Anda di halaman 1dari 39

TUGAS SAINTIFIKASI JAMU

KONTROL KUALITAS BAHAN BAKU JAMU

Disusun oleh: Kelompok 4


Nurhayati Rini B.A.

152211101047

M. Taufik Hidayat

152211101048

Oktavia C. Xenograf

152211101049

Umar Syahid

152211101050

Volia Ayu Rissantis

152211101051

Sayu Rozakiyah Hadi

152211101052

Rulyta Dwi Cahyani

152211101053

Rafika Zidni Ilma

152211101054

Arwindo Ibnu Hajar

152211101055

Nur Syafaatur Rahmaniyah

152211101056

Faticha Putri A.

152211101057

Ajeng Maharani S.P.

152211101058

Iwan Permana W.

152211101059

Shinta C. Rohma

152211101060

Indra Wijayanti

152211101061

Siti Rodhotul Jannah

152211101062

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamu adalah obat tradisional di Indonesia yang dibuat dari bahan-bahan
alami berupa bagian dari tumbuhan dan ada juga yang menggunakan bahan
dari tubuh hewan. Akhir-akhir ini terjadi peningkatan produksi obat
tradisional (jamu) dan fitofarmaka secara tajam, baik untuk kebutuhan dalam
negeri maupun ekspor (Pramono, 2002) sehingga perlu mendapat dukungan
dalam meningkatkan mutu sediaan.
Mutu jamu ditentukan oleh sederetan persyaratan pokok, yaitu
komposisi yang benar, tidak mengalami perubahan fisika kimia, dan tidak
tercemar bahan asing. Persyaratan lain mutu jamu yaitu keseragaman bobot,
kadar air, angka lempeng total, angka kapang dan khamir, wadah dan
panyimpanan (MenKes RI, 1994). Jamu dapat rusak dan berubah mutunya
karena berbagai faktor luar seperti cahaya, oksigen, dehidrasi, penