Anda di halaman 1dari 21

Pemikiran Politik Pra Kemerdekaan

Haji Oemar Sahid Tjokroaminoto


BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemikiran politik merupakan bagian dari ilmu politik yang mengkhususkan diri dalam penyelidikan
tentang pemikiran pemikiran yang terdapat dalam bidang politik, sejak dari dahulu kala di masa
Yunani Kuno sampai ke masa sekarang. Dalam pengertian lain juga disebutkan bahwa, pemikiran
politik adalah suatu bagian ilmu pengetahuan politik dimana nilai, moral, norma, dan etika selalu
menjadi pokok pembahasan yang tidak pernah absen. Kareana itu, mengesampingkan pemikiran
politik berarti mengesampingkan suatu unsur yang sangat agung dalam studi politik.
Pemikiran politik sangat erat hubungannya dengan sejarah, filsafat politik, dan juga dengan hal-hal
yang berkaitan dengan etika, moralitas, dan idealisme politik pada umumnya. Pemikiran politik
sering disebut dengan political theory.
Van Dyke juga berpendapat bahwa ada dua pengertian yang dimaksud dengan teori itu. Pertaman,
Teori itu berkenaan dengan system keyakinan politik secara umum dan menyeluruh, sehingga dapat
dinamakan dasar pendapat atau ideology. Kedua, Berkenaan dengan filsafat politik, yaitu pemikiran
tentang pemikiran politik.
Pemikiran politik selalu berkembang dan berubah sesuai dengan waktu dan tempat dimana setiap
tempat juga memiliki perbedaan dan ciri tersendiri. Hal ini karena jiwa yang dimiliki seorang
pemimpin dipengaruhi oleh masa kecil, budaya, adat-istiadat, pendidikan, agama, lingkungan, nilai,
suku bangsa dll. Untuk itu mempelajari pemikiran politik sangat menarik, karena adanya banyak
pemikiran yang berbeda tapi juga menakjubkan.
Dalam mata kuliah ini, terkhusus membahas tentang Pemikiran Politik di Indonesia, sehinggah yang
menjadi pokok kajian adalah sejarah bangsa ini berikut dengan para pemikir-pemikir dan pejuang
kemerdekaan. Diantara para the founding fathers dan kawan-kawannya Dan diantara para tokoh
pergerakan itu, yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini adalah Pemikiran Politik H.O.S
Tjokroaminoto. Beliau merupakan tokoh pergerakan yang agamais, nasionalis, dan sosialis. Beliau
memiliki idealisme untuk memerdekakan indonesia yang saat itu teracuni oleh politik pecah bela
Belanda, sehingga kepentingan golongan lebih ditinggikan dibandingkan kepentingan umum. Ini
bukanlah Tjokroisme melainkan beliau hanya meneruskan pemahamannya berdasarkan nilai-nilai
islam kepada masyarakat Indonesia. Disini akan dijelaskan bagaimana kehidupan beliau serta
beberapa pencapaian yang pantas diacungi jempol. Beliau adalah bapak Pergerakan Nasional
karena keberaniannya beliaulah yang mengawali pergerakan melawan pemerintahan belanda.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, sedikitnya ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam
tulisan ini, antara lain :
a. Bagaimanakah perjalanan hidup H.O.S. Tjokroaminoto ?
b. Bagaimana Pemikiran politik Tjokroaminoto mengenai nasionalisme yang berdasarkan islam ?
c. Bagaimana Pemikiran politik Tjokroaminoto mengenai sosialisme yang berdasarkan islam ?
d. Bagaimana Pandangan Tjokroaminoto tentang Demokrasi dan Sistem Parlemen?

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Politik
Definisi Atau Pengertian Politik Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti
kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara,
politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan
negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu
dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah
yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan
tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut
pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources)
yang ada.
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak
pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau
tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan,
manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam
aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh
masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut
kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan
B. Nasionalisome
Secara etimologis kata nasionalisme atau nation atau natie diambil melalui bahasa Prancis dari
bahasa Latin natio yang berakar dalam nasci yang juga baru muncul, dan dalam kosakata Klasik

cenderung bermakna jelek untuk ras, suku, atau bibit manusia yang dianggap tidak beradab oleh
standar Romawi. Dalam berbagai bahasa Romawi yang mewariskan kata nation sebagai bagian
dari pendudukan, atau bahasa non Latin yang kemudian mengadopsinya karena pengaruh
Renaisans, kata nation telah mengalami sejumlah pergeseran semantik sebelum digunakan untuk
menunjukkan kesatuan budaya dan kedaulatan politik tertentu yang mencakup suatu masyarakat.
Menurut Rupert Emerson nasionalisme adalah komunitas orang-orang yang merasa bahwa
mereka bersatu atas dasar elemen-elemen yang mendalam dari warisan bersama dan bahwa
mereka memiliki takdir bersama menuju masa depan.
Sementara menurut Ernest Renan, yang sering dikutip Soekarno, nasionalisme merupakan
unsur yang dominan dalam kehidupan sosial-politik sekelompok manusia dan telah mendorong
terbentuknya suatu bangsa atau nation guna menyatukan kehendak untuk bersatu.
C. Sosialisme
Istilah sosialisme selalu diidentikkan dengan seorang Karl Marx. Padahal cita-cita sosialisme udah
dicetuskan jauh sebelum Marx mulai memikirkan revolusi proletariat. Banyak dari gagasangagasan yang akan menjadi pokok pemikirannya diperolehnya dari tulisan para pemikir sosialis
sebelumnya. Cita- cita yang sekarang disebut sosialisme itu sudah ditemukan dalam budaya Yunani
kuno. Kasta para filosof yang menurut Plato harus memimpin negara tidak boleh mempunyai milik
pribadi dan tidak berkeluarga, memiliki segalanya bersama, dan hidup menurut aturan yang sama.
Namun sosialisme ini terbatas pada kasta calon pemimpin.
Kata sosialisme sendiri muncul di Prancis sekitar tahun 1830, begitu juga kata komunisme. Dua
kata ini semula sama artinya, tetapi segera komunisme dipakai untuk aliran sosialis yang lebih
radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta
mengharapkan keadaan komunis itu bukan dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata
dari perjuangan kaum terhisap sendiri.
Sementara itu untuk membedakan ajarannya dari gagasan-gagasan Sosialis Utopis, Marx
menamakan ajarannya Sosialisme Ilmiah (scientific socialism). Untuk keperluan itu ia menyusun
suatu teori sosial yang menurut dia didasari hukum-hukum ilmiah dan karena itu pasti akan
terlaksana. Saintisme Marx mempunyai keyakinan bahwa terdapat hukum-hukum gerak dalam
masyarakat yang dijalankan dengan prinsip kebutuhan yang mutlak didasarkan pada
penjelasan yang naif dari kemajuan-kemajuan ilmu alam.
Klaimnya atas keilmiahan sosialismenya ini sangat penting dalam memahami teorinya. Marx
menolak pendasaran sosialisme pada pertimbangan- pertimbangan moral. Sosialisme tidak akan
datang karena dinilai baik atau karena kapitalisme dinilai jahat, melainkan karena, dan kalau,
syarat-syarat objektif penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi terpenuhi. Dengan kata
lain, Marx mengklaim bahwa sosialismenya bersifat ilmiah karena sosialisme tersebut berdasarkan

pengetahuan tentang hukum - hukum objektif perkembangan masyarakat. Pengetahuan itulah yang
disebut Pandangan Materialis Sejarah.
Dalam menyusun teori mengenai perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik oleh gagasan
filsuf Jerman George Hegel mengenai dialektika karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan
melalui konflik dan pertentangan. Dan unsur inillah yang dia perlukan menyusun teorinya mengenai
perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori sosial, maka dia merumuskan
terlebih dahulu teori mengenai materialisme dialektik (dialectical materialism). Kemudian konsepkonsep itu dipakainya untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang dinamakannya
materialisme historis (historical materialism). Dan karena materi oleh Marx diartikan sebagai
keadaan ekonomi, maka teori marx juga sering disebut analisa ekonomis terhadap sejarah. Dalam
menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah (yang dimaksud hanyalah sejarah Barat)
menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau telah berkembang menurut hukum-hukum dialektis
yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu
gerak spiral ke atas sampai menjadi masyarakat dimana Marx berada. Atas dasar analisa terakhir ia
sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah dunia kapitalis akan mengalami revolusi
-yang disebutnya revolusi proletariat- yang akan menghancurkan sendi- sendi masyarakat kapitalis
tersebut, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya masyarakat komunis.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perjalanan Hidup Tjokroaminoto
Biografi HOS Tjokroaminoto
Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto yang dikenal sebagai Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto
lahir di ponorogo, 16 Agustus 1883. Terlahir dari perpaduan keluarga priyayi yang religious.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakeknya, RM Adipati Tjokronegoro adalah
seorang bupati di ponorogo, jawa timur, sedangkan ayahnya, Raden Mas Tjokroamiseno adalah
wedana distrik kleco, madiun. Ia secara formal tak pernah nyantri, sekolah ditempuhnya dengan
system pendidikan barat. Karena itu, ia menguasai bahasa inggris dan belanda.Didalam ensiklopedi
islam disebutkan bahwasannya HOS Tjokroaminoto lahir di Bukur, Madiun 16 Agustus 1882
Yogyakarta.
Pendidikan HOS Tjokroaminoto
Pendidikan dasarnya ditempuh di madiun, disekolah belanda. Kemudian pendidikan lanjutnya ia
tempuh di OSVIA (opleiding school voor inlandsche ambtenaren sekolah pendidikan untuk pegawai
pribumi) di magelang (1902). Di OSVIA, lama pendidikan adalah 5 tahun dan bahasa pengantarnya

adalah bahasa belanda. Sekolah ini tidak saja terbuka bagi anak-anak golongan priyai, tetapi
terbuka juga bagi anak-anak golongan biasa yang ingin memasuki dinas pengreh praja.
Setelah lulus dari OSVIA, Pada tahun 1902 sampai 1905 Tjokroaminoto menjadi juru tulis patih di
ngawi (jawa timur), kemudian menjadi patih (pejabat dalam lingkungan pegawai negara pribumi),
pembantu utama pada seorang bupati (regent). Pada bulan september 1905 ia minta berhenti dari
jabatan. Alasannya, karena ia merasa tidak puas dalam kehidupan kepegawaian, tidak banyak
menggembirakan hati dan terus-menerus berjongkok dan menyembah. tak lama setelah ia menikah
dengan Suharsikin, putri dari patih ponorogo. Lalu ia pindah ke Surabaya dan bekerja di sebuah
perusahaan swasta.
Sambil bekerja, Tjokroaminoto masih menyempatkan diri untuk mengikuti sekolah lanjutan di sore
hari, yaitu di BAS (Burgerlijke Avond School). Selain sebagai pegawai swasta, dirumahnya juga
tjokro menerima kos-kosan yang dikelola oleh istrinya. Diantara anak kosnya adalah soekarno/bung
karno, yang merupakan presiden pertama RI, ketika ia duduk di HBS Surabaya. Belakangan,
soekarna adalah salah satu kader di bidang politik, dan pernah menjadi menantunya. Di mana Netty
Utari, anak Tjokro adalah merupakan istri pertama dari bung karno. Tepatnya Tahun 1916 pemuda
soekarno menjadi salah seorang anak indekosnya.
Sesudah menyelesaikan pendidikannya, HOS tjokroaminoto mendapat pekerjaan pada sebuah
pabrik gula (1907-1912) dan menulis di harian bintang surabaya. Di pabrik gula ini ia mula-mula
magang sebagai masinis dan kemudian diangkat sebagai ahli kimia. Namun pekerjaannya ditekuni
hanya sampai bulan mei 1912, selanjutnya ia bekerja pada sebuah biro teknik disurabaya.
Bergabungnya HOS Tjokroaminoto pada organisasi sarekat islam. Dan peranan dia dalam
menangani Sarekat Islam
Suatu keanehan sebenarnya bahwa tokoh kita ini berkenalan dan masuk ke dalam Sarekat Islam
bukan didorong oleh keyakinan yang diharapkan dari seorang pejuang, melainkan lebih terletak
pada soal kebetulan. Waktu Sarekat Islam (SI) didirikan (dengan nama Sarekat Dagang Islam [SDI])
pada tahun 1911 di surakarta, pimpinan berada ditangan K H. Samanhoeddhi.
Dalam pandangan Samanhoedhi SDI (Sarekat Dagang Islam) mestilah diperlebar cakupannya, tak
hanya mengurusi soal soal dagang saja, tapi juga politik dan dakwah. Ia menyadari bahwa kader
yang bisa membawa kearah cita-cita tersebut tidaklah banyak, belum lagi soal keberanian.
Maka dicarilah orang yang berani dan punya visi kedepan. Para pencari dan pemburu bakat disebar,
telinga dipasang, informasi di gali. Maka mereka pun mendengar, bahwa di Surabaya ada seorang
pribumi, yang dididik secara barat, namun mempunyai keberanian yang memadai. Sebagai indikasi
keberaniannya itu adalah, orang tersebut berani keluar sebagai pegawai negeri, dengan alasan tak
mau terus-menerus merunduk pada pemimpin belanda. Maka orang tersebut adalah Tjokroaminoto

yang mempunyai mata elang, kumis melintang, bicara lantang, dan punya visi dan misi dalam
perjuangan hidupnya.
Dalam periode inilah, tepatnya pada bulan mei 1912, Tjokroaminoto berhubungan dengan beberapa
wakil sarekat dagang islam surakarta-solo- yang sengaja mendatanginya. Kontraknya yang masih
berjalan dengan perusahaan biro teknik Surabaya ditebus oleh pimpinan SDI (haji samanhoeddhi),
agar ia dapat memberikan seluruh tenaganya kepada perkumpulan yang baru itu. Ia kemudian
diminta untuk menyusun anggaran dasar (statuten) sarekat dagang islam (SDI) dan duduk sebagai
komisaris. Ketika itu ia dikenal dengan sikapnya yang radikal dan menentang kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku bagi anak jajahan. Ia dikenal sebagai seorang yang menuntut persamaan derajat
dengan pihak mana pun juga, apakah dengan seorang belanda atau dengan seorang pejabat
pemerintah. Ia berkeinginan untuk melihat sikap ini dimiliki oleh kawan sebangsanya terutama
dalam berhubungan dengan orang-orang asing. Ia mempunyai keberanian untuk duduk di kursi
sewaktu menemui seorang belanda atau seorang pejabat pemerintah. Ia berkata kepada atasannya
tanpa menundukkan muka ke bawah. Ia duduk diatas kursi dengan meletakkan sebelah kakinya
diatas kakinya yang lain. Semua ini adalah soal-soal kecil tetapi pada masa itu dianggap pantang
dilakukan.
Pada tanggal 10 september 1912 Di tangan Tjokroaminoto SDI (sarekat dagang islam) mengubah
namanya menjadi Sarekat Islam (SI). Ia lalu mengubah haluan, menjadikan SI sebagai kumpulan
umat islam yang hendak menegakkan islam sebagai agama dan mengilmui islam. Maka, para
anggotanya pun tak semuanya para pedagang, tetapi dari semua unsur masyarakat. Saat itulah SI
merambah ke berbagai bidang kehidupan umat, tak hanya beredar disolo dan jawa, tetapi juga
melebar ke wilayah-wilayah luar jawa.
Corak Dawah HOS Tjokroaminoto
Sebenarnya secara formal Tjokroaminoto tidak pernah nyantri, sehingga pemahaman dia tentang
agama islam sangatlah kurang, berdasarkan referensi yang penulis baca dan temukan
bahwasannya Tjokroaminoto secara tidak langsung belajar Islam sewaktu dia bergabung dengan
Sarekat Islam. Memang Sikap atau corak yang dimiliki oleh Tjokroaminoto tentang keberaniannya
tidak dapat diragukan lagi. Dan dengan bekal keberaniannya inilah dia dikagumi oleh masyarakat.
Tjokroaminoto adalah seorang demagoog yang bisa memainkan perasaan dan tingkah laku
pendengarnya. Hadirin akan bergantung dibibirnya apabila mendengar ia berpidato; tanpa mike.
Dan menjaga keseimbangan di antara mereka yang berselisih pendapat adalah salah satu
kelihaiannya.
Dapat disimpulkan bahwasannya Tjokroaminoto sangat pandai dan lihai dalam berpidato, dan tidak
kalah hebatnya tulisannya juga sangat banyak dalam berbagai buku atau artikel, salah satunya yaitu
fadjar Asia, yang banyak memuat artikel-artikel Tjokroaminoto. Adapun karya monumental

Tjokroaminoto yang sampai masa tahun 1950-an tidak dapat diubah adalah tafsir program asas dan
program tandhim partai syarikat islam Indonesia, diterbitkan oleh badan pekerja PSII (Partai sarekat
islam Indonesia) tahun 1954. Di dalamnya berisi tentang arah dan gerak perlawanan partai, antara
lain:
1. bersandarkan kepada kebersihan tauhid,
2. bersandar kepada ilmu, dan
3. bersandarkan kepada siyasah (politik) yang berkaitan dengan bangsa, tumpah darah, dan
menyatukan negeri-negeri berpenduduk muslim (dikenal dengan pan islamisme).
Dalam pendahuluannya, tjokro menulis:
Pergerakan kita yang mula-mula bernama sarekat islam atau harus ditulis syarikat islam, kemudian
diganti dengan nama partai syarekat islam india- timur pada tahun 1927, dan akhirnya pada tahun
1930 diganti lagi dengan nama partai syarekat islam Indonesia, sesungguhnya mulai menampak
betul-betul sifat, maksud, dan tujuannya ialah ketika sudah ditetapkan program asasnya (beginselprogram) yang pertama-tama dan program-pekerjaannya (program Van Actie) di dalam kongresnya
pada tahun 1917 dikota Jakarta (betawi), yang kemudian program-asas dan program-pekerjaan itu
diubah di dalam kongres di kota mataram (Yogyakarta) pada tahun 1920 dan akhirnya diubah lagi di
dalam kongres di mataram pada tahun 1930, di mana program-asas itu ditambah dalam dan luas
pahamnya, dan program-pekerjaan yang biasanya hanya berlaku buat beberapa tahun saja
lamanya, diganti dengan program-tandhim (program perlawanan), yang kekuatannya hampir sama
kekalnya sebagai program-asas, sedang buat selanjutnya di mana ada perlunya, pada tiap-tiap
kongres hendaknya ditetapkan suatu program-pekerjaan yang harus dilakukan pada tahun
berikutnya.
Pergerakan kita partai syarekat islam Indonesia yang maksudnya dikatakan dengan singkat: akan
menjalankan islam dengan seluas-luas dan sepenuh-penuhnya, supaya kita bisa mendapat sesuatu
dunia islam yang sejati dan bisa menurut kehidupan muslim yang sesungguh-sungguhnya, nyatalah
perlu sekali mempunyai suatu program-asas dan suatu program-tandhim, yang harus menjadi dasar
dan pedoman bagi segala cita-cita yang kita tuju dan bagi segala perbuatan yang kita lakukan untuk
mencapai maksud itu.
Sungguh pun islam itu agama Allah dan ialah peraturan yang sempurna-purnanya yang diberikan
oleh Allah Taala kepada manusia untuk mencapai keselamatan di dunia dan akhirat, haruslah kita
ingat, bahwa manusia itulah yang membikin riwayatnya sendiri. Oleh karena itu, maka dalam usaha
kita menuju kehidupan muslim yang sesungguh-sungguhnya itu haruslah mengetahui sifat dan
keadaan-keadaan pergaulan hidup manusia, yang kita hidup di dalamnya sekarang ini, dan dengan
sejelas-jelasnya kita harus mengetahui kecelaan-kecelaan dan kebusukan-kebusukannya, yang
harus lenyap dan mesti dilenyapkan karena menjadi sebabnya tidak bisa ada kehidupan muslim

yang sesungguh-sungguhnya sebagai yang kita harapkan, ataupun sedikitnya menjadi rintangan
bagi usaha kita akan mencapai kehidupan muslim yang demikian itu.
Dari kutipan diatas tampak jelas apa yang dicita-citakan oleh Tjokroaminoto dengan partai yang
dibesarkannya itu. Itu pula sebabnya, mengapa ia mengganti nama dari SDI menjadi partai syarikat
islam Indonesia. Islam sebagai jalan hidup adalah pilihan yang terus diperjuangkan oleh
Tjokroaminoto.
Dalam salah satu artikelnya yang bejudul pemberi ingat dan penunjuk jalan kepada umat islam
yang ditulis pada tahun 1930-an, Tjokro memberi peringatan kepada umat islam secara tandas,
yakni, untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat, maka hendaklah
seseorang itu melaksanakan agamanya (Islam) dan berilmu. hanya dua perkara ini saja yang bisa
menghindarkan dirimu dari kerendahan derajat dan kesengsaraan.
Sebagai seorang aktivis yang mengilhami banyak pejuang di tanah air, Tjokroaminoto juga berkiprah
dan mendorong terbentuknya organisasi-organisasi yang bersifat keilmuan. Ia, antara lain,
mendorong didirikannya Indonesische Studie Club (ISC) yang didirikan oleh Dr. Soetomo pada juli
1924 di Surabaya. Setahun kemudian, bersama Haji Agus Salim, membidani Jong Islamieten Bond
(JIB), yang merupakan himpunan para mahasiswa dan pelajar islam agar tak lalai dengan
agamanya, meskipun sekolah atau kuliah dengan cara barat. JIB inilah yang merupakan cikal bakal
lahirnya para cendekiawan muslim di Indonesia.
Dan mengenai bersandar kepada siyasah (politik),setelah penerbitan buku itu perkataan siyasah
dipergunakan di kalangan para pejuang bangsa khususnya dan di dalam bangsa Indonesia pada
umumnya. pemakaiannya bergandenagan dengan perkataan politik yang diwarisi dari bahasa
belanda-yunani. Karya tulisnya yang lain di antaranya adalah islam dan sosialisme (1924), tarikh
agama (1954), dan terjemahan al-quran ke dalam bahasa Indonesia.
Akhir Hayat HOS Tjokroaminoto
Tjokroaminoto, singa podium itu, menghadap Ilahi pada 17 Desember 1934 di Yogyakarta. Dan
dimakamkan di TMP Pekuncen Yogyakarta. Kepergian Tjokroaminoto membawa perpecahan di
tubuh PSII. Ini menunjukkan bahwa Tjokroaminoto adalah faktor pemersatu. Semangat pan
islamismenya memang telah membawanya selalu mencari titik temu, bukan titik beda. Karena
kondisi social politik saat itu. Dan rupanya, Tjokroaminoto tak sempat menyiapkan kader-kadernya
untuk memimpin PSII sebagaimana yang ia cita-citakan.
B. Pemikiran Politik Tjokro : Nasionalisme Berdasarkan Islam
Menurut Tjokroaminoto makna istilah nasional merupakan suatu usaha untuk meningkatkan
seseorang pada tingkat natie (bangsa). Selanjutnya, ditambahkan pengertian nasional sebagai
usaha untuk memperjuangkan tuntutan Pemerintahan Sendiri atau sekurang-kurangnya agar orangorang Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah-masalah politik . Hal

ini menunjukkan adanya beberapa fase, dimana ketika seorang individu yang berbeda
karakteristiknya seperti suku, agama, atau kultur disatukan dengan individu lain yang juga memiliki
karakteristik berbeda sehingga membentuk suatu identitas baru yang mempersatukan diantara
mereka menjadi suatu bangsa. Kemudian bangsa tersebut memperjuangkan hak-hak politiknya
untuk dapat membentuk pemerintahan sendiri, mengatur bangsa dan wilayahnya sendiri, sehingga
pada akhirnya dapat menentukan nasib bangsanya sendiri.
Disini dapat dilihat bagaimana Tjokroaminoto terinspirasi dan bersimpati terhadap gerakan PanIslamisme. Ia dan rekan-rekannya di SI memang mencita- citakan politik Pan-Islamisme. Ia
berharap dapat mempersatukan kekuatan Islam di Hindia (Indonesia) dalam rangka mewujudkan
gagasan besarnya, Pan-Islamisme. Pan-Islamisme melihat perjuangan umat Islam di Hindia
sebagai bagian dari perjuangan umat Islam di Asia dan Afrika untuk menyingkirkan penjajah Eropa.
Ia menjadikan referensi kemenangan Turki atas Yunani dan Armenia sebagai teladan bagi gerakan
pembebasan Islam atas dominasi kolonial barat. Namun demikian penekanan utamanya tetap
pada masalah-masalah nasional dan problem-problem umat Islam di Hindia.
Tjokroaminoto pernah merumuskan bahwa untuk menjalankan Islam dalam segala aspek
kehidupan, bangsa Hindia (Indonesia) harus bersandar kepada sijasah (politik) yang berkenaan
dengan bangsa dan Negeri tumpah darah sendiri, dan politik menuju maksud akan mencapai
persatuan atau perhubungan dengan ummat Islam di lain-lain negeri (Pan Islamisme) agar dapat
mencapai kemuliaan dan keluhuran derajat. Atau dengan kata lain Tjokroaminoto menganggap
bahwa pergerakan sijasah (politik) itu suatu kewajiban yang penting bagi orang Islam karena dua
kepentingan, yaitu untuk mencapai kemerdekaan umat dan agar kita dapat melaksanakan apa-apa
yang diperintahkan oleh Allah S.W.T. Upaya untuk mencapai kemerdekaan dipertegas lagi bahwa
tak boleh tidak kita kaum muslimin mempunyai kemerdekaan umat atau kemerdekaan kebangsaan
(nationale urijbeid) dan mesti berkuasa atas Negeri tumpah darah kita sendiri.
Tjokroaminoto melihat kebangkitan kembali Pan-Islamisme di negara- negara Islam yang
pergerakannya semakin baik, kuat, dan terorganisir. Tjokroaminoto dengan demikian meyakini
bahwa sejarah akan berulang dimana umat Islam di seluruh dunia akan bersatu menjadi suatu
bangsa yang kuat dan kemudian akan mengambil alih kepemimpinannya yang dahulu untuk
menginternalisasi kembali nilai-nilai Islam kepada golongan lain sehingga dapat menundukkan
negeri Barat dan Timur. Arti dari gerakan Pan Islamisme ini, menyiratkan bahwa setidaknya yang
dibayangkan oleh Tjokroaminoto persatuan nasib. Islam maupun sekuler diakui sebagai unsur yang
sedang berjuang demi nasionalisme. Tjokroaminoto sendiri amat menyadari adanya perbedaan
karakteristik tersebut hingga menciptakan pluralisme dan kemajemukan dalam diri bangsa
Indonesia. Kemajemukan ini terutama terletak pada beragamnya suku-suku yang ada di Indonesia.
Dan kemajemukan ini pula-lah yang menjadi senjata bagi pemerintah Belanda untuk memecah

belah bangsa Indonesia. Dengan jitu mereka menerapkan politik devide et impera lewat
pembentukan kelas-kelas sosial yang berbeda di dalam kemajemukan suku tadi. Sehingga masingmasing suku membentuk eksklusifitasnya masing-masing dan mengedepankan ikatan primordialnya
saja.
Mengenai kentalnya ikatan primordial ini juga dinyatakan Tjokroaminoto dalam suatu pidato di tahun
1915 yang menyatakan bahwa di kalangan rakyat Indonesia masih terlalu sedikit perasaan
persatuan kebangsaan. Orang Madura tidak merasa satu dengan orang Jawa, orang Jawa pun
demikian dengan orang Sunda, dan orang Sunda demikian pula dengan orang Palembang. Namun,
demi kemajuan dan kebangkitannya, di atas segala-galanya rakyat Indonesia harus berhati-hati.
Sarana untuk mencapainya adalah agama Islam. Islam menghimpun semua orang karena tidak
seorang pun di Hindia yang mau disebut bukan orang Islam, walaupun sedikit sekali
pengetahuannya tentang agama Islam ini. Dalam istilah Oetoesan Hindia, Islam adalah semen
pengikat puluhan juta orang Indonesia. Islam juga sebagai alat untuk meningkatkan nasionalisme
dan cinta tanah air.
Yang kemudian dipertegas lagi oleh beliau dalam pendapat yang disampaikannya di depan Kongres
PSII XIX yang diadakan di Jakarta pada tahun 1933 yang judul pre-advisenya adalah Cultuur dan
Adat Islam. Pada pidatonya tersebut Tjokroaminoto mengingatkan agar kaum muslimin jangan
sampai meninggalkan kultur dan adat Islam atau bahkan sampai menukarnya dengan kultur
segelintir golongan rakyat Indonesia. Walaupun perselisihan ini belum tampak terlalu besar namun
kaum muslimin tidak boleh hanya bersikap netral atau diam dalam menghadapi perselisihan antara
kultur Islam dengan kultur lainnya itu karena hanya akan merugikan kultur Islam saja.
Maka seandainya umat muslim hanya diam saja dalam menghadapi perselisihan antar kultur
tersebut, Tjokroaminoto mengkhawatirkan ikatan yang ada di antara umat muslim akan rusak dan
menyebabkan mereka akan mudah terpecah belah satu sama lainnya ke dalam beberapa kelompok
Islam dan satu sama lainnya saling membesarkan cita-cita kesukuannya masing-masing seperti keMaduraan, ke-Sundaan, ke-Jawaan, ke-Lampungan, ke-Minagkabauan, ke- Bugisan, ke-Ambonan,
dan lainnya. Tentu hal ini merupakan bahaya laten karena amat rentan untuk disusupi politik devide
et impera Belanda. Jadi akan semakin sulitlah untuk mencapai persatuan. Untuk mengantisipasi
hal tersebut kaum muslimin wajib menciptakan kultur Islam dengan dasar-dasar yang sebenarnya
dan berusaha meng-sinkronkannya dengan pemikiran dan cita-cita modern.
Namun bukan berarti hanya umat Islam saja yang dapat mempersatukan dirinya ke dalam suatu
bangsa (natie). Dalam Kongres Central Sarekat Islam (CSI) di Bandung (1916), Tjokroaminoto
mengatakan bahwa:
Kita cinta bangsa sendiri dengan kekuatan ajaran agama kita, agama Islam, kita berusaha untuk
mempersatukan seluruh bangsa kita, atau sebagian besar dari bangsa kita. Kita cinta tanah air,

dimana kita dilahirkan, dan kita cinta Pemerintah yang melindungi kita. Karena itu, kita tidak takut
untuk meminta perhatian atas segala sesuatu, yang kita anggap baik, dan menuntut apa saja, yang
dapat memperbaiki bangsa kita, tanah air kita dan pemerintah kita.
Ucapan ini tentu yang dimaksudkan agar umat Islam dengan kekuatan agamanya dapat berperan
mempersatukan bangsanya yang pluralis. Bukan dalam arti menjadikan seluruh bangsanya menjadi
Islam. Karena ketika itu, bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya umat agama lain, beradapada
posisi termarjinalkan oleh penjajah Belanda, selalu diperintah tetapi tak pernah mendapatkan hak
untuk ikut memerintah. Hal ini semakin menguatkan perspektif beliau bahwa untuk membangun
nasionalisme dalam arti yang luas, tidak dapat dibangun dari sesuatu yang general. Nasionalisme
harus dibangun atas dasar kesamaan dan untuk itu diperlukan unsur pembeda guna
membersihkannya dari unsur lain. Tjokroaminoto percaya unsur pembeda itu adalah Islam.
Bahkan dengan kesadaran yang tinggi tentang pluralitas bangsanya sebagai realitas sosial,
budaya, dan politik yang memang nyata ada di tengah- tengah masyarakat, Tjokroaminoto lebih
banyak bicara tentang nasionalisme, sosialisme, dan demokrasi yang berasaskan Islam namun
bukan mengarah pada berdirinya sebuah Negara Teokrasi (Negara Agama). Dengan perjuangan
yang berlandaskan semangat nasionalisme dan demokrasi, berarti mengajak seluruh komponen
bangsa yang beragam ini untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, tak mengenal istilah
mayoritas-minoritas yang cenderung bermakna diskriminatif, untuk bersama-sama melepaskan diri
dari cengkeraman penjajah.
Jadi yang berusaha dijelaskan oleh beliau adalah bahwa Nasionalisme Islam bukanlah suatu
nasionalisme yang buta, fanatis, atau cenderung fundamental. Melainkan nasionalisme yang
menuju kepada sosialisme yang berdasarkan Islam.
Islam sepertujuh bagian rambut pun tidak menghalangi dan merintangi kemajuan nasionalisme
yang sejati, tetapi memajukan dia. Nasionalisme yang dimajukan oleh Islam bukannya eng
nasionalisme (yang sempit) dan berbahaya, tetapi yang menuntun kepada sosialisme berdasar
Islam. Yakni sosialisme yang menghendaki mono-humanisme (persatuan manusia) dikuasai oleh
satu Yang Maha Kuasa, Allah SWT, dengan lantaran (melalui) hukum-hukum yang sudah
dipermaklumkan kepada Utusan-Nya Nabi penutup Muhammad SAW.
C. Pemikiran Politik Tjokro : Sosialisme Berdasarkan Islam
Tjokroaminoto mulai mengangkat tentang sosialisme ini pada Kongres SI di Batavia pada Oktober
1917. Di Kongres tersebut Tjokroaminoto mulai mengecam kapitalisme Belanda. Ia berkata:
Yang kita inginkan adalah sama rasa, terlepas dari perbedaan agama. CSI ingin mengangkat
persamaan semua ras di Hindia sedemikian hingga mencapai tahap berpemerintahan sendiri. CSI
menentang kapitalisme berdosa, CSI tidak akan mentolerir dominasi manusia atas manusia
lainnya. CSI akan bekerja sama dengan siapa saja yang mau bekerja untuk kepentingan ini.

Ia menyebutnya sebagai kapitalisme yang berdosa, sesuatu yang mendasari pemikiran teoritiknya
Sosialisme Islam. Tak dapat disangkal pertarungannya dengan kelompok komunis selam beberapa
tahun telah membuatnya semakin sungguh untuk membuktikan Islam juga sebagai ajaran yang
mengadakan keberpihakan terhadap kaum tertindas (Musthadhafin), Tjokroaminoto mengatakan
de Islam is de godsdient van de armen en de verdrukten (Islam adalah agamanya kaum
miskin dan yang tertindas).
Pada bulan Desember 1924, Tjokroaminoto menuangkan pemikirannya mengenai Sosialisme
Islam tersebut ke dalam sebuah buku yang berjudul Islam dan Sosialisme. Menurut beliau di
bukunya itu Sosialisme asalnya dari perkataan bahasa Latin socius, yang artinya dalam
bahasa Belanda: Makker; dalam bahasa Indonesia: teman-sahabat; dalam bahasa Jawa: kanca;
dan dalam bahasa Arab: asyrat atau sahabat. Sosialisme mengutamakan paham pertemanan atau
persahabatan sebagai unsur pengikat di dalam pergaulan masyarakat. Jadi paham Sosialisme itu
bertentangan sama sekali dengan paham individualisme, yang hanya mengutamakan kepentingan
individu (kepentingan diri sendiri).
Sosialisme menghendaki cara hidup satu buat semua dan semua buat satu, yaitu cara hidup yang
memperlihatkan kepada kita, bahwa kita semua memikul pertanggung jawaban atas perbuatan kita
bersama, satu sama lain. Sedang individualisme mengutamakan paham tiap-tiap orang buat dirinya
sendiri.
Dalam menuangkan pemikirannya tersebut, Tjokroaminoto banyak membaca tulisan-tulisan
pengarang dari Barat terutama karangan Prof.Quack (bangsa Belanda).Dari dalam kitab itu beliau
bisa mengenal kaum sosialis dari berbagai abad dengan aturan masing-masing yang dibuat.
Ternyata berdasarkan penelaahan beliau terdapat begitu besar perbedaan pengertian sosialisme
antara satu dengan yang lainnya. Satu hal yang disepakati di antara mereka adalah sosialisme itu
hendak melindungi kepentingan, hak-hak dan kewajiban bersama di atas hawa nafsunya orang
perorang atau segolongan manusia saja.
Beliau menguraikan bahwa pergerakan-pergerakan sosialistis zaman dahulu tersebut
pertama kali timbul tidak hanya karena disebabkan kerusakan masyarakat pada masing-masing
zaman yang bersangkutan, tetapi juga terutama sekali mendapat impuls dari perasaan keagamaan
yang mendalam. Namun secara perlahan-lahan unsur kebaikan dan Agama yang banyak terdapat
pada kalangan rakyat tersebut semakin lemah dan perlahan-lahan pergerakan rakyat yang bersifat
sosialistis itu semakin lama semakin bertambah kuat berkiblat pada unsur kebendaan belaka
(stoffelijke dingen), terutama sekali di negeri-negeri Barat.
Seperti yang juga diungkapkan oleh Marx dalam Materialism Dialectic dan Historis Materialism.
Materialism Dialectic adalah pandangan hidup yang menekankan pada aspek perkembangan
kebendaan. Sedangkan Historis Materialism adalah ilmu sejarah yang disandarkan pada sejarah

perubahan sistem produksi yang berasal pada benda yang nyata. Marx juga mengatakan bahwa
dunia itu terdiri atas benda yang dapat ditangkap oleh panca indera, dan dunia yang seperti itulah
yang ada. Sedangkan pikiran, perasaan walaupun tampaknya berada di atas panca indera namun
hanya merupakan hasil dari pemikiran otak tentang adanya benda. Kenyataan ini membuktikan
Historis Materialism nyata-nyata menentang akan eksistensi Tuhan, malaikat, roh dan perkara gaib
lainnya yang diajarkan oleh semua agama terutama sekali oleh Islam. Menurut Hegel sebagaimana
yang ditirukan juga oleh Marx bahwa: agama itu adalah kebingungan otak yang dibuatbuat oleh manusia untuk meringankan hidup yang sulit ini sehingga agama itu merupakan candunya
rakyat.
Sekalipun teori-teori sosialisme tersebut juga mempunyai maksud dan tujuan untuk memperbaiki
nasib golongan manusia yang termiskin dan dominan jumlahnya agar mereka bisa mendapatkan
nasib yang sesuai dengan derajat mereka yaitu dengan jalan memerangi penyebab yang
menimbulkan kemiskinan mereka. Namun teori-teori tadi juga bermaksud menentang kehidupan
sosial masyarakat yang ada sekarang ini, baik yang berkaitan dengan soal ekonomi, pengadilan,
bahkan soal kehidupan beragama.
Ia kemudian menentang konsep-konsep sosialismenya Marx dan kapitalisme itu, karena konsep
Marx menjauhkan manusia dari agama sedangkan kapitalisme memperlihatkan watak
individualisme yang berlebihan untuk menimbun harta yang pada akhirnya digunakan sebagai
alat penindas rakyat. Dalam pandangan Tjokroaminoto, sosialisme Marx dan kapitalisme
menjadikan benda sebagai segalanya, dan manusia sebagai objek. Sedangkan yang dilihat dari
sudut pandang Islam, manusia itu khalifah, subjek yang merupakan muara atas semua sistem
sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
Cita-cita sosialisme dalam Islam itu, tidak kurang berumur tiga belas abad, dan tidak dapat
dikatakan bahwa berasal dari pengaruh orang Eropa. Walaupun tidak dapat dikatakan saat itu
sudah ada propaganda sosialisme yang tersistematis seperti sekarang, namun sesungguhnya
azas-azas sosialisme itu telah dikenal dalam masyarakat Islam pada zaman nabi Muhammad
SAW dan azas-azas tersebut lebih banyak lebih mudah dilakanakan pada masa itu jika
dibandingkan dengan pelaksanaannya di Eropa pada masa kapan pun juga.
Kemudian ia mencontohkan tentang dasar-dasar sosialisme dalam pengertian Nabi Muhammad
adalah kemajuan akhlak dan budi pekerti rakyat. Diyakininya tiap-tiap sosialisme yang sejati tidak
akan tercapai selamanya kalau tidak dengan kemajuan akhlak budi pekerti rakyat itu. Akhlak dan
budi pekerti yang baik itu umumnya ada pada bangsa Timur terutama bagi yang beragama Islam.
Meski umat Islam seperti juga bangsa-bangsa Timur telah turun derajatnya di mata dunia, tapi
mereka itu masih memiliki sifat dan tabiat yang sangat diperlukan untuk menjadi dasar
kemajuan sosialisme.

