152211101047
M. Taufik Hidayat
152211101048
Oktavia C. Xenograf
152211101049
Umar Syahid
152211101050
152211101051
152211101052
152211101053
152211101054
152211101055
152211101056
Faticha Putri A.
152211101057
152211101058
Iwan Permana W.
152211101059
Shinta C. Rohma
152211101060
Indra Wijayanti
152211101061
152211101062
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamu adalah obat tradisional di Indonesia yang dibuat dari bahan-bahan
alami berupa bagian dari tumbuhan dan ada juga yang menggunakan bahan
dari tubuh hewan. Akhir-akhir ini terjadi peningkatan produksi obat
tradisional (jamu) dan fitofarmaka secara tajam, baik untuk kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor (Pramono, 2002) sehingga perlu mendapat dukungan
dalam meningkatkan mutu sediaan.
Mutu jamu ditentukan oleh sederetan persyaratan pokok, yaitu
komposisi yang benar, tidak mengalami perubahan fisika kimia, dan tidak
tercemar bahan asing. Persyaratan lain mutu jamu yaitu keseragaman bobot,
kadar air, angka lempeng total, angka kapang dan khamir, wadah dan
panyimpanan (MenKes RI, 1994). Jamu dapat rusak dan berubah mutunya
karena berbagai faktor luar seperti cahaya, oksigen, dehidrasi, penyerapan air,
pengotoran, serapan serangga, kapang. Dengan adanya factor yang dapat
menurunkan mutu jamu serbuk maka penting untuk mengetahui faktor yang
membantu melindungi kestabilan mutu jamu, seperti lama penyimpanan dan
tempat penyimpanan jamu yang benar sehingga mutu jaminan dapat tercapai
optimal.
Kontrol kualitas tumbuhan obat maupun produk akhirnya yaitu obat
herbal tidaklah seperti sediaan farmasi pada umumnya yaitu yang hanya
terdiri atas satu atau beberapa senyawa kimia akan tetapi dapat mengandung
puluhan hingga ratusan senyawa kimia yang bekerja sinergis dalam
menimbulkan efek farmakologi tertentu. Profil senyawa kimia ini sangatlah
bergantung pada lingkungan tumbuh, pemanenan, dan proses pasca panen
hingga dihasilkan produk obat herbalnya. Adanya variasi profil senyawa
kimia tersebut dapat menyebabkan inkonsistensi dalam hal keamanan, efikasi,
dan stabilitas produk sehingga untuk menjaga konsistensinya diperlukan
bahan baku yang terstandar. Bahan baku yang terstandar dapat diketahui
dengan adanya evaluasi mutu menggunakan suatu metode kontrol kualitas.
Dengan adanya kontrol kualitas diharapkan dapat menjadikan kualitas produk
BAB II
PEMBAHASAN
Jamu adalah obat tradisional di Indonesia yang dibuat dari bahan-bahan
alami berupa bagian dari tumbuhan dan ada juga yang menggunakan bahan dari
tubuh hewan. Obat tradisional yang terbuat dari bahan alam ini memiliki jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat
tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan
proses produksi dan penanganan bahan baku.
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk
yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi.
Kontrol kualitas tumbuhan obat maupun produk akhirnya yaitu obat herbal
tidaklah seperti sediaan farmasi pada umumnya yaitu yang hanya terdiri atas satu
atau beberapa senyawa kimia akan tetapi dapat mengandung puluhan hingga
ratusan senyawa kimia yang bekerja sinergis dalam menimbulkan efek
farmakologi tertentu. Profil senyawa kimia ini sangatlah bergantung pada
lingkungan tumbuh, pemanenan, dan proses pasca panen hingga dihasilkan
produk obat herbalnya. Adanya variasi profil senyawa kimia tersebut dapat
menyebabkan inkonsistensi dalam hal keamanan, efikasi, dan stabilitas produk
sehingga untuk menjaga konsistensinya diperlukan bahan baku yang terstandar.
Bahan baku yang terstandar dapat diketahui dengan adanya evaluasi mutu
menggunakan suatu metode kontrol kualitas.
Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk
menjamin bahwa tiap produk mengandung bahan dengan mutu yang benar dan
dibuat pada kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur standar sehingga produk
tersebut senantiasa memenuhi persyaratan produk jadi yang berlaku. Sistem
pengawasan mutu meliputi:
f. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan obat tradisional.
2. Pemeriksaan dan pengujian secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
bahan baku dalam persediaan, untuk memberikan keyakinan bahwa
penyimpanan, wadah dan bahannya dalam kondisi yang baik.
Proses pemerikasaan dan pengujian dapat melalui tahap :
a. Penerimaan bahan baku. Pada saat penerimaan bahan baku
dilakukan pemeriksaan sampel oleh tim quality control setelah
terbukti bahan baku memenuhi persyaratan/ standart penerimaan
kemudian bahan baku disortasi.
b. Sortasi dibedakan menjadi 2 yaitu sortasi basah dan sortasi kering.
Sortasi basah dilakukan pada saat bahan masih segar yang
bertujuan untuk memisahkan bahan dari kotoran-kotoran yang
berupa bahan-bahan yang bahan baku, misal tanah, kerikil, gulma
dan rumput. Sedangkan sortasi kering bertujuan untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan
dan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada bahan baku
kering, misal pasir, tanah, kerikil, rambut serta bahan lain yang
mencemari bahan pada saat pengeringan harus segera dihilangkan
karena dapat berpengaruh pada kualitas bahan baku (Prasetyo &
Inoriah, 2013). Umumnya sortasi kering dilakukan sebelum proses
pengepakan.
c. Setelah disortasi bahan baku dicuci. Pencucian bahan baku
dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama
bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan
yang tercemar pestisida. Pencucian biasa dilakukan dengan
menggunakan air yang berasal dari beberapa sumber, seperti air
sumur, PDAM dan air dari mata air. Bahan baku yang mengandung
zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian secara
signifikan mampu mengurangi mikroba yang terdapat dalam
simplisia. Penggunaan air harus diperhatikan . Beberapa mikroba
lazim terdapat di air yaitu: Pseudomonas, Proteus, Micrococcus,
Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, serta E.coli.
Bahan baku yang sudah melalui semua tahap diatas kemudian dicek kembali
dengan cara uji sampel. Setelah selesai proses pengepakan, kemudian bahan
baku untuk persediaan dapat disimpan digudang penyimpanan.
3. Produk jadi yang masih berada dalam industri maupun yang ada di peredaran
hendaklah dipantau secara berkala.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk
membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk
secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi
paling sedikit:
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru.
b. Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil
pengujian produk jadi
c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan.
d. Kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisis.
f. Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk
ekspor.
g.
pemakaiannya.
Keterlibatan
dan
komitmen
semua
pihak
yang
pemegang
izin
pembuatan
harus
mempunyai
Bagian
Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan
di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi
dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa
laboratorium.
Sarana
yang
memadai
harus
tersedia
untuk
dan
bahan
kondisi
awal
jika
penyimpanan
diperlukan,
bahan
dan
serta
produk
rekomendasi
kegiatan
pembuatan
obat
Menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pengujian yang akan
dilaksanakan.
Instruksi tertulis yang merupakan standart operating prosedur (SOP)
tertulisa dalam Permenpan RB No. 35 Th 2012. Serangkaian instruksi tertulis
dibakukan mengenai berbagai peroses penyelenggaraan aktivitas organisasi,
bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana, dan oleh siapa dilakukan.
Setiap industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan
oleh industri farmasi dalam seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi,
sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi syarat mutu yang ditentukan
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dari segi personalia yang tetapkan
pada CPOB meliputi organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab. Bagian
manager harus memiliki ketrampilan dalam mutu obat dalam pengawasan
terhadap mutu obat tradisional. Pemantauan ini dilakukan dengan
menggunakan prosedur tertulis yang juga mencangkup pemantauan dan
pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi
proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian
persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan
bahan terhadap kerusakan dan kemunduran mutu dan dalam penyimpanan
catatan-catatan. Pemeriksaan dilakukan meliputi :
a) Laboratorium pengujian
1) Bangunan laboratorium
2) Personalia
3) Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian
4) Pereaksi dan media biakan bakteri yang diterima hendaklah dicatat,
serta dibuat sesuai dengan prosedur pembuatan tertulis dan diberi
label yang sesuai. Untuk memastikan kecocokan media pembiakan
yang dipakai digunakan kontrol positif dan kontrol negatif.
5) Baku pembanding dipegang oleh seorang yang telah ditunjuk
6) Spesifikasi dan prosedur pengujiaan hendaklah divalidasi
7) Catatan analisis mencakup nama dan nomor bets
8) Contoh pertinggal dengan identitas yang jelas dan mewakili setiap
bets bahan baku berkhasiat yang diterima hendaklah disimpan untuk
jangka waktu tertentu.
b) Validasi
1) Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
obat jadi
2) Pengolahan ulang
3) Evaluasi bagian pengawasan mutu terhadap prosedur produksi
4) Peninjauan catatan bets produks
5) Penelitian stabilitas
6) Keluhan terhadap obat
7) Obat kembalian
8) Penilaian terhadap pemasok
Instruksi tertulis dalam hal instruksi kerja pada pengawasan mutu
berdasarkan Tim Pengembangan SPMI-PT, Sistem Penjaminan Mutu
Internal Perguruan Tinggi, Bahan Pelatihan, Dirjen Dikti tahun 2010.
Instruksi kerja merupakan acuan kerja bagi setiap personil di masing-masing
unit yang berisi penjabaran suatu kegiatan yang ada di dokumen prosedur
mutu menjadi aktifitas-aktfitas yang lebih detil. Instruksi kerja harus secara
terinci menjelaskan tahap demi tahap dari pelakanaan suatu pekerjaan. Uraian
tersebut harus meliputi:
a) Tahap pelaksanaan pekerjaan
pengujian
mengenai
identitas,
kemurnian,
mutu
dan
kadar/potensi.
d. Prosedur pengujian hendaklah mencakup :
1) Jumlah sampel yang diperlukan untuk pengujian dan yang harus
disimpan untuk rujukan masa mendatang.
2) Jumlah tiap pereaksi, larutan dapar dan sebagainya yang diperlukan
pada pengujian.
3) Rumus perhitungan yang digunakan, dan
4) Nilai yang diharapkan dan batas toleransi dari tiap pengujian.
e. Prosedur pengujian hendaklah mencakup frekuensi pengujian ulang dari
tiap bahan awal yang ditentukan dengan mempertimbangkan stabilitasnya.
f. Semua pengujian hendaklah mengikuti instruksi yang tercantum dalam
prosedur pengujian untuk masing-masing bahan atau produk. Hasil
e)
f)
g)
h)
yang dibuat.
Perhitungan dalam unit ukuran dan rumus yang digunakan.
Pernyataan mengenai batas toleransi.
Pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi spesifikasi.
Tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan pengujian dan
Meluluskan atau menolak bets bahan baku, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya
berdasarkan pengujian seacara kualitiatif (PerBPOM, 2012)
Meluluskan atau menolak tiap bets bahan baku, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya
berdasarkan pengujian secara kualitatif. Sebelum diluluskan untuk digunakan,
tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan
nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang
tidak resmi hendaklah tidak dipakai. Pada tiap penerimaan hendaklah
dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan
segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang
kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil
oleh personil dan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian
Pengawasan Mutu.
Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap
spesifikasi. Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau keseluruhan
terhadap spesifikasi dapat ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang
diperkuat dengan pemastian identitas yang dilakukan sendiri. Semua bahan
awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan
ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan
direkonsiliasi.
a. Pengujian Ulang Bahan yang Diluluskan
Hendaklah ditetapkan batas waktu penyimpanan yang sesuai
untuk tiap bahan awal, produk antara, dan produk ruahan. Setelah batas
waktu ini bahan atau produk tersebut hendaklah diuji ulang oleh bagian
kontrol
terhadap
kualitas
ekstrak secara
fisika,
kimia dan
mikrobiologi.
Menurut buku Monografi Ekstrak dan Parame-ter Standar Umum
Ekstrak (Badan POM), parame-ter yang harus diujikan terhadap ekstrak
dalam pengujian produk, sebelum pengemasan menjadi produk jadi, maka
produk tersebut harus mengikuti uji parameter standar umum ekstrak agar
produk tersebut dapat didistribusikan ke Masyarakat, Parameter uji yang
dimaksud antara lain meliputi Parameter spesifik, parameter non spesifik dan
uji kandungan kimia ekstrak.
1) Parameter spesifik
a. Identitas ekstrak
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Deskripsi tata nama:
b) Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
c) Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
d) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
e) Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa
tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
Parameter identitas ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk
memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas (Depkes RI, 2000).
b. Organoleptik ekstrak
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan
pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes
RI, 2000).
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Parameter senyawa terlarut yaitu melarutkan ekstrak dengan
pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solute yang
identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam
hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain
misalnya
heksana,
diklorometan,
metanol.
Tujuannya
yaitu
berat
adalah
menetukan
kimia
berdasarkan
pola
kromatogram
kemudian
erat
dengan
reproduksibilitasnya
dalam
aktivitas
hal
tersebut
mungkin
hanya
dapat
dilakukan
sehingga produk
Sucofindo,
dengan
fasilitas
pengendali
kelembaban,
misalnya
namun
jumlah
dan
sifat
alami
dari
bahan
langsung,
sehingga
diharapkan
waktu
Hasil pengawasan dalam proses (in proses control) dari produk ruahan
setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan terhadap persyaratan yang berlaku.
Bila ada penyimpangan yang berarti hendaklah diambil perbaikan sebelum
pengolahan bets tersebut dilakukan. Dalam pengolahan bets hendaklah
disertai dengan pencatatan. Catatan pengolahan bets merupakan catatan
proses pengolahan mulai dari penimbangan bahan baku sampai dihasilkan
produk untuk tiap bets. Melalui catatan tersebut dapat ditelusuri pengolahan
bets yang bersangkutan. Catatan pengolahan bets hendaklah memuat:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Nama produk
Bentuk sediaan
Nomor bets dan jumlah produk tiap bets
Tanggal mulai dan selesai pengolahan
Urutan tiap tingkat proses pengolahan
Jumlah bahan baku yang digunakan
Jumlah produk yang diperoleh
Data lain yang diperlukan
Catatan pengemasan bets hendaklah menunjukkan setiap langkah
Nama produk
Bentuk sediaan
Nomor bets
Tanggal mulai dan selesai pengemasan
Urutan tiap tingkat pengemasan
Bentuk, jenis , dan ukuran kemasan
Jumlah bahan kemasan yang digunakan
Data lain yang diperlukan
Keluhan dan laporan menyangkut kualitas, efek yang merugikan atau
b. Mikroskopis
Fragmen pengenal adalah jaringan endosperm berdinding tebal,
berisi minyak lemak dan butir-butir aleuron berisi kristal kalsium oksalat
berbentuk roset kecil, saluran minyak berwarna kuning atau kecoklatan,
parenkim berpenebalan jala berwarna kecoklatan, serabut bernoktah
sempit dan endokarp dengan kelompok sel-sel berbentuk hampir
tetrahedral tersusun berlainan arah. Tidak terdapat rambut atau amilum.
11.
metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang
diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi
seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting
untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan
jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga
memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya
timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Semua dokumen
harus disimpan dan ditata secara sistematis
1) Sistem Dokumentasi :
a. Sistem dokumentasi hendaklah bisa menggambarkan riwayat
lengkap dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan
penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang
bersangkutan.
b. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan
pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan
personalia.
2) Persyaratan Dokumen :
a. Dokumentasi hendaklah dirancang dan dibuat dengan teliti, agar
dapat digunakan dengan mudah, benar dan efektif.
b. Dokumentasi hendaklah dapat mencatat kegiatan di bidang
pengolahan,
pengemasan,
pengawasan
mutu,
pemeliharaan
urut. Instruksi tersebut harus jelas, tepat, tidak berarti ganda dan
ditulis dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pemakai.
g. Setiap dokumen hendaklah dibubuhi tanggal dan tanda tangan
petugas pembuat dokumen, dan disahkan oleh pimpinan bagian
terkait. Nama petugas dan jabatannya yang menerima turunan
dokumen hendaklah tercantum setidak-tidaknya pada dokumen
aslinya.
h. Dokumen hendaklah tersedia bagi semua pihak yang terkait.
3) Jenis Dokumen
a. Dokumen spesifikasi. Spesifikasi meliputi spesifikasi bahan baku,
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi.
a) Spesifikasi bahan baku, hendaklah memuat: Nama dan atau
kode bahan baku yang ditentukan dan digunakan oleh
perusahaan, pemerian, karakteristik fisika dan kimia serta
standar mikrobiologi, jika ada, rujukan monograf atau metoda
pengujian yang digunakan untuk pemeriksaan dan pengujian
spesifikasi, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
lain yang diperlukan, batas kadaluwarsa jika diperlukan.
b) Spesifikasi pengemas, hendaklah memuat: Nama dan kode
pengemas yang ditentukan dan digunakan oleh perusahaan
c) Pemerian antara lain jenis bahan, ketebalan, dimensi, warna,
kekuatan,
teks.
Gambar
teknis,
bila
perlu.
Kondisi
perusahaan;
Bentuk sediaan dan ukuran kemasan;
Pemeriaan, karakteristik fisika dan
iv.
v.
vi.
jika
ada
yang diperlukan;
vii.
Kondisi dan spesifikasi pengemas yang diperlukan.
4) Dokumen pengawasan mutu terdiri dari:
pengujian
adalah
prosedur
rinci
untuk
identifikasi
dan
penetapan
kadar
serta
metode
perhitungannya.
c) Catatan dan laporan hasil pengujian. Laporan hasil pengujian
dapat berupa sertifikat analisis.
Catatan analisis dan laporan hasil pengujian
Catatan analisis dan laporan hasil pengujian hendaklah
memuat:
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
mutu;
Jumlah yang diterima;
Tanggal dan jumlah pengambilan contoh;
Metode pengujian yang digunakan;
.Catatan hasil pengujian yang dibubuhi tanggal dan
ix.
tanda tangan;
Pelulusan dan penolakan dari bagian pengawasan
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
menerbitkan;
Nomor sertifikat;
Nama bahan atau produk dan bentuk sediaan;
Nomor bets;
Hasil pengujian dan nilai batas standar;
Tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan
pengujian dan manajer pengawasan mutu
12.
kembali
yang
masih
memenuhi
spesifikasi,
dapat
13.
Inspeksi diri
Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua
aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan produk jadi dan penetapan
tindakan perbaikan yang akan dilakukan oleh semua personal industri obat
tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan Obat Tradisional dalam
Industri Obat Tradisional tersebut selalu memenuhi CPOTB.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu,
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi
atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut
program yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip
Pemastian Mutu.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara indipenden dan rinci oleh
personil (-personil) perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah
membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masingmasing dan memahami CPOB.
Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan
minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah
tertulis dalam prosedur inspeksi diri.
hendaklah
dicatat.
Personalia
Bangunan termasuk fasilitas untuk personalia.
Penyimpanan bahan baku dan produk jadi.
Peralatan.
Pengolahan dan pengemasan.
Pengawasan mutu.
Dokumentasi.
Pemeliharaan gedung dan peralatan.
2) Anggota tim dapat berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar
perusahaan. Tiap anggota tim hendaklah bebas dalam memberikan
penilaian atas hasil inspeksi diri.
Pelaksanaan dan Jeda Waktu Inspeksi Diri meliputi:
1) Inspeksi diri dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan
industri yang bersangkutan.
2) Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun.
Setelah menyelesaikan inspeksi diri hendaklah dibuat laporan
mencakup:
1) Hasil inspeksi diri.
2) Penilaian dan kesimpulan.
3) Rekomendasi tindak lanjut.
Berdasarkan laporan inspeksi diri maka pimpinan perusahaan
melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan sebagai tindak lanjut
inspeksi diri
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2005, Kriteria Penatalaksanaan
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal, Obat Terstandar, dan
Fitofarmaka, No.HK.00.05.41.1384
BPOM RI. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
KEPMENKES RI NO. 386/ SK/ IV/ 1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional
KEPMENKES RI NO. 261/MENKES/ SK/ IV/ 2009 Tentang Farmakope Herbal
Indonesia Edisi Pertama
Lampiran peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan republik indonesia
nomor hk.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara
pembuatan obat yang baik
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB)
Pramono, S. 2002. Kontribusi Bahan Obat Alam dalam Mengatasi Krisis Bahan
Obat di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia,1(1),18-20.