Anda di halaman 1dari 26

Diabetic Gastroparesis :

A Review of Medical
Treatments
Teguh Soni Reksa
1102009283
Pembimbing : dr. Arayana
Sp,Pd

Gastroparesis merupakan komplikasi umum dari diabetes mellitus, gejalagejalanya adalah mual, muntah, cepat merasa kenyang, dan perut yang
tidak terasa nyaman. Ada banyak etiologi dari gastroparesis, termasuk
neuropati autonomic, disfungsi system saraf enteric, perubahan
neurotransmitter dan tingkatan hormone. Pengobatan dari gastroparesis
diabetic berdasarkan pada berat dan ringannya gejala serta range dari diet
dan intervensi farmakologis. Terapi antiemetic mungkin mengurangi mual
dan muntah yang berhubungan dengan gastroparesis namun belum terbukti
ampuh pada pasien dengan gastroparesis diabetic. Terapi prokinetik, seperti
agonis reseptor motilin dan agonis reseptor 5-HT-4, meningkatkan motilitas
gastrointestinal namun penggunannya terbatas karena memiliki sifat yang
kurang menguntungkan. Namun berbeda dengan prokinietik dopamine
metilclopramide antagonis reseptor D2 telah diindikasikan untuk terapi
gastroparesis selama 30 tahun. Suatu formulasi obat terbaru
metilclopramide sedang dikembangkan dan akan menjadi terapi tambahan
yang bermanfaat untuk pasien dengan mual, muntah atau disfagia dan
akan berkontribusi untuk meningkatkan kebutuhan pada pasien dengan
gastroparesis.

Tinjauan Umun
Gastroparesis didiagnosis melalui adanya gejala
saluran cerna atas yang mendukung perlambatan
pengosongan lambung pada pasien diabetes, tanpa
adanya obstruksi mekanik yang dapat menyebabkan
gejala saluran cerna atas, dan terdapat tanda-tanda
perlambatan pengosongan lambung.
Dapat menyebabkan gejala-gejala seperti mual,
muntah, cepat merasa kenyang dan ketidak
nyamanan pada perut.
Gastroparesis juga bisa menyebabkan kehilangan
berat badan, malnutrisi, dan dehidrasi pada kasuskasus yang berat.

Etiologi
Normal pengosongan lambung

Fungsi utama dari lambung adalah mencerna


makanan yang tertelan untuk mempermudah
penyerapan nutrisi pada usus halus da untuk
menyempurnakan proses ini, lambung
menyimpan, mencampur, dan menggiling
makanan kedalam chimus sebelum
mengosongkannya kedalam duodenum.
Semua proses ini berhubungan dengan
aktivitas sistem syaraf ekstrinsik dan intrinsik,
maupun dengan hormon endokrin dan
parakrin.

Selama proses makanan berlangsung, fundus


berelaksasi untuk menerima makanan yang
sudah ditelan
Proses ini diatur oleh serabut eferen vagus dan
jalur nitrit oxide pada lambung bagian proximal.
Proses pencampuran ini muncul melalui kontraksi
peristaltik otot halus pada lambung.
Dan hal tersebut bergantung pada ICC (intestinal
Cell of Cajal).
ICC berfungsi mengatur frekuensi gelombang
lambat pada lambung (3 siklus/menit)

Pengosongan lambung membutuhkan titrasi


dari partikel makanan menjadi diameter yang
kecil untuk melewati pilorus dan masuk ke
dalam duodenum.
Pengosongan lambung membutuhkan waktu
yang berbeda bergantung pada karakteristik
bentuk fisik dan kalori dari makanan tersebut
Nutrisi cair dan karbohidrat lebih cepat,
sementara protein dan lemak meninggalkan
lambung lebih lama.

Perlambatan Pengosongan lambung


(gastroparesis)
Mekanisme utama gastroparesis pada
pasien dengan diabetes sulit untuk dipahami
karena adanya ketidakcocokan hubungan
antara sympmtologi dan patologi biologis.
Walapun demikian, beberapa mekanisme
telah dikemukakan seperti neuropati
anatomis, disfungsi sistem enterik, dan
disfungsi hormonal, serta disfungsi
neurotransmitter yang mengatur mekanisme
tersebut.

Neuropati anatomis merupakan hal pertama yang


dihubungkan dengan proses lambatnya pengosongan
lambung, ini karena kesamaan radiograpik yang
ditemukan pada pasien gastroparesis dan pasien
dengan atonia/hipomotilitas lambung setelah bedah
vagotomy.
Penelitian tambahan telah menyatakan bahwa
neuropati merupakan hal yang lazim pada pasien
dengan diabetes.
Namun perbedaan antara neuropati diabetik dan
adanya gastroparesis tidak sepenuhnya
berhubungan, dan ini menandakan bahwa apabila
neuropati saja bukan merupakan penyebab dari
gastroparesis.

Kehilangan kontrol dari sistem autonomik


gastrointestinal dapat mengurangi gastik transit pada
beberapa jalur, termasuk relaksasi fundus yang
abnormal, kontraksi peristaltik yang tidak beraturan,
dan hilangnya kestabilan antroduodenal.
Pengurangan koordinasi aktivitas motorik antara
fundus, antrum, dan pilorus menyebabkan retensi
makanan.
Disritmia gastrik, dan pilorospasme mungkin
terpdapat pada pasien DM dan menyebabkan mual,
kekenyangan, nyeri perut, serta susunan bezoar.

Pengurangan jumlah dari ICCs telah dilaporkan


pada pasien dengan gastroparesis, maupun
pada pasien dengan kasus DM yang berat.
Sel-sel ICC bertanggung jawab untuk mengatur
gelombang lambat pada lambung.
Pengurangan jumlah sel-sel ini menyebabkan
takigastria , dan hal ini menyebabkan
hilangnya elektromekanikal yang berpasangan
dan terganggunya pengosongan lambung.

TATALAKSANA
Pengobatan
gastroparesis
berdasarakan
pengendalian gejala (terutama mual dan muntah) dan
mengobati penundaan pengosongan lambung.
Gastroparesis ringan ditangani dengan modifikasi
diet, sedagkan gatropasresis sedang atau berat
memerlukan
intervensi
medikamentosa
seperti
prokinetik dan antiemetik atau internevsi bedah
(sesuai dengan figure 1).
Penurunan nutrisi dan status hidrasi pada pasien
dengan
gastroparesis
berat
juga
memerlukan
intervensi enteral (melalui NGT / OGT) atau intervensi
parenteral
untuk
memperbaiki
nutrisi
dan
mengembalikan
keseimbangan
elektrolit
(sesuai
dengan figure 1)

MODIFIKASI DIET
Diet yang direkomendasikan yaitu :
Beberapa makanan kecil
Menghindari makanan yang padat atau sulit dicerna
Makanan tinggi lemak
Menghentikan obat yang dapat mengganggu
motilitas gastrointestinal (seperti golongan
antimuskarinik)
Maintenance kadar glukosan dengan insulin
Obat-obatan hipoglikemik oral
Diet menghindari efek penghambatan hiperglikemi
pada molitilitas gaster

ANTIEMETIK
Antiemetik berfungsi sebeagai mengurangi mual dan
muntah pada gastroparesis dan mugnkin bermanfaat
dalam melengkapi prokinetik sebagai terapi kombinasi.
Antiemetik mengurangi muntah ada varietas subtipe
reseptor di perifer dan sentral sistem saraf (Table 1). Yang
paling banyak digunakan adalah golongan phenothiazines
(prochlorperazine dan thiethylperazine).
Juga golongan dopamin dan reseptor antagonis
kolinergik bertindak terutama di daerah postrema otak.
Selain itu, obat golongan kolinergik muskarinik
antagonis reseptor M1 (scopolamin) dan antagonis
histamin H1 bekerja pada sistem jalur vestibular
mencegah mual yang berhubungan dengan mabuk
perjalanan (motion sickness)

PROKINETIK
Prokinetics digunakan untuk meningkatkan motilitas
GI dan dengan demikian meredakan gejala mual dan
muntah . Ini termasuk agonis reseptor motilin , agonis 5 HT4 - reseptor , dan dopamin antagonis reseptor D2.

AGONIS RESEPTOR MOTILIN


Agonis reseptor motilin , seperti eritromisin ,
azitromisin , klaritromisin , dan mitemcinal ( GM - 611 )
adalah
prokinetics
yang
mengatasi
penundaan
pengosongan lambung dengan mempercepat kontraksi
antroduodenal.
Eritromisin tidak dianjurkan sebagai prokinetic pilihan
karena masalah dengan toleransi dosis dan tachyphylaxis
dan kekhawatiran tentang resistensi antibiotik bakteri.
Karena itu, beberapa turunan eritromisin yang diproduksi,
seperti mitemcinal

AGONIS RESEPTOR MOTILIN (cont.)


Dalam sebuah studi acak (McCallum dkk. 2007) ,
double-blind, plasebo terkontrol 106 pasien dengan
gastroparesis , mitemcinal ( 10 mg , 20 mg , 30 mg
dosis terbagi atau 20 mg dibagi 3 dosis ) selama 28
hari percepatan pengosongan lambung , meskipun
pengurangan gejala gastroparesis tidak signifikan
dibandingkan dengan plasebo.
Azitromisin
juga
menunjukkan
prokinetic
aktivitas dan telah berhasil digunakan untuk
mengurangi gejala gastroparesis pada satu pasien
dengan gastroparesis diabetes tidak responsif terhadap
prokinetics lain

ANTAGONIS RESEPTOR 5-HT4


Agonis 5 - HT4 - reseptor memiliki sifat prokinetic
di saluran pencernaan karena mereka memfasilitasi
pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik myenteric.
Cisapride di samping efek prokinetic-nya, efektif
mengontrol mual dan muntah melalui antagonisme
lemah 5 - HT3 reseptor. Cisapride meningkatkan
tekanan sfingter esofagus bagian bawah dan
koordinat dan meningkatkan antral, pilorus , dan
duodenum gelombang tekanan. Akan tetapi, lebih
dari 250 kasus aritmia jantung dilaporkan terkait
dengan cisapride , karena itu, Cisapride ditarik dari
perederan
di
Amerika
Serikat
pada tahun 2000.

ANTAGONIS RESEPTOR 5-HT4(cont.)


Tegaserod, antagonis reseptor 5-HT4 digunakan
untuk pengobatan konstipasi kronis dan konstipasi pre
IBD Syndrome, juga telah ditunjukkan untuk
meningkatkan
pengosongan
lambung
pada orang sehat. Pada bulan Maret 2007, pemasaran
tegaserod dihentikan oleh produsen atas permintaan
dari
US
Food
and
Drug
Administration (FDA), karena pasien yang menerima
tegaserod memiliki risiko tinggi kejadian iskemik,
termasuk serangan jantung dan stroke.

ANTAGONIS RESEPTOR DOPAMIN D2


Dopamin
antagonis
reseptor
D2
seperti
domperidone dan metoclopramide telah digunakan
dengan
berbagai
tingkat
keberhasilan
dalam
pengobatan gastroparesis.
Domperidone menghambat relaksasi reseptif fundic
dan meningkatkan dan mengkoordinasikan kontraksi
perut . Obat ini tidak melintasi penghalang darah-otak
dan tidak memiliki efek samping kolinergik.
Metoclopramide merupakan antagonis reseptor D2di pusat dan perifer yang juga bertindak sebagai agonis
5-HT4 dan 5-HT3 antagonis. Obat ini memblok
penghambatan dopaminergik dari aktivitas motorik
sehingga
mengurangi
relaksasi
reseptif
dan
meningkatkan kontraksi antral.

ANTAGONIS RESEPTOR DOPAMIN D2 (Cont.)


Sejak
tahun
1979,
metoclopramide
telah
diperbolehkan untuk menghilangkan gejala yang
berhubungan dengan akut dan berulang diabetes stasis
lambung. Selain itu juga untuk pencegahan mual pasca
operasi dan kemoterapi - diinduksi dan muntah serta
penyakit gastroesophageal reflux.
Peneliti meninjau enam studi acak mengevaluasi
efektivitas metoclopramide oral dalam pengobatan
gastroparesis dan menemukan bahwa semua perbaikan
moderat ditunjukkan dalam gejala gastroparesis dan
pengosongan lambung ( Tabel 2 ).
Sebuah studi (Patterson dkk, 1999) double-blind ,
multicenter , percobaan acak pada pasien dengan
gastroparesis diabetes ( N = 95 ) menunjukkan bahwa
domperidone dan metoclopramide sama-sama efektif

ANTAGONIS RESEPTOR DOPAMIN D2 (Cont.)


Kejadian dan keparahan mengantuk, akatisia,
kecemasan, dan depresi secara signifikan lebih besar
pada
pasien
yang
menerima
metoclopramide
dibandingkan dengan domperidone.
Studi (Erbas dkk, 1993) acak , single-blind ,
crossover studi lebih kecil pada pasien dengan
gastroparesis diabetes ( N = 13 ) menunjukkan
keampuhan pada eritromisin dan metoclopramide
dalam mengatasi gejala gastroparesis, meskipun
eritromisin lebih efektif dan menyebabkan efek samping
lebih sedikit dibandingkan metoclopramide.
Metoclopramide dapat diberikan secara oral (yaitu,
formulasi tablet, larutan oral) atau dengan suntikan
(intramuskular , subkutan, intravena ).

Ringkasan
Gastroparesis merupakan hal yang umum pada
pasien dengan diabetes yang sudah
berlangsung lama, terutama pada pasien
dengan DM tipe 1.
Tujuan pengobatannya adalah untuk mengatur
gejala-gejalanya serta mempercepat proses
pengosongan lambung.
Modifikasi diet dan pengaturan glukosa
sangatlah bermanfaat, namun kombinasi
prokinetik dan antiemetik dapat menjadi hal
yang paling efektiv.

Metilcropamide dan antagonis dopamin


D2 reseptor secara sukses telah
digunakan untuk mengatur gejala
gastroparesis selama 30 tahun.
formulasi obat tablet baru metilcropamid
sedang dalam proses pengembangan,
karena kemudahan administrasi, dan hal
ini akan menjadi terapi pasien dengan
mual, muntah atau disfagia.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai