Anda di halaman 1dari 12

1.

Jelaskan hubungan antara sirosis hati dengan kondisi yang dialami pasien saat MRS
(badan panas, muntah, lemas dan sulit bicara, pembesaran perut serta mata kuning)
Sirosis adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan
parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini memengaruhi
struktur normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak dan mati sehingga hati
secara bertahap kehilangan fungsinya.
A. Sirosis Hati dengan Pembesaran perut (Asites)
Asites akibat penyakit hati disebabkan oleh tekanan tinggi dalam pembuluh darah hati
(hipertensi portal) dan tingkat albumin yang rendah.
Cairan asites umumnya berasal dari kompartemen yang mendukung visera hepatosplanik.
Dua faktor yang penting dalam pembentukan asites meliputi: peningkatan total sodium
dalam cairan tubuh, serta peningkatan tekanan sinusoid portal.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites:
a. Tekanan koloid osmotik plasma
Biasanya tergantung pada kadar albumin plasma. Albumin menjaga tekanan osmotik, jika
tidak ada albumin maka cairan akan lari dari intravaskuler ke ekstravaskuler. Pada
keadaan normal albumin dibentuk di hati, bila fungsi hati terganggu maka pembentukan
albumin juga terganggu sehingga tekanan koloid osmotik plasma ikut menurun, sehingga
mengakibatkan akumulasi cairan dalam rongga peritoneal yng berlanjut ke keadaan
asites.
b. Tekanan vena porta
Lebih banyak cairan yang masuk ke dalam kavum peritoneal daripada yang
meninggalkan kavum peritoneal menyebabkan terjadinya asites (penumpukan cairan di
cavum peritoneal).
c. Perubahan elektrolit
Peningkatan aldosteron dan ADH menyebabkan penumpukan cairan di kavum peritoneal
yang akan mengakibatkan pengurangan cairan dalam badan, dan akan menyebabkan
terjadinya retensi natrium dan air pada ginjal.
B. Sirosis Hati dengan Muntah
Sirosi Hati adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan
histopatologi. Perubahan histopatologi yang terjadi menyebabkan peninggian tekanan
pembuluh darah pada sistem vena porta. Sebagai akibat dari peninggian tekanan vena porta,
terjadi varises esophagus dan bila pecah terjadi muntah darah warna hitam (hematemesis).
C. Sirosis Hati dengan Mata Kuning (jaundice)

Karena hati memiliki kemampuan untuk memetabolisme bilirubin (bilirubin dari sel darah
yang mati), karena kemampuan hati menurun serta adanya peningkatan kadar bilirubin dalam
tubuh yang melebihi kapasitas normal maka bilirubin akan memecah dan bercampur dengan
darah kemudian akan mempengaruhi perubahan pada warna kulit dan mata menjadi
kekuningan.
D. Sirosis Hati dengan BB turun dan Lemas
Karena gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak mengakibatkan penurunan
berat badan dan tubuh merasa cepat lelah.
E. Sirosis Hati dan suhu tubuh tinggi
Suhu tubuh yang tinggi disebabkan oleh adanya infeksi bakteri akibat adanya pembesaran
perut karena adanya cairan dalam perut.
2. Jelaskan hubungan antara sirosis hati dengan hepatik ensepalopati. Pada pasien
keadaan mana yang menunjukkan terjadinya HE?
Sirosis, atau penyakit hati stadium akhir, dapat didefinisikan sebagai fibrosis parenkim
hati yang menimbulkan nodul dan perubahan fungsi hati, sebagai akibat respons penyembuhan
luka yang berkepanjangan terhadap jejas akut atau kronik pada hati oleh berbagai penyebab.
Hepatic encephalopathy (HE) adalah komplikasi yang serius dan sering, yang terjadi akibat
sirosis. Pada pasien sirosis, organ hati mengalami penurunan fungsi atau tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, yaitu tidak mampu mengubah ammonium menjadi urea. Sehingga akan
terjadi penumpukan ammonium di otak. Kemudian terjadi peningkatan GABA dan terjadi
inhibisi / depresi Sistem Saraf Pusat (SSP). Sawar Darah Otak (BBB) terjadi peningkatan dan
menyebabkan terbentuknya Neurotransmitter palsu yang akan menduduki reseptor namun tidak
beraktivitas seperti seharusnya.
Selain itu terjadi peningkatan ammonia pada pembuluh darah sehingga menyebabkan
perubahan glutamate menjadi glutamin pada sel penyangga saraf (astrocyte), kemudian
menghambat pengeluaran glutamin ke sel saraf, terjadi akumulasi glutamin. Glutamin bersifat
hiperosmo sehingga akan terjadi penarikan air, menyebabkan astrocyte swelling/membengkak
dan kemudia lisis/pecah. Kematian astrocyte juga dapat disebabkan akibat pembentukan ROS
(Reactive Oxigen Species) akibat dari glutamin yang terkumpul di astrocyte diubah menjadi
glutamate dan NH3 di mitokondria, terjadi peningkatan NH3. ROS akan menyebabkan
neurotoksik endrogen yang kemudian menyebabkan kematian sel penyangga saraf (astrocyte).

Pasien sirosis dengan komplikasi HE yairu memiliki gejala sering pusing, mengantuk,
sering tidur dan bahkan koma (tidak sadar). Yang menunjukkan terjadinya komplikasi HE adalah
pada pasien yang koma (tidak sadar)
Amonia
Amonia merupakan hasil samping dari metabolisme protein, dan sebagian besar diperoleh dari
pencernan makanan atau dari adanya protein dalam darah yang masuk ke saluran cerna
(misalnya perdarahan varises esofageal). Bakteri yang ada dalam saluran cerna mencerna protein
menjadi polipeptida, asam amino, dan amonia. Zatzat ini kemudian diabsorpsi melalui mukosa
usus, di mana mereka kemudian dimetabolisme lebih lanjut, disimpan untuk penggunaan
kemudian, atau digunakan sebagai bahan dasar untuk sintesis protein lain. Amonia mudah
dimetabolisme di hati menjadi urea, dan kemudian dieliminasi melalui ginjal. Ketika aliran darah
dan metabolisme hati terganggu karena sirosis, kadar amonia serum dan sistem saraf pusat
menjadi meningkat. Amonia yang masuk ke sistem saraf pusat bergabung dengan ketoglutarate
membentuk glutamin, suatu asam amino aromatik. Amonia dianggap penting dalam patogenesis
ensefalopati hepatik. Peningkatan kadar amonia akan meningkatkan jumlah glutamin dalam
astrosit, mengakibatkan ketidakseimbangan osmotik sehingga sel mengembang dan akhirnya
terjadi edema otak. Walaupun kadar amonia serum dan glutamin serebrospinal tinggi merupakan
tandatanda ensefalopati, keduanya mungkin bukan penyebab sesungguhnya dari sindrom ini.
Keseimbangan Asam Amino
Simpanan asam amino rantai bercabang dan aromatik pada tubuh dipengaruhi oleh kecepatan
sintesis keduanya dari hasil metabolisme protein (baik di dalam saluran cerna maupun di hati),
penggunaannya untuk sintesis protein baru di hati, dan penggunaannya untuk energi jaringan.
Pada keadaan gagal hati akut maupun kronis, kadar asam amino aromatik serum meningkat
secara bermakna dn rasio antara asam amino bercabang dan yang aromatik berubah. Penggunaan
asam amino bercabang untuk keperluan metabolisme otot rangka selama gagal hati dapat
menurunkan jumlah asam amino bercabang. Pada saat yang sama, sawar darahotak nampaknya
lebih permeabel terhadap ambilan asam amino aromatic ke dalam cairan serebrospinal (CSF).
Jika sudah di dalam CSF, senyawa aromatik dapat dimetabolisme untuk mengahsilkan
neurotransmitter palsu (misalnya tirosin diubah menjadi octopamin) yang mengganggu

keseimbangan neurotransmitter CSF, dan berkompetisi dengan norepinefrin untuk fungsi SSP
yang normal.
Aminobutyric Acid (GABA)
Schafer dkk, 168 mengusulkan bahwa, pada penyakit hati, GABA yang diperoleh dari usus dapat
melewati metaolisme hati, menembus sawar darah otak, terikat pada tempat reseptor
pascasinaptik, dan menyebabkan abnormalitas neurologis yang berkaitan dengan ensefalopati
hepatik. Hipotesis lain menyatakan bahwa senyawa yang mirip benzodiazepin endogen, melalui
aktivitas agonisnya, berkotribusi pada patogenesis ensefalopati hepatik dengan cara
meningkatkan neurotransmisi GABAergik. Fungsi GABA dan benzodiaepin endogen pada
ensefalopati hepatik masih belum jelas dan masih memerlukan klarifikasi. Dari semua toksin
yang dicurigai penyebab koma hepatik, amonia dan beberapa asam amino aromatik adalah yang
paling banyak diteliti. Faktor lain (Tabel 285) meningkatkan kadar amonia serum atau
menghasilkan somnolens (ngantuk) berlebihan pada pasien yang hampir hepatik koma. Beban
nitrogen yang berlebihan dan abnormalitas metabolik juga dapat meningkatkan kadar amonia
dan mengakibatkan perburukan ensefalopati hepatik.
3. Jelaskan hubungan antara sirosis hati dengan abnormalitas data laboratorium dan data
klinik
Tes laboratorium merupakan pemeriksaan Penunjang. Untuk mengetahui kondisi medik
seseorang, biasanya dibutuhkan uji laboratorium tersebut. Selain untuk mendeteksi dini adanya
gangguan-gangguan pada organ tubuh, hasil

pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk

melihat status gizi seseorang. Beberapa kadar zat tertentu yang terkandung baik di dalam darah
maupun urin dapat dijadikan sebagai indikator pemantauan penting. Seseorang dikatakan dalam
kondisi medik normal apabila kadar zat yang digunakan sebagai acuan pemantauan penting
terletak pada batas normal. Setiap pemantauan penting memiliki batas normal yang tidak sama.
Dari hasil data lab didapatkan suhu tubuh pasien 38C, suhu tubuh tersebut menandakan
pasien mengalami demam atau hipertermia. Hal tersebut terjadi karena adanya gejala inflamasi
pada sirosis hati yang disebabkan oleh bakteri. Sirosis hati dapat menyebabkan peritonitis
bakterial spontan yang merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Peritonitis bakterial spontan
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder intra

abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.1 PBS
sering timbul pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah ( < 1 g/dL )
yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah, yang pada akhirnya menyebabkan
rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri
menembus dinding usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen.
Nilai normal hemoglobin Pria adalah 13 - 18 g/dL. Hasil tes menunjukkan nilai
hemoglobin 6 g/dL. Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang
terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin:
suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang
mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang
kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34
mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah.
Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat besi),
sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
Nilai Trombosit (platelet) normal : 170 380. 103/mm3 . nilai trombosit pasien pada data
laboratorium adalah 9000/ mm3. Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah.
Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk
dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit
terdapat disirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa. Trombositosis berhubungan dengan kanker,
splenektomi, polisitemia vera, trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.
Nilai kreatinin normal adalah 0,6 1,3 mg/dL. Nilai serum kreatin dari data laboratorium
adalah 0,9 mg/dL. Tes ini untuk mengukur jumlah kreatinin dalam darah. Kreatinin dihasilkan
selama kontraksi otot skeletal melalui pemecahan kreatinin fosfat. Kreatinin diekskresi oleh
ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai indikator fungsi ginjal. Pada kondisi fungsi ginjal
normal, kreatinin dalam darah ada dalam jumlah konstan. Nilainya akan meningkat pada
penurunan fungsi ginjal. Serum kreatinin berasal dari masa otot, tidak dipengaruhi oleh diet, atau
aktivitas dan diekskresi seluruhnya melalui glomerulus. Tes kreatinin berguna untuk
mendiagnosa fungsi ginjal karena nilainya mendekati glomerular filtration rate (GFR). Kreatinin
adalah produk antara hasil peruraian kreatinin otot dan fosfokreatinin yang diekskresikan melalui
ginjal. Produksi kreatinin konstan selama masa otot konstan. Penurunan fungsi ginjal akan

