Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. HENOCH-SCHONLEIN PURPURA
1.1 DEFINISI
Henoch-schonlein purpura (HSP) adalah kelainan inflamasi yang di tandai
dengan vaskulitis generalisata pada pembuluh darah kecil di kulit, saluran cerna,
ginjal, sendi dan jarang pada paru dan susunan saraf pusat. Merupakan vaskulitis yang
paling sering ditemukan pada anak-anak.
Purpura

Henoch-Schonlein

merupakan

suatu

vaskulitis

dengan

karakteristik dijumpai deposisi kompleks imun yang mengandung antibody IgA pada
kulit dan ginjal. Dengan keterlibatan ginjal berupa hematuria mikroskopik (4%100%), hematuria makroskopik (8%-80%) dan proteinuria (45%-100%).
Penyakit yang ditandai dengan adanya purpura, artritis, nyeri abdomen, dan
nefritis tanpa disertai trombositopenia. 5,6,7

1.2 EPIDEMIOLOGI
Purpura Henoch-Schonlein dengan keterlibatan ginjal berupa hematuria
mikroskopik (4%-100%), hematuria makroskopik (8%-80%) dan proteinuria (45%100%). Beberapa kasus HSP didahului dengan infeksi pernapasan bagian atas.
HSP mengenai semua golongan ras di dunia tetapi yang paling banyak
pada ras kulit putih dan asia. Rata-rata 14-20 kasus per 100.000 anak usia sekolah;
prevalensi tertinggi pada usia 2-11 tahun (75%); 27% kasus ditemukan pada dewasa,
jarang ditemukan pada bayi. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak
perempuan (rasio 1,2-1,8 :1). 7,8

1.3 ETIOLOGI

Sampai saat ini masih belum diketahui pasti; IgA diduga berperan penting,
ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun, dan deposit IgA
pada dinding pembuluh darah dan mesangium ginjal.

1.4 PATOGENESIS
Sampai saat ini pathogenesis dari HSP masih tidak deketahui secara pasti.
Tersering HSP didahului dengan infeksi pernapasan bagian atas. Grup A -hemolytic
streptococcus, Staphylococcus aureus, mycoplasma, dan adenovirus dicurigai menjadi
faktor pencetusnya. Dari kebanyakan ditemukannya IgA spesifik, didapatkan bahwa
HSP adalah penyakit yang termediasi oleh IgA dan IgA immune kompleks. Gen HLAB34 dan HLA-DRB1*01 allel dikaitkan dengan HSP nefritis. Pasien dengan family
demam mediterania, sindrom demam hereditas periodic, dan defisiensi komplemen
meningkatkan risiko dari HSP. 8

1.5 MANIFESTASI KLINIS

Dapat dimulai dengan gejala prodromal demam, nyeri kepala dan


anoreksia

Kemudian muncul lesi kulit, nyeri perut, edema perifer, muntah, dan
atau tanpa disertai artritis.

Erupsi kulit akan berlangsung selama kira-kira 3 minggu

Gejala saluran cerna dialami oleh 85% kasus, umumnya berupa nyeri
perut kolik.

Artritis ditemukan pada 75% kasus

Keterlibatan ginjal ditemukan pada 30-50% kasus dan dapat menetap


hingga 6 bulan kemudian. Gejala yang muncul adalah hematuria
ringan, proteinuria, oliguria, hingga gagal ginjal. 6

1.6 DIAGNOSIS

Ditemukan lesi purpura yang dapat diraba dengan lokasi yang khas di kulit, serta di
temukan manifestasi kelainan saluran cerna, ginjal dan sendi. Pada 25% kasus rash
muncul setelah manifestasi lainnya.8

Kriteria diagnosis
Bila di temukan min 2 dari 4 kriteria menurut the American College of Rheumatology
1990:
-

Purpura non trombositopenia

Usia < 20 tahun saat onset

Gejala abdominal/gangguan saluran cerna

Ditemukan sel granulosit pada biopsy

LED

Leukosit ditemukan eosinofilia.5

Pemeriksaan penunjang
-

Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik untuk purpura HenochSchonlein.

Darah

tepi

lengkap

dapat

menunjukkan

leukositosis

dengan

eosinophilia dan pergeseran hitung jenis ke kiri.


-

Trombositosis dijumpai pada 67% pasien

Laju endap darah tidak selalu meningkat.

Urinalisasi menunjukan hematuria, kadang-kadang dapat ddijumpai


proteinuria.

Pemeriksaan feses menunjukkan adanya perdarahan.

Ureum dan keratinin mungkin meningkat, yang menunjukkan


menurunnya fungsi ginjal.6

1.7 TATA LAKSANA


Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik, tindakan suportif diberikan sesuai
dengan kondisi klinis saat itu. Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat

digunakan parasetamol. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada
keluhan muntah dan nyeri perut, dier diberikan dalam bentuk makanan lunak.
Kortikosteroid dipertimbangkan pada kondisi:
-

Syndrome nefrotik persisten

Badan krsen pada >50% glomerulus

Nyeri perut yang hebat

Perdarahan saluran cerna

Edema berat

Keterlibatan system saraf pusat atau paru-paru.6

1.8 PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, tetapi bila manifestasi awalnya berupa kelainan
ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan
hingga 2 tahun pasca-sakit. Kekambuhan terjadi 6 minggu 7 tahun sesusah penyakit
inisial. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk follow up rutin.6

2. SINDROM NEFROTIK
2.1 DEFINISI
Sindrom
mengenai

nefrotik

glomerulus,

hipoalbuminemia
hiperlipidemia

dan

dan

(SN)

adalah

ditandai
edema,

penyakit/sindrom

dengan
dengan

hiperkolesterolemia.

proteinuria
atau

tanpa

Kadang-kadang

yang
masif,

disertai
gejala

disertai dengan hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.


1,5

2.2 EPIDEMIOLOGI
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada
anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi

minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6


tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak
daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati
membranosa

(30%-50%),

umur

rata-rata

30-50

tahun

dan

perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Sindrom nefrotik menyerang


1-3 per 100.000 anak yang berusia kurang dari 16 tahun, tanpa
penanganan yang tepat, sindrom nefrotik dapat berisiko tinggi
menyebabkan kematian, tersering oleh infeksi. Untungnya, 80% dari
anak-anak

dengan

sindrom

nefrotik

berespon

baik

terhadap

pengobatan kortikosteroid. 8
Kejadian
sedangkan

pada

SN

idiopatik

dewasa

2-3

kasus/100.000

3/1000.000/tahun.

anak/tahun

Sindrom

nefrotik

sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes


mellitus.2

2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan Etiologi
a. Sindrom nefrotik primer
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer
oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat
kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam
sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir
atau usia di bawah 1 tahun.

b. Sindrom nefrotik sekunder


Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Pada pasien dengan usia <8 tahun dan dengan
gejala-gejala

hipertensi,

hematuria,

disfungsi

ginjal,

gejala

ekstrarenal(rash, arthralgia, demam), atau penurunan serum level


komplemen perlu dicurigai adanya sindrom nefrotik sekunder. 8
Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital
b. Infeksi
c. Toksin dan alergen
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik
e. Neoplasma

Tabel. Klasifikasi Sindrom Nefrotik

Dasar Klasifikasi
Keterangan
Etiologi
1.
Sindrom
Nefrotik * umumnya idiopatik
Primer
* penyakit terbatas hanya di dalam ginjal /
glomerulus
* diduga ada
2.

Sindrom

hubungan

dengan

genetik,

imunologi, dan alergi


Nefrotik * berasal dari luar ginjal; jarang dijumpai

Sekunder
* tersering : Lupus Eritematosus Sistemik,
Henoch
Schonlein Purpura
Histopatologi
1.
Sindrom

Nefrotik * 60 - 90 % dari seluruh kasus SN pada anak

Perubahan Minimal
* lebih banyak pada anak daripada dewasa
* dengan mikroskop biasa glomerulus

2.

Sindrom

tampak normal
* prognosis lebih baik
Nefrotik * 10 - 15 % dari seluruh kasus SN pada anak

Perubahan Non-minimal

* prognosis kurang baik


a. Fokal dan segmental
glomerulosklerosis
b. membranoproliferatif
glomerulonephritis
c. proliferasi mesangial
difusa
d.

membranus

glomerulonefritis
Respon

terhadap

Steroid
1. Steroid responsive

* Remisi terjadi

2. Non-steroid responsive

selama 4 minggu
*Remisi tidak terjadi

setelah pemberian steroid


dengan

pengobatan

steroid selama 4
minggu, sehingga memerlukan pengobatan
alternative

2.4 PATOFISIOLOGI
Proteinuria (albuminuria) massif merupakan penyebab utama
terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria
belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan
adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di
sepanjang

endotel

kapiler

glomerulus

dan

membran

basal.

Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang


bermuatan
glomerulus.

negatif

tertarik

Hipoalbuminemia

keluar

menembus

merupakan

akibat

sawar

kapiler

utama

dari

proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar


albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik
plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke
ruang interstitial.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik,
disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak

karena

hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar

albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun


dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid
kembali normal.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi
ekstravasasi

cairan

menembus

dinding

kapiler

dari

ruang

intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.


Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan
stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium
dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga
agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan
selanjutnya

mengakibatkan

pengenceran

plasma

dan

dengan

demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya


mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin
yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine
menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini
dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa
peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder
karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom
nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita
sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma
dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,
sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut
teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema
terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen
interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan

volume plasma

yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah


sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan


suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill
dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan
pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari
satu.3

2.5 GEJALA KLINIS

Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah


bengkak, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik. Seringkali bengkak timbul secara lambat sehingga keluarga
mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal bengkak
sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerahdaerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal,
daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya bengkak menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai
bengkak muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian
menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya.
Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema).
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan
penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan
bengkak hebat karena bengkaknya mukosa usus. Hepatomegali
disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau
keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang
berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh
karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu
makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom
nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia
umbilikalis dan prolaps ani. Bila ringan, bengkak biasanya terbatas

pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah,


misal

daerah

periorbita,

skrotum,

menyeluruh, dependen dan pitting.

labia.

Bengkak

bersifat

Asites umum dijumpai, dan

sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami


restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat
sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hematuria

mikroskopik

kadang-kadang

terlihat

pada

sindrom

nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan


berbagai tipe sindrom nefrotik.

2.6 DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua
kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai
penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin
keruh atau jika terdapat hematuri berwarna kemerahan.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema di kedua kelopak
mata,

tungkai,

atau

adanya

asites

dan

edema

skrotum/labia;

terkadang ditemukan hipertensi.


Pemeriksaan Penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif ( 2+), rasio


albumin kreatinin urin (>2) dan dapat diserati hematuria. Pada
pemeriksaan

darah

didapatkan

hipoalbuminemia

(<

2,5

g/dL),

hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL), dan laju endap darah yang


meningkat. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada
penurunan fungsi ginjal.
Pada 15% penderita sindrom nefrotik perubahan minimal bisa
terdapat

hematuri

mikroskopik

sementara.

Adanya

hematuri

mikroskopik yang terus-menerus disertai dengan adanya eri kast dan

granuler kast merupakan petunjuk penyebab kronik glomerulonefritis


(sindrom nefrotik non minimal) atau adanya trombosis vena renalis.
2.7 TERAPI

Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan


untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan
edema,

memulai

pengobatan

steroid,

dan

edukasi

orangtua.

Sebelum

pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila


hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila
ditemukan

tuberkulosis

diberikan

obat

anti

tuberkulosis

(OAT).

Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema


anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan
aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak
berat anak boleh sekolah.
Dietetik
Diet rendah garam, 1-2 gr/hari selama edema. Bila dengan
diet

rendah

garam

anak

kehilangan

nafsu

makan

masih

direkomendasikan diberikan makan normal, tanpa garam di atas meja


atau makanan asin lainnya.
Sebaiknya sebanyak kurang dari 35% kalori berasal dari lemak
untuk mencegah obesitas selama terapi steroid dan mengurangi
hiperkolesterolemi.
Albumin dan Diuretik
Pemberian albumin harus selektif, yaitu hanya diberikan bila:
o

Ada hipovolemi hebat dengan gejala postural hipotensi, sakit perut,


muntah dan diare.

Sesak dan oedem hebat disertai oedem pada skrotum dan labia.
Dosis albumin adalah
0,5-1 gr/kg BB iv, diberikan dalam 2-4 jam, diikuti oleh
pemberian furosemid

1-2 mg/kg BB iv. Dapat diulang tiap 4-6 jam bila diperlukan.
Kortikosteroid
Obat yang dipergunakan adalah prednison/prednisolon.

Tahap I (4 minggu pertama) :


Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2mg/kgBB) dibagi

dalam 3-4 dosis sehari. Dosis ini diteruskan selama 4 minggu (28
hari)

tanpa

memperhitungkan

adanya

remisi

atau

tidak

(maksimum 80 mg/hari).

Tahap II (4 minggu kedua) :

Prednison dengan dosis 40 mg/m 2/hari diberikan secara alternate


(selang sehari) dosis tunggal setelah makan pagi.

Bila Relaps :

60 mg/m2/hari (2 mg/kgBB) dibagi dalam 3-4 dosis sampai 3 hari


berturut-turut proteinuria negatif/, selanjutnya menggunakan
tahap II

Bila ada TB, diberikan bersama dengan OAT

Alternatif
Pada SN relaps frekuen atau tidak sensistif steroid yang disertai
gangguan pertumbuhan, hipertensi, cushingoid, dan perubahan sikap.

Siklofosfamid : 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal, selama 8-12


minggu, bersama prednison 40 mg/m2/hari secara alternate
(selang sehari). Hati-hati efek samping, periksa leukosit darah
setiap minggu. Jika Leukosit < 3.000 /m 3 maka hentikan obat,
dilanjutkan lagi bila leukosit > 5.000 /m3.

Klorambusil : 0,15 0,2 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.

Nitrogen mustard : 0,1 mg/kgBB/hari i.v, selama 4 hari


berturut-turut ditambah dengan prednison 40 mg/m 2/hari,
dosis alternate untuk 5 dosis.

Siklosporin A : 4 5 mg/kgBB/hari, minimal selama 1 tahun.

Levamisol : Obat cacing (ascaridil) mempunyai efek imun


stimulasi sel T. dosis 2 3 mg/kgBB/hari, selang sehari (6-18
bulan).

Tabel.1. Istilah yang menggambarkan respon terapi steroid


pada anak dengan sindrom nefrotik
Remisi

Kambuh

Kambuh tidak
sering
Kambuh sering

Proteinuria negatif atau proteinuria < 4


mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam
selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya
pernah mengalami remisi
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali
dalam periode 12 bulan
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal, atau 4 kali kambuh pada setiap
periode 12 bulan

Responsif-steroid

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja

Dependen-steroid

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa


tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari
setelah terapi steroid dihentikan

Resisten-steroid

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan


terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu

Responder lambat
Non responder

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60


mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain
Resisten-steroid sejak terapi awal

awal
Non responder
lambat

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang


sebelumnya responsif-steroid

2.8 PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai
berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun
atau di atas 6 tahun

2. Disertai oleh hipertensi


3. Disertai hematuria
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik
primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal
dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10%
pengobatan steroid.3

tidak memberi respons lagi dengan

Anda mungkin juga menyukai