paling tinggi adalah pada
bahan Al-Si 9,12%.
3. Dari hasil pengujian komposisi dapat dilihat bahwa kadar Silikon pada
Aluminium Sekrap adalah 0,053% dan setelah penambahan unsur Silikon
kadar Silikonnya bertambah menjadi 3,76% dan 9,12%.
5.2. Saran
Adapun sara-saran yang perlu diperhatikan pada penelitian selanjutnya adalah:
1. Sebaiknya bahan penelitian untuk uji keausan selanjutnya dengan penambahan
unsur lain, agar dapat dibandingkan dengan Al-Si.
2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya bahan yang digunakan adalah
Aluminium perdagangan agar alloy yang terdapat pada Aluminium tersebut
lebih sedikit..
3. Sebaiknya pengujian keausan dilakukan dengan menambahkan minyak
pelumas, untuk membandingkan laju keausan dengan kondisi kering.