menurunkan ekskresi kreatinin. Konsentrasi kreatinin serum meningkat pada gangguan fungsi
ginjal baik karena gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh nefritis, penyumbatan saluran urin,
penyakit otot atau dehidrasi akut. Konsentrasi kreatinin serum menurun akibat distropi otot,
atropi, malnutrisi atau penurunan masa otot akibat penuaan.
Adakalanya suatu kondisi dapat mengakibatkan tidak normalnya kadar beberapa zat
yang berbeda. Misal, gagal ginjal dapat menyebabkan meningkatnya kadar albumin, BUN dan
kreatinin. Nilai BUN dan kreatinin merupakan parameter indikator spesifik fungsi ginjal.
Dari hasil lab didapatkan nilai BUN : 15,3 mg/dL, dimana nilai normal BUN (Blood Urea
Nitrogen) normal 9-20 mg/dL. Sehingga hasil yang diperoleh dari data lab tersebut masuk dalam
rentang normal.
Selanjutnya dilihat nilai LED. LED atau juga biasa disebut Erithrocyte Sedimentation
Rate (ESR) adalah ukuran kecepatan endap eritrosit, menggambarkan komposisi plasma serta
perbandingan eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan luas permukaan sel
serta gravitasi bumi., diperoleh nilai LED: 30 mm/jam. Laju Endap Darah normal Pria <15mm/1
jam. Dari data tersebut nilai LED tidak masuk kategori normal. nilai meningkat terjadi pada:
kondisi infeksi akut dan kronis, misalnya tuberkulosis, arthritis reumatoid, infark miokard akut,
kanker, penyakit Hodkins, gout, Systemic Lupus Erythematosus(SLE), penyakit tiroid, luka
bakar, kehamilan trimester II dan III. Peningkatan nilai LED > 50mm/ jam harus diinvestigasi
lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan terkait infeksi akut maupun kronis, yaitu: kadar
protein dalam serum dan protein, immunoglobulin,

Anti Nuclear Antibody(ANA) Tes,

reumatoid factor. Sedangkan peningkatan nilai LED >100mm/jam selalu dihubungkan dengan
kondisi serius, misalnya: infeksi, malignansi, paraproteinemia, primary macroglobulinaemia,
hiperfibrinogenaemia, necrotizing vaskulitis, polymyalgia rheumatic. Dari hasil tersebut
peningkatan LED disebabkan karena adanya infeksi, yang dimungkinkan adanya infeksi virus
pada bagian perutnya.
Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan produk antara dalam
proses hemolisis. Bilirubin dimetabolisme oleh hati dan diekskresi ke dalam empedu sedangkan
sejumlah kecil ditemukan dalam serum. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat pemecahan sel
darah merah berlebihan atau jika hati tidak dapat mensekresikan bilirubin yang dihasilkan.
Terdapat dua bentuk bilirubin:
a) tidak langsung atau tidak terkonjugasi (terikat dengan protein).

b)

langsung atau terkonjugasi yang terdapat dalam serum. Peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi lebih sering terjadi akibat peningkatan pemecahan eritrosit, sedangkan peningkatan
bilirubin tidak terkonjugasi lebih cenderung akibat disfungsi atau gangguan fungsi hati. Nilai
normal bilirubin : Total 1,4 mg/dL, dari data lab didapat nilai Bilirubin total : 7,3 mg/dL. Data
tersebut menunjukkan masuk kategori tidak normal.
Aspartat Aminotransferase (AST) atau dahulu yang disebut SGOT adalah enzim yang
memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi, ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak,
limfa, pankreas dan paru-paru.

Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau

kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi. Nilai
normal SGOT: 5 35 U/L, dari hasil lab menunjukkan nilai SGOT/SGPT : 150/85 IU/L, dilihat
dari hasil lab tersebut nilai SGOT tidak masuk kategori normal. Peningkatan kadar AST dapat
terjadi pada MI, penyakit hati, pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal
akut, luka bakar parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin,
kontrasepsi oral.
Alanin Aminotransferase (ALT) atau dahulu disebut SGPT, dimana Konsentrasi enzim
ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga terdapat pada jantung, otot dan ginjal. ALT lebih
banyak terdapat dalam hati dibandingkan jaringan otot jantung dan lebih spesifik menunjukkan
fungsi hati daripada AST. ALT berguna untuk diagnosa penyakit hati dan memantau lamanya
pengobatan penyakit hepatik, sirosis postneurotik dan efek hepatotoksik obat. Nilai normal
SGPT Nilai normal : 5-35 U/L, dari hasil lab menunjukkan nilai SGOT/SGPT : 150/85 IU/L,
dilihat dari hasil lab tersebut nilai SGPT tidak masuk kategori normal. Peningkatan kadar ALT
dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier dan hepatitis. Nilai juga
meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat, acute lymphoblastic leukemia(ALL).
Albumin di sintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi air dalam
tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport beberapa

komponen darah,

seperti: ion, bilirubin, hormon, enzim, obat. Nilai normal albumin : 3,5 5,0 g% , dilihat dari
hasil lab menunjukkan nilai albumin : 1,7 g/dL. Dilihat dari hasil lab tersebut nilai albumin tidak
masuk kategori normal. Nilai abumin meningkat pada keadaan dehidrasi, yang mungkin
disebabkan karena pasien mengalami muntah sehingga menyebabkan dehidrasi.
4. Jelaskan tujuan terapi dan mekanisme kerja dari obat-obat di atas
a. Ampisilin injeksi 1g 3x1 : digunakan untuk antibiotik / infeksi akibat bakteri.

