Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan nonfloristik

Metode pendekatan non-floristik merupakan salah satu metode analisis,vegetasi dengan


mengamati penampakan luar atau gambaran umum dari vegetasi atau tumbuhan dengan tanpa
memperhatikan taksonominya. Dalam metode
karakteristik

tumbuhan

analisis

vegetasi

non-floristik

setiap

terbagi menjadi sifat-sifat yang lebih rinci yang dinyatakan melalui

simbol, gambar dan huruf. Karakteristik dan formasi vegetasi akan berbeda jika beradapada
habitat yang berbeda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan danmikroklimat yang
berlaku di suatu habitat tertentu. Oleh karena itu pengukuranfaktor lingkungan penting juga
dilakukan untuk mengkaji suatu vegetasi yanghidup di habitat tertentu (Syafei, 1990)..
Suatu tumbuhan dapat diklasifikasikan berdasarkan
herba,

semak,

pohon

dan

jenis

tertentu,

dapat

berupa

perdu tergantung dari penutupan tumbuhan yang ada pada

vegetrasi tersebut (Syafei, 1990). Menurut Rasosoedasmo (1986), dalam suatu ekosistem tiap
bentuk hidup memiliki karakteristik dan kepentingan tertentu atau khusus sehingga dapat terjadi
adaptasi dari suatu jenis tertentu di lingkungan tersebut. Selain karena faktor-faktor lingkungan
vegetasi yang ada dipengaruhi juga oleh perubahan yang secara tidak menyeluruh oleh manusia,
hewan, bahkan bencana alam. Selain itu Eurusie (1990)

menyatakan

bahwa

pembentukan

suatu tempat dari tumbuhan jugadipengaruhi oleh angin pada daerah tersebut yang mampu
membentuk tumbuhandengan bermacam-macam bentuk, seperti herba, semak, pohon, perdu, dll.
Anginsangat

berperan

dalam

proses

reproduksi

tumbuhan

yaitu

sebagai

alatpenyerbukan atau fektor.


Dalam praktikum metode non floristic dengan pengambilan sampel di 3 plot yang
berbeda di Jalan Jakarta (taman kunang-kunang), dapat disimpulkan bahwa vegetasi tumbuhan di
ketiga plot tersebut didominasi oleh tumbuhan herba, sedangkan vegetasi lain yang tumbuh
berupa pohon tinggi berkayu dengan tinggi antara 10-25 meter. Pada plot 1 kuadran 1, penyusun
vegetasi berupa tumbuhan herba dengan tinggi 0,1-0,5 meter, sangat jarang, daun selalu
meghijau sepanjang tahun dengan bentuk yang lebar dan besar, dan tekstur daun seperti
membran. Dari cirri morfologi tersebut, maka berdasarkan literature tumbuhan ini termasuk
dalam Ageratum conyzoides dengan jumlah 5 spesies. Pada kuadran 2, penyusun vegetasi berupa
tumbuhan herba dengan tinggi 0,0-0,1meter, tumbuh secara berkelompok, daun selalu meghijau
sepanjang tahun dengan bentuk seperti rumput, dan tekstur daun seperti membrane. Dari cirri
morfologi tersebut, maka berdasarkan literature tumbuhan ini termasuk dalam Axonopus sp. yang

berjumlah banyak, tetapi tidak tumbuh lebih dari 60% dari vegetasi. Pada kuadran 3, penyusun
vegetasi berupa tumbuhan tinggi berkayu dengan tinggi 10-25 meter, kurang dari 60% dari
vegetasi (diskontinu), daun selalu hijau daun, daun berbentuk graminoid, dan tekstur seperti
membrane. Dari cirri morfologi tersebut, maka berdasarkan literature tumbuhan ini termasuk
dalam Polyalthia longifolia yang berjumlah 1 spesies. Pada kuadran 4, penyusun vegetasi
berupa tumbuhan herba, dengan tinggi 0,1-0,5 meter, tumbuh sangat jarang, daun selalu
meghijau sepanjang tahun dengan bentuk lebar dan besar, dan bertekstur seperti membrane. Dari
cirri morfologi tersebut, maka berdasarkan literature tumbuhan ini termasuk dalam Pseudo
elephantopus yang berjumlah 4 spesies.
Pada plot 2 kuadran 1, penyusun vegetasi berupa tumbuhan tinggi berkayu dengan tinggi
0-25 meter, tidak tumbuh lebih dari 60% dari vegetasi (diskontinu), daun selalu menghijau
sepanjang tahun, berbentuk lebar dan besar, dan tekstur seperti membrane. Dari cirri morfologi
tersebut, maka berdasarkan literature tumbuhan ini termasuk dalam Bauhinia purpurea

yang

berjumlah 1 spesies. Pada kuadran 2, penyusun vegetasi sama dengan tumbuhan pada plot 1
kuadran 2, yaitu Axonopus sp. dengan jumlah banyak. Pada kuadran 3, vegetasi berupa
tumbuhan herba dengan tinggi 0,0-0,1 meter, tumbuh sangat jarang, daun selalu hijau
disepanjang tahun, berbentuk graminoid, dan tekstur seperti membrane. Dari cirri morfologi
tersebut, maka berdasarkan literature tumbuhan ini termasuk dalam Brachiaria decumbens yang
berjumlah 9 spesies. Sedangkan pada kuadran 4 penyusun vegetasi sama dengan tumbuhan pada
plot 1 kuadran 4, yaitu Pseudo elephantopus.dengan jumlah 7 spesies.
Sedangkan pada plot 3, penyusun vegetasi berupa tumbuhan tinggi berkayu dengan tinggi
0-25 meter, tidak tumbuh lebih dari 60% dari vegetasi (diskontinu), daun selalu menghijau
sepanjang tahun, berdaun majemuk, dan bertekstur seperti membrane. Dari cirri morfologi
tersebut, maka berdasarkan literature tumbuhan ini termasuk dalam Swietenia mahagoni L.
yang berjumlah 1 spesies. Pada kuadran 2, penyusun vegetasi sama dengan tumbuhan pada plot 1
kuadran 2, yaitu Axonopus sp. dengan spesies berjumlah banyak. Sedangkan pada kuadran 3,
penyusun vegetasi berupa tumbuhan herba dengan tinggi 0,0-0,1 mete, tumbuh sangat jarang,
daun selalu menghijau sepanjang tahun, daun berukuran medium dengan perbandingan 2:5 dan
tekstur daun seperti membrane. Dari cirri morfologi tersebut, maka berdasarkan literature
tumbuhan ini termasuk dalam Peperomia pellucida yang berjumlah 1 spesies.

Dari data ynag diperoleh terdapat perbedaan-perbedaan tumbuhan. Ada yang

berupa

herba, ada juga yang berupa pohon. Pengkoveran dari tumbuhan berkayu pada plot yang
iambil sangat jarang dari pada tumbuhan herba. Dari ketiga plot dengan 11 kuadran, tumbuhan
yang paling banyak ditemukan berupa Axonopus sp, sebab tumbuhan tersebut tumbuh diseluruh
plot yang dijadikan sampel.
Menururt Syafei (1990) bahwa variasi lingkungan akan membantu suatu gambaran dalam
suatu ekosistem tumbuhan,misalnya stratifikasi suatu tumbuhan akan memberikan perbedaan
radiasi dalam penerimaan suatu faktor lingkungan seperti suhu, permukaan tanah akan berbeda
dengan

suhu

di

udara.

Dengan

adanya

perbedaan

ini

maka

Syafei

(1990)

mengemuikakan bahwa adanya hukum toleransi sherfold yang menyatakan bahwa setiap faktor
lingkungan mempunyai kondisi minimum dan maksismum yangmampu mempengaruhi keadaan
tumbuhan.
Faktor bioekologi secara umum terbagi atas dua yakni faktor fisik atau abiotik yang
terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang bersifat non biologis seperti iklim (suhu udara,
kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisik lingkungan lainnya. Diketahui
bahwa Setiap mahluk hidup termasuk vegetasi tumbuhan berada pada kondisi lingkungan abiotik
yang dinamis dalam skala ruang yang bervariasi disetiap tempat hidupnya. Oleh karena itu setiap
tumbuhan harus dapat beradaptasi menghadapi perubahan kondisi faktor lingkungan tersebut.
Namun demikian, ada vegetasi tumbuhan tidak mungkin dapat hidup dalam kisaran faktor-faktor
abiotik yang tinggi, ada jenis vegetasi tumbuhan yang mampu tumbuh dikisarn faktor abiotik
yang tinggi.Faktor bioekologi yang kedua adalah faktor biotik yaitu organisme yang berpengaruh
terhadap organisme lain contoh tumbuhan lain. Tumbuhan dapat tumbuh dengan berhasil bila
lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk pertumbuhan sesama daur hidupnya.
Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya bergantung pada kondisi fisik dan kimia tetapi juga
karena kehadiran organisme lain faktor yang berperan dapat dibagi menjadi tiga kelompok
utama, yakni iklim, tanah dan biotik. ( Katili, 2013).
Dari data pengamatan yang diambil, faktor abiotik yang diukur antara lain pH tanah,
cahaya, suhu, kelembaban, dan kesuburan tanah. Menurut Odum (1993), Derajat keasaman (pH)
tanah juga merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme baik flora maupun fauna. pH
tanah dapat menjadikan organisme mengalami kehidupan yang tidak sempurna atau bahkan akan
mati pada kondisi pH yang terlalu asam atau terlalu basa. Agar flora maupun fauna dapat hidup

dengan baik harus berada pada kisaran pH yang netral yaitu antara 6-8. Menurut Partomihardjo
dalam Hariyadi (2000) penyebaran epifit pada setiap pohon lebih dipengaruhi oleh sinar
matahari. Dari data pengamatan, pH tanah diwilayah tersebut adalah 7, sehingga tumbuhan dapat
tumbuh secara optimal dalam rentang pH tersebut. Intensitas cahaya yang diukur dengan soil
analyzer menunjukkan angka 5, kelembaban termasuk kering, yaitu menunjuk pada angka 1,
sedangkan tingkat kesuburan tanah termasuk rendah. Suhu tanah dan suhu udara yang diukur
menggunkan soil thermometer dan termohygrometer menunjukan 28 oC. sedangkan kelembaban
udara menunjukkan 54%.

Daftar Pustaka
Eurusi, J, Yanen. 1990. Pengantar ekologi tumbuhan. Bandung: ITB.
Rasosoedarmo, R. Soedarman. 1986. Pengantar ekologi. Bandung : Cv remaja karya
Syafei, E. Surasana. 1990. Pengantar ekologi tumbuhan. Bandung. ITB.
Winarno R. dkk. 1997 . lingkungan hidup aba. Malang : YAB Malang
Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : UGM Press.
Hariyadi, Bambang. 2000. Sebaran dan keanekaragaman jenis tumbuhan paku di bukit sari,
Jambi (Tesis).Bandung : ITB.
Katili, Abubakar. 2013. Deskripsi Pola Penyebaran Dan Faktor Bioekologis Tumbuhan Paku
(Pteridophyta) Di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur. Gorontalo : FMIPA Universitas Negeri Gorontalo.

Anda mungkin juga menyukai