Tabiat dan nafsu manusia itu pada dasarnya tergantung keadaan tempatnya, yang masing-masing
akan berusaha membesar-besarkan dan menjunjung setinggi-tingginya diri sendiri, pribadi dan
egonya. Maka obat untuk mengatasi atau mencegah datangnya penyakit tersebut adalah agama.
Sosialisme haruslah berdasar atau sesuai dengan kepercayaan agama. Kalau tidak maka
sosialisme akan menyimpang dan membawa kerusakan pada manusia. Terutama dalam dunia yang
dikuasai oleh nafsu kebendaan, dimana tujuan hidup manusia hanya untuk memenuhi nafsunya
kebendaannya semata, maka dalam dunia yang seperti itu akan sulit diharapkan seorang
manusia mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan masyarakat. Dan dalam dunia
yang hanya dikuasai oleh akal dan materialisme saja, segala keahlian itu pasti hanya untuk
kepentingan si kuat guna menindas si lemah.
Orang-orang sosialis Barat terlebih orang Bolsyevik atau komunis pada masa sekarang ini
menjalankan sosialisme itu dari puncak dan tidak dimulai dari dasar. Sebaliknya, Nabi Muhammad
SAW dalam menjalankan sosialisme itu berbeda dengan orang-orang sosialis Barat, yaitu
dimulainya dari bawah. Mula- mula beliau mengubah sifat dan tabiat masing-masing orang sehingga
mampu untuk membangun masyarakat yang sosialistis dengan terlebih dahulu membangun sifat
dan tabiat yang menjadi dasar dan sandaran dari suatu negara yang tinggi tingkat sosialisnya.
Tjokroaminoto juga menegaskan kalau Nabi Muhammad ialah seorang nabi sejati dalam arti yang
sebenarnya, tidak pernah melakukan paksaan atau pengerdilan dalam sosialisme. Nabi
Muhammad pun tidak pernah melakukan suatu perjuangan kelas (klassen stijd) dan tidak pernah
pula beliau melakukan atau memerintah orang untuk melakukan diktatur van het proletariat
(kekuasaan hanya dimonopoli oleh kaum miskin). Segala sesuatu yang beliau lakukan untuk
memajukan masyarakat, merupakan pelajaran yang hak dan petunjuk jalan yang benar. Beliau
melakukan interaksi dengan semua manusia, tanpa membedakan kepandaiannya, derajatnya, atau
tempat tinggal mereka. Yang pertama sekali dilakuka n beliau adalah memperbaiki dan
mempertinggi akhlak masing-masing orang dan dengan demikian berarti beliau telah membersihkan
masyarakat dari segala kekurangan, celaan, dan keburukan.
Tjokroaminoto kemudian menerangkan berbagai contoh dari pemerintahan Islam yang pada
dasarnya mengenal dua macam sosialisme, masing-masing ialah Staats-socialisme, dan Industriesocialisme. Menurut beliau sosialisme yang pertama itulah yang penting karena inilah yang
dijalankan Islam. Jika suatu negara bersifat sosialistis, maka hendaknya pekerjaan kerajinan
(industri) diaturnya secara sosialistis dengan seluas-luasnya. Maka dalam negara yang seperti itu,
tanahlah yang menjadi sumber penghasil dan sumber pekerjaan industri besar, itupun jika
dijalankan sebaik-baik Landsocialisme dan Staats-socialisme. Dengan begitu tanah menjadi milik
negara, kemudian alat-alat produksi yang dapat menghasilkan barang diberikan negara kepada
rakyat. Maka sosialisme seperti inilah yang terutama sekali dijalankan oleh Islam. Sejak Nabi

Muhammad SAW memegang kekuasaan negara, maka secepatnya diaturnya secara sosialistis dan
semua tanah dijadikan milik negara.
Terakhir beliau mengatakan bahwa keistimewaan sosialisme Islam ialah tidak merusak semangat
berkarya dan kegiatan seseorang serta tidak menjadi penghambat cita-cita seseorang untuk
maju sebaliknya dipantangkan bagi seseorang menindas dan merusak orang lain, atau menjadi
kaya dengan cara merugikan atau memakai hasil usaha orang lain. Sosialisme Islam tentu saja
dapat mencapai tujuannya karena setiap orang baik pria maupun wanita telah mampu untuk
menerima azas sosialistis karena akhlak, sifat, serta tabiatnya telah diperbaiki terlebih dahulu.
Dasarnya sosialisme Islam adalah agama. Orang Islam baik pria maupun wanita semuanya
berusaha untuk melakukan perbuatan yang baik dan benar.
Tjokroaminoto disini berusaha memperlihatkan keunggulan Sosialisme Islam dalam konsep
pembangunan masyarakat dibanding konsep-konsep lainnya, termasuk sosialisme Marx,
komunisme, dan kapitalisme. Tjokroaminoto hanya memperkenalkan kandungan ajaran Islam
tentang nasionalisme dan sosialisme yang manusiawi, tanpa harus melahirkan tirani jiwa seperti
sosialisme yang dibangun atas dasar diktator proletariat. Dengan sistem pasar tunggal yang
dikuasai negara, dan mencabut hak-hak rakyat atas kepemilikan alat-alat produksi, ternyata yang
lahir adalah pemerataan kemiskinan dan kondisi anti demokrasi. Sementara itu Sosialisme Islam
justru memperbolehkan setiap orang untuk berusaha dan berkompetisi secara jujur dan adil.
Dengan Sosialisme Islam, hak individu masyarakat tetap terjamin. Yang penting bukan membangun
kondisi sama rata sama rasa belaka, tetapi membangun semangat berkompetisi dengan skill
masing-masing, karena setiap orang memang dilahirkan tidak untuk sama rata sama rasa,
apalagi kalau kemudian disama ratakan melalui proses yang dipaksakan secara diktator. Setiap
orang bebas mengembangkan keahliannya, memperoleh kekayaan dengan keahliannya itu namun
tidak dengan jalan menindas orang lain. Bahkan beliau menambahkan, dengan berusaha untuk
menjadi kaya raya melalui cara yang halal, maka kekayaan atau harta benda yang menurut Islam
hanya titipan Tuhan itu dalam persentase tertentu harus diberikan kepada orang yang tidak mampu
yang disebut sedekah atau zakat. Sosialisme model ini tidak melahirkan kondisi sama rata, tetapi
menimbulkan kondisi sama rasa seperti yang ditekankannya dalam pidato di Kongres SI di batavia
sebelumnya, yang mana maksudnya sama-sama merasakan kebahagiaan satu sama lainnya.
Maka Tjokroaminoto telah tiba pada pada suatu kesimpulan akhir bahwa sosialisme itu mudah
dijalankan oleh mereka yang beragama Islam karena landasan nasionaliteit mereka adalah
agama. Terhadap hal ini Tjokroaminoto tiba pada uraian kaitan sosialisme dengan kebangsaan dan
berpendapat :
Sosialisme Islam mudah ditanam dan dilakukannya, oleh karena Nasionaliteit (kebangsaannya)
orang Islam itu tidak terbatas oleh batas- batas kenegaraan, oleh perbedaan warna kulit, oleh

perlainan bahasa, oleh perbedaan tanah air dan benua, tetapi kebangsaannya orang Islam adalah
berdasarkan kepada agama, yang batas-batasnya sangat luas, melampaui batas-batas yang
sempit.. Di tempat mana saja orang Islam tinggal, bagaimanapun juga jauhnya dari negeri tempat
kelahirannya, di dalam negeri yang baru itu, ia masih menjadi satu bagian dari masyarakat Islam,
di tempat manapun orang Islam itu berdiam, disitulah ia harus mencintai dan bekerja untuk
keperluan negeri itu dan rakyatnya. Nasionalisme yang semacam itulah Nasionalisme Islam, yang
menjadi dasar sosialisme yang tersiar di seluruh muka bumi.
D. Pandangan Tjokroaminoto tentang Demokrasi dan Sistem Parlemen
Bagi Tjokroaminoto pondasi dari sistem demokrasi harus didasarkan pada tauhid yaitu segala
sesuatu berasal dari Allah, untuk Allah, dan kembali pada Allah. Bukan pondasi yang dianut oleh
paham Kapitalisme dan Komunisme yang berakar pada pandangan hidup materialisme. Dalam
pandangan Tjokroaminoto, bila umat Islam bersungguh-sungguh melaksanakan ajaran agamanya,
maka dengan sendirinya dia akan menjadi seorang demokrat, dan demikian juga sosialis. Tetapi
tidak berarti dalam pengertian demokrat dan sosialis yang mengesampingkan agama. Sebab jika
seseorang dengan sungguh-sungguh menjalankan perintah-perintah Allah maka ia tidak akan lagi
dipenuhi nafsu egoisme, individualisme, despotisme, maupun kapitalisme. Jika tidak maka ia
belum dapat dikatakan seorang muslim yang baik.
Demokrasi yang dimaksudkannya disini jelas adalah demokrasi yang Islami sebab menekankan
pada musyawarah yang didukung oleh pendapat rakyat. Tjokroaminoto menyatakan hal tersebut
dalam Program Asas PSII yaitu Negeri merdeka (Indonesia) yang kaum Partai SI Indonesia wajib
mencapainya, pemerintahannya haruslah bersifat demokratis, sebagaimana yang dicantumkan di
dalam Al-Quran:
Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka. (Asy-Syura: 38)
Selanjutnya, Tjokroaminoto menjelaskan bahwa:
Menurut faham kaum partai SI Indonesia dan juga mengingat contoh- contoh pada zaman
Khulafaur Rasyidin, pemerintahan yang dimaksudkan didalam ayat-ayat tersebut, terlebih-lebih buat
zaman kita yang sekarang ialah harus suatu pemerintahan yang kekuasaannya bersandar kepada
kemauan Rakyat (Ummat), yang menyatakan sepenuh-penuh suaranya di dalam suatu Majelis UsySyura, yaitu berupa Majelis Perwakilan Rakyat, susunan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya
harus berdasar kepada asas-asas demokrasi yang seluas-luasnya.
Dengan mengambil sampel tentang kehidupan politik di desa-desa, ia berharap demokrasi juga
dapat diterapkan di Hindia secara menyeluruh. Ia mengatakan di desa-desa demokrasi telah ada
dalam bentuk Dewan Kampung, tempat semua warga desa dapat saling berdiskusi untuk

memecahkan masalahnya sehari-hari. Belum lagi pemilihan kepala kampung telah menjadi
model demokrasi di Hindia.
Perintah mengadakan pemerintahan yang bersifat musyawarah menurut beliau turun di Makkah
ketika kaum muslimin masih berjumlah sedikit dan hidup dalam penindasan dan ketidakadilan.
Perintah tersebut ternyata bermaksud agar kaum muslimin, walaupun dalam keadaan tertindas,
perlu menyiapkan organisasi untuk membicarakan dan memutuskan perkara-perkara mengenai
umat. Organisasi ini adalah majelis yang disebut sebagai Majelis Usy Syura dan waktu itu
modelnya dapat disamakan dengan parlemen masa sekarang. Musyawarah itulah yang menjadi
dasar corak pemerintahan Islam era Khulafaur Rasyidin.
Di dalam Islam, pemerintahan baik yang berbentuk republik atau kerajaan dengan parlemen harus
berlandaskan sosialisme yang sejati sebagaimana yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad
SAW. Didalam sistem ini, baik rakyat maupun penguasanya akan dapat terbebas dari sikap
saling membenci dan bermusuhan disebabkan perbedaan golongan, perbedaan bangsa atau warna
kulit; tidak ada perbedaan kebutuhan dan keperluan antar yang diperintah dan yang memerintah;
atau penduduk tidak perlu lagi memakai kekuasaan dan polisi untuk menjaga ketertiban.
Pemerintahan mendapat kontrol dari seluruh rakyat yang berpegang pada hukum Tuhan yaitu
Al-Quran. Kedaulatan Negara dipegang oleh rakyat yang berlandaskan nilai-nilai Islami inilah yang
menjadi perhatian Tjokroaminoto.
Untuk menduku ng pemerintahan yang sosialistis yang kedaulatan Negara ada di tangan rakyat ini,
mula-mula tabiat tiap rakyat harus diubah sehingga mampu untuk membangun masyarakat yang
sosialistis. Pendidikan politik harus ditanamkan pada rakyat agar mengerti hak dan
kewajibannya. Tjokroaminoto menandaskan tiap-tiap kali terasa perlunya ada usaha untuk
memperbaiki soal pemerintahan dan Negara, maka tiap-tiap kali pula tambah perlunya diadakan
usaha untuk memperbaiki tabiat dan perangai dari tiap-tiap rakyat dalam Negara tersebut.
Kemudian mengenai parlemen yang dimaksudkan oleh beliau adalah Dewan Rakyat. Dalam
kongres SI di Bandung pada tahun 1916 ia mengemukakan:
Untuk mencapai tujuan kita, dan untuk memudahkan cara kerja kita agar rencana raksasa itu dapat
dilaksanakan, maka perlulah, dan kita harapkan dengan sangat agar diadakan peraturan, yang
memberi kita penduduk bumiputera hak untuk ikut serta dalam mengadakan bermacam-macam
peraturan yang sekarang sedang kita pikirkan. Tidak boleh terjadi lagi, bahwa dibuat perundangundangan untuk kita, bahwa kita diperintah tanpa kita, dan tanpa keikutsertaan kita. Dilanjutkan lagi
Kita terus mengharapkan dengan ikhlas dan jujur datangnya status berdiri sendiri bagi Hindia
Belanda, atau paling sedikit Dewan Jajahan (Dewan Rakyat), agar kita dapat berbicara dalam
urusan pemerintahan.