Mekanisme : Ampisilina termasuk golongan penisilina semisintetik yang berasal dari


inti penisilina yaitu asam 6-amino penisilinat (6-APA) dan merupakan antibiotik spektrum
luas yang bersifat bakterisid. Menghambat sintesa dinding bakteri dengan mengikat satu atau
lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs protein binding peniilins) sehingga menyebabkan
penghambatan pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel
bakter, akibatnya biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
Secara klinis efektif terhadap kuman gram-positif yang peka terhadap penisilina G dan
bermacam-macam kuman gram-negatif, diantaranya :
a. Kuman gram-positif seperti S. pneumoniae, enterokokus dan stafilokokus yang
tidak menghasilkan penisilinase.
b. Kuman gram-negatif seperti gonokokus, H. influenzae, beberapa jenis E. coli,
Shigella, Salmonella dan P. mirabilis.
b. Siprofloksasin 500mg 2x1 : agen antibakteri spectrum luas.
Mekanisme

Ciprofloxacin

(1-cyclopropyl-6-fluoro-1,4-dihydro-4-oxo-7-(-1-

piperazinyl-3-quinolone carboxylic acid) merupakan salah satu obat sintetik derivat


quinolone. mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat
bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.
ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, bioavailabilitas absolut
antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai
jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urine.
c. Sefotaksim injeksi 1g 3x1 : untuk mencegah infeksi intra hepatic dan mengurangi cairan
asites.
Mekanisme : Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan dengan satu
atau lebih ikatan protein - penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang selanjutnya akan
menghambat tahap transpeptidasi sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga
menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan mengalami lisis karena aktivitas enzim
autolitik (autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel bakteri terhambat.
d. Gentamisin 80mg 2x1 : antibiotic spectrum luas namun diberikan untuk infeksi yang
serius.

Mekanisme : aminoglikosida bersifat bakterisidal dan digunakan terutama pada


infeksi bakteri gram negative dan positif. Aktivitas bakterisid melalui penghambatan
sintesis protein bakteri.
e. Antasida 3x1 : menetralisir asam lambung
Mekanisme : antasida merangsang produksi PG (prostaglandin) yang berperan
dalam perlindungan mukosa lambung.
f. Primperan injeksi 2x1 : pencegahan dan/ pengobatan mual dan muntah
Mekanisme : Primperan adalah suatu obat yang terdiri dalam sifat-sifat kimiawi,
farmakologi dan terapi, zat aktifnya adalah Metoclopramide. Metoclopramide merupakan
derivat para-aminobenzoic acid, gugus kimianya mirip prokainamid, tapi efek anastetika
lokalnya sangat lemah, dan hampir tidak berpengaruh terhadap miokardium. Mekanisme
yang pasti dari sifat antiemetik metoklopramida tidak jelas, tapi mempengaruhi secara
langsung CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) medulla yaitu dengan menghambat
reseptor dopamin pada CTZ. Metoklopramida meningkatkan ambang rangsang CTZ dan
menurunkan sensitivitas saraf visceral yang membawa impuls saraf aferen dari
gastrointestinal ke pusat muntah pada formatio reticularis lateralis.
g. Simetidin injeksi 3x1 : untuk mencegah erosi lambung.
Mekanisme : Simetidin adalah antihistamin penghambat reseptor H2 secara
selektif dan reversible. Penghambat reseptor H2 akan menghambat sekresi asam
lambung, baik pada keadaan istirahat maupun setelah perangsangan oleh makanan,
histamine, pentagastrin, insulin dan kafein.
h. Infuse manitol 2x1 : untuk mengatasi kekurangan cairan tubuh
Mekanisme: Manitol bekerja dengan menekan efek osmotik cairan tubular,
menghambat reabsorpsi air, dan menjaga laju aliran urin dengan syarat membran normal.
Hal ini melindungi ginjal dari kerusakan. Manitol juga dapat meningkatkan aliran plasma
ginjal yang menyebabkan efek vasodilatasi, sehingga manitol dapat digunakan untuk

evaluasi oligouria akut dan keadaan penurunan pada sebagian fungsi glomerulus seperti
pada kehilangan cairan tubuh yang berlebih.
i. Albumin infuse : untuk menyeimbangkan kadar albumin yang menurun
Mekanisme:

