A. IDENTITAS PASIEN
Nama
No. Register RS
Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal MRS
Dokter Penanggung Jawab
: Tn. JF
: 31-09-xx
: 5 Oktober 1981
: 34 Tahun
: Laki-laki
: BTN Samanggi Maros
: 19 November 2015
: dr. Hj. Rahasiah Taufik, Sp.M (K)
B. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secata autoanamnesis
Keluhan utama
penglihatan
ganda disangkal, keluhan sakit kepala, mual dan muntah serta riwayat
trauma juga disangkal oleh pasien.
Disangkal
Disangkal
Riwayat Pengobatan
Ayah
menderita
penyakit
Obat-obatan (-) jarak antara tempat kerja dan rumah pasien sangat
jauh, pasien pulang pergi berkendara dengan menggunakan motor,
jarang menggunakan pelindung mata.
Riwayat alergi
Disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status Generalis
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
TD
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 18 x/menit
Suhu
D. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Inspeksi
PEMERIKSAAN
Palpebra
Apparatus
Lakrimalis
Silia
OD
OS
Lakrimasi (-)
Lakrimasi (-)
Trichiasis (-)
Hyperemis (+) pada
Trichiasis (-)
pterygium
Tampak jarungan
Konjungtiva
fibrovaskular yang
berbentuk segitiga dari
Hyperemis (-)
Mekanisme
Muskular
Tampak jarungan
fibrovaskular yang
berbentuk segitiga dari
arah temporal dan
Kornea
Permukaan cembung
hampir menutupi
seluruh pupil
Pterigium (-)
Permukaan cembung
Pterigium (+)
Sedang
Coklat
Bulat central
Sulit untuk dinilai
Sedang
Coklat
Bulat central
Jernih
PEMERIKSAAN
OD
OS
Finger Tension
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Glandula
Tn
(-)
(-)
Tn
(-)
(-)
Pembesaran (-)
Pembesaran (-)
Preaurikuler
3. Tonometri
TOD
TOS
4. Visus
VOD
: 6/25
VOS
: 6/6
5. Campus Visual
OD
Hiperemis pada daerah
Konjungtiva
pterygium
Tampak jarungan
OS
Hyperemis (-)
fibrovaskular yang
berbentuk segitiga dari
Kornea
Jernih
hampir menutupi
seluruh pupil
BMD
Iris
sedang
Coklat, Krypte (+)
Bulat, Refleks cahaya
Sedang
Coklat, Krypte (+)
Bulat, Refleks cahaya
Pupil
Lensa
langsung (+)
Sulit dinilai
langsung (+)
Jernih
9. Slit Lamp
Konjungtiva hyperemis (+) pada daerah yang ditemukan
adanya pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang berbentuk
SLOD
SLOS
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan evaluasi
F. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 34 tahun datang ke poliklinik mata
dengan keluhan adanya rasa mengganjal seperti berpasir pada mata
sebelah kanan yang dialami sejak + 5 tahun yang lalu, disertai muncul
selaput yang awalnya kecil dan tipis namun semakin lama semakin
membesar dan terlihat jelas.
Pasien juga mengeluh bahwa penglihatan kabur, mata menjadi
merah, gatal, selalu terasa perih dan sering berair terutama pada saat
berkendara maupun beraktivitas diluar ruangan.
Pandangan seperti melihat terowongan disangkal,
penglihatan
ganda disangkal, keluhan sakit kepala, mual, muntah serta riwayat trauma
dan alergi juga disangkal oleh pasien.
Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter dengan
keluhan yang sama dan dokter telah menyarankan operasi namun pasien
memilih untuk melakukan rawat jalan dan menggunakan obat tetes mata.
Pasien pernah menggunakan rendaman air daun sirih sebagai pengobatan
tradisional untuk mengobati matanya.
Riwayat penyakit dahulu dan penyakit mata lainnya disangkal,
riwayat penggunaan kacamata juga disangkal oleh pasien. Pasien memiliki
penyakit mata yang sama dengan ayahnya, namun ayah pasien telah
menjalani operasi.
Pasien mengaku memiliki kebiasaan merokok dan sering
berkendara dengan menggunakan motor tanpa pelindung mata, padahal
jarak antara tempat kerja dan rumah pasien sangat jauh.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD: 6/25 dan VOS:
6/6. Pada pemeriksaan slitlamp tampak konjungtiva hyperemis pada
daerah yang ditemukan adanya pertumbuhan jaringan fibrovaskular yang
berbentuk segitiga dari arah temporal dan hampir menutupi seluruh pupil.
Pada permukaan kornea tampak pertumbuhan jaringan fibrovaskula, BMD
kesan normal, Iris coklat, krypte (+), pupil bulat, central, RC (+), lensa
sulit untuk dinilai.
G. DIAGNOSIS
Pterigium derajat III oculus dextra
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Pseudopterigium
2. Pingeukula
I. TERAPI
Rencana eksisi pterigium + graft
J.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam
: bonam
K. DISKUSI
1. Identifikasi Masalah
-
Sering berair
Penglihatan kabur
2. Analisa Kasus
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah
dilakukan, maka pasien ini didiagnosis dengan pterigium derajat III oculus
dextra.
Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama pasien datang ke
poliklinik mata akibat adanya rasa mengganjal seperti berpasir yang ia
rasakan pada mata sebelah kanannya, hal ini telah dialami + sejak 5 tahun
yang lalu, pasien juga mengeluh munculnya selaput pada mata sebelah
kanan yang semakin lama semakin meluas dan terlihat jelas, hal ini
tentunya sangat mengarah pada gejala klinis dari Pterigium. Ditambah lagi
keluhan penyerta lainnya seperti mata merah, gatal dan selalu terasa perih,
sering berair serta penglihatan yang kabur.
menegakkan
diagnosis
pterigium,
penting
untuk
rajin merwat dan menjaga kebersihan kedua mata. Oleh karena itu
dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi pelindung
bila keluar rumah.
TINJAUAN PUSTAKA
10
lipatan ini disebut dengan forniks superior dan inferior. Forniks superior
terletak 8-10 mm dari limbus sedangkan forniks inferior terletak 8 mm
dari limbus. Lipatan tersebut membentuk ruang potensial yang disebut
dengan sakkus konjungtiva, yang bermuara melalui fissura palpebra antara
kelopak mata superior dan inferior. Pada bagian medial konjungtiva, tidak
ditemukan forniks, tetapi dapat ditemukan karunkula dan plika semilunaris
yang penting dalam sistem lakrimal. Pada bagian lateral, forniks bersifat
lebih dalam hingga 14 mm dari limbus.(1)
11
dapat divisualisasikan.
tempat
peralihan
konjungtiva
tarsal
dengan
12
13
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
di sampingnya dan sel poligonal di depanya melalui desmosom dan
14
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu yang lama yang kadangkadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblas terletak di antara seratkolagen stroma.
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.(2)
d. Membrane Descement
e. Endotel
15
dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus
berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus
membrane bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.(2)
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan
terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenarasi.(2)
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup
bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea
dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan
oleh kornea.(2)
B. PTERIGIUM
1. Definisi
Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Menurut Hamurwono, pterigium
merupakan konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan penebalan
berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke kornea dengan
16
17
anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan
tiga. (6,7)
b. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering
dengan sinar UV. (6,7)
c. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi
geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei
yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di
khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi.
Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun
pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki
risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah
yang lebih selatan. (6,7)
d. Jenis kelamin
Dilaporkan bahwa perbandingan antara laki-laki dan perempuan
penderita pterygium adalah 2:1.(6,7)
e. Herediter
Berdasarkan penelitian case control menunjukkan bahwa riwayat
keluarga dengan pterigium, kemungkinan diturunkan secara autosomal
dominan.(6,7)
f. Infeksi
18
degenerasi
fibrovaskular. Jaringan
kolagen
dan
subkonjungtiva
terlihat
terjadi
jaringan
subepitelial
degenerasi
elastoik
19
ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian
menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau
disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.(9)
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan
perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media
mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan
fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun
menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium
menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler
berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah
bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh,
invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.(9)
4. Histopatologi
Pterigium merupakan akumulasi dari jaringan degenerasi subepitel
yang basofilik dengan karakteristik keabu-abuan di pewarnaan H & E .
Berbentuk ulat atau degenerasi elastotic dengan penampilan seperti cacing
bergelombang dari jaringan yang degenerasi. Pemusnahan lapisan
Bowman oleh jaringan fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya
biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic, hiperkeratotik, atau bahkan
displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.(9)
20
c.
21
dan merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang
paling penting untuk dilakukannya koreksi pembedahan. (4,6,7)
6. Klasifikasi
Dalam penegakan diagnosis pterigium, sangat penting ditentukan
derajat atau klasifikasi pterigium tersebut. Klasifikasi pterigium dibagi
menjadi beberapa kelompok yaitu: (4,10)
a. Berdasarkan Perjalanan Penyakitnya
Derajat 2: jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati kornea.
22
7. Diagnosis
a. Anamnesis
Identitas pasien sangat perlu untuk ditanyakan. Selain sebagai
data administrasi dan data awal pasien, identitas tertentu juga sangat
perlu untuk mengetahui faktor resiko pterigium. Pterigium lebih sering
pada kelompok usia 20-30 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Riwayat
pekerjaan
juga
sangat
perlu
ditanyakan
untuk
mengetahui
Gambar 5. Pseeudopterigium
b. Pinguekula
Pinguekula merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi berbentuk
segitiga dengan puncak di perifer dasar di limbus kornea, berwarna
kuning keabu-abuan dan terletak di celah kelopak mata. Timbul akibat
24
iritasi oleh angin, debu dan sinar matahari yang berlebihan. Biasanya
pada orang dewasa yang berumur kurang lebih 20 tahun.(5)
c.
Gambar 6. Pinguekula
Secara histopatologik ditemukan epitel tipis dan gepeng, sering
terdapat hanya dua lapis sel. Lapisan subepitel tipis. Serat-serat
kolagen stroma berdegenerasi hialin yang amorf kadang-kadang
terdapat penimbunan serat-serat yang terputus-putus. Dapat terlihat
penimbunan kalsium pada lapisan permukaan. Pembuluh darah tidak
masuk ke dalam Pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi
iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh
darah yang melebar. Tidak ada pengobatan yang khas, tetapi bila
terdapat
gangguan
kosmetik
dapat
dilakukan
pembedahan
pengangkatan.(9)
9. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Penanganan pterigium pada tahap awal adalah berupa tindakann
konservatif seperti penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi
maupun paparan sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata anti
UV dan pemberian air mata buatan/topical lubricating drops.(3,4)
25
b. Tindakan Operatif
Adapun indikasi operasi menurut Ziegler and Guilermo Pico, yaitu:
Menurut Ziegler(10) :
Mengganggu visus
Mengganggu pergerakan bola mata
Berkembang progresif
Mendahului suatu operasi intraokuler
Kosmetik
Menurut Guilermo Pico(10) :
Progresif, resiko rekurensi > luas
Mengganggu visus
Mengganggu pergerakan bola mata
Masalah kosmetik
Di depan apeks pterigium terdapat Grey Zone
Pada pterigium dan kornea sekitarnya ada nodul pungtat
Terjadi kongesti (klinis) secara periodik.
Pada prinsipnya, tatalaksana pterigium adalah dengan tindakan
operasi. Ada berbagai macam teknik operasi yang digunakan dalam
penanganan pterigium di antaranya adalah(10):
Bare sclera : bertujuan untuk menyatukan kembali konjungtiva
dengan permukaan sklera. Kerugian dari teknik ini adalah
tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat
mencapai 40-75%.
Simple closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang
terbuka, diman teknik ini dilakukan bila luka pada konjuntiva
relatif kecil.
Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas
26
Gambar 7.
Teknik Operasi
Pterigium
10. Komplikasi
a. Komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut:
Gangguan penglihatan
Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
27
Rekurensi
Infeksi
Perforasi korneosklera
Conjungtiva scar
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Voughan, Daniel G., Asbury T., Riordan E.P. Anatomi Mata: Oftalmologi
Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2010. Hal 5-6.
2. Ilyas S., Yulianti S.R. Anatomi dan Fisiologi Mata: Ilmu Penyakit Mata. Edisi IV.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2012. Hal. 2-6
3. Ilyas S., Yulianti S.R. Pterigium: Ilmu Penyakit Mata. Edisi IV. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI, 2012. Hal. 116-7.
4. Hamurwono G.D., Nainggolan S.H. Buku Pedoman Kesehatan Mata dan
Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya
Kesehatan Puskesmas Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Depkes RI,
1984. 14-17.
5. Ilyas S., Yulianti S.R. Pseudopterigium, Pinguekula: Ilmu Penyakit Mata. Edisi
IV. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2012. Hal. 117
6. Fisher J.P. Pterygium [online]. Hampton R., editors. Update: April 17th, 2015.
Available from URL: http://www.emedicine.medscape.com/article/1192527overview#showall Accessed: November 24th, 2015
7. Gazzard G., Saw S.M., Farook M., Koh D., Wijaya D., et all. Pterygium in
Indonesia:
prevalence,
Ophthalmology.
2008;
severity
86(12):
and
risk
factors.
13411346.
British
Avaiable
Journal
from
of
URL:
29
2003.
Available
from
URL:
http://dro.hs.columbia.edu/pspterygium.htm
30