Anda di halaman 1dari 7

PROSES PEMBUATAN SABUN ANTISEPTIK

Sabun antiseptik adalah sabun yang dapat menghambat pertumbuhan dan


membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan
tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan
maupun disinfektan. Obat-obatan seperti antibiotik misalnya, membunuh
mikroorganisme secara internal, sedangkan disinfektan berfungsi sebagai zat
untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda yang tidak
bernyawa. Diantara zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah
alkohol, iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing
zat antiseptik tersebut berbeda-beda. Ada yang memiliki kekuatan yang sangat
tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh mikroorganisme.
Dengan tingginya tingkat aktivitas, kebanyakan orang menginginkan
sabun yang praktis untuk dibawa ke mana pun. Di antara berbagai macam bentuk
sabun seperti: sabun cair, sabun padat, dan sabun kertas, masyarakat lebih
memilih sabun kertas karena ringan, lebih higienis dalam penyimpanannya, dan
praktis dibawa ke mana pun. Untuk membunuh bakteri, beberapa sabun
menambahkan zat aktif, seperti triclosan, yang berfungsi sebagai antimikroba.
Namun penggunaan triclosan membawa dampak negatif bagi tubuh seperti:
mengganggu hormon untuk pertumbuhan otak dan reproduksi. Gangguan ini
dapat menyebabkan seseorang kesulitan dalam belajar dan menjadi mandul.
Selain itu, triclosan dapat menyebabkan resistensi antibiotik sehingga
menghambat kerja obat-obatan yang sebelumnya berpotensi menyelamatkan
hidup. Triclosan juga dapat memicu terciptanya superbug yaitu bakteri yang
sudah mengalami banyak sekali perubahan (mutasi sel), sehingga membuat
bakteri tersebut tidak dapat lagi dibunuh oleh apapun. Penggunaan triclosan yang
terlalu sering dan berlebihan dapat membunuh flora normal kulit yang sebenarnya
merupakan salah satu perlindungan kulit, misalnya terhadap infeksi jamur. Dilihat
dari banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh triclosan, maka perlu
dipikirkan bahan alternatif lain yang dapat menggantikan triclosan sebagai
antimikroba.

1. Pembuatan Sabun Antiseptik dari Lidah Buaya


Dalam lidah buaya terdapat senyawa aktif yaitu saponin yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh mikroorganisme. Saponin larut dalam
air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin dalam lidah buaya akan
menghasilkan busa apabila bercampur dengan air. Zat ini berfungsi sebagai
antiseptik. Saponin berfungsi sebagai pembersih dan memiliki sifat-sifat
antiseptik. Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika
direaksikan dengan air dan dikocok, maka akan terbentuk buih yang dapat
bertahan lama. Kadar saponin dalam lidah buaya sekitar 5,651% per 100 gram.
Saponin terdiri dari sebuah steroid atau triterpenoid aglycone (sapogenin) yang
terkait dengan satu atau lebih gugus oligosakarida sebagaimana disajikan pada.
Bagian karbohidrat tersebut terdiri dari pentosa, heksosa, atau asam uronic.
Adanya gugus polar (gula) dan non polar (steroid atau triterpene) membuat
saponin memiliki permukaan aktif yang kuat yang memberikan banyak manfaat.
Kandungan zat aktif yang berfungsi sebagai antiseptik ini banyak ditemukan pada
gel lidah buaya. Gel adalah bagian yang berlendir yang diperoleh dengan cara
menyayat bagian dalam daun. Gel lidah buaya bersifat sangat sensitif terhadap
udara terutama O2, CO, uap air, dan cahaya radiasi yang dapat menyebabkan
terjadinya reaksi browning.
Pembuatan ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu pengambilan gel lidah
buaya, pembuatan sabun . Mula-mula kulit lidah buaya disayat, kemudian diambil
daging dan gelnya untuk dihancurkan dengan menggunakan blender (Miyako,
Tipe BL-152 PF-AP). Setelah itu, gel lidah buaya dipisahkan dari kulit yang
terikut dengan menggunakan centrifuge (Hettich Zentrifugen, tipe EBA 21,
Germany). Gel lidah buaya disterilisasi dengan cara pemanasan sampai suhu
45oC, lalu didinginkan dan ditambahkan asam sitrat untuk stabilisasi gel lidah
buaya. Tahap kedua adalah pembuatan sabun. NaOH dengan variasi jumlah 4, 8
dan 12 gram. Variasi massa ini dibuat 2 dan 3 kali lipat dari jumlah NaOH
stoikiometri agar dapat diketahui pengaruh jumlah massa NaOH terhadap hasil
sabun. NaOH ini masing-masing dilarutkan dalam 20 mL likuid yang terdiri dari
akuades dan lidah buaya dengan perbandingan 0:20; 5:15; 10:10; 15:5; dan 20:0

kemudian dipanaskan hingga 50oC. Digunakan variasi volume lidah buaya untuk
membandingkan kualitas antara sabun tanpa lidah buaya dengan sabun dengan
jumlah lidah buaya yang semakin banyak. Setelah itu, 30 mL minyak yang telah
dimurnikan dipanaskan hingga suhu 50oC. Larutan NaOH selanjutnya
ditambahkan ke dalam minyak dan diaduk hingga proses saponifikasi
berlangsung. Proses saponifikasi dijaga pada suhu 50oC, hingga larutan
mengental. Proses saponifikasi berjalan pada suhu 50C karena lidah buaya tidak
tahan terhadap pemanasan di atas suhu 50C. Setelah larutan mengental
ditambahkan larutan NaCl 30% sebanyak 50 mL dan diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer dan kemudian didiamkan, hingga terbentuk dua
lapisan. Lapisan atas merupakan sabun dan lapisan bawah merupakan larutan
NaCl dengan NaOH dan gliserol yang terlarut di dalamnya. Kemudian sabun
dipisahkan dengan menggunakan corong Buchner. Setelah itu sebagian sabun
dituang ke dalam cetakan plastik untuk dilakukan pengujian yang meliputi
pengujian kadar alkali bebas dan uji.
Untuk mengetahui kemampuan lidah buaya sebagai antibakteri, maka
dilakukan uji bakteri antara tangan yang tidak diolesi lidah buaya dan tangan yang
diolesi lidah buaya. Uji bakteri dilakukan dengan mensterilkan cottonbud yang
akan digunakan dengan melewatkannya di atas api bunsen. Diambil bakteri yang
ada pada tangan dengan mengoleskan cotton bud pada: telapak tangan, punggung
tangan, dan di antara jari-jari. Dibuka penutup cawan petri dan cotton bud
dioleskan pada permukaan agar dengan pola zig-zag. Kemudian dimasukkan
cawan yang telah ditanami bakteri dengan inkubator dan dihitung jumlah bakteri
pada waktu 24 dan 48 jam. Hasil uji bakteri dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Bakteri Lidah Buaya

Waktu
Tangan tanpa lidah buaya
Tangan + lidah buaya

24 Jam
109
61

48 Jam
127
83

Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah bakteri pada tangan
menurun setelah diolesi dengan lidah buaya. Hal ini membuktikan bahwa lidah

buaya memiliki kemampuan antiseptik, sehingga lidah buaya dapat digunakan


sebagai pengganti triclosan dalam pembuatan sabun.
2. Pembuatan Sabun Antiseptik dari Biji Nyamplung
Biji nyamplung dapat digunakan sebagai obat kudis, hal tersebut
menunjukkan bahwa biji nyamplung memiliki aktivitas antiseptik yang dapat
digunakan untuk mencegah dan membunuh bakteri. Apabila minyak biji
nyamplung dapat digunakan sebagai sabun mandi maka disinyalir sabun tersebut
memiliki aktivitas antiseptik dan dapat digunakan sebagai sabun kesehatan.
Pembuatan sabun dari minyak biji nyamplung memiliki tahapan
diantaranya adalah isolasi minyak biji nyamplung dengan metode maserasi,
minyak hasil isolasi disintesis menjadi sabun menggunakan metode saponifikasi
dengan basa NaOH, setelah terbentuk sabun kemudian dikarakterisasi berdasarkan Standar Nasional Indonesia mengenai sabun. Karakterisasi tersebut
diantaranya pengujian kadar air, jumlah asam lemak, jumlah asam lemak bebas
dan alkali bebas, uji lemak tak tersabunkan dan lemak netral, uji mineral minyak,
dan uji aktivitas antibakteri sabun dan minyak terhadap bakteri Staphylococcus
aureus.
Peralatan yang digunakan pada pembuatan ini adalah hotplate stirer,
termometer, blender, timbangan analitik, rotary evaporator, seperangkat alat
refluks, batang pengaduk, spatula, gelas ukur, beaker gelas, pipet volume, filler,
labu ukur, cetakan sabun, kain muslin, labu erlenmeyer 250 mL, penangas air,
oven, cawan Petri, autoklaf, tabung reaksi, crock bor, mikro pipet 50 L,
spektrofotometri, shaker inkubator, inkubator dan jangka sorong.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak biji
nyamplung, Na2SO4 anhidrat, akuades, nheksana, etanol-eter (1:1), indikator
fenoftalin (pp), Kalium hidroksida (KOH), karbontetraklorida (CCl4), pereaksi
Hanus (iodin monobromida dalam asam asetat), kalium iodida (KI), akuades,
natrium tiosulfat (Na2S2O3), larutan kanji, natrium hidroksida (NaOH),
pengharum, pewarna makanan, metil jingga, asam klorida (HCl), etanol PA,
bakteri Staphylococus aureus, media Nutrient Agar (NA) padat, pepton, yeast,
agar kering, glukosa, kapas, kontrol positif (tetrasiklin), kontrol negatif (akuades).

