Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

TINEA KORPORIS

Disusun Oleh:
Reksoyudo Dwi Pradipo
406148024
Dokter Pembimbing:
Dr. Hendrik Kunta Adjie, SpKK

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RS HUSADA-MANGGA BESAR
PERIODE 27 JULI 29 AGUSTUS 2015

BAB I
LAPORAN KASUS

HASIL ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK


IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Y

Umur

: 75 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Asemka Jakarta Barat

Tgl/Jam Masuk

: 7 Agustus 2015 / 10.40 WIB

Status Pekerjaan

:-

Status Penikahan

: Menikah

Agama

: Budha

DOKTER YANG MERAWAT

: dr. Juliana,SpKK,MKes

ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Keluhan Utama

: Mengeluhkan gatal di punggung terutama saat keringatan dan


malam hari .

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluhkan gatal di punggung saat keringatan dan
malam hari selama setahun. Gatal dirasakan hilang timbul
terutama saat keringatan. Biasanya hanya diberi obat Cina sudah
sembuh namun karena tidak ada perbaikan setelah diberi obat
maka pasien berobat ke RS Husada. Di punggung pasien terlihat
bentol bentol kemerahan yang meluas namun tidak terdapat di
bagian tubuh lain. Hanya terdapat di punggung. Sudah diobati
dengan caladine dan obat Cina. Belum pernah seperti ini
sebelumnya dan di keluarga tidak ada yang mengalami gejala
serupa. Pasien terdapat riwayat tekanan darah tinggi dan gula.
Terdapat

riwayat

minum

obat

amlodipin.

Saat

mandi

menggunakan sabun merk Oilium. Pasien tidak terdapat riwayat


alergi
Riwayat Penyakit Dahulu

: Sebelumnya belum pernah seperti ini.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada yang mengalami hal serupa.


2|Page

Riwayat Pengobatan

: Diberikan caladine dan obat cina

Riwayat Alergi

: Pasien mengaku tidak mempunyai alergi.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

TANDA VITAL
Nadi

: 72x/menit, reguler, kuat angkat

Pernafasan

: 24x/menit

Suhu

: 36.8 oC (Axilla)

Berat badan

: 47 kg

STATUS DERMATOLOGI
Distribusi

: Regional

Regio

: Belakang leher dan punggung.

Konfigurasi

: Polisiklik

Efloresensi Primer

: Papul dengan dasar eritematosa

Warna

: Eritematosa

Ukuran

: Milier- Lentikuler

Jumlah

: Multiple

Efloresensi sekunder : Skuama putih

3|Page

RESUME
Seorang ibu berusia 75 tahun dengan keluhan gatal pada punggungnya saat malam hari
dan saat keringatan dengan bentuk papul dengan dasar eritema dengan ukuran milier
lentikuler. Dengan penyebaran lesi hanya terdapat di punggung tanpa disertai bagian tubuh
yang lain.
ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan KOH
DIAGNOSIS
4|Page

Diagnosis Kerja : Tinea Corporis


Diagnosis Banding :

Eritema annuler centrifugum

Dermatitis Numularis

Granuloma anulare

Dermatitis kontak alergi

Psoriasis

Dermatiti seboroik

Pithriasis rosea

Pitriasis vesikolor

Pitriasis Alba

RENCANA PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
R/ Ketokenazole cream 2% 10mg no I
S 1 dd ue pada punggung
R/ Itrakonazole 100mg no X
S 2 dd I

b. Non-medikamentosa
1.

Memberi penjelasan pada pasien tentang penyakit pasien, dari jenis penyakit, penyebab
sampai prognosisnya.

2.

Menggunakan obat yang telah diberikan

3.

Menghindari

kelembaban yang berlebihan, misalnya dengan selalu

m e n g e l a p keringat dengan menggunakan handuk yang bersih


4.

Kebersihan pakaian yang digunakan harus selalu dijaga

5.

Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga yang lain

PROGNOSIS
Ad vitam
5|Page

: Bonam

Ad functionam

: Bonam

Ad sanationam

: Bonam

Ad kosmeticam

: Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Merupakan infeksi jamur golongan dermatofita pada badan,tungkai,dan lengan, tetapi
tidak termasuk lipat paha,tangan dan kaki.Dapat digolongkan menjadi tinea glabrosa oleh
karena kelainan terdapat pada kulit yang tidak berambut. Secara klinis dapat ditemukan tinea
kruris et korporis 4
SINONIM
Tinea

korporis

disebut

juga

tinea

sirsinata,

tinea

glabrosa,

Scherende

Flechte,kurap,herpes sircine trichophytique.1,2


ETIOLOGI
Penyebab

tinea

korporis

dapat

disebabkan

oleh

berbagai

spesies

Trichopyton,Microsporum,dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya berdasarkan endemi di


daerah tertentu. Terdapat lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi
kulit dan salah satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea
korporis3
KLASIFIKASI ETIOLOGI
Berdasarkan pada pejamunya,jamur pada dermatofita dibagi dalam tiga kelompok,
dimana kelompok ini mempengaruhi cara penularan jamur pada manusia, tiga kelompok
tersebut adalah 10:

Geofilik yaitu transmisi dari tanah ke manusia biasanya disebabkan oleh M,gypseum

Zoofilik yaitu transmisi dari hewan ke manusia, contoh Trycophyton simii (monyet),
Trycophyton mentagrophytes (tikus), Microsporum canis (kucing), Trycophyton
equinum (kuda) dan Microsporum nannum (babi).

Antrofilik yaitu transmisi dari manusia ke manusia

6|Page

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi infeksi jamur superfisial di seluruh dunia diperkirakan menyerang 20-25%
populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering. Penyakit ini tersebar
di seluruh dunia yang dapat menyerang semua ras dan kelompok umur sehingga infeksi jamur
superfisial ini relatif sering terkena pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban yang
tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi . Tinea korporis dapat ditransmisikan dari manusia yang
terinfeksi maupun dari binatang, bias melalui keluarga maupun orang terdekat yang terkena
maupun secara autoinokulasi dari reservoir seperti T. Rubrum yang berkolonisasi di kaki
kemudian menyebar ke badan. Pada anak-anak biasanya disebabkan oleh kontak dengan
binatang pathogen, khususnya M.Canis dari anjing maupun kucing. Penggunaan baju yang
terlalu tebal dan ketat serta cuaca yang hangat dan lembab juga berhubungan dengan
peningkatan frekuensi erupsi dari Tinea Korporis. Tinea Imbrikata dapat terjadi biasanya
disebabkan oleh T.concentricum, biasanya terjadi di daerah Asia Tenggara, Pasifik Selatan dan
Amerika Selatan maupun Amerika Tengah.Biasa terjadi pada suku asli pedalaman daripada
dengan pendatang. 3
Penyebab tinea korporis berbeda-beda di setiap negara, seperti di Amerika Serikat
penyebab terseringnya adalah Tricophyton rubrum, Trycophyton mentagrophytes, Microsporum
canis dan Trycophyton tonsurans. Di Afrika penyebab tersering tinea korporis adalah
Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophytes, sedangkan di Eropa penyebab
terseringnya adalah Tricophyton rubrum, sementara di Asia penyebab terseringnya adalah
Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagropytes dan Tricophyton violaceum

Dilaporkan

penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di Jakarta adalah T. rubrum 57,6%, E.


floccosum 17,5%, M. canis 9,2%, T.mentagrophytes var. granulare 9,0%, M. gypseum 3,2%, T.
concentricum 0,5%. Di RSU Adam malik/Dokter Pirngadi Medan spesies jamur penyebab
adalah dermatofita yaitu: T.rubrum 43%, E.floccosum 12,1%, T.mentagrophytes 4,4%, dan
M.canis 2%,serta nondermatofita 18,5%, ragi 19,1% (C. albicans 17,3%, Candida lain 1,8%)9
PATOFISIOLOGI
Elemen kecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filament terdiri dari sel-sel
yang mempunyai dinding. Dinding sel jamur merupakan karakteristik utama yang membedakan
jamur, karena banyak mengandung substrat nitrogen disebut dengan chitin. Struktur bagian
dalam (organela) terdiri dari nukleus, mitokondria, ribosom, retikulum endoplasma, lisosom,
apparatus golgi dan sentriol dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Benang-benang
7|Page

hifa bila bercabang dan membentuk anyaman disebut miselium


Dermatofita berkembang biak dengan cara fragmentasi atau membentuk spora, baik
seksual maupun aseksual. Spora adalah suatu alat reproduksi yang dibentuk hifa, besarnya
antara 1-3, biasanya bentuknya bulat, segi empat, kerucut atau lonjong. Spora dalam
pertumbuhannya makin lama makin besar dan memanjang membentuk hifa. terdapat 2 macam
spora yaitu spora seksual (gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa
penggabungan).5
Infeksi Dermatofita diawali dengan perlekatan jamur atau elemen jamur yang dapat
tumbuh dan berkembang pada stratum korneum. Pada saat perlekatan, jamur dermatofita harus
tahan terhadap rintangan seperti sinar ultraviolet, variasi temperatur dan kelembaban,
kompetensi dengan flora normal, spingosin dan asam lemak. Kerusakan stratum korneum,
tempat yang tertutup dan maserasi memudahkan masuknya jamur ke epidermis3
Masuknya dermatofita ke epidermis menyebabkan respon imun pejamu baik respon
imun nonspesifik maupun respon imun spesifik. Respon imun nonspesifik merupakan
pertahanan lini pertama melawan infeksi jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi faktor
umum, seperti gizi, keadaan hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang mekanik dari
kulit dan mukosa, sekresi permukaan dan respons radang. Respons radang merupakan
mekanisme pertahanan nonspesifik terpenting yang dirangsang oleh penetrasi elemen jamur.
Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama produksi sejumlah komponen kimia yang larut
dan bersifat toksik terhadap invasi organisme. Komponen kimia ini antara lain ialah
lisozim,sitokin,interferon,komplemen, dan protein fase akut. Unsur kedua merupakan elemen
seluler,seperti netrofil, dan makrofag, dengan fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak
partikel asing. Makrofag juga terlibat dalam respons imun yang spesifik. Sel-sel lain yang
termasuk respons radang nonspesifik ialah basophil, sel mast, eosinophil, trombosit dan sel NK
(natural killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan infeksi jamur6
Imunitas spesifik membentuk lini kedua pertahanan melawan jamur setelah jamur
mengalahkan pertahanan nonspesifik. Limfosit T dan limfosit B merupakan sel yang berperan
penting pada pertahanan tubuh spesifik. Sel-sel ini mempunyai mekanisme termasuk
pengenalan dan mengingat organism asing, sehingga terjadi amplifikasi dari kerja dan
kemampuannya untuk merspons secara cepat terhadap adanya presentasi dengan memproduksi
antibodi, sedangkan limfosit T berperan dalam respons seluler terhadap infeksi. Imunitas
seluler sangat penting pada infeksi jamur. Kedua mekanisme ini dicetuskan oleh adanya kontak
antara limfosit dengan antigen6
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
8|Page

Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan
perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang
polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai
dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih
tenang (central healing) lesi juga dapat konfluen,melebar dan bentuknya menjadi plakat.3
Tinea korporis yang menahun, tanda-tanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya hanya
meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja .Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika
berkeringat dan kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Pada tinea korporis
yang menahun tanda radang biasanya tidak terlihat lagi. Dalam hal ini disebut sebagai tinea
corporis et cruris maupun sebaliknya. Bentuk menahun yang disebabkan oleh Trichophyton
rubrum biasanya terlihat bersama-sama dengan tinea unguinum. Bentuk khas yang disebabkan
oleh Trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata, dengan gambaran lesi papul berwarna
coklat yang perlahan-lahan menjadi besar, kemudian akan terbentuk lingkaran-lingkaran
skuama yang konsentris dengan pinggir yang polisiklik. Pada kasus menahun lesi kulit dapat
menyerupai iktiosis, kulit kepala dapat terserang akan tetapi rambutnya tidak. Bentuk lain Tinea
korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus. Biasanya dimulai di
kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi
krusta berbentuk cawan dengan berbagai ukuran. Rambut kemudian tidak berkilat dan mudah
terlepas. Pada pasien dapat tercium bau tikus. Tinea favosa pada kulit dapat dilihat sebagai
kelainan kulit papulovesikel dan papuloskuamosa,disertai kelainan kulit yang khas berbentuk
cawan yang kemudian disertai jaringan parut 1
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium yaitu
mikroskopis langsung dan kultur

9|Page

10 | P a g e

Central Healing. Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan), lesi bulat, berbatas tegas,
terdiri atas eritema, papul ditepi lesi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, bagian tepi
terlihat aktif.
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Pada pemeriksaan dengan pewarnaan PAS (Periodic acidSchiff) pada tinea korporis
terdapat hifa berwarna merah pada stratum korneum. Hifa bersifat basofilik dengan
hematoxylin dan eosin,dan pada pewarnaan menjadi hitam dengan methenamine silver. Apabila
tidak ditemukan organisme pada pemeriksaan maka gambaran histopatologinya menjadi non
spesifik dan menjadi seperti akut atau kronis dermatitis dengan maupun tanpa vesikulasi
spongiotic.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan lampu wood, biopsi dan histopatologi,
pemeriksaan serologi, dan pemeriksaan dengan menggunakan PCR5
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat langsung dari kerokan
kulit, kemudian sediaan dituangi larutan KOH 10%. Sesudah 15 menit atau sesudah dipanaskan
dengan api kecil, dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan ini memberikan hasil positif hifa
ditemukan hifa (benang-benang) yang bersepta atau bercabang, selain itu tampak juga spora
berupa bola kecil sebesar 1-35
Kultur dilakukan dalam media agar sabaroud pada suhu kamar (25-30C),kemudian satu
minggu dilihat dan dinilai apakah ada pertumbuhan jamur. Spesies jamur dapat ditentukan
11 | P a g e

melalui bentuk koloni, bentuk hifa dan bentuk spora5

Pemeriksaan KOH 10%. Terlihat elemen jamur berupa hifa panjang dan artospora. Hasil KOH
(+)
DIAGNOSIS BANDING

Kelainan pada kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis,
biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan
kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebgainya. 7 Pitiriasi rosea yang
distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota
badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan
penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboraturium dapat memastikan diagnosisnya.
Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi yaitu di daerah ekstensor,
misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini.
Adanya lekukakn pada kuku dapat menolong untuk menentukan diagnosis.11

12 | P a g e

Dermatitis seboroik2

Pitryasis Rosea2

Dermatitis Numularis2
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pengobatan tinea korporis terdiri dari pengobatan lokal dan pengobatan sistemik. Pada
13 | P a g e

tinea korporis dengan lesi terbatas,cukup diberikan obat topikal. Lama pengobatan bervariasi
antara 1-4 minggu bergantung jenis obat. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal
diperlukan pada lesi yang luas atau kronik rekurens. Anti jamur topikal yang dapat diberikan
yaitu derivate imidazole, toksiklat, haloprogin dan tolnaftat. Pengobatan lokal infeksi jamur
pada lesi yang meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu dilakukan dengan
kompres basah secara terbuka3
Pada keadaan inflamasi menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antijamur dengan
kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan
pasien3
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi oleh
mekanisme kerja,viskositas, hidrofobisitas dan asiditas formulasi obat tersebut. Selain obatobat klasik, obat-obat derivate imidazole dan alilamin dapat digunakan untuk mengatasi
masalah tinea korporis ini. Efektivitas obat yang termasuk golongan imidaol kurang lebih sama.
Pemberian obat dianjurkan selama 3-4 minggu atau sampai hasil kultur negative. Selanjutnya
dianjurkan juga untuk meneruskan pengobatan selama 7-10 hari setelah penyembuhan klinis
dan mikologis dengan maksud mengurangi kekambuhan
2. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik yang dapat diberikan pada tinea korporis adalah:
Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat sistemik pilihan pertama. Dosis untuk anak-anak 15-20
mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 500-1000 mg/hari .
Ketokonazol
Ketokonazol digunakan untuk mengobati tinea korporis yang resisten terhadap
griseofulvin atau terapi topikal. Dosisnya adalah 200 mg/hari selama 3 minggu.
Obat-obat yang relative baru seperti itrakonazol serta terbinafin dikatakan cukup memuaskan
untuk pengobatan tinea korporis . terbinafin 250 mg per hari selam 2 minggu
Non medikamentosa
Menurut Badan POM RI (2011), dikatakan bahwa penatalaksanaan non medikamentosa adalah
sebagai berikut:

14 | P a g e

a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau bagian
yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh
lainnya.
b. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan orang yang
terinfeksi.
c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk mencegah
penyebaran jamur tersebut.
d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-sisa
kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.
e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan kulit
selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat sirkulasi udara.
f. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan bersihkan debu-debu
yang menempel pada sepatu.
g. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan sandal yang
terbuat dari bahan kayu dan karet
PENCEGAHAN
Budayakan kebiasaan cuci tangan setelah menyentuh sesuatu yang dirasa kotor. Jangan
menggunakan pakaian yang lembab atau basah dalam jangka waktu yang lama. Periksakan
selalu hewan peliharaan yang dimiliki agar terhindar dari penularan binatang peliharaan.
Hindarilah kebiasaan meminjam atau meminjamkan barang pribadi.Meningkatkan hygiene dan
menghilangkan sumber infeksi1
KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi berulang apabila tidak ada pengobatan
secara menyeluruh, sepertimisalnya pada pasien yang menghentikan penggunaan pengobatan
topical terlalu cepat ataupun pada jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur yang
diberikan
PROGNOSIS
Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaraya faktor : usia, sistem
kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis merupakan salah satu
penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah
dengan penderita. Anak-anak dan remaja muda paling rentan ditularkan tinea korporis.
15 | P a g e

Disarankan untuk lebih teliti dalam memilih bahan pakaian yang tidak terlalu ketat, tidak
berbahan panas dan bahan pakaian yang tidak menyerap keringat. Penularan juga dipermudah
melalui binatang yang dipelihara dalam rumah penderita tinea korporis.8
Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Semakin bertambahnya
usia, maka sistem kekebalan tubuh pun akan menurun, jadi lebih beresiko dan mudah tertular
suatu penyakit, termasuk tinea korporis.Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi
oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan penyakitnya.. Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang
adekuat dan kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga12
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta : FKUI.2013.
2. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Klaus W, Suurmond D. Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. 5th ed. New York (NY) : McGraw-Hill Companies; 2005.
3. Verma,

dan

Hefferman,

MP.

2008.

Dalam: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine

7th

Fungal
Edition.

Disease.
New

York:

McGraw HillCompanies.
4.

M.Goedadi H,H.Suwito PS., 2004. Tinea korporis dan Tinea kruris. Dalam : Budimulja
U., Kuswadi, Bramono K., Menaldi S.L., Dwihastuti P., Widati S., editor.
Dermatomikosis Superfisial. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

5. Hay RJ, Moore MK. Mycology rooks textbook of dermatology. 7th ed. New York;
Blackwell Publishing Company: 2004.
6. Cholis, M. Tinea corporis dan kruris penyakit jamur. Jakarta : FKUI; 1999
7. Brannon, Heather (2010-03-08). Ringworm-Tinea Corporis. About.com Dermatology.
About.com
8. Budimulja, U.: Infeksi Jamur. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. 2004.
9. Adiguna, MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Edisi ke 5. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001
10.

Arnold, Harry, L., et al. (1990). Andrews Diseases of The Skin: Clinical Dermatology.
Philadelphia: WB Saunders Company.

16 | P a g e

11. Berman, Kevin (2008-10-03). Tinea corporis All information. MultiMedia Medical
Encyclopedia. University of Maryland Medical Center.
12. James, William D.; Berger, Timothy G.; Elston, Dirk M.; Odom, Richard B. (2006).
Andrews Diseases of the Skin: Clinical Dermatology (10th ed.). Philadelphia; Saunders
Elsevier

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai