Oleh :
Awalina Lukmana Cita Resmi
Nurul Tazaroh
Dosen Pengampu :
Ira Mutiara Anjasmara S.T., M.Phil, Ph.D
Mokhamad Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D
Meiriska Yusfania, S.T., M.T
JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016
3512100051
3513100069
provinsi ini, terdapat interaksi antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Samudera
Hindia yang bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan mencapai 7 cm/tahun.
Interaksi ini menghasilkan pola penunjaman atau subduksi menyudut (oblique), yang
diperkirakan telah terbentuk sejak Zaman Kapur dan masih terus berlangsung hingga
kini. Selain subduksi, interaksi kedua lempeng ini juga menghasilkan pola struktur
utama Sumatera, yang dikenal sebagai Zona Sesar Sumatera dan Zona Sesar
Mentawai.
Wilayah barat Pulau Sumatera merupakan salah satu kawasan yang terletak
pada pinggiran lempeng aktif (active plate margin) dunia yang dicerminkan tingginya
frekuensi kejadian gempabumi di wilayah ini. Sebaran gempabumi di wilayah ini tidak
hanya bersumber dari aktivitas zona subduksi, tetapi juga dari sistem sesar aktif di
sepanjang Pulau Sumatera.
Mentawai merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang terletak dalam ring of
fire dunia. Berdasarkan tatanan tektoniknya, gempa Mentawai terjadi akibat interaksi
antara batas lempeng subduksi Indo-Australia dan subduksi lokal Sunda. Berdasarkan
solusi mekanisme lokal dan kedalamannya, gempa ini memiliki mekanisme sesar naik
dan terjadi di sepanjang plate interface (Yudhicara, 2010).
Menurut hasil penelitian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI,
Kondisi Geologi Pesisir Selatan dan sekitarnya tersusun oleh aluvium dan batuan
vulkanik berumur Kuarter serta batuan sedimen berumur Tersier. Aluvium dan batuan
vulkanik Kuarter mempunyai sifat lepas, urai, belum terkompaksi dengan baik. Batuan
sedimentasi akan memiliki shake (guncangan) yang besar pada saat terjadi gempa
namun akan kembali ke bentuk semula dengan cepat juga. Kondisi ini yang
memperkuat efek goncangan dari gempa bumi.
Mekanisme GempaBumi
Mekanisme gempabumi Mentawai 25 Oktober 2010, yang dilakukan analisa pada
gempabumi utama OT 14:42:22 UTC; 3.610 LS 99.930 BT , 7.2 SR; kedalaman 10 km
adalah Oblique dominan Thrust Fault; dengan strike 294, dip 47, rake 75.
: 3.61 LS 99.93 BT, 78 km Barat Daya Pagai Selatan, Mentawai Sumatera Barat.
C. Kedalaman
Kedalaman
: 10 km
Gempa bumi terjadi pada zona awal penunjaman (subduksi) lempeng IndoAustralia terhadap lempeng Eurasia di Samudra India yang dikenal dengan zona
megathrust. Hal ini mengindikasikan bahwa gempa yang terjadi di Kepulauan
Mentawai akibat aktifitas jalur lempeng tektonik yang ada di bawah kepulauan
tersebut. Berdasarkan bentuk morfologi dan posisinya terhadap daerah penunjaman,
maka dapat diduga bahwa daerah pantai barat Kepulauan Mentawai merupakan
daerah yang memiliki resiko kebencanaan geologi yang tinggi.
E. Waktu
Hari/ Tanggal
Pukul
: 21:42:20 WIB
Adapun kronologis kejadian gempa bumi ini sampai dengan proses disseminasi
informasinya, diuraikan dalam bentuk time line seperti terlihat pada Tabel 1 sebagai
berikut.
Tabel 1. Time Line Gempa Mentawai (Sumber: BMKG 2010)
Waktu
Interval
(WIB)
Waktu
(menit)
21:42:20
18:10:23:23
21:42:52
00:00:32
21:44:41
00:02:21
21:47:06
00:04:46
21:47:10
00:04:50
Diseminasi
21:47:27
00:05:07
21:48:18
00:05:58
21:49:00
00:06:40
21:49:00
00:06:40
21:49:00
00:06:40
21:55
00:13 00:18
22:00
21:56:00
00:13:40
22:00:00
00:17:40
22:01:00
00:18:40
22:17:40
00:35:20
22:34:04
00:51:44
22:35:00
00:52:40
F. Dampak
Gempa bumi sangat berpengaruh pada perubahan dan bentuk tanah yang
biasanya disebut deformasi. Hal ini dikarenakan semua proses yang terjadi
berasosiasi
dengan
pergerakan
lempeng-lempeng
dunia.
Deformasi
sangat
berhubungan erat dengan gempa bumi yakni akibat cosesismic dan postseismic. Gempa
bumi biasanya akan menyebabkan kerak bumi disekitarnya terdeformasi baik dalam
arah vertikal dan hirosontal.
Dalam studi kasus gempa di Kepulauan Mentawai ini, berdasarkan data BNPB
sampai dengan tanggal 11 November 2010, jumlah korban 448 orang meninggal, 56
orang hilang, 173 orang luka berat, 325 orang luka ringan, 325 rumah rusak berat dan
204 rumah rusak ringan. Korban dan kerusakan pada bangunan disebabkan oleh
tsunami, bukan akibat dari goncangan gempa bumi. Pengamatan lapangan dampak
goncangan gempa bumi menunjukkan goncangan yang tidak terlalu kuat. Meskipun
dampak goncangan gempa bumi yang terasa pada penduduk di Pagai Selatan, Pagai
Utara dan Sipora tidak terlalu kuat dan tidak menimbulkan kerusakan, tetapi gempa
bumi ini memicu tsunami. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan ketinggian
gelombang tsunami mencapai 7 m melanda daerah Malakopa, Kecamatan Pagai
Selatan, dan menghasilkan landaan tsunami mencapai 1 km yang merusak puluhan
rumah. Di Desa Malakopa ini tidak ada korban jiwa, karena sebagian perkampungan
dekat pantai sudah direlokasi setelah kejadian gempa bumi tahun 2007, meskipun
saat itu gempa bumi tidak diikuti oleh tsunami. Di Pulau Siruso, pulau kecil di sebelah
barat Pulau Pagai Selatan ketinggian tsunami berkisar 3 meter. Sementara itu, pada
daerah Sikakap, bagian timur laut Pulau Pagai Utara, ketinggian tsunami mencapai 50
cm. Ketinggian tsunami di Dusun Muntei, Desa Beitu Monga, Kecamatan Pagai Utara
mencapai 6 m dan landaan tsunami mencapai 600 m. Tsunami di Dusun Munte
menyebabkan 183 meninggal dan 30 orang belum ditemukan. Tsunami juga
menghantam Dusun Duamonga dengan ketinggian 4 m dan jarak landaan sekitar 200
m, dan semua rumah hancur, satu orang meninggal.
Gambar 5. Indikasi ketinggian genangan (flow depth) berupa goresan pada batang pohon, kiri,
dan jejak genangan air pada dinding bangunan, kanan. (Foto: GITST)
Selain itu, terdapat dua jenis material yang dibawa oleh gelombang tsunami,
yaitu bongkah terumbu koral dan endapan pasir halus hingga kasar.
Gambar 6. Endapan tsunami yang dijumpai di Sabeugunggung (kiri) dan Malakopa (kanan).
(Foto: GITST)
Gambar 7. Terumbu koral yang terangkat dan diendapkan di atau dekat pantai, contoh di Pulau
Kasi, Pagai Utara. (Foto: GITST)
Tabel 2. Ketebalan Endapan Tsunami Maksimum di beberapa Lokasi Penelitian (GITST, 2010)
Gambar 8. Pengerukan akibat tsunami di Pulau Libuat, Pagai Selatan (Foto: GITST)
Gambar 9. Kerusakan pemukiman hancur total di Dusun Tumalei, kiri dan kerusakan bangunan
pemukiman sebagian, tampak bangunan bergeser dari pondasinya, kanan. (Foto: GITST)
G. Intensitas Gempa
Gambar 12. Distribusi Gempabumi Susulan gempabumi Mentawai , tgl. 31 Oktober 2010
Dari data distribusi harian gempabumi susulan, dapat diperkirakan waktu
sampai dengan aktivitas seismik normal untuk daerah tersebut.
Dari hasil perhitungan didapat perkiraan gempabumi susulan berakhir pada
sekitar 12 hari setelah gempa utama ( Perhitungan berdasarkan data gempabumi
susulan). Dari data distribusi harian, untuk gempabumi susulan terlihat bahwa
gempabumi susulan secara umum menurun terhadap waktu