Anda di halaman 1dari 13

Perubahan Sosial Masyarakat dari Tradisional ke Modern

(Studi Kasus Masyarakat di Desa Tosora Kabupaten wajo)


Muhammad Nawir1
Abstrak
Revolusi industri yang terjadi di Inggris yang ditandai dengan
ditemukannya mesin pembajak sawah (traktor) akhirnya sampai juga di
tanah air (Indonesia). Meskipun pada awalnya sebahagian masyarakat
tradisional menolak alat tersebut untuk dipergunakan sebagai alat untuk
membajak sawah. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat tradisional
sebelum menggunakan mesin pembajak sawah sangat solid dari segi
kerja sama dan gotong royong meskipun stratifikasi ekonominya masih
tergolong rendah oleh karena keterbatasan lahan serta tenaga yang
dimiliki pada saat itu. Berbeda setelah masyarakat menggunakan mesin
pembajak sawah, kehidupan ekonominya sudah mulai meningkat, namun
pada sisi yan lain solidaritas dalam bentuk kerja sama dan gotong royong
mulai pudar yang tergantikan oleh kerja sama dengan sistem upah.
Kata kunci : Perubahan sosial dan modernisasi
A.

Pendahuluan
Manusia sebagai mahluk sosial, sejak lahirnya sudah memiliki dua
naluri (keinginan) yang sangat mendasar, yakni naluri untuk menyatu
dengan orang-orang yang ada di sekitarnya serta naluri untuk menyatu
dengan lingkungannya. Selanjutnya manusia dapat dipetakan ke dalam
dua kelompok atau wilayah tempat tinggal, yaitu satu kelompok yang
bertempat tinggal pada wilayah perdesaan (masyarakat tradisional) dan
kelompok yang lainnya bertempat tinggal pada wilayah perkotaan
(masyarakat modern).
Pada masyarakat tradisional individu tidak bisa dipisahkan dari
lingkungannya, mereka berhubungan dengan alam secara langsung,
bahkan hidupnya sangat bergantug pada alam. Dalam masyarakat
tradisional pada umumnya sosial budaya lebih dikuasai oleh adat/tradisi
serta kepercayaan bukan dikuasai oleh hukum dan perundangundangan. Tingkat pendidikan yang sangat rendah atau sama sekali
tidak ada membuat mobilitas sosial yang terjadi sangat sedikit (itupun
kalau ada).
Sementara masyarakat modern berusaha agar anggota
masyarakat mempunyai pendidikan yang cukup tinggi membuat mereka
lebih rasional dalam menyikapi hidupnya. Mobilitas sosial yang ada
sangat tinggi sehingga sistem pelapisan sosial yang terjadi makin
1

Dosen Prodi Sosiologi FKIP Unismuh Makassar (Asisten Ahli/III.b)

75
1/2013

Jurnal Equilibrium Volume I No.

kompleks pula. Hal ini dapat dilihat dari diferensiasi pekerjaan yang lebih
menekankan pada aspek keahlian atau spesialisasi.
Titik berat pembangunan nasional Indonesia pasca lahirnya
reformasi adalah menekankan pada sektor industri, dengan harapan
sektor ini dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pengembangan industri, selain menaikkan nilai ekonomi suatu komoditi,
juga dapat membuka kesempatan ekonomi bagi masyarakat, yaitu
memberikan alternatif lapangan kerja baru. Di samping untuk mengejar
ketertinggalan dari Negara-negara lain khususnya yang tergabung dalam
organisasi Asean, seperti Malaysia dan Singapura. Baik dari segi kualitas
hidup manusianya (SDM) maupun pada tingkat kesejahteraannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi masalah dalam tulisan ini adalah, sebagai
berikut :
a. Bagaimana deskripsi singkat perubahan sosial masyarakat tani
tradisonal di desa Tosora?
b. Bagaimana menganalisis perubahan sosial tersebut dengan teoriteori pembangunan?
c. Bagaimana deskripsi modernisasi di perdesaan?
C. Tujuan Penelitianan
Mengacu pada rumusan masalah yang tersebut di atas, maka
tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :
a. Untuk mendeskripsikan secara singkat perubahan sosial yang
terjadi pada masyarakat tani tradisional di desa Tosora.
b. Untuk mengetahui analisis perubahan sosial yang terjadi dengan
teori-teori pembangunan.
c. Untuk mendeskripsikan modernisasi di perdesaan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Perubahan Sosial
Perubahan social biasa dikaitkan dengan perubahan yang terjadi
pada tiga dimensi, yakni : structural, kultur, dan interaksional. Beberapa
devinisi yang dikemukakan oleh para ahli di antaranya, adalah : Selo
Soemardjan, bahwa perubahan social adalah segala perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi system sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap
dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat
(dalam Soekanto, 1990 : 337).
Perubahan social dapat dibayangkan sebagai perubahan yang
terjadi di dalam atau mencakup system social. Lebih tepatnya, terdapat
perbedaan antara keadaan system tertentu dalam jangka waktu yang
berlainan. Konsep dasar mengenai perubahan social menyangkut tiga
Jurnal
76

Equilibrium

Volume

No.

1/2013

hal, yaitu : pertama, studi mengenai perbedaan, kedua, studi harus


dilakukan pada waktu yang berbeda, ketiga, pengamatan pada system
social yang sama (Sztompka, 1994). Artinya, bahwa untuk dapat
melakukan studi perubahan social, kita harus melihat adanya perbedaan
atau perubahan kondisi obyek yang menjadi focus studi. Selanjutnya
studi perubahan harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda,
dengan kata lain kita harus melibatkan studi komparatif dalam dimensi
waktu yang berbeda.
2. Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang masih kental
dengan adat istiadat setempat yang dianut secara turun temurun.
Masyarakat tradisional selalu diidentikkan dengan dengan masyarakt
desa, meskipun tidak semua masyarakat desa bersifat tradisional. Dalam
masyarakat tradisional individu tidak bias dipisahkan dari lingkungannya.
Mereka berhubungan dengan alam secara langsung dan terbuka. Irama
alam merupakan irama hidup masyarakat. Individu, masyarakat terikat
akrab dengan alam semesta dan kekuatannya.
Dalam masyarakat tradisional pada umumnya social budaya
dikuasai tradisi, adat dan kepercayaan, bukan dikuasai hokum dan
perundang-undangan. Lapisan yang ada dalam masyarakat akan tetap
untuk selamanya, anak cucu seseorang pada suatu lapisan masyarakat,
akan mengikuti status orang tua dan nenek moyangnya. Anak cucu
bangsawan tetap jadi lapisan atas, anak cucu pimpinan menengah
(priyayi, menak, demang bekel) akan menggantikan kedudukan ayah dan
neneknya. Golongan rendah statusnya tetap mengikuti yang
menurunkannya (Pasaribu, 1986 : 120).
3. Masyarakat Modern
Masyarakat
modern
adalah
masyarakat
yang
lebih
mengedepankan rasionalitas dan lebih terbuka akan hal-hal baru.
Masyarakat modern selalu diidentikkan dengan masyarakat kota,
meskipun tidak semua masyarakat kota bersifat modern. Masyarakat
modern (futurist, developmentalis) berusaha agar anggota masyarakat
mempunyai pendidikan yang cukup tinggi-akademis.
Modernis berada dalam struktur social modern. Struktur social modern
adalah jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat modern.
Daripadanya berkembang pranta sospolekbud. Dalam tata kerjanya
menggunakan prinsip rasionalitas, analitik, kausal empiric, obyektif,
kalukulatif, individu memainkan peranan. Cryl Black menganjurkan
adanya masyarakat modern ditandai oleh pertumbuhan pengetahuan
(Pasaribu, 1986 : 137).
D. Pembahasan
1. Deskripsi Singkat Perubahan Sosial Masyarakat Tani
77
1/2013

Jurnal Equilibrium Volume I No.

Perubahan itu pada dasarnya adalah gerak perkembangan dari


kehidupan tradisional menuju kehidupan yang modern. Perubahan yang
terjadi pada masyarakat modern didorong oleh keinginan manusia untuk
maju dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Perkembangan
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern ditandai dengan
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Revolusi industri yang terjadi di Inggris yang ditandai dengan
ditemukannya mesin pembajak sawah (traktor) akhirnya sampai juga di
tanah air, tidak terkecuali petani tradisional yang ada di desa Tosora.
Meskipun pada awalnya sebahagian masyarakat di desa Tosora menolak
alat tersebut untuk dipergunakan membajak sawah.
Berikut perbandingan kehidupan sosial dan ekonomi petani
tradisional di desa Tosora sebelum dan sesudah menggunakan alat
modern, seperti berikut :
a.Sebelum menggunakan traktor
Para petani tradisional di desa Tosora mengolah sawahnya
dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana dengan dibantu
oleh tenaga hewan yang mereka pelihara. Luas areal persawahanpun
sangat terbatas oleh karena terbatasnya tenaga serta lahan sehingga
berdampak pula pada produktivitas yang hanya cukup untuk dikonsumsi
dengan anggota keluarga sampai pada musim panen berikutnya (itupun
kalau cukup). Tentu dengan kondisi ekonomi yang seperti ini, tidak ada
harapan untuk dapat menyekolahkan anaknya demikian pula untuk
memperoleh pelayanan kesehatan bila salah satu anggota keluarga yang
jatuh sakit.
Namun demikian, solidaritas di antara para petani masih sangat
kuat. Terbukti ketika musim bercocok tanam tiba, mereka mengerjakan
sawahnya secara gotong royong dan bergilir (bugis = makkaleleng) baik
pada musim tanam maupun pada musim panen. Kerja sama seperti ini
tentu saja jauh dari sistem upah/sewa melainkan hanya dilakukan secara
bergiliran. Kehidupan sosial yang seperti ini membuat mereka semakin
betah tinggal di desa meskipun hidupnya yang serba pas-pasan.
b.Sesudah menggunakan traktor
Berbeda setelah para petani menggunakan teknologi modern,
areal persawahannya bertambah luas dengan alasan bahwa sudah ada
alat yang dapat membantu pekerjaannya. Tingkat produktivitasnya juga
bertambah, kalau sebelumnya hanya cukup untuk konsumsi rumah
tangga sampai panen berikutnya. Sekarang justru telah terjadi surplus,
sebahagian untuk konsumsi, sebahagian lagi untuk biaya pendidikan
anak-anaknya, biaya kesehatan, biaya untuk perabot rumah tangga
seperti televisi, kulkas, dan lain-lain, sebagian lainnya untuk disimpan
(tabungan masa depan).
Meskipun kehidupan ekonomi sudah membaik dibanding
sebelumnya, tetapi ada satu hal yang dianggap kurang (malah hilang)
Jurnal
78

Equilibrium

Volume

No.

1/2013

yakni semangat solidaritas di antara sesama petani. Tradisi gotongroyong (kerja sama) yang menjadi ciri khas masyarakat di desa Tosora
selama ini, telah terkikis. Semua serba upah, mulai membajak sawah,
menanam bibit, sampai pada tahapan panen atau mengangkut hasil
panen untuk dibawa pulang ke rumah.
2.

Analisis Teori-Teori Pembangunan


a. Teori Evolusi
Teori ini berpandangan bahwa perubahan bersifat natural,
kontinyu di mana masyarakat dan kebudayaan mengalami
perkembangan yang dimulai dari tahap sederhana sampai pada tahap
sempurna atau modern/ kompleks dalam waktu yang cukup lama.
Senada dengan teori tersebut Pitirim Sorokin (dalam Pasaribu, 1986 : 17)
mengatakan bahwa perkembangan masyarakat melalui tiga tahap,
yakni : pertama, perkembangan masyarakat digerakkan oleh dewa,
kedua, perkembangan masyarakat digerakkan indera manusia, dan
ketiga, perkembangan masyarakat disebabkan didasarkan pada
kebenaran.
Demikian pula dengan pendapat dari seorang tokoh sosiologi
klasik, yakni Auguste Comte (dalam Johnson, 1986) yang mengatakan
bahwa perkembangan akal pikiran manusia melalui tiga tahap (hukum
tiga tahap), yakni : tahap pertama, adalah tahap teologis salah satu tahap
yang dianggap sangat lama, tahap kedua aadalah tahap metafisik yaitu
suatu bentuk transisi dari tahap sebelumnya ke tahap berikutnya yang
masih banyak memiliki kesamaan-kesamaan dengan tahap sebelumnya,
tahap ketiga adalah tahap positivistik dan inilah satu-satunya tahap yang
diakui oleh Comte sebagai tahap yang paling sempurna.
Teori ini melihat bahwa perubahan yang terjadi dalam
masyarakat (petani tradisional) menggunakan waktu yang cukup
panjang. Betapa nasib para petani selama ini mengalami nasib yang
buruk dalam kurun waktu yang cukup lama, baik dari aspek ekonomi,
pendidikan sampai pada aspek kesehatan, dan sebagainya. Petani dulu
tidak pernah mengimpikan anak cucunya dapat mengenyam pendidikan
sampai perguruan tinggi apalagi untuk menjadi pejabat, karena untuk
dimakan saja sangat susah.
Namun seiring dengan perjalanan waktu yang kian panjang itu
akhirnya lahir satu episode kehidupan yang baru, yang diawali dengan
munculnya teknologi modern di dunia Barat. Kehidupan para petani yang
sudah menggunakan alat modern tersebut berbanding terbalik dengan
keadaan sebelumnya. Bila dahulu orang tuanya pergi ke sawah berjalan
kaki atau naik kuda, sekarang malah sudah banyak yang naik sepeda
motor. Bila dahulu tempat tinggal orang tuanya sangat memprihatinkan
79
1/2013

Jurnal Equilibrium Volume I No.

(semi permanen), sekarang tempat tinggalnya sudah permanen dengan


nilai yang cukup tinggi. Bila dahulu perabot rumah tangga orang tuanya
adalah alakadarnya sekedar untuk dipakai sendiri, sekarang serba
lengkap sampai pada kepemilikan sarana hiburan seperti radio-tape,
televisi, sampai pada handpone, kulkas, dan sebagainya. Bila dahulu
orang tuanya tidak dapat menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi, sekarang
tinggal anak-anaknya yang memilih perguruan tinggi mana yang
diinginkan asalkan otaknya mampu.
b. Teori Fungsionalisme
Teori ini berpandangan bahwa masyarakat dipandang sebagai
suatu sistem yang terdiri atas bagian yang saling berkaitan dan
mekanisme fungsional antar bagian masyarakat juga berfungsi demi
stabilitas dan pertumbuhan masyarakat dan bila ada perubahan dan
instabilitas maka masyarakat akan senantiasa mencari keseimbangan
(equilibrium) dan harmoni.
Masyarakat perdesaan dengan ciri dan pekerjaannya yang
bersifat tradisional sangat fungsional dalam rangka untuk menopang
kebutuhan ekonomi masyarakat perkotaan yang telah hidup modern.
Demikian pula sebaliknya masyarakat perkotaan senantiasa mencari
pola kehidupan yang berimbang dengan masyarakat perdesaan dengan
memberikan kesempatan kepada masarakat desa untuk datang ke kota
dalam rangka untuk menjual hasil buminya, serta untuk menuntut ilmu
(pendidikan), sehingga keduanya saling membutuhkan, yang akhirnya ciri
kehidupan modernitas itu merembes juga sampai pada wilayah
perdesaan.
c. Teori Pertumbuhan W. W. Rostow
Teori ini berpandangan bahwa faktor manusia merupakan
pendorong utama roda pembangunan. Dalam bukunya yang terkenal,
The Stages of Economic Growth, A Non- Communist Manifesto, ia
mengatakan bahwa : Pembangunan merupakan proses evolusi
perjalanan dari tradisional ke modern yang dikenal dengan istilah the five
stage scheme yang meliputi tahap masyarakat tradisional, masyarakat
prakondisi tinggal landas, masyarakat tinggal landas, masyarakat
pematangan pertumbuhan dan masyarakat konsumsi massa tinggi
(dalam Budiman, 1996 : 25).
Teori Rostow ini telah diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru di
bawah kepemimpinan Soeharto selama kurang lebih 32 tahun lamanya
dalam rangka untuk mengubah kehidupan masyarakat tradisional ke
masyarakat modern. Pemerintah pada saat itu melakukan pembangunan
secara bertahap yang diberi nama REPELIA (rencana pembangunan
lima tahun) dan PJPT yakni (pembangunan jangka panjang tahap 1 dan
tahap 2). Namun, baik Repelita maupun PJPT tidak ada yang berhasil
Jurnal
80

Equilibrium

Volume

No.