Pembuatan sabun dimulai dengan menyiapkan cetakan atau loyang yang


sudah dilapisi dengan minyak goreng. Sebanyak 10 g minyak biji nyamplung
diaduk dan dipanaskan menggunakan magnet stirrer hingga suhu 60-70 oC,
ditambahkan 4,9 mL larutan NaOH 30% dan ditunggu hingga mengental. Larutan
hasil sabun dituang ke dalam loyang yang sudah dilapisi minyak dan ditutup
dengan kain. Simpan sabun dalam cetakan hingga sabun memadat dan kemudian
dikeluarkan dari cetakan.
Untuk mengetahui kemampuan sabun dari biji nyamplung dalam sifat
antiseptiknya maka dilakukan uji aktivitas antibakteri

Gambar 1. Gambar hasil uji aktivitas bakteri

Minyak nyamplung yang digunakan merupakan hasil pemurnian


menggunakan natrium sulfat anhidrat dan minyak biji nyamplung tidak dilarutkan
oleh pelarut sehingga dapat dianggap murni. Minyak biji nyamplung memiliki
aktivitas antibakteri yang kecil, ditunjukkan dengan rata-rata diameter zona
bening yang sangat kecil, yaitu sebesar 5,58 mm. Hasil ini menunjukkan minyak
biji minyak biji nyamplung memiliki aktivitas antibaketeri meskipun tidak begitu
besar dibandingkan dengan tetrasiklin. Asam lemak pada minyak biji nyamplung

diantaranya adalah asam stearat, asam palmitat, asam linolieat dan asam linoleat.
Asam lemak tersebut mayoritas diikat dengan gliserol dan hadir dalam bentuk
trigliserida. Secara umum aksi penghambatan pertumbuhan bakteri oleh asamasam organik erat kaitannya dengan kemampuan asam-asam organik dalam
menembus membran sel bakteri, lalu mengganggu keseimbangan asambasa,
proton dan produksi energi di dalam sel bakteri. Meskipun minyak biji nyamplung
memiliki aktivitas antibakteri, namun diameter zona bening yang terbentuk kecil,
hal ini erat kaitanya dengan ketidakmampuan trigliserida berinteraksi atau
menembus membran sel untuk mengacaukan system permeabilitas membrane sel
bakteri, karena bentuk trigliserida yang besar dan panjang.
Sabun nyamplung dilarutkan dengan akuades menghasilkan diameter
zona bening sebesar 14,734 mm. Hasil yang didapatkan lebih besar dibandingkan
dengan diameter zona bening dari minyak biji nyamplung. Hal ini dikarenakan
sabun telah berbentuk asam lemak. Bentuk ini lebih kecil dibandingkan dengan
bentuk trigliserida sehingga asam lemak lebih mudah berinteraksi dengan
membran sel. Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak (sisi nonpolar) pada sabun
dapat berinteraksi dengan membran sel bakteri, sehingga mengakibatkan sel
mengalami lisis dan bakteri tersebut pun tidak dapat betahan hidup. Perbandingan
antara efektifitas sabun dengan kontrol positif (tetrasiklin) memiliki perbedaan
aktivitas yang sangat besar. Tetrasiklin memiliki aktivitas antibakteri 100 kali
lebih besar dari sabun karena dilihat dari konsentrasi tetrasiklin yaitu 0,1 % dapat
membentuk zona bening sebesar 16,797 mm, sedangkan sabun dengan
konsentrasi 10% dan dilarutkan dengan akuades didapatkan diameter zona hambat
14,734 mm. Meskipun perbandingan antara tetrasiklin dengan sabun berbeda
tetapi sabun berbasis minyak biji nyamplung memiliki aktivitas antibakteri tanpa
adanya zat aditif lainnya.

Sabun yang memiliki aktivitas antibakteri selain

berbasis minyak biji nyamplung adalah sabun berbasis minyak inti buah ketapang.
Sabun berbasis minyak inti buah ketapang dengan konsentrasi 10 % dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus dengan diameter zona
hambat sebesar 10 mm, sedangkan diameter zona hambat minyak biji nyamplung
dengan konsentrasi 10 % sebesar 14,734 mm, kedua sabun tersebut menggunakan

pelarut akuades. Jika dibandingkan antara sabun berbasis minyak biji ketapang
dan minyak biji nyamplung dengan konsentrasi yang sama, maka sabun berbasis
minyak biji nyamplung memiliki aktivitas antibakteri lebih besar dibandingkan
dengan sabun berbasis minyak inti buah ketapang.

Anda mungkin juga menyukai