Dewan Rakyat yang akan dibentuk pada tahun 1917 itu, walaupun tidak dapat disebut ideal,
menurut Tjokroaminoto tetap harus disambut dengan gembira sebagai langkah pertama untuk
mencapai tujuan akhir, ialah pemerintahan sendiri untuk Indonesia. Karena memang pada saat
itu, komposisi dari para anggota Volksraad amat tidak seimbang dan tidak menguntungkan rakyat.
Apalagi wewenang Volksraad hanya sebagai penasihat pemerintah kolonial Belanda. Volksraad
bukan badan legislatif sebagaimana tuntutan Kongres SI yakni badan legislatif sebagai badan
pembuat undang-undang yang akan dikenakan kepada
rakyat.
Namun apabila Dewan Rakyat maupun partai-partai politik tidak mampu untuk memperjuangkan
kepentingan rakyat, maka rakyat harus memberikan kesempatan untuk menyatakan sikapnya dalam
bentuk referendum agar pemerintah dan parlemen dapat mengetahui secara pasti tentang suatu
Undang- Undang yang akan disahkan itu apakah dapat diterima oleh rakyat atau tidak. Bahkan
dalam rangka kepentingan secara menyeluruh, rakyat pun harus diberi kesempatan untuk
menyampaikan inisiatif rakyat sendiri secara langsung yang disebut dengan istilah Belanda
Volksinitiatief. Perihal ini seperti yang sudah berlaku di Swiss kira-kira sejak pertengahan dan
penghabisan abad ke-19.
Jadi menurut pandangan Tjokroaminoto, apa yang dimaksud referendum tidak lain ialah hak rakyat
atau ummat untuk menyatakan pendapatnya terhadap rancangan Undang-Undang baik yang
disampaikan oleh pemerintah ke forum parlemen atau yang berasal dari usul inisiatif anggota
Dewan Rakyat (parlemen) sendiri. Sedang yang dimaksud dengan volksinitiatief disini ialah hak
rakyat untuk mengajukan. Rancangan Undang-Undang sendiri langsung kepada parlemen tentang
apa yang menjadi keinginan rakyat. Adanya referendum dan volksinitiatief oleh beliau bukan untuk
meniadakan parlemen, tetapi justru untuk memperkuat dan memperluas pengaruh parlemen dan
juga sebagai bukti bahwa parlemen itu adalah hasil penjelmaan dan kemauan rakyat dan
karena itu parlemen harus bergantung kepada dan senantiasa mengumandangkan suara dan
kepentingan rakyat.
Selanjutnya Tjokroaminoto menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan Islam, sudah sejak
lama terdapat peraturan atau undang-undang mengenai orang-orang yang mempunyai hak
memilih yang disebut ahlul ikhtiyar atau ahlul aqd wal hall yaitu orang-orang yang membuat dan
membatalkan undang-undang, dan mengenai orang-orang yang mempunyai hak untuk dipilih atau
ahlul imamat yaitu orang-orang yang bertugas memegang dan menjalankan kekuasaan.
Tjokroaminoto sendiri semasa masih aktif menginginkan banyak tokoh Islam yang moderat duduk
dalam pemerintahan, namun tidak berarti ingin pemerintahan menjadi Negara Islam karena ini
akan mengingkari sendiri ajarannya tentang perlunya menghargai semua agama yang ada di
Indonesia tanpa diskriminasi, tanpa ada yang menjadi kelompok penguasa atas nama agama.

Dengan konstitusi nasional berdasarkan suatu agama, maka pemeluk agama lain langsung atau
tidak akan terdiskriminasi bahkan termarjinalkan. Karena itu pulalah dia lebih banyak
mengedepankan pemahaman bahwa muslim itu demokrat dan sosialis. Dengan pengertian dari
prinsip-prinsip ini, berarti setiap umat Islam wajib menjalankan ajaran agamanya dengan
menegakkan demokrasi dan menjalankan fungsi sosialnya di masyarakat. Tjokroaminoto tidak
mengedepankan kekuasaan Islam melainkan pengabdian Islam di tengah masyarakat yang
pluralistik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. H.O.S. Tjokroaminoto adalah sosok pemimpin yang multitalenta, dia memulai kariernya dari Nol
walaupun dia punya latar belakang keluarga terhormat. Beliau memilih meninggalkan semua itu dan
mencari kerja sesuai kemampuannya.
2. Menurutnya Nasionalisme Islam bukanlah suatu nasionalisme yang buta, fanatis, atau
cenderung fundamental. Melainkan nasionalisme yang menuju kepada sosialisme yang
berdasarkan Islam.
3. Dia berpandangan bahwa Sosialisme Islam mudah ditanam dan dilakukannya, oleh karena
Nasionaliteit (kebangsaannya) orang Islam itu tidak terbatas oleh batas- batas kenegaraan, oleh
perbedaan warna kulit, oleh perlainan bahasa, oleh perbedaan tanah air dan benua, tetapi
kebangsaannya orang Islam adalah berdasarkan kepada agama, yang batas-batasnya sangat luas,
melampaui batas-batas yang sempit.
4. Yang menjadi perhatian Tjokroaminoto adalah Kedaulatan Negara dipegang oleh rakyat yang
berlandaskan nilai-nilai Islami, sistem kenegaraan dalam pemikiran Tjokroaminoto adalah negara
demokrasi Islam.
B. Saran
1. Untuk mengenang jasanya dalam bidang pembangunan Indonesia maka H.O.S Tjokroaminoto
amat layak dijuluki sebagai Bapak Pergerakan Kebangsaan karena jasa-jasanya dalam dunia
pergerakan pada masa pra-kemerdekaan Indonesia.
2. Para tokoh Islam saat ini sebaiknya memberikan karya nyata bukan hanya sekadar karya kata
belaka. Malah mereka sering memanfaatkan momentum di tengah-tengah penderitaan sesama
kaum muslim hanya untuk mempromosikan dirinya.
3. Umat Islam sebagai penganut agama mayoritas di Indonesia seharusnya lebih sering untuk
mengoreksi dirinya masing- masing dan bukannya membuang-buang waktu untuk mencari-cari

kesalahan orang lain. Melainkan mengingatkan satu sama lainnya diantara dan bukannya saling
menjatuhkan.
Daftar Pustaka
Al-Quran
Ajisaka, Arya, Mengenal Pahlawan Indonesia, Jakarta: Kawan Pustaka, 2008
Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, Jakarta: Bulan bintang, 1952
Suryanegara, Ahmad Mansyur, Api Sejarah, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009
Amin, M.Masyhur, H.O.S Tjokroaminoto, Rekonstruksi Pemikiran dan Perjuangannya, Yogyakarta :
Cokroaminoto Universty Press, 1995
Arifin, Imron dan Agus Sunyoto, Darul Arqam Gerakan Mesianik Melayu, Malang:
Kalimasahada Press, 1996
Budiarjo, Prof.Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986
Dault, Adhyaksa, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Drs. Salim dan Drs. Syahrum, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Citapustaka Media,
2007
Eatwell, Roger dan Anthony Wright (ED), Ideologi Politik Kontemporer, Yogyakarta: Jendela,
2004
Elster, Jon, Karl Marx, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000
F.Isjwara S.H, Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Binacipta, 1982
Furchan, Arief dan Agus Maimun, Studi Tokoh, Metode Penelitian Tokoh, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005
Gonggong, Anhar, H.O.S Tjokroaminoto, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985
Harahap, Prof.Dr.Syahrin, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, Medan: Istiqamah Mulya
Press, 2006
Hering, Soekarno Bapak Indonesia Merdeka, Jakarta: Hasta Mitra, 2003
H.O.S Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Bandung: Sega Arsy, 2008
H.O.S Tjokroaminoto, Tafsir Program Asas dan Program Tandhim PSII, Jakarta: Lajnah Tanfidiyah
PSII, 1965
Ingleson, John, Jalan Ke Pengasingan, Pergerakan Nasionalis Indonesia, Tahun 1927-1934,
Jakarta: LP3ES, 1983
Korver, A.P.E, Sarekat Islam, Gerakan Ratu Adil, Jakarta: Gratifipers, 1985
Mertolojo, Soemartono, Sosialisme Indonesia, Semarang: Mitra Jaya, 1961
Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996
Pranoto, Suhartono W., Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010

Rambe, Safrizal, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942,


Jakarta: Yayasan Kebangkitan Insan Cendekia, 2008
Shiraisi, Takashi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912 - 1926, Jakarta: Graffiti,
1977
Soedarmanta, J.B., Jejak-Jejak Pahlawan, Jakarta: Grasindo, 2007
Suseno, Frans Magnis, Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta: Depdikbud, 1993
Van Niel, Robert, Munculnya Elite Modern Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 2009

Anda mungkin juga menyukai