1/2013

mensejahterakan masyarakat malahan sebaliknya masyarakat justru


hidup menderita.
d. Teori Modernisasi
Teori ini pada prinsipnya adalah sebuah gagasan tentang
perubahan sosial. Teori modernisasi atau pembangunan disinyalir
berkarakter ideologis ketimbang sebuah gagasan keilmuwan. Hal ini
disebabkan adanya dukungan dana dan politik dari pemerintah bahkan
perusahaan multi nasional di Amerika dan Eropa. Karakter teori
modernisasi sendiri adalah bahwa perubahan yang terjadi pada suatu
Negara dalam mencapai kemandirian ekonomi seharusnya digerakkan
dengan mengubah masyarakat tradisional menuju masyarakat modern
secara cepat, sistematik, progresif, memerlukan waktu yang lama dan
universal.
Modernisasi sebagai sebuah perkembangan manusia dan
masyarakat secara sosiologis dapat dianggap sebagai sebuah proses
perubahan sosial. Soerjono Soekanto (2007) menyatakan bahwa,
perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem
sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola
perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Sementara Mansur
Fakih (2009) menyatakan bahwa, istilah modernisasi sering disamakan
atau ditukarbalikkan dengan istilah pembangunan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa teori modernisasi sama dengan teori pembangunan,
yang pada dasarnya merupakan teori perubahan sosial.
Kritik terhadap teori modernisasi, bahwa keberhasilan menaikkan
pertumbuhan GNP semua strategi pembangunan ekonomi setelah
Perang Dunia selalu dikritik karena ternyata semua pendekatan
pembangunan dalam kenyataannya telah gagal memenuhi janji mereka
mensejahterakan rakyat di Dunia Ketiga, yang terjadi sebaliknya
pembangunan telah membawa dampak negative di antaranya
pembangunan telah melanggengkan pengangguran, menumbuhkan
ketidakmerataan, dan menaikkan kemiskinan absolute, dan sebagainya.
Salah satu tema kritiknya adalah, bahwa manfaat dari pembangunan
setelah perang tidak mampu menjangkau orang miskin di dunia, dan hal
itu dianggap tidak adil karena orang miskin yang menghadapi masalah
hidup-mati itu justru tak terjangkau.
e. Teori Ekonomi Kapitalisme
Teori perubahan sosial modernisasi dan pembangunan
pertumbuhan pada dasarnya dibangun di atas landasan kapitalisme.
Pandangan kapitalisme yang bersumber dan berakar pada pandangan
ekonomi klasik oleh ajaran Adam Smith dalam karyanya Wealth of Nation
(1776), termasuk David Ricardo, James Mill, Jeremy Bentham, Thomas
Robert Malthus dalam Fakih (2001). Mereka penganut ekonomi klasik
81
1/2013

Jurnal Equilibrium Volume I No.

yang dibangun di atas landasan filsafat ekonomi liberalism. Mereka


percaya pada kebebasan individu (personal liberty), pemilikan pribadi
(private property), dan inisiatif individu serta usaha swasta (private
enterprise).
Adam Smith merupakan pemikir pertama yang mengembangkan
pentingnya akumulasi kapital dalam pengembangan ekonomi. Teori
Adam Smith tentang labour theory of value itu kemudian menjadi dasar
kapitalisme. Teori inilah yang mendapat kritik keras dari Karl Marx yang
menyebutnya sebagai proses eksploitasi yakni proses apropriasi nilai
lebih yang seharusnya menjadi hak buruh. Kritik terhadap teori labour
theory of value yang merupakan landasan teori kelas, lawan paham
kapitalisme.
f. Teori Pemenuhan Kebutuhan Dasar (Basic Needs)
Orang pertama yang mengemukakan basic needsadalah
Mahbub ul-Haq dari Bank Dunia. Ul-Haq menamakan strategi ini sebagai
serangan langsung terhadap kemiskinan. Orang kedua adalah James
Grant, president The Overseas Development Counsil. Sri Lanka yang
dikutip oleh Grant sebagai contoh Negara miskin yang mempunyai GNP
perkapita hanya $120 pertahun pada tahun 1973, tetapi prestasi dalam
life expectancy, literacy dan kematian bayi sederajat dengan Amerika
tahun 1939, di mana life expectancy 68 tahun, kematian bayi 45 per
1000 kelahiran dan angka kematian 6,4 % per 1000, tingkat kelahiran
28,6 per 1000, dan 76 persen penduduknya buta huruf.
Grant berpendapat bahwa basic needs Negara termiskin tersebut
dapat dicapai di Sri Lanka sekitar 14 sampai 15 juta pertahun sebagai
tambahan bantuan asing. Dia usulkan pada Negara maju untuk
menaikkan dua kali lipat arus bantuan asing, dengan menargetkan pada
basic needs bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan
absolute.
g. Teori Penciptaan Tenaga Kerja
Teori penyerapan tenaga kerja lahir sebagai reaksi atas kritik
terhadap teori pertumbuhan. Menurut teori ini, dalam kenyataannya
penerapan di Negara-negara Dunia Ketiga telah melahirkan
pengangguran. Latar belakang lahirnya pendekatan penciptaan tenaga
kerja sebagai revisi atas teori pembangunan pertumbuhan ini adalah
hasil dari misi kunjungan dan studi badan PBB Internasional Labour
Organization (ILO) ke beberapa Negara seperti Kolombia, Kenya, dan Sri
Lanka yang ternyata penerapan teori pembangunan pertumbuhan di
Negara-negara tersebut selain mencapai pertumbuhan, juga pada saat
yang sama naiknya angka pengangguran. Studi itu membuktikan bahwa
pertumbuhan tidak semata-mata menyelesaikan masalah pengangguran.
Oleh karena itu disarankan agar kebijakan pertumbuhan harus
diorientasikan pada penyerapan tenaga kerja.
Jurnal
82

Equilibrium

Volume

No.

1/2013

Pelaksanaan teori penciptaan tenaga kerja di Negara-negara


tersebut ditujukan pada proyek-proyek pengembangan sektor informal,
yakni pengembangan pedagang eceran, pedagang kecil, atau pedagang
kaki lima, atau pengusaha lemah lainnya. Selain itu, juga dilakukan
proyek pembinaan pengusaha kerajinan tangan dan industri kecil dengan
membangun sentra-sentra pembinaan industri kecil dan kerajinan serta
melakukan pembinaan manajemen pada berbagai pengusaha sektor
informal lainnya.
h. Teori Ketergantungan Klasik (Andre Gunder Frank)
Frank adalah seorang ekonom Amerika yang kemudian pada
economic commission for Latin America bersama Raul Prebisc. Frank
(1967) dalam Budiman (1996), mengatakan bahwa : kapitalisme, baik
yang global maupun yang nasional adalah factor yang telah
menghasilkan keterbelakangan di masa lalu dan yang terus
mengembangkan keterbelakangan di masa sekarang.
Dengan demikian keterbelakangan bukan suatu kondisi alamiah
dari sebuah masyarakat. Bukan juga karena masyarakat itu kekurangan
modal. Keterbelakangan merupakan sebuah proses ekonomi, politik dan
sosial yang terjadi sebagai akibat globalisasi dari sistem kapitalisme.
Keterbelakangan di Negara-negara pinggiran (yang oleh Frank disebut
sebagai Negara satelit) adalah akibat langsung dari terjadinya
pembangunan di Negara-negara pusat (Negara-negara metropolis,
Frank).
Menurut Frank, bahwa masyarakat di Negara-negara satelit
bukan lagi masyarakat feodal, karena kaum bangsawan yang ada sudah
berproduksi untuk pasar dunia. Para bangsawan memang
memperlakukan para petani dengan cara-cara feudal. Tetapi pada tingkat
internasional mereka sudah menjadi kelompok kapitalis, mereka
berproduksi untuk pasar dunia yang kapitalistis. Bagi Frank,
keterbelakangan hanya bisa diatasi melalui revolusi, yakni revolusi yang
mekahirkan sistem sosialis.
Dos Santos membantah Frank dan mengatakan bahwa, Negara
pinggiran atau satelit bisa juga berkembang meskipun perkembangan itu
merupakan perkembangan yang tergantung/perkembangan ikutan.
Sumbangan Dos Santos yang lain adalah uraiannya yang lebih rinci
tentang bentuk-bentuk ketergantungan dan membedakan tiga bentuk
ketergantungan, yaitu : pertama, ketergantungan colonial, kedua,
ketergantungan financial-industrial, ketiga, ketergantungan teknologisindustrial.

3.

Modernisasi Perdesaan (Agraris)


Modernisasi perdesaan dapat dilihat dari berbagai segi. Apabila
dilihat dari kerangka nasional, modernisasi perdesaan itu sangat
83
1/2013

Jurnal Equilibrium Volume I No.

esensial untuk Negara-negara sedang berkembang. Dalam berbagai


masyarakat tersebut bagian terbesar dari warganya hidup di daerah
perdesaan dan sebagian besar pendapatan nasional berasal dari
pertanian. Dalam hal ini orang seringkali menganggap perdesaan identik
dengan pengertian pertanian/agraris.
Produksi agraris dapat merupakan bantuan yang penting untuk
perkembangan nasional pada umumnya. Misalnya, di Jepang pada awalawal tahun mengalami modernisasi, hasil pajak tanah merupakan bagian
terbesar dari seluruh hasil pajak, yang bagi pemerintah Jepang
merupakan biaya untuk usaha modernisasinya. Pada tahun 1868 bagian
itu adalah 68,7% dan pada tahun 1877 adalah 83,2%, itu berarti bahwa
petani di Jepang harus memikul korban yang berat untuk modernisasi
yang dipaksakan itu. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa selama
periode 1868 1912 telah terjadi 210 kali pemberontakan petani.
Sementara perdesaan di Indonesia dengan penduduk sejumlah
80% dari seluruh yang ada sejak awal sudah dilihat sebagai produsen
utama bahan pangan oleh pemerintah, lebih-lebih mengingat kenyataan
bahwa kebutuhan rakyat banyak akan pangan sejak zaman pendudukan
Jepang dan sewaktu revolusi fisik mengalami kekurangan dan
kelangkaan yang sedemikian mendesak.
Dalam hal ini diduga bahwa kebijaksanaan swa-sembada
pangan yang dianut oleh berbagai kabinet dalam pemerintahan
Indonesia sampai pada masa Orde Baru. Berakar dalam pengalaman
tersebut sehingga memberikan prioritas kepada modernisasi pertanian.
Desakan keras itu bersifat peningkatan produksi pangan supaya
Indonesia tidak terlalu tergantung dari Negara asing di luar kawasannya.
Baik ditinjau dari segi kemanan maupun dari segi ketergantungan
ekonomi, kebijaksanaan ini diterima dan sudah lama diusahakan
walaupun belum pernah swa-sembada pangan itu berhasil dengan baik.
Pada permulaan tahun 60-an pernah dicoba untuk swa-sembada
pangan dengan mekanisasi pertanian yang menggunakan alat berat di
atas tanah kering, secara lebih khusus peningkatan produksi padi tanpa
pengairan teratur diusahakan di beberapa lokasi, seperti di Lampung dan
Sulawesi Selatan (termasuk di desa Tosora). Pusat-pusat pelayanan dan
bengkel traktor yang merupakan perusahaan Negara direncanakan dapat
memberikan bantuan kepada petani-petani di sekitarnya, khususnya
untuk mengerjakan tanah .
Pada Pelita II diusahakan lagi rice estate, dengan alat mekanis
untuk penanaman padi sawah di Sumatra Selatan, tetapi juga percobaan
ini belum mencapai hasil produksi yang menguntungkan bila
dibandingkan dengan cara-cara non-mekanis, yaitu kurang lebih 5 ton
gabah dari dua kali panen setahun pada tahun 1987 (Sajogyo, 1985).
Di samping itu modernisasi daerah perdesaan Indonesia juga
dilakukan dengan cara INPRES khususnya yang memperluas jaringan
Jurnal
84

Equilibrium

Volume

No.

1/2013

prasarana jalan untuk membuka daerah-daerah terpencil sehingga lebih


dapat dijangkau oleh pemerintahan dan sistem perdagangan kota.
Pembukaan daerah tersebut tidak selalu menguntungkan penduduk desa
yang sekonyong-konyong tanpa dipersiapkan ketahanan sosialekonominya dihadapkan dengan pengaruh kota. Nampak adanya gejala
efek demonstrasi dari kebudayaan kota yang sering pula membuat
masyarakat di desa Tosora cepat bersifat konsumtif, sedangkan calo-calo
lebih mudah pula bergerak untuk menyadap hasil produksi desa.
a.Pengembangan SDM (Human Resource Development)
Suatu pra-kondisi untuk sukses adalah redistribusi asset
produktif, seperti tanah dan modal fisik, seperti pernah dijalankan di
Jepang, Taiwan, dan Korea. Persyaratan juga harus dibuat untuk
menjamin berlangsungnya akses asset bagi orang miskin setelah
distribusi dilaksanakan. Penekanan pada penciptaan sumber daya ini
akan mengakibatkan lambatnya pertumbuhan GNP, melahirkan tekanan
sosial, keributan, dan ketidakstabilan politik.
Bersamaan dengan penciptaan sumber daya manusia itu,
langkah selanjutnya adalah industrialisasi sumber daya secara intensif
dan strategi pertumbuhan. Negara kecil akan memproduksi barang untuk
pasar internasional, sementara itu, Negara yang lebih besar akan
menghasilkan tenaga kerja dan barang-barang skill-intensive untuk
keperluan pasar domestik. Tenaga kerja akan diserap oleh industrialisasi
yang akan memberikan penghasilan yang akan membawa pada demand
untuk barang-barang yang diproduksi serta akan menjadi distribusi hasil
secara luas.
b.

Pembangunan Pengutamaan Pertanian (Agricultural First


Development)
Agricultural first development adalah salah satu model
pembangunan kapitalisme yang lebih dikenal sebagai model pendekatan
yang dikembangkan oleh John Mellor tentang pertumbuhan dan
pemerataan, yang sesungguhnya mendukung gagasan Adelman tentang
perlunya land-reform sebelum pertumbuhan yang adil dapat dicapai.
Pertanian memainkan dua peran, yaitu : pertama, dia harus
mensuplai dengan harga stabil. Jika penghasilannya naik, mereka akan
membeli lebih banyak makanan, dan jika hasil pertanian tidak naik,
mereka akan menaikkan harga produk pertanian. Kedua, pertanian
adalah untuk mensuplai tenaga kerja, agaknya sulit jika harga hasil
pertanian stabil dan rendah. Mellor dalam Fakih (2001) menyarankan
dalam rangka mencapai keadaan ini harus dilakukan perubahan
teknologi dalam pertanian, melalui riset biologi, bibit baru, pestisida,
pupuk baru, irigasi, dan sebagainya.
85
1/2013

Jurnal Equilibrium Volume I No.

KESIMPULAN
Tak dapat dipungkiri, pasca terjadinya revolusi industry di Inggris
telah membawa pengaruh besar terhadap kehidupan social masyarakat
bukan hanya masyarakat Eropa tetapi juga di Indonesia. Pengaruh
tersebut bukan hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan tetapi juga
masyarakat perdesaan.
Salah satu pengaruh besar revolusi industry tersebut di
masyarakat perdesaan adalah dalam bidang pertanian, sehingga pelan
tapi pasti masyarakat tani dengan peralatan alakadarnya yang masih
bersifat tradisional kini berubah pada hampir semua dimensi
kehidupannya berkat teknologi pertanian yang sudah modern
(modernisasi bidang pertanian). Hal ini berimplikasi luas terhadap
kehidupan social masyarakat, bukan hanya pada teknologi traktor atau
produksi panen yang semakin meningkat tetapi juga pola perilaku, pola
interaksi, pola kerja sama, pola konsumsi serta gaya hidup yang
mencerminkan gaya hidup masyarakat modern.
Di Desa Tosora Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo, sangat
sulit lagi melihat petani berangakat dari rumah ke sawah mengendarai
kuda atau hewan lainnya, tetapi mereka justru mengendarai kendaraan
roda dua, malah ada yang sudah memiliki kendaraan roda empat.
Demikian pula dengan tempat tinggalnya serta perabot rumah tangga
yang ada di dalamnya. Inilah antara lain yang menunjukkan telah
terjadinya perubahan social dari masyarakat tradisional ke modern.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, Francis. 1991. Modernisasi di Dunia Ketiga. Yogyakarta : Tiara
Wacana Yogya.
Budiman, Arief. 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Bungin, Burhan. 2010. Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan
Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan
Konsumen serta Kritik terhadap Peter L. Berger dan Thomas
Luckman. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Clemets, Kevin. P. 1999. Teori Pembangunan dari Kiri ke Kanan.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Fakih, Mansour. 2001. Sesat Pikir, Teori Pembangunan & Globalisasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Giddens, Anthony. 2000. Jalan Ketiga, Pembaruan Demokrasi sosial.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial ; Perspektif Klasik,
Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta : Rajawali Pers.
Jurnal
86

Equilibrium

Volume

No.

1/2013

Pasaribu, L. L. & B. Simandjuntak. 1986. Sosiologi Pembangunan.


Bandung : Tarsito.
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Prenada.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta : Raja
Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta : Rja
Grafindo Persada.
Suwarsono & Alvin Y. So. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan.
Jakarta : LP3ES.

87
1/2013

Jurnal Equilibrium Volume I No.

Anda mungkin juga menyukai