Anda di halaman 1dari 9

ASKEP

PADAATAS INDIKASI ..
DENGAN TINDAKANDI OK .
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:
DIAN SUSANTO

INSTALASI BEDAH SENTRAL


RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2016

I.

PENGERTIAN
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 3
bulan, baik terus menerus ataupun hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah (Helmi 2005).
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis
dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan
sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit ini
hilang timbul.
Timpanoplasti adalah prosedur pembedahan/rekonstruksi pada membran timpani
disertai atau tidak disertai oleh penanduran membran timpani. Timpanoplasti dilakukan untuk
mengobati perforasi membran timpani dan dapat membersihkan jaringan patologis yang ada
pada telinga tengah. Sedangkan Timpanoplasty Tipe II digunakan untuk memperbaiki
perforasi membran timpani dan dengan maleus. Melibatkan mencangkok ke incus atau sisa

II.

maleus.
ETIOLOGI
Faktor penyebab penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
Patogen tersering yang diisolasi dari telinga pasien dengan OMSK adalah P.
aeruginosa dan S. aureus. Bakteri anaerob juga sering ditemukan dalam penelitian.
Jamur biasanya jarang muncul kecuali bila terdapat super infeksi pada liang telinga.
b. Obstruksi anatomik tuba eustachius parsial / total
2. Perforasi membran timpani yang menetap
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi (timpanosklerosis).
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan mekanisme

III.

pertahanan tubuh.
PATOFISIOLOGI
OMSK dimulakan dengan suatu infeksi akut. Patofisiologi OMSK bermula dengan
proses iritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah. Respon
inflamasi menimbulkan edema pada mukosa. Inflamasi yang berkelanjutan akan
menyebabkan ulserasi pada mukosa dan kerusakan pada sel epitel. Penjamu akan
menghasilkan suatu jaringan granulasi (respon terhadap inflamasi) yang bisa membentuk
polip pada permukaan rongga telinga tengah. Siklus infalamasi, ulserasi, infeksi dan
pembentukan jaringan granulasi akan menghancurkan tulang sehingga menimbulkan

IV.

komplikasi (Sylvia. 2006).


TANDA DAN GEJALA

1. Telinga berair (otorrhoe)


Spekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik
telinga tengah dan mastoid.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya di jumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom,
dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang
serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
V.

kolesteatom.
PENATALAKSANAAN
a. Terapi OMSK
Tidak jarang memerlukan waktu lama serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar
tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain di sebabkan oleh satu
atau beberapa keadaan, yaitu :
1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah
berhubungan dengan dunia luar.
2. Terdapat sumber infeksi di laring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan higiene yang kurang.
b. Tindakan Pembedahan
1. Mastoidektomi sederhana
Operasi dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik.Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi
pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastordektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologis
dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi bondy)

Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Tujuan operasi ialah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan
nama timpanoplasti tipe I, rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK
tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.
VI.

KOMPLIKASI
A. Komplikasi di telinga tengah
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi di telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf
C. Komplikasi di ekstrasdural
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
1. Meningitis
2. Abses otak
3. Hidrosefalus otitis
LAPORAN KASUS

I.

II.

Tujuan
1. Mengatur alat secara sistematis di meja mayo
2. Mempertahankan kesterilan alat alat sebelum operasi.
3. Memperlancar handling instrument.
Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindakan operasi, anestesi, lembar penandaan dan lembar serah terima
pasien.
2. Pasien puasa 6-8 jam sebelum operasi.
3. Pasien disiapkan dalam kondisi bersih dan memakai pakaian khusus untuk masuk kamar
4.
5.
6.
7.

operasi.
Pastikan rambut pasien pada area yg akan dioperasi sudah dicukur / diskiren
Pemberian antibiotik profilaksis.
Melepas perhiasan, protease dan gigi palsu bila ada.
Persiapan antibiotik tabur.

8. Dilakukan tindakan pembiusan dengan GA.


9. Pasien diposisikan terlentang (supine) untuk proses pembiusan.
10. Dokumentasi identitas pasien di buku register dan membuat asuhan keperawatan pasien
serta Surgical Safety Checklist oleh perawat sirkuler.
III.

Persiapan Lingkungan
1. Mengatur dan mengecek fungsi dan letak mesin suction, mesin couter, monitor,
mikroskop, lampu operasi, meja operasi, meja mayo, meja instrument, troley, waskom
besar, dan penempatan kursi.
2. Memberi perlak dan alas pada meja operasi dan memberi under pad dibawah kepala.
3. Menempatkan tempat sampah agar mudah dijangkau.
4. Menyiapkan linen dan instrumen yang akan digunakan.
5. Menyiapkan bahan habis pakai.

IV.

Persiapan Alat
Instrument Meja Mayo
Desinfeksi klem
Towel klems (duk klem)
Dissecting forceps (pinset anatomis kecil )
Tissue forcepskecil (pinset cirurgis kecil)
:2
Scalp blade&handle (handvat mess) no. 3
Delicate hemostatic forcep (musquito klem)
Metzenbaum scissor (gunting mebzemboum kecil)
Surgical scissor lurus (gunting kasar lurus)
Needle holder
Hak kombinasi (sean miller)
Canule suction plastik / logam / sambungan
Rasparatorium kecil (Desector)
Alat pemipih graft + plate graft
Bleikesley (pak tang bengkok kanak / kiri / lurus)
Swing tajam & tumpul
Sonde (ketut)
Scople besar / kecil
Instrument penunjang

:1
:4
:1
:1
:1
:1
:1
:1
: 2
: 1/1/1
: 1
: 1/1
: 1 /1/ 1
: 1/1
: 1
: 1

Instrumen penunjang steril di meja instrumen

Bengkok
Cucing
Mangkok / kom
Handpiece couter
Selang suction
Handle lampu
Mikroskop

:
:
:
:
:
:
:

3
3
1
1
1
1
1

Instrumen penunjang on steril

Mesin couter

: 1

Mesin suction
Monitor
Lampu operasi
Meja operasi
Meja instrumen
Meja mayo
Troli waskom
Tempat sampah medis / non medis
Gunting
Standart infus
Viewer
Bantal donat
Persiapan linen
Duk besar
Duk sedang
Duk kecil
Duk lubang
Gaun operasi
Sarung meja mayo
Perlak
Handuk
Persiapan bahan habis pakai
Handscoon 6,5/7/7,5
Mess no. 11 &15
NaCl 0,9 %
Aquadest for irigasi
Providon iodin
Alkohol
Pehacain
EMP (slang suction)
Spuit 50 cc lubang samping
Spuit 10 cc
Spuit 3 cc
Hepavix
Elastomul 10cm
Kassa steril
Deppers
Sufratul
Spongostan
Ceftriaxon bubuk
Prolene 4 0
Under pad on & steril
T Towel

V.

TEKNIK INSTRUMENTASI

: 1
: 1
: 1
: 1
: 1
: 1
: 1
: 1/1
:1
:1
:1
:1
:4
:4
:4
:2
:5
:1
:2
:6
: sesuai kebutuhan.
:1/1
: 1000 cc
: 1000 cc
: 100 cc
: 100 cc
: 2 ampul
:1
:1
:2
:1
: secukupnya
:1
: 20 lembar
: 10
:1
: sesuai kebutuhan
: 1 vial
:1
:1/1
:1

1.

Sebelum dilakukan pembiusan perawat sirkuler melaksanakan Sign In (meliputi


identitas pasien, konfirmasi site mark, kesiapan obat-obatan anastesi dan pulse
oksimetri, riwayat alergi pasien, resiko aspirasi, dan resiko kehilangan darah)

2.

Pasien dilakukan pembiusan dengan GA. Lalu perawat sirkuler dan petugas
anestesi mengatur posisi pasien supine dengan kepala agak diekstensikan, dan
dimiringkan ke arah kiri dan fiksasi dengan menggunakan bantal cincin posisi meja
operasi sedikit di head up dan penutup kepala pasien di fiksasi dengan hipavix

3.

Perawat sirkuler memasang plat diatermi

4.
5.

Perawat instrumen melakukan scrubbing, gowning, gloving.


Perawat instrumen memakaikan baju operasi dan handscoen steril kepada operator
dan asisten operator yang telah melakukan scrubbing.

6.

Operator melakukan desinfeksi area operasi. Berikan desinfeksi klem, iodine


povidon (10cc iodine povidon: 20cc NS 0,9%) dan deppers dalam cucing untuk
melakukan antisepsis. Antisepsi pertama dengan alkohol kemudian dilakukan
dengan povidone iodine di area yang kan di operasi

7.

Drapping area operasi berikan 2 duk kecil selipkan dibawah kepala, doek pertama
ditata hingga menutupi hidung dan mulut pasien lalu difiksasi dengan doek klem,
kemudian doek kedua ditata hingga menutupi rambut dan sebatas hipavix penutup
rambut pasien difiksasi dengan doek klem berikan duk besar untuk bagian bawah
leher sampai kaki dan duk lubang untuk area operasi, duk panjang untuk menutupi
ekstremitas bagian bawah, kemudian duk sedang difiksasi dengan duk klem.

8.

Dekatkan meja mayo dan meja instrumen lalu pasang kabel couter dan selang
suction dan difiksasi dengan duk klem dan dicek fungsinya.

9.

Tim operasi melakukan time-out ( konfirmasi nama dan peran anggota tim,
konfirmasi ulang identitas pasien, konfirmasi apakah antibiotik profilaksissudah
diberikan, antisipasi kejadian kritis oleh operator dan anastesi) yang dipimpin oleh
perawat sirkuler, bila konfirmasi selesai operasi segera dimulai.

10. Operator terlebih dahulu menggunakan mikroskop untuk melihat sejauh mana
tingkat keluasan perforasi (jaringan patologi) dalam telinga
11. (Dokter Bedah akan menggunakan mikroskop untuk memperbesar lapang pandang struktur
salam telinga, sayatan yang digunakan adalah incisi transmetal) Berikan Scople untuk
melakukan sayatan dari seluruh pinggiran perforasi membran timpani di dalam telinga
kemudian berikan sunction dan kassa untuk rawat perdarahan
12. Berikan swing tumpul untuk memeriksa sisa perforasi membran timpani yang berlubang

13. Jika terdapat sisa membran timpani (jaringan patologi) lakukan pembersihan dengan
menggunakan kuret
14. Kemudian ambil sisa membran timpani (jaringan patologi) dengan menggunakan pak tang
kiri atau kanan (sesuai posisi telinga)
15. Langkah selanjutnya adalah mengambil graft untuk menutup perforasi membran timpani
16. Berikan injeksi pehacain dalam spuit 3cc dengan perbandingan 1:1 dengan cara 1,5cc
pehacain dicampur 1,5cc aquabides
17. Berikan handle dan mess nomer 15 untuk incisi kulit
18. Berikan kasa dan couter pada asisten untuk rawat perdarahan, lalu berikan hak kombinasi
(senmiller) untuk memperlebar area incisi
19. Operator memperdalam incisi kemudian berikan raspatorium untuk memisahkan otot dan
facia kemudian beri gunting metzembaum manis untuk mengambil facia (untuk graft)
sesuai kebutuhan
20. Tutup dan jahit kembali kulit menggunakan premiline ukuran 4.0
21. Bahan yang diambil untuk graft kemudian di pipihkan menggunakan graft press, lalu
diletakkan hingga mengering dan kaku
22. Kemudian bersihkan kembali sisa membran timpani menggunakan swing tumpul dan kuret
23. Setelah dipastikan jaringan patologis tidak ada ambil skin graft facia yang telah kering dan
bentuk sesuai kebutuhan
24. Siapakan spongostan yang telah dipotong kecil-kecil berukuran 0,5x0,5 dalam cucing
kemudian beri antibiotik ceftriaxone 1g
25. Masukkan graft dengan bantuan pak tang ke dalam membran timpani yang terjadi perforasi
dan masukkan juga spongostan yang telah diberi antibiotik untuk fiksasi graft dan menahan
graft agar tiak bergeser sesuaikan dengan posisi graft,
26. Lakukan Sign Out (keseusaian jenis operasi dengan rencana awal, kesesuaian jumlah alat
dan habis pakai, pelabelan spesimen jika ada, dan rencana tindakan recovery)
27. Tutup area incisi yang diambil untuk graft dengan tule kemudian dilapisi kasaa dan di
fiksasi dengan hepavix dan tutup lubang telinga menggunakan kassa kering
28. Setelah luka tertutup bersihkan pasien dari sisa desinfeksi dan darah
29. Bersihkan alat-alat yang telah digunakan menggunakan enzymatic detergen dengan
perbandingan pada setiap larutannya dan direndam 3-5 menit
30. Inventaris alat-alat yang telah digunakan dan bahan habis pakai

Malang, 12 februari 2016


Penanggung Jawab OK 8 (THT)
(.........................................)

Daftar Pustaka

Dorland (1998), Kamus Saku Kedokteran, EGC, Jakarta.


(penyakitdalam.wordpress.com/2009/11/03/omsk/)
(www.google.com/url?q=http://hennykartika.files.wordpress.com/2008/02/pretest-mastoidektomi)
Sjamsuhidajat, R (2010), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Evelyn Pearce (2006), Anatomy & Physuology, Gramedia, Jakarta.
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). In: Soepardi EA, Iskandar N.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2008. H 11-16.

Anda mungkin juga menyukai