Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

Proses Keperawatan pada Pasien dengan Stroke


Ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah kep. pada Sist.
Neurobehaviour I

Disusun oleh :
Via Ariani

220110130029

Mamay Humaeroh

220110130058

Latifa Adlu

220110130063

Ranitya Hardian

220110130090

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab
kesakitan dan kematian no 2 di Eropa serta no 3 di Amerika Serikat. Setiap
tahunnya, 200 orang dari 100.000 orang di Eropa menderita stroke dan
menyebabkan kematian 275.000 300.000 orang di Amerika Serikat. Angka
kejadian stroke terus meningkat, jika tidak ada upaya penanggulangan stroke
yang lebih baik maka jumlah penderita stroke pada tahun 2020 diprediksi
akan menigkat 2 kali lipat. Bahkan saat ini Indonesia merupakan salah satu
negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia dan peringkat ke 4 di
dunia, setelah India, China, dan Amerika dan merupakan penyebab utama
disabilitas serius jangka panjang.
Sebanyak 85% stroke adalah non-hemoragik yang terdiri dari 25%
akibat small vessel disease (stroke lakunar), 25% akibat emboli dari jantung
(stroke tromboemboli) dan sisanya akibat large vessel disease. Riset
kesehatan dasar tahun 2007 mendapatkan prevalensi stroke nasional sebesar
0.8%. Stroke juga menjadi penyebab kematian paling tinggi yaitu mencapai
15.9% pada kelompok umur 45-54 tahun dan meningkat menjadi 26.8% pada
kelompok umur 55-64 tahun. Stroke dikenal sebagai penyakit yang
menimbulkan disabilitas permanen yang menyebabkan penderita kurang
bahkan tidak produktif lagi. Hal ini terjadi akibat kerusakan permanen
jaringan otak yang tidak tergantikan (Yuniadi, 2010).
Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur) pembuluh darah di otak dan
atau terjadinya emboli dan trombosis. Stroke dibagi menjadi dua jenis, yaitu
stroke iskemik dan stroke hemoragik. Faktor resiko stroke yang tidak dapat
diubah adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan riwayat stroke
sebelumnya (Pinzon, 2010). Sedangkan yang dapat diubah sangat penting
untuk dikenali, penanganan berbagai faktor resiko ini merupakan upaya untuk
mencegah stroke.
1.2 TUJUAN PENULISAN
1.2.1 Mampu menjelaskan kembali definisi stroke.

1.2.2
1.2.3
1.2.4

Mampu menjelaskan kembali proses penyakit stroke.


Mampu menjelaskan kembali diagnosa keperawatan penyakit stroke.
Mampu menjelaskan kembali intervensi keperawatan penyakit stroke

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon. Serebrum
terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum, dan korteks serebri. Masingmasing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis
yang berperan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik
yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis merupakan area sensorik untuk
impuls pendengaran, dan lobus oksipitalis untuk menerima informasi penglihatan
dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
durameter yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari
bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperluas gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Bagian-bagian
batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons, dan mensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan

muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung kortikosereberalis yang


menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus saraf asenden dan desenden, dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon dibagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus,
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.
Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf
otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.
a. Anatomi Pembuluh Darah Otak
Menurut American Heart Association (AHA) dalam Family Guide to
Stroke, otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak
mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi
pada semua kegiatan tubuh, yang dapat bergerak, merasa, berfikir, berbicara,
emosi, mengenang, berkhayal, membaca, menulis, berhitung, melihat, mendengar,
dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah
berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.
Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat
badan seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari
kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan
normal, darah yang mengalir ke otak (CBF = cerebro blood flow) adalah 50-60
ml/100 g otak/menit. Ada 3 selaput yang melapisi otak, yaitu duramater, araknoid
dan pia mater.
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis
menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di tempurung
kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan dan area atas otak.

Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu


membentuk sirkulus willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam
kepala untuk mengimbangi setiap gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu
pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.
Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra
(kiri) dan hemisfer serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri)
berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kanan tubuh, seperti berbicara,
berhitung dan menulis. Sedangkan hemisfer serebri dextra (kanan) berfungsi
dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan seni,
keterampilan dan orientasi.
b. Saraf otak
Urutan saraf

Nama Saraf

Sifat Saraf

Memberikan
saraf untuk dan

I
II
III

IV

Nervus olfaktorius
Nervus optikus
Nervus

Sensorik

fungsi
Hidung, sebagai alat

Sensorik

penciuman
Bola
mata,

Motorik

penglihatan
Penggerak bola mata

untuk

okulomotoris

dan

Nervus troklearis

kelopak mata
Mata, memutar mata

Motorik

mengangkat

dan penggerak bola


mata
V

Nervus trigeminus

Motorik dan sensorik

N. Oftalmikus

Motorik dan sensorik

Kulit

kepala

dan

kelopak mata atas


N. Maksilaris

Sensorik

Rahang atas, palatum


dan hidung

N. Mandibularis

Motorik dan sensorik

Rahang bawah dan

VI

Nervus abdusen

VII

Nervus fasialis

Motorik

lidah
Mata, penggoyang sisi

Motorik dan Sensorik

mata
Otot

lidah,

menggerakkan

lidah

dan
VIII

Nervus auditorius

IX

Nervus vagus

selaput

Sensorik

rongga mulut
Telinga, rangsangan

Sensorik dan motorik

pendengaran
Faring, tonsil,
lidah,

Nervus vagus

XI
XII

Nervus asesorius
Nervus hipoglosus

dan

rangsangan

Sensorik dan motorik

citarasa
Faring, laring, paru-

Motorik
Motorik

paru dan esophagus


Leher, otot leher
Lidah, citarasa, dan
otot lidah

2.2 DEFINISI
Stroke adalah hilangnya sebagian fungsi otak yang terjadi secara
mendadak atau tiba-tiba akibat dari sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak.
Tanpa oksigen dan nutrisi penting yang dialirkan bersama dengan darah, maka sel
otak akan rusak atau mati dalam beberapa menit.
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan
otak (brain attack yang merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas),
utamanya pada usia diatas 45 tahun.
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD).

2.3 EPIDEMIOLOGI

lendir

Stroke adalah penyebab utama kecacatan dan penyebab utama keempat


kematian di Amerika Serikat. Setiap tahun sekitar 795.000 orang di Amerika
Serikat dan diantaranya adalah penderita baru sekitar 610.000 orang dan penderita
yang berulang sekitar 185.000. Studi Epidemologi menunjukkan bahwa 82-92%
dari stroke di Amerika Serikat menderita stroke iskemik.
Menurut World Health Organization (WHO), 15 juta orang menderita
stroke diseluruh dunia dalam setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 5 juta orang
meninggal dunia dan 5 juta yang tersisa mengalami cacat pemanen.
Di Amerika Serikat, pria memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita, orang berkulit putih memliki insiden stroke 62,8 dari 100.000
dengan kematian menjadi hasil akhir 26,3 % dari kasus sedangkan wanita memliki
insiden stroke 59 dari 100.000 dengan tingkat kematian 39,2%.
Meskipun stroke sering dianggap sebagai penyakit orang tua, sepertiga
dari stroke terjadi pada usia kurang dari 65 tahun. Resiko stroke meningkat
dengan usia terutama pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun,diantaranya
75% dari kejadian semua stroke (Edward C Jauch, 2015).
2.4 ETIOLOGI
Stroke dapat terjadi apabila asupan oksigen ke area otak berkurang atau
terganggu. Apabila area otak secara terus menerus mengalami hambatan dalam
asupan oksigen maka sel-sel otak akan mengalami kematian.
Penyebab stroke diantaranya, ialah :
1. Tersumbatnya arteri dalam mensuplai oksigen (stroke iskemik)
Penderita stroke yang mengalami stroke iskemik sekitar 85%.
Stroke iskemik terjadi apabila aliran darah arteri ke area otak mengalami
penyempitan atau tersumbat sehingga otak mengalami iskemik.Beberapa
stroke iskemik yang paling umum, diantaranya :
a. Stroke trombotik
Stroke trombotik terjadi apabila ada bekuan darah (thrombus) yang
terbentuk di arteri yang mensuplai darah ke otak. Pada umumnya,
bekuan darah ini disebabkan oleh deposit lemak (plak)yang terbentuk
di arteri.

b. Stroke emboli.
Stroke emboli terjadi apabila terdapat udara didalam arteri sehingga
mengahambat aliran darah ke area otak.
2. Pembuluh darah mengalami pecah atau

perdarahan

(stroke

hemoragik).
Stroke hemoragik terjadi apabila aliran darah mengalami pecah.
Perdarahan otak biasanya terjadi dari hasil kondisi yang dapat mempengaruhi
pembuluh darah, seperti tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol (hipertensi),
aneurisma.
Beberapa jenis stroke hemoragik, yaitu:
a. Perdarahan subarachnoid
Pembuluh darah diarea dekat permukaan otak dan tengkorak pecah.
Perdarahan ini menyebabkan arteri disekitarnya mengalami spasme dan
menurunkan tekanan darah ke otak dan menyebabkan stroke. Biasanya
disebabkan oleh pecahnya aneurisma. Perdarahan ini sering ditandai dengan
sakit kepala yang parah.
b. Perdarahan intraserebral.
Perdarahan ini terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di otak dan tumpahan
ke dalam jaringan otak dan sekitarnya sehingga sel-sel otak mengalami
kerusakan.
3. Gangguan sementara pada aliran darah ke area otak (Transient
Ischemic Attack)
Transient ischemic attack (TIA) yang biasa dikenal sebagai ministroke.
TIA ini terjadi apabila area otak mengalami penurunan sementara asupan darah
dan biasanya berlangsung kuarang dari lima menit. TIA tidak meninggalkan gejala
abadi karena penyumbatan ini bersifat sementara.
-

Faktor risiko stroke

Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi lebih
rentan atau mudah terkena stroke, antara lain :
1

Usia

Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua


stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya
usia. Setelah umur 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat
setiap 10 tahun (risiko relatif ). Di Oxfordshire, selama tahun 19811986,
tingkat insiden stroke pada kelompok usia 45-54 tahun ialah 57 kasus per
100.000 penduduk dan pada kelompok usia 85 tahun keatas terdapat 1.987
kasus per 100.000 penduduk.
Tahun 1998 di Aucland, Selandia Baru, insiden stroke pada
kelompok usia 55-64 tahun ialah 2 per 100.000 penduduk dan di
Soderham, Swedia, insiden stroke pada kelompok usia yang sama 3,2 per
100.000 penduduk. Pada kelompok usia diatas 85 tahun dijumpai insiden
stoke dari 18,4 per 100.000 di Rochester, Minnesota, dan 39,7 per 100.000
penduduk di Soderham, Swedia.
2

Jenis Kelamin
Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para
pria lebih rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para
wanita akan menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasilhasil penelitian menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang
melindungi para wanita sampai mereka melewati masa-masa melahirkan
anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki risiko terkena stroke
iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20% dari pada
wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan
subaraknoid sekitar 50% lebih besar.

Ras / Suku Bangsa


Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang
kulit putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.
Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang
berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9%
sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7%.

Riwayat Keluarga dan genetika

Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab stroke. Namun,


gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun.
Anggota keluarga dekat dari orang yang pernah mengalami PSA memiliki
peningkatan risiko 2-5% terkena PSA.
5

Riwayat Stroke
Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan
terjadinya serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun,
kemungkinan akan terjadi stroke kembali sebanyak 35-42%.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi, meliputi :


a. Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan stroke iskemik ataupun stroke
hemoragik. Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel
endotel pembuluh darah melalui mekanisme perusakan lipid di bawah otot
polos.
b. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan
mempercepat terjadinya aterosklerosis pada arteri kecil serta dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke. Kadar glukosa yang tinggi dalam
tubuh akan memperparah kerusakan otak akibat dari terbentuknya asam
laktat sebagai efek samping metabolisme anaerob.
c. Penyakit jantung
Penyakit jantung, seperti Atrial fibrilasi, gagal jantung, stenosis mitral,
pembesaran ventrikel, dll
d. Hiperkolesterolemia
Kolesterol adalah zat yang paling berperan dalam terbentuknya
aterosklerosis dalam pembuluh darah dan akan menyebabkan penyumbatan
dalam pembuluh darah. Apabila penyumbatan ini sudah maksimal maka
aliran darah ke otak akan terhenti dan inilah yang menyebabkan stroke.
e. Transient Ischemic Attack

f. Stenosis karotis
g. Masalah gaya hidup
Masalah gaya hidup yang mempengaruhi, seperti : meminum alcohol,
merokok.
h. Obesitas.
Hubungan antara obesitas atau kegemukan terhadap stroke belum
diketahui secara jelas. Namun,

pada umumnya orang yang mengalami

obesitas akan cenderung menderita hipertensi, hiperkolesterol, dan diabetes


melitus (Edward C Jauch, 2015).
2.5 PATOFISIOLOGI
*Terlampir
2.6 KLASIFIKASI
Klasifikasi stroke semuanya berdasarkan atas gambaran klinik, patologi
anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Setiap jenis stroke mempunyai
jenis mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda,
walaupun pathogenesis serupa.
1

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya


a. Stroke Iskemik
Terjadi pada sel-sel otak yang mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi
yang disebabkan penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah
(arteriosklerosis). Serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih dan
terjadi pada malam hingga pagi hari
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
b) Trombosis pada pembuluh darah otak (trombosis of cerebral vessels)
c) Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vessels)
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau
kedalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini

adalah jenis stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian kecil
dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5%
untuk perdarahan subaraknoid. Stroke hemoragik merupakan 15% sampai
20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum
mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vascular yang
dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma
sakular dan malformasi arteriovena (MAV).
a. Perdarahan Sub Dural (PSD)
Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid.
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging
veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus
di dalam dura mater atau karena robeknya araknoid.
b. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)
Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau
perdarahan yang terjadi di pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di
daerah kepala seperti di selaput otak atau bagian bawah otak. PSA
menduduki 7-15% dari seluruh kasus Gangguan Peredaran Darah Otak
(GPDO). PSA paling banyak disebabkan oleh pecahnya aneurisma
(50%).
c. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan
disebabkan oleh trauma, dimana 70% kasus PIS terjadi di kapsula
interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak dan serebelum) dan
10% di hemisfer (di luar kapsula interna). PIS terutama disebabkan oleh
hipertensi (50-68%).
Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi,
mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas tentorium
cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah sedikit. Namun,
perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons atau cerebellum memiliki

prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur
struktur vital dibatang otak.

Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu


a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke

Berdasarkan system pembuluh darah


a. System karotis
b. Sistem Vertebro-basiler

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi
pada saat istirahat atau bangun pagi.
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran.
c. Terjadi terutama pada usia 50 tahun ke atas.
d. Gangguan neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
b. Gangguan sensibilitas

pada

satu

anggota

badan

(gangguan

hemisensorik).
c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi,
d.
e.
f.
g.

stupor, atau koma).


Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara).
Disartria (bicara pelo atau cadel).
Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran).
Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyabab stroke secara
spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
2. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomoghrafi scan-CT-scan).
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis emboli
serebral, dan tekanan intra kranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan
yang mengandung darah menunjukan adanya pendarahan subarachnoid
dan pendaraham intracranial. Kadar protein total meningkat, beberpa kasus
thrombosis disertai proses inflamasi.
3. Magnetic resonance imaging (MRi). Menunjukan daerah infark,
perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
4.

Ultrasonografi Doppler (USG Doppler). Mengidentifikasi penyakit


arteriovena (masalah system arteri kronis [aliran darah atau timbulnya
plak])

5. Elektroensefalogram

(electroencephalogram-EEG).

Mengidentifikasi

masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang


spesifik.
6. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawana dari daerah yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral; klasifikasi persial dinding aneurisma
pada perdarahan subarachnoid.
Pemeriksaan klinis melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis)
1. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya seranagn, gejala
yang timbul)
2. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, Jantung, DM, disritmia, ginjal dan
pernah mengalami tarauma kepala)
3. Riwayat penyakit keluarga ( hipertensi, jantung , DM)
4. Aktivitas ( sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihtan, gangguan
tonus otot, gangguan tingkat kesadaran)
5. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis)

6. Makanan/cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut,


hilang sensasi pengacapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko)
7. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan
berkurang atau ganda, hilang rasa sensorik kontralateral, afasia motoric,
reaksi pupil tidak sama)
8. Kenyamanan (sakit kepaladengan intensitas yang berbeda, tingkah laku
yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan otot)
9. Pernafasan ( merokok sebagai factor resiko, tidak mampu menelan karena
batuk)
10. Interaksi sosial ( masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi)
Pemeriksaan laboratorium
1. Tes Darah Lengkap
Tes rutin untuk menentukan jumlah sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit dalam darah. Hematokrit dan hemoglobin adalah
ukuran jumlah sel darah merah. Hitung darah lengkap dapat digunakan
untuk mendiagnosis anemia atau infeksi.
2. Tes Koagulasi
Tes ini mengukur seberapa cepat bekuan darah. Kelainan dapat
mengakibatkan perdarahan berlebihan atau pembekuan yang berlebihan.
Jika telah diresepkan obat pengencer darah seperti warfarin, tes ini
digunakan untuk memastikan bahwa pasien menerima dosis yang benar.
3. Tes Kimia Darah
Tes ini untuk mengukur kadar zat kimia yang normal dalam darah.
Tes yang paling penting dalam evaluasi darurat stroke adalah glukosa
(gula darah), karena tingkat glukosa darah tinggi atau terlalu rendah dapat
menyebabkan gejala yang mungkin keliru untuk stroke. Glukosa darah
puasa digunakan untuk membantu dalam diagnosis diabetes, yang
merupakan faktor risiko stroke. Tes kimia darah lainnya mengukur serum
elektrolit, ion-ion dalam darah (natrium, kalium, kalsium) atau memeriksa
fungsi hati atau ginjal.
4. Tes Lipid Darah
Kolesterol tinggi (khususnya kolesterol jahat/LDL) merupakan
faktor risiko untuk penyakit jantung, stroke. Tes ini diperlukan untuk
mengetahui seberapa tinggi kadarnya.
5. Pemeriksaan urin rutin
6. Cairan serebrospinal
7. Analisa gas darah (AGD)

8. Biokimia darah
9. Elektrolit
2.9 PENATALAKSANAAN
A Stroke Hemoragik
Tindakan medis pada stroke hemoragik ditujukan agar penderita tetap
hidup dengan harapan pendarahan dapat berhenti secara spontan. Sekali terjadi
pendarahan maka terapi medikanmentosa tidak dapat menghentikannya. Tindakan
medis yang
dilakukan pada penderita stroke hemoragik meliputi :
1

Tindakan Operatif
Pertimbangan untuk melakukan operasi biasanya bila perdarahan
berada di daerah superficial (lobar) hemisfer serebri atau perdarahan
sereberal. Penentuan waktu untuk operasi masih bersifat kontroversial.
Berdasarkan data mortalitas pasca operasi, disimpulkan bahwa waktu
untuk operasi adalah antara 7-9 pasca perdarahan. Tindakan operasi segera
setelah terjadi perdarahan merupakan tindakan berbahaya karena
terjadinya retraksi otak yang dalam keadaan membengkak. Sementara itu
tindakan operasi yang dini dapat menimbulkan komplikasi iskemi otak.

Tindakan Konservatif
a

Pencegahan peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut.


Upaya pencegahan peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
lebih lanjut adalah pengendalian hipertensi dan pengobatan kejang.
Hipertensi yang menetap akan meningkatkan edema otak dan TIK.
Pengendalian hipertensi harus hati-hati karena apabila terjadi hipotensi
maka otak akan terancam iskemia dan kerusakan neuron. Obat yang di
anjurkan dalam mencegah peningkatan TIK adalah beta bloker atau
obat yang mempunyai aksi beta dan alfa bloking (misalnya labetolol),
diberikan secara intravena di kombinasikan dengan deuretika.
Kejang biasanya terjadi pada perdarahan obar sehingga
pemberian anti konpulsan secara rutin tidak dianjurkan. Pada
hiperglikemia tidak diajurkan untuk diberi difenilhidantoin karena
glukosa darah akan meninggi dan kejang tidak terkontrol. Secara

umum antikonfulson yang dianjurkan adalah difenilhidantoin (bolus


intravena) dan diazepam.
b

Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial.


Secara umum terapi untuk hipertensi intrakranial meliputi
hiperventilasi, diuretika, dan kortikosteroid. Hipertventilasi paling
efektif untuk menurunkan hipertensi intrakranial secara cepat, biasanya
dalam beberapa menit untuk mencapai tingkat hipokapnia antara 25-30
mmHg.
Urea intravena (0,30 gr/Kg BB), atau lebih umum dipakai
manitol (0,25-1,0 gr/Kg BB) dapat menurunkan TIK secara cepat,
sering diberikan bersama-sama dengan hiperventilasi pada kasus
herniasi otak yang mengancam.

Terapi stroke hemoragik pada serangan akut


a

Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan

Masukan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat dibagian bedah


saraf.

Penatalaksanaan umum dibagian saraf

Penatalaksanaan khusus pada kasus

- Subarachnoid hemorrhage dan intraventikular hemorrhage.


- Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemorrhage.
- Parenchymatous hemorrhage
e Neurologis
- Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.
- Kontrol adanya edema yang menyebabkan kematian jaringan otak.
f

Terapi peerdarahan dan perawatan pembuluh darah


1
-

Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil


Aminocaproik acid 100-150 ml% dalam cairan isotonic 2 kali

selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari.


Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 x per hari IV; Contrical dosis
pertama 30.000 ATU, kemudian 10.000 ATU x 2 per hari selama 510 hari.

2
-

Natrii Etamylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari.


Kalsium mengandung obat: Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
Profilaksis vasospasme
Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV

diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari).


Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20 mg, koreksi

penggunaan irama jantung, terapi penyakit jantung komorbid.


Profilaksis hipostatik peneumonia, emboli arteri pulmonal, luka
tekan, cairan purulent pada luka kornea, kontraksi otot dini.
Lakukan perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan cairan dan
elektrolit, control terhadap tekanan edemajaringan otak dan
peningkatan

TIK,

perawatan

klien

secara

umum,

dan

penatalaksanaan pencegahan komplikasi.


Terapi infus, pemantauan (monitoring) AGD, tromboembolisme
arteri pulmonal, keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan

urine, pemeriksaan biokimia darah.


Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanta DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic (dua
hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml Iv diikuti oleh 20
mg Lasik minimal 10-15 hari kemudian)

Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan


otak.

h
4

Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya

Perawatan Umum Klien dengan serangan stroke akut


1. Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-20 c
2. Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi
O2, PO2, PCO2)
3. Pengukuran tubuh tiap dua jam.

B Stroke Iskemik

Obat penghancur gumpalan darah seperti alteplase dapat digunakan untuk


mengobati stroke iskemik. Akan tetapi tidak semua pasien cocok dengan
pengobatan ini. Pemberian alteplase hanya efektif jika diberikan pada empat
setengah jam pertama setelah serangan stroke mulai. Jika lewat jangka waktu
tersebut, obat ini tidak terbukti memiliki dampak yang positif. Pada dasarnya,
peluang untuk sembuh semakin besar jika alteplase semakin cepat diberikan.
Untuk mengurangi kemungkinan pembekuan darah, pasien juga bisa
diberikan obat anti trombosit seperti aspirin karena aspirin dapat mengurangi
kadar kelengketan dalam sel-sel darah. Pasien bisa diberikan obat anti-platelet
lainnya jika alergi terhadap aspirin.
1. Antikoagulan sebagai obat tambahan
Obat-obatan lainnya yang bisa mencegah pembekuan darah adalah
obat antikoagulan. Antikoagulan mencegah pembekuan darah dengan
mengubah komposisi kimia darah. Contoh obat-obatan antikoagulan
adalah rivaroxaban heparin, dan warfarin.Obat antikoagulan diberikan
pada penderita yang detak jantung yang tidak beraturan dengan tujuan
untuk mengurangi risiko penggumpalan darah.
Unfractionated heparin (UFH) dan lower molecular weight
heparin (LMWH) termasuk dalam golongan obat ini. Obat golongan ini
seringkali juga diresepkan untuk pasien stroke dengan harapan dapat
mencegah terjadinya kembali stroke emboli, namun hingga saat ini
literatur yang mendukung pemberian antikoagulan untuk pasien stroke
iskemik masih terbatas dan belum kuat. Salah satu meta-analisis yang
membandingkan LMWH dan aspirin menunjukkan LMWH dapat
menurunkan risiko terjadinya tromboembolisme vena dan peningkatan
risiko perdarahan, namun memiliki efek yang tidak signifikan terhadap
angka kematian, kejadian ulang stroke dan juga perbaikan fungsi saraf.
Oleh karena itu antikoagulan tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin
untuk penggunaan rutin pada pasien stroke iskemik. Terapi antikoagulan
dapat diberikan dalam 48 jam setelah onset gejala apabila digunakan untuk
pencegahan kejadian tromboemboli pada pasien stroke yang memiliki

keterbatasan mobilitas dan hindari penggunaannya dalam 24 jam setelah


terapi fibrinolitik.
Bukti yang ada terkait penggunaan antikoagulan sebagai
pencegahan kejadian tromboembolik atau DVT (deep vein thrombosis)
pada pasien stroke yang mengalami paralisis pada tubuh bagian bawah,
dimana UFH dan LMWH memiliki efektifitas yang sama tapi juga perlu
diperhatikan terkait risiko terjadinya pendarahan. Berdasarkan analisis
efektivitas biaya LMWH lebih efektif dan risiko trombositopenia lebih
kecil dibandingkan dengan UFH.
2. Obat-obatan penurun tekanan darah
Salah satu cara mencegah stroke adalah dengan menurunkan
tekanan darah. Jika tekanan darah seseorang tinggi, maka dokter akan
-

memberikan obat anti-hipertensi untuk menurunkannya, seperti:


Obat penghambat enzim pengubah angiotensin (angiotensin coverting
enzyme/ACE inhibitor).
Obat penghambat alfa dan beta (alpha- and beta-blocker).
Thiazide diuretics.
Obat penghambat saluran kalium (calcium channel blocker).
Peningkatan nilai tekanan darah pada pasien dengan stroke iskemik
akut merupakan suatu hal yang wajar dan umumnya tekanan darah akan
kembali turun setelah serangan stroke iskemik akut. Peningkatan tekanan
darah ini tidak sepenuhnya merugikan karena peningkatan tersebut justru
dapat menguntungkan pasien karena dapat memperbaiki perfusi darah ke
jaringan yang mengalami iskemik, namun perlu diingat peningkatan
tekanan darah tersebut juga dapat menimbulkan risiko perburukan edema
dan risiko perdarahan pada stroke iskemik. Oleh karena itu seringkali
pada pasien yang mengalami stroke iskemik akut, penurunan tekanan
darah tidak menjadi prioritas awal terapi dalam 24 jam pertama setelah
onset gejala stroke, kecuali tekanan darah pasien >220/120 mmHg atau
apabila ada kondisi penyakit penyerta tertentu yang menunjukkan
keuntungan dengan menurunkan tekanan darah, hal ini dikarenakan
peningkatan tekanan darah yang ekstrim juga dapat berisiko terjadinya
ensefalopati, komplikasi jantung dan juga insufisiensi ginjal.

Salah satu penelitian menunjukkan bahwa setiap penurunan


tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk rumah sakit
dengan tekanan darah sistolik =180 mmHg dan juga peningkatan tekanan
darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk dengan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dalam 24 jam pertama setelah gejala stroke iskemik
akut dapat berakibat pada perburukan fungsi neurologis (penurunan = 1
poin pada Canadian stroke scale yang mengukur beberapa aspek seperti
kesadaran dan fungsi motorik) dan outcome yang lebih buruk pada pasien
stroke iskemik akut.
Target penurunan tekanan darah pada pasien yang tidak menerima
terapi rtPA adalah penurunan tekanan darah 15% selama 24 jam pertama
setelah onset gejala stroke dengan disertai monitoring kondisi neurologis.
Pilihan antihipertensi yang dapatdigunakan pada pasien stroke iskemik
akut dapat dilihat pada tabel 4, sedangkan setelah post stroke semua agen
antihipertensi dapat digunakan dan untuk pilihannya disesuaikan dengan
penyakit penyerta dan komplikasi masing-masing pasien.
3. Fibrinolitik/trombolitik

(rtPA/

recombinant

tissue

plasminogen

activator) intravena
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk
mengembalikan perfusi darah yang terhambat pada serangan stroke akut.
Jenis obat golongan ini adalah alteplase, tenecteplase dan reteplase, namun
yang tersedia di Indonesia hingga saat ini hanya alteplase. Obat ini bekerja
memecah trombus dengan mengaktivasi plasminogen yang terikat. Efek
samping yang sering terjadi adalah risiko pendarahan seperti pada
intrakranial atau saluran cerna; serta angioedema. pada fibrin.
Kriteria pasien yang dapat menggunakan obat ini berdasarkan
rentang waktu dari onset gejala stroke. Waktu memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan stroke iskemik akut dengan fibrinolitik. Beberapa
penelitian yang ada menunjukkan bahwa rentang waktu terbaik untuk
dapat diberikan terapi fibrinolitik yang dapat memberikan manfaat
perbaikan fungsional otak dan juga terhadap angka kematian adalah <3
jam dan rentang 3-4,5 jam setelah onset gejala. Pada pasien yang
menggunakan terapi ini usahakan untuk menghindari penggunaan bersama

obat antikoagulan dan antiplatelet dalam 24 jam pertama setelah terapi


untuk menghindari risiko perdarahan.
Aturan penggunaan alteplase :
-

Infus 0.9 mg/kg IV (maksimal dosis 90 mg) selama 60 menit, dengan 10%
dosis diberikan bolus selama 1 menit.

Untuk memudahkan proses monitoring pasien dirawat di ICU atau stroke


unit

Hentikan infus rtPA apabila pasien mengeluhkan nyeri kepala yang berat,
hipertensi akut, mual, muntah atau terjadi perburukan pada pemeriksaan
neurologis

Monitor tekanan darah dan penilaian neurologis disarankan tiap 15 menit


selama dan setelah terapi IV rtPA selama 2 jam, kemudian tiap 30 menit
selama 6 jam, kemudian tiap jam selama 24 jam setelah terapi rtPA

Follow up CT scan dan MRI scan 24 jam setelah terapi rtPA, tetapi
sebelum memulai terapi antikoagulan atau antiplatelet.

4. Obat neuroprotektif
Golongan obat ini seringkali digunakan dengan alasan untuk
menunda terjadinya infark pada bagian otak yang mengalami iskemik
khususnya penumbra dan bukan untuk tujuan perbaikan reperfusi ke
jaringan. Beberapa jenis obat yang sering digunakan seperti citicoline,
flunarizine, statin, atau pentoxifylline. Citicoline merupakan salah satu
obat yang menjadi kontroversi penggunaannya hingga saat ini untuk
pasien dengan stroke iskemik, dimana penggunaan obat ini diharapkan
dapat melindungi sel membran serta stabilisasi membran sehingga dapat
mengurangi luas daerah infark. Namun menurut beberapa penelitian
terbaru termasuk ICTUS trial menunjukkan bahwa penambahan citicoline
tidak memberikan manfaat dibandingkan dengan plasebo.
Penggunaan flunarizine juga tidak menunjukkan adanya manfaat
pada pasien stroke berdasarkan penelitian terdahulu dan belum ada data
penelitian terbaru terkait efektifitasnya pada stroke iskemik. Demikian
juga halnya dengan penggunaan golongan statin berdasarkan salah satu
kajian sistematis menunjukkan belum adanya bukti yang cukup kuat

terkait efektifitasnya pada stroke iskemik. Namun pada pasien yang sudah
menggunakan statin sebelumnya,statin sebaiknya tetap dilanjutkan dan
tidak ditunda penggunaannya. Salah satu penelitian pada pasien stroke
iskemik yang sudah menggunakan statin sebelumnya dan statin dihentikan
saat terjadi stroke iskemik akut selama 3 hari meningkatkan risiko
kematian 4,7 kali lebih tinggi dalam 3 bulan ke depan. Oleh sebab itu
pedoman terapi yang ada menyatakan bahwa statin dapat dilanjutkan
penggunaannya pada pasien stroke iskemik akut yang sudah menggunakan
statin sebelumnya.
Penggunaan

pentoxifylline

yang

tergolong

methylxanthine

berdasarkan salah satu kajian sistematis belum menunjukkan bukti yang


kuat terkait efektifitas maupun keamanannya pada pasien stroke iskemik.
Prinsip penatalaksanaan farmakologi stroke iskemik akut adalah untuk
segera memperbaiki perfusi darah ke bagian otak yang mengalami iskemik
serta mengurangi risiko terjadinya serangan ulang stroke pada masa
mendatang hingga dapat mengurangi terjadinya risiko kecacatan dan
kematian akibat serangan stroke iskemik. Oleh sebab itu sangat penting
untuk

memilih

terapi

obat

secara

tepat

dan

cepat

dengan

mempertimbangkan efektifitas dan keamanan bagi penggunanya.


5. Antiplatelet
Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk
pencegahan stroke ulangan dengan mencegah terjadinya agregasi platelet.
Aspirin merupakan salah satu antiplatelet yang direkomendasikan
penggunaannya untuk pasien stroke. Penggunaan aspirin dengan loading
dose 325mg dan dilanjutkan dengan dosis 75100mg/hari dalam rentang
24-48 jam setelah gejala stroke. Penggunaannya tidak disarankan dalam 24
jam setelah terapi fibrinolitik. Sedangkan klopidogrel hingga saat ini
masih belum memiliki bukti yang cukup kuat penggunaannya untuk stroke
iskemik jika dibandingkan dengan aspirin. Pada salah satu kajian
sistematis yang membandingkan terapi jangka panjang antiplatelet
monoterapi (aspirin atau klopidogrel) dan kombinasi antiplatelet (aspirin
dan klopidogrel) pada pasien stroke iskemik menunjukkan perbedaan yang
tidak signifikan dalam keterulangan stroke antara kombinasi dan aspirin

tunggal [RR], 0.89 [95% CI, 0.78 to 1.01], klopidogrel tunggal (RR, 1.01
[CI, 0.93 to 1.08]), demikian juga dengan risiko pendarahan intrakranial
yang tak berbeda bermakna namun lebih tinggi pada kombinasi aspirin dan
klopidogrel (RR,1.46 [CI, 1.17 to 1.82].
Dengan demikian penggunaan antiplatelet tunggal efektif dengan
risiko perdarahan yang lebih rendah dibandingkan dengan kombinasi pada
pasien dengan stroke iskemik. Oleh karena itu pada pedoman terapi stroke
iskemik oleh American Heart Association/American Stroke Association
tahun 2013 tidak direkomendasikan kombinasi antiplatelet karena masih
belum kuatnya bukti dan masih merekomendasikan penggunaan
antiplatelet tunggal dengan aspirin.
2.10 KOMPLIKASI
Stroke dapat menyebabkan munculnya berbagai masalah kesehatan
lainnya atau komplikasi, dan sebagian besar komplikasi tersebut dapat
membahayakan nyawa si penderita. Tiga diantara komplikasi-komplikasi yang
umumnya muncul adalah:
a. Trombosis vena dalam atau penggumpalan darah pada kaki
Lima persen orang-orang akan mengalami penggumpalan darah di
kaki mereka setelah terserang stroke. Kondisi tersebut dikenal sebagai
trombosis vena dalam. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang-orang yang
tidak mampu lagi menggerakkan kaki mereka secara normal. Dengan
terhentinya gerakan otot kaki, maka aliran di dalam pembuluh darah kaki
menjadi lebih pelan dan tekanan darah akan meningkat. Hal ini
meningkatkan risiko untuk terjadinya penggumpalan darah.Gejala-gejala
trombosis vena dalam pada kaki antara lain: Rasa sakit, pembengkakan,
kaki terasa sakit saat ditekan, kulit kaki tampak berwarna kemerahan, kulit
kaki terasa hangat
Jika mengalami trombosis vena dalam, maka membutuhkan
penanganan yang cepat karena pembekuan tersebut kemungkinan dapat

beralih ke paru-paru. Kondisi tersebut dikenal sebagai emboli paru dan


dapat mengakibatkan kematian. Trombosis vena dalam dapat diobati
dengan obat anti pembekuan. Dokter mungkin akan menyarankan Anda
memakai stoking varises jika Anda berisiko terkena trombosis vena dalam
di masa yang akan datang. Penggunaan stoking varises dimaksudkan untuk
mengurangi tekanan darah pada kaki Anda.
b. Hidrosefalus atau tingginya produksi cairan serebrospinal
Sekitar sepuluh persen orang yang mengalami stroke hemoragik
akan terkena hidrosefalus. Hidrosefalus adalah komplikasi yang terjadi
akibat berlebihannya produksi cairan serebrospinal di dalam rongga otak.
Produksi berlebihan tersebut disebabkan oleh dampak kerusakan stroke
hemoragik. Gejalanya adalah mual dan muntah, kehilangan keseimbangan,
dan sakit kepala.
Cairan serebrospinal berfungsi untuk melindungi otak dan saraf
tulang belakang, serta berfungsi untuk mengangkat kotoran dari sel-sel
otak. Cairan serebrospinal mengalir secara terus-menerus melalui seluruh
bagian dalam dan permukaan otak, serta saraf tulang belakang. Sisa cairan
serebrospinal biasanya dibuang dari otak untuk selanjutnya diserap oleh
tubuh.
c. Disfagia atau kesulitan menelan
Kerusakan yang disebabkan oleh stroke dapat mengganggu refleks
menelan, akibatnya partikel-partikel makanan bisa masuk ke dalam saluran
pernapasan. Masalah dalam menelan tersebut dikenal sebagai disfagia.
Disfagia dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru dan dapat memicu
pneumonia atau infeksi paru-paru.
Agar komplikasi yang berasal dari disfagia bisa dihindari, ketika
makan, pasien stroke bisa dibantu dengan sebuah selang. Selang tersebut
dimasukkan ke dalam hidung, lalu diteruskan ke dalam perut mereka.

Namun adakalanya selang tersebut bisa juga langsung dihubungkan ke


perut pasien melalui operasi. Lamanya pasien membutuhkan selang
makanan bervariasi, mulai dari beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Namun jarang ada pasien yang harus menggunakan selang makanan
selama lebih dari enam bulan.
d. Gangguan otak yang berat
e. Kematian
Bila tidak dapat mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskular.

2.11 PENCEGAHAN
Cara terbaik mencegah stroke adalah dengan berolahraga secara teratur,
makan makanan bergizi dan sehat, tidak mengonsumsi minuman keras secara
berlebihan, dan tidak merokok.
a. Mencegah stroke melalui pola makan
Makanan yang buruk adalah penyebab utama seseorang terserang stroke.
Makanan yang mengandung lemak jenuh dan garam tinggi harus dihindari.
Makanan-makanan tersebut bisa menyebabkan terjadinya penimbunan kolesterol
di dalam arteri, obesitas, diabetes, dan darah tinggi yang semuanya merupakan
pemicu stroke. Konsumsi garam yang baik adalah sebanyak 6 gram atau satu
sendok teh perhari.
Makanan yang disarankan bagi kesehatan adalah makanan yang kaya akan
lemak tidak jenuh, protein, vitamin, dan serat. Seluruh makanan tersebut bisa
Anda peroleh pada sayur, buah, gandum, dan daging rendah lemak seperti dada
ayam.
Berikut ini adalah daftar makanan yang sebaiknya Anda waspadai karena
mengandung lemak jenuh yang tinggi:

1. Potongan daging berlemak


2. Makanan atau minuman yang bersantan
3. Krim
4. Kue dan biskuit
5. Makanan yang mengandung kelapa atau minyak sawit
6. Keju
7. Mentega
Agar kadar kolesterol dalam tubuh Anda berkurang, maka diet Anda harus
seimbang. Diet seimbang mencakup makanan yang kaya akan lemak tidak jenuh,
di antaranya:
1. Buah avokad
2. Minyak ikan
3. Minyak zaitun, minyak nabati, minyak dari bunga matahari, serta biji rapa
4. Kacang dan biji-bijian
b. Mencegah stroke dengan olahraga
Olahraga secara teratur dapat membuat jantung dan sistem peredaran darah
bekerja lebih efisien. Olah raga juga dapat menurunkan kadar kolesterol dan
menjaga berat badan serta tekanan darah pada tingkat yang sehat. Tingkat
kolesterol yang disarankan para ahli kesehatan adalah 5 milimol/liter darah,
sedangkan tekanan darah yang sehat berada di kisaran 90/60 mmHg sampai
120/80 mmHg. Tekanan darah diukur menggunakan dua bilangan. Bilangan
pertama mewakili tekanan jantung saat memompa darah ke seluruh tubuh atau
dikenal sebagai tekanan sistolik. Sedangkan bilangan kedua mewakili tekanan

jantung saat beristirahat untuk menunggu kontraksi atau detak jantung berikutnya
dan ini dikenal sebagai tekanan diastolik.
Aktivitas aerobik seperti bersepeda dan jalan cepat selama dua setengah
jam tiap minggu sangat disarankan. Namun bagi mereka yang baru sembuh dari
stroke, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum memulai
kegiatan olahraga. Olahraga teratur biasanya mustahil dilakukan di beberapa
minggu atau bulan pertama setelah stroke, namun Anda sudah bisa mulai berolah
raga setelah rehabilitasi mengalami kemajuan.
c. Berhentilah merokok
Risiko stroke meningkat dua kali lipat jika Anda merokok karena rokok
dapat mempersempit arteri dan membuat darah cenderung menggumpal. Dengan
Anda tidak merokok, maka kesehatan Anda dapat meningkat serta terhindar dari
masalah kesehatan lainnya, seperti penyakit paru-paru dan jantung.
d. Hindari konsumsi minuman keras
Minuman keras mengandung kalori tinggi. Jika minuman keras
dikonsumsi secara berlebihan, maka Anda rentan terhadap berbagai penyakit
pemicu stroke seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyumbatan pembuluh
arteri. Konsumsi minuman keras berlebihan juga dapat membuat detak jantung
menjadi tidak teratur.
2.12 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1 Identitas klien
Umur
Jenis kelamin
Suku Bangsa

: Kebanyakan terjadi pada usia diatas 65 tahun


: Lebih sering terjadi pada pria
: African-American memiliki risiko tinggi stroke,

ditingkat asia suku bangsa jepang dan china merupakan suku bangsa
2

dengan insidensi paling tinggi terkena stroke.


Keluhan Utama
Keluhan yang paling sering muncul adalah kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.

Paliative

: Hal yang memperberat keluhan dan yang

dapat mengurangi keluhan


Qualitati/quantitative
: Bagaimana keluahan yang dirasakan?
(gambaran)/ seberapa sering keluhan dirasakan
Region
: Keluhan yang dirasakan pada bagian tubuh
mana?
Skala/severity
Time
3
4

: Skala dan keparahan keluhan


: Sejak kapan keluhan mulai dirasakan, terus

menerus atau hilang timbul.


Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual muntah, kejang sampai tidak sadar
Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, obesitas, riwayat merokok, penggunaan

alkohol, dan obat-obat anti hipertensi, antilipidemia dan betablocker.


Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,

atau adanya riwayat stroke dari generasi sebelumnya.


Aktivitas/ Istirahat
Biasanya klien merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa

mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).


Integritas Ego
Biasanya klien merasa tidak berdaya, perasaan putua asa ditandai
dengan emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan

gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.


Eliminasi
Biasanya terjadi perubahan pola berkemih, distensi abdomen dan

kandung kemih, bising usus negatif.


Keamanan
Biasanya klien memiliki masalah dengan penglihatan, perubahan
sensori persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu
mengenal objek, gangguan berespons terhadap panas dan dingin,
kesulitan dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.

B. Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan Umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran, gangguan bicara sampai


tidak bisa bicara sehingga sulit dipahami.
2. Breathing (B1)
Biasanya klien batuk, terjadi peningkatan sputum, sesak dan terjadi
peningkatan respiratory rate. Pada keadaan koma biasanya ditemukan
bunyi suara napas tambahan seperti ronhi, karena penurunan
kemampuan untuk batuk.
3. Blood (B2)
Pada klien stroke sering terjadi shock hypovolemik, tekanan darah
biasanya meningkat dan terjadi hipertensi masive (TD >200mmHg).
Biasanya terjadi peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan
hipertensi sistolik dan bradikardi.
4. Brain (B3)
a Pengkajian tingkat kesadaran
Biasanya menggunakan GCS, pada keadaan lanjut biasanya tingkat
keasadaran klien berkisar pada tingkat letagi, suppor dan semikoma.
Apabila terjadi kelumpuhan maka verbal dan motorik biasanya tidak
dapat dikaji.

4:

Eye Opening (E)


Verbal (V)
membuka
secara 5: berbicara normal

spontan
3:
membuka

dengan 4:

perintah
2:

membuka

dapat

Motorik (M)
6: normal

berkomunikasi 5: apabila diberi rangsang

namun harus berulang

nyeri

mengarah

pada

bagian tubuh yang sakit


karena 3: komunikasi tidak sesuai 4: apabila diberi rangsang

rangsan nyeri

(tidal nyambung)

1:

menghindar
2: apabila diberi rangsang 3: apabila diberi rangsang

tidak responsive

nyeri

gerakan

tubuh

nyeri bicara tidak jelas/ nyeri gerakan fleksi


mengeram
1:
apabila diberi 2: apabila diberi rangsang
rangsang

nyeri

tidak nyeri gerakan ekstensi

responsive
1tidak responsive

Penggkajian Fungsi Serebral


1 Status mental, biasanya mengalami perubahan penampilan,
tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas
2

motorik.
Fungsi intelektual, biasanya mengalami penurunan ingatan dan
memori serta sulit mengenal perbedaan dan persamaan yang tidak

begitu nyata akibat brain damage pada kasus stroke tahap lanjut.
Kemampuan bahasa, tergantung pada daerah lesi. Lesi pada area
wernicke didapatkan

disfasia

reseptif

(klien

tidak

dapat

memahami area lisan dan tulisan). Lesi pada area broca


didapatkan disfagia ekspresif (klien dapat mengerti namun tidak
bisa bicara dengan tepat dan tidak lancar). Distrasia (tidak bisa
bicara), dan apraksia (tidak mampu melakukan hal yang
4

sebelumnya sudah diajarkan).


Lobus frontal, biasanya klien mengalami emosi yang labil,

bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerjasama.


c Pengkajian saraf kranial
1 Saraf I, biasanya tidak mengalami gangguan.
2 Saraf II, biasanya terjadi disfungsi visual karena gangguan sensori
diantara mata dan korteks visual (biasanya terjadi pada klien
3

hemipelgia kiri).
Saraf III, IV, dan VI, penurunan kemampuan konjugat unilateral

di sisi yang sakit.


Saraf V, penurunan kemampuan memgunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot

pterigoideus internus dan eksternus.


Saraf VII, wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke sisi yang

sehat.
6 Saraf VIII, tidak mengalami gangguan.
7 Saraf IX dan X, kesulitan menelan dan membuka mulut.
8 Saraf XI, tidak mengalami gangguan.
9 Saraf XII, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
d Pengkajian Motorik
1 Inspeksi umum, biasanya terdapat hemiplegia (kelumpuhan pada
2
3
4

satu sisi).
Terdapat fasikulasi di otot-otot ekstermitas.
Tonus otot meningkat.
Kekuatan otot pada sisi yang sakit biasanya 0.

5
e
5

Keseimbangan dan koorsinasi terganggu akibat hemiplegia dan


hemiparese.
Pengkajian refleks, pada fase akut refleks fisiologis bagian tubuh

yang lumpuh akan menghilang.


Bladder (B4)
Biasanya
klien
mengalami
inkontinensia

akibat

konfusi,

ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan


mengendalikan
6

kandung

kemih.

Inkontinensia

yang

berlanjut

menunjukan kerusakan neurologis luas.


Bowel (B5)
Pada fase akut biasanya didapatkan keluhan menelan, mafsu makan
menurun, mual dan muntah. Pada kasus peningakatan tekanan tekanan
intrakranial biasanya klien mengalami muntah proyektil.

C. Diagnosa Keperawatan
1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial ditandai dengan hipertensi sistolik, muntah proyektil,
2

bradikardi dan nyeri kepala.


Ketidakefektifan jalan napas berhubangan dengan akumulasai sekret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan

perubahan tingkat kesadaran.


Gangguan
mobilitas

hemiparese/hemiplegia, kelemahan neuro muscular pada ekstermitas.


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

disfagia, kesulitan menelan dan penurunan nafsu makan.


Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan afasia, disartria,

perubahan proses pikir.


Perubahan presepsi sensori: penglihatan, raba, kinestetik berhubungan

dengan kerusakan penglihatan, sensasi.


Gangguan eliminasi alvi (fases): konstipasi, diare, inkontinen

fisik

berhubungan

dengan

berhubungan dengan pemasukan cairan dan makanan, hilangnya


8

pengontrolan volunteer, perubahan peristaltik, intoleransi makanan.


Gangguan eliminasi urin: inkontinen funsional berhubungan dengan

kerusakan motorik, imobilisasi.


Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

sensorik, immobilisasi, inkontinensia, perubahan status nutrisi.


10 Defisit
perawatan
diri
berhubungan
dengan
kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan

kontrol otot ditandai dengan kelemahan untuk ADL, seperti makan,


mandi, dan memaki pakaian.
11 Gangguan konsep diri berhubangan dengan perubahan presepsi.
12 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan statis
sosial, ekonomi dan harapan hidup.
13 Kecemasan klien dan keluarga berhubungan dengan prognosis
penyakit yang tidak menentu.

D. Rencana Asuhan Keperawatan

No
1.

Diagnosa
Keperawatan
Gangguan
perfusi- Tujuan
jaringan

berhubungan

dengan

peningkatan

akan

Tujuan

Intervensi

Rasional

: Klien 1. Kolaborasi
memerlihatkan

perfusi jaringan yang

pemberian
sesuai

1. Terapi
obat
anjuran

yang

permeabilitas

diberikan
kapiler,

dengan

tujuan

menurunkan

menurunkan

edema

serebri,

menurunkan metabolik sel dan kejang.

tekanan

intrakranial adekuat.
dokter,
seperti
- Kriteria hasil
:
ditandai
dengan
steroid, aminofel,
Tingkat
kesadaran
hipertensi
sistolik,
antibiotik.
membaik, tanda-tanda 2. Pertahankan
muntah
proyektil,
2. Aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
vital stabil tidak ada
keadaan
tirah
bradikardi dan nyeri
Tekanan Intra Kranial (TIK).
tanda-tanda
baring.
kepala.
3. Letakkan
kepala
peningkatan tekanan
3. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
dengan posisi agak
intrakranial.
dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
ditinggikkan
dan
dalam

posisi

anatomis (netral).
4. Anjurkan
klien 4. Batuk
untuk menghindari
batuk dan mengejan

dan

mengejan

dapat

meningkatkan

tekanan

intrakranial dan potensial terjadi perdarahan tulang.

berlebihan.
5. Berikan penjelasan
pada

5. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

keluarga

tentang

sebab

peningkatan

TIK

dan akibatnya.
2.

Ketidakefektifan jalan- Tujuan : Klien mampu 1. Lakukan


napas

berhubungan

dengan

akumulasi

sekret,

kemampuan

meningkatkan

dan

mempertahankan

1. Pengisapan

tidak

dilakukan

terus-menerus

untuk

pengisapan lendir

menghindari hipoksia. Kateter pengisap tidak boleh lebih

jika

diperlukan,

dari 50% diameter jalan napas untuk mencegah hipoksia.

keefektifan

jalan

batasi

durasi

Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian

batuk

menurun,

napas

tetap

pengisapan dengan

oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan

penurunan

mobilitas

bersih dan mencegah

15 detik atau lebih.

mengurangi terjadinya hipoksia.

fisik

agar

sekunder,

perubahan
kesadaran.

dan aspirasi.
- Kriteria hasil : Bunyi
tingkat
napas
terdengar
bersih,

frekuensi

napas 16-20x/menit.

Gunakan

kateter

pengisap

yang

sesuai,

sairan

fisiologis

steril.

Berikan

oksigen

100%

sebelum

dilakukan

pengisapan dengan
ambubag.
2. Ajarkan

klien

batuk

efektif

selama

masa

2. Batuk yang efektif dapat mengeluarkan sekret dari


saluran pernafasan.

pengisapan.
3. Kolaborasi
pemberian

obat-

3. Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena


relaksasi otot bronchospasme.

obatan
bronkodilator
sesuai

indikasi,

seperti
aminophilin, metaproteronol

sulfat

(alupent).
4. Lakukan
fisioterapi

4. Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran


dada

sesuai

indikasi,

seperti

postural

drainase,

sekret.

perkusi/penepukan
3.

Gangguan
fisik

mobilitas- Tujuan
berhubungan

dengan

dapat

.
: Klien 1. Mulailah

1. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,

melakukan

melakukan latihan

secara

rentang gerak aktif

aktivitas

membantu mencegah kontraktur.

hemiparese/hemiplegia
,

kelemahan

muscular
ekstermitas.

minimum.
dan pasif pada
- Kriteria hasil : Klien
neuro
semua ekstremitas.
dapat
2. Konsultasikan
pada
2. Program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan
mempertahankan
dengan
ahli
kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut
posisi yang optimal,
fisioterapi secara
dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
meningkatkan
aktif,
latihan
kekuatan dan fungsi
bagian

tubuh

yang

terkena,
mendemonstrasikan
perilaku
memungkinkan
aktivitas.

yang

resistif,

dan

ambulasi pasien.
3. Letakan
sendisendi pada posisi
funsional:

siku

sedikit

fleksi,

pergelangan
tangan
handroll.

ekstensi,
Lengan

3. Untuk menjaga posisi menggembam dan mengontrol


spasme. Untuk mencegah edema.

ditinggikan.
4. Alih posisi setiap 2
jam

4. Menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan

2.13 PENDIDIKAN KESEHATAN


a) Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain
dan sejenisnya.
b) Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan, daging berlemak, goreng-gorengan.
c) Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu dan kalsium, ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan
bukan suplemen (vit C, E, B6, B12 dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan sayur-sayuran.
d) Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan lain-lain.
e) Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur, minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup istirahat
dan check up kesehatan
2.14 PROGNOSIS
Seseorang yang pernah mengalami stroke, mungkin dapat membuat kemajuan besar dalam mendapatkan kembali kemandiriannya.
Namun, masih dapat menderita salah satu dari beberapa kondisi berikut:
a
b
c

Kelumpuhan pada satu sisi tubuh


Kelemahan pada satu sisi tubuh
Masalah dengan berpikir, kesadaran, perhatian, pembelajaran, penilaian, dan memori.

d
e
f
g
h

Gangguan memahami sesuatu.


Kesulitan mengendalikan atau mengekspresikan emosi.
Mati rasa atau sensasi yang aneh.
Nyeri di tangan dan kaki yang memburuk dengan perubahan gerakan dan suhu.
Depresi

BAB III
SIMPULAN
Stroke tau CVA (Cerebral Vaskular Accident) merupakan gangguan dalam sirkulasi intraserebral yang berkaitan dengan vascular
insufficiency, trombosis, emboli atau perdarahan. Beberapa faktor risiko stroke, antaralain riwayat hipertensi, diabetes melitus, obesitas,
kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, usia, budaya dan ras. Hipertensi, diabetes melitus, obesitas, kontrasepsi
oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, usia, budaya dan ras akan menibulkan penumpukan lemak dalam darah yang dapat
mengakibatkan trombus. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang mengakibatkan edema dan kongesti pada otak, akibatnya
perfusi otak terganggu dan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menimbulkan nyeri, kerusakan mobilitas fisik,
kerusakan komunikasi, gangguan presepsi sensori, anoreksia, obstruksi jalan napas, dan kegagalan menggerakan anggota tubuh.

Keluhan utama yang sering muncul pada klien dengan stroke adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi dan penurunan kesadaran. Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan stroke adalah gangguan
perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan hpertensi sitolik, nyeri kepala, bradikardi, dan
muntah proyektil. Intervensi yang diberikan pada masalah tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan mempertahankan
perfusi yang adekuat, dengan kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Intervensi yang diberikan, antara lain kolaborasi pemberian obat, terapi yang diberikan dengan tujuan menurunkan
permeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan metabolik sel dan kejang. Pertahankan keadaan tirah baring untuk
mengurangi tekanan intra kranial dan berikan penjelasan pada keluarga teantang sebab peningkatan TIK dan akibatnya, agar keluarga lebih
berpartisipasi dalam proses penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J & Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.
L, ralph, dkk. Stroke Risk Factors. http://stroke.ahajournals.org/content/28/7/1507.full diakses Rabu, 30 September 2015. Pukul 16.57.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika


Widagdo, wahyu, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: KTD.
american stroke assosiation. (2013, may 23). about stroke. Retrieved oktober 2, 2015, from www.strokeassociation.org:
http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/Treatment/Stroke-Treatments_UCM_310892_Article.jsp

diakses

Rabu, 30 September 2015.


Edward

Jauch,

M.

M.

(2015,

July

30).

ischemic

stroke.

Retrieved

oktober

http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#a6
Gendo, D. U. (2006). Integrasi Kedokeran Barat dan Kedokteran Tradisional Cina. Yogyakarta: Kanisius.
Ginsberg, L. (2008). lecture notes Neurologi edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga.

2,

2015,

from

medscape:

2.4 PATOFISIOLOGI

Hipertensi, DM, Penyakit Jantung


Merokok, gaya hidup, usia, jenis kelamin, ras
Obesitas, kolesterol

Penimbunan lemak/kolesterol meningkat dalam darah

Lemak yang sudah nekrotik dan berdegenerasi

Trombus

penyempitan pemb.

darah
Aliran darah lambat
aterosclerosis

pemb. darah jadi kaku


turbulensi

trombus serebral

Stroke
menggumpal
Iskemi k

mengikuti aliran darah

pemb. darah pecah

emboli

edema sel
injuri parenkim serebral

Stroke
Hemora
gik

kompresi jar otak

eritrosit

nekrosis

Herniasi
pe permeabilitas kapiler

endotil rusak

cairan plasma
hilang

metabolisme dalam otak terganggu

shif ke cairan interstitial

penurunan suplai oksigen dan darah


ke otak
metabolisme anaerob
laktat dan H+ meningkat vasodilatasi pemb darah

edema cerebral

Gg perfusi
jaringan

Peningkata
n TIK

Gg rasa nyaman
nyeri

art carotis interna

a vertebrobasilaris

art cerebri

media
kerusakan neurologis

(optikus)

kerusakan neuro
disfungsi N XI

Disfungsi N XI

serebrospinal

defisit N I (olfaktoris)

(assesoris)

N VII (fasialis)

N II (optikus)

penurunan fungsi N X
(vagus), N IX

(glosofaringeus)

disfungsi N II
(assesoris)

penurunan aliran

Penurunan fungsi N IX (glosofaring)

N IV (troklearis)

Anggota gerak
tidak

N XII (hipoglosus)
motorik anggota

N XII (hipoglossus)

muskuloskeletal

kontrol otot

kelemahan anggota
menangkap

perub ketajaman

fasial/oral lemah

gerak

darah ke retina

penurunan fungsi
proses menelan

efektif

kemampuan retina

sensori, penghidu

refluks
skeletal

penglihatan, pengecap

gerak, muskulo
untuk

objek & bayangan

Kerusakan
mobilitas
ketidakmampuan
kegagalan mengge

ketidakmampuan

berbicara, menyebut

menghidu,

kata-kata

melihat, mengecap

disfagia

Gg
perubahan
persepsi

kebutaan
rakkan anggota

anoreksia

obstruksi jalan
nafas

Kerusakan
Defisit
komunikasi
perawatan
verbal
diri

tersedak

Gg
kebutuhan
nutrisi
kurang dari
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif

Risiko
cedera

tubuh

Anda mungkin juga menyukai