Pada spontaneus bacterial peritonitis (SBP) yang merupakan

komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang


merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan
utama, sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat mengurangi
resiko renal impairment dan kematian. Adanya bakteri dalam darah dapat menyebabkan
terjadinya multi organ dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organorgan tubuh yang timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.
j. Medofar 3x1 :
a. Mekanisme: mengobati HE akibat ketidakseimbangan dopamine dan SE dalam
otak dengan cara meningkatkan jumlah dopamine dalam otak sehingga kondisnya
menjadi seimbang.
k. Neurodex 3x1 : obat untuk peradangan & pasca operasi
Mekanisme : Vitamin B1 sebagai koenzim pada dekarboksilasi asam alfa-keto dan
berperan dalam metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 di dalam tubuh berubah menjadi
piridoksal fosfat dan piridoksamin fosfat yang dapat membantu dalam metabolisme
protein dan asam amino. Vitamin B12 berperan dalam sintesa asam nukleat dan
berpengaruh pada pematangan sel dan memelihara integritas jaringan syaraf.
l. Duphalac 3x1 : untuk mengobati ensefalopati portal sistemik
Mekanisme: Menarik dan menahan air dalam lumen usus, karena perbedaan
tekanan osmotiknya.

5. Perlukah dilakukan monitoring tambahan terkait dengan terapi yang diberikan?


Jelaskan.
Monitoring tambahan

Ciprofloxacin
Ciprofloxacin termasuk dalam golongan quinolone. Penggunaan quinolone pada lansia lebih
rentan terhadap resiko tendinitis yaitu peradangan atau iritasi pada otot tendon. Kerusakan
tendon dapat muncul dalam 48 jam setelah pengobatan, maka jika tendinitis muncul sebaiknya
penggunaan quinolone dihentikan.
Jangan meminum ciprofloksasin dengan produk susu seperti susu atau yogurt, atau dengan jus
yang diperkaya kalsium. Hindari penggabungan antasid, vitamin atau suplemen mineral,
sukralfat (Carafate), atau ddI (Videx) bubuk atau tablet kunyah dalam waktu 6 jam sebelum atau
2 jam setelah minum ciprofloxacin.
Sefotaksim injeksi
Monitoring yang perlu dilakukan terhadap sefotaksim yaitu interaksinya dengan golongan
aminoglikosida seperti gentamicin dapat mengakibatkan meningkatnya efek nefrotoksik. Selain
itu perlu dilakukan observasi tanda dan gejala anafilaksis selama dosis pertama.
Injeksi Manitol
Pada pemberian injeksi manitol tenaga medis perlu memperhatikan beberapa efek samping yang
mungkin terjadi seperti hiperkalemia, dimana kadar potasium meningkat dalam darah. Pasien
harus segera diobservasi untuk tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit dan cairan ini dengan
pemeriksaan elektrolit darah. Reaksi anafilaksis atau alergi bisa terjadi yang menyebabkan
kardiak output dan tekanan arterial gagal drastis. Destruksi eritrosit yang ireversibel juga dapat
terjadi pada pemberian manitol.
6. Rasionalkah terapi :
a. Kombinasi antibiotika
b. Pemberian simetidin dan antasida

Kombinasi antibiotika pada terapi tersebut tidak rasional, karena pada pengobatan
digunakan cefotaksim yang dikombinasikan dengan gentamicin padahal kedua antibiotic ini
mengalami interaksi, akibatnya meningkatkan efek toksik, dosis cefotaksim kurang rasional,
cefotaksim merupakan obat first choice untuk mengobati SBP dengan dosis 2g IV 3X1, dalam

pengobatan tidak perlu menggunakan ampisislin karena cefotaksim sudah merupakan pilihan
terapi yang tepat, dan untuk meningktkan efek terapi cefotaksim bias dikombinasikan dengan
siprofloksasin dosis 500 mg 2X1.

Anda mungkin juga menyukai