PENDAHULUAN
Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan neurologis yang terdiri
dari;
a. Status mental,
b. Tingkat kesadaran,
c. Fungsi saraf kranial,
d. Fungsi motorik,
e. Refleks,
f. Koordinasi dan gaya berjalan dan
g. Fungsi sensorik
Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang diperlukan, diusahakan
kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita selama pemeriksaan. Penderita seringkali
diminta kesediaannya untuk melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap
tidak masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus
dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan untuk
dapat menegakkan diagnosis.
Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang dilakukan dan nyeri yang
mungkin timbul dapat membantu memupuk kepercayaan penderita pada pemeriksa. Penderita
diminta untuk menjawab semua pertanyaan sejelas mungkin dan mengikuti semua petunjuk
sebaik mungkin.
Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik akan dapat
mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur diagnostik modern
tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Saraf-saraf kranial
langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang
yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau
dengan angka romawi.
Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis (IV),
trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX),
vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik
murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung
serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf
campuran, saraf kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang
parasimpatis sistem saraf otonom.
2. DEFINISI
Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti kedua belas pasangan
saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius
(III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII),
glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).
Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf yang berawal dari
otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya keluhan ataupun gejala pada berbagai
organ atau bagian tubuh yang dipersarafinya.
3. ANATOMI DAN FISIOLOGI
a. SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri
dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di
lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya
sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei ditalamus.
Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau
busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus,
hipotalamus dan sistem limbik.
b. SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini,
ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut
dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina
ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk
indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi
hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati
bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut
yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
c. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus
motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior,
otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edingerwesthpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris.
d. SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya
saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot
oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
e. SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut
sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris,
dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut,
hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian
anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
f. SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.
g. SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus
motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
h. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum
medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk
keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabutserabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons,
serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.
i. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
j. SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion
inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus,
jantung dan paru-paru.
k. SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris
adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot
trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
l. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus
merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.
4. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
a. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat tentang
hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami cedera kepala sedang
atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus
frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan
salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan
pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya
bahan tersebut dan kalau mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
b. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field),
refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
1) Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan tangan.
i. Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak
terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin.
Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap
mata (visus 6/6)
ii. Jari tangan.
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2 meter, maka
perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
iii. Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada jarak 1 meter
berarti visusnya kurang lebih 1/310.
2) Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan masseter.
Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter
diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan
pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari
cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
3) Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
i. Refleks kornea
- Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas disentuhkan pada
kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada
kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan
dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya
(berkedip) berasal dari N.VII.
- Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata kiri dan
sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks cahaya
konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
ii. Refleks bersin (nasal refleks)
iii. Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya (jangan
terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu
refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu
penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat
dan cepat.
f. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda
tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya
horizonatal dan sejajar satu sama lain.
g. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat
pasien diam diperhatikan :
1) Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan
dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah
masih tampak simetrik
2) Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor
dan seterusnya ).
3) Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
i. Tes kekuatan otot
- Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula
tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak
ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien
disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren
unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior
lidah (N. IX).
j. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian
rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian
pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba
massa otot sternokleido mastoideus.
k. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut,
tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik).
Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi
ke arah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron
unilateral.Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
5. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS CRANIALIS.
a. Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan
penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada
anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian
kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau
kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
i. Agenesis traktus olfaktorius
ii. Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal Sembuhnya rhinitis berarti juga
pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik
penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
iii. Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.Destruksi bulbus olfaktorius dan
traktus akibat kontusi countre coup, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala.
Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari
trauma vegio orbital.
iv. Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
v. Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius
(fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan
gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis.
vi. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.Penyakit yang
mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin
mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan
aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
b. Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan
penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan
atau terputusnya jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat
terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma
optikum, traktus optikus, radiatio optika, kortek penglihatan.
Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan kebutaan. Orang yang buta kedua sisi
tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang
pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan
saraf optikus.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1) Trauma Kepala
2) Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3) Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat ikut tersumbat
jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4) Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
1) Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada tekanan intrakkranial
yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi
intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.
2) Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia, famitral, misal:
retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
3) Neuritis optik.
c. Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke
medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi
parasimpatis untuk kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III
juga menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak
mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
1) Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari kerja
otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf fasialis.
2) Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya perlawanan
dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3) Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.Jika seluruh otot
mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi di perifer, paralisis otot tunggal
menandakan bahwa kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi;
1) Lesi kompresif seperti tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi
orbital.
2) Infark seperti pada arteritis dan diabetes.
d. Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak
kebawah dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada
mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada
setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering
disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
e. Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral,
ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke
lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas
karena predominannya otot oblikus inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas
dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap
cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan
nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple
sklerosis, perdarahan dan tumor. Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata
perifer adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis
interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
f. Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain :
1) Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa
baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
2) Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic
douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris
dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering
dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris
superior yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
3) Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus,
yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini
mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
g. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
1) Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
2) Lesi LMN :
3) Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.Pada fosa posterior,
meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
4) Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt,
dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks, dan keganasan parotis bilateral. Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa
kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus
lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata
tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang
lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak
mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata
bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
h. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan
keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara
lain:
1) Gangguan pendengaran, berupa :
i. Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi misal presbiaksis.
Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau
alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
ii. Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
2) Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
i. Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi
streptomisin.
ii. Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.
iii. Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV
demielinisasi.
iv. Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
i. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan
hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru. Kehilangan refleks ini pada
pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome
(ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian.
Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan
lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea
langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
1) Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
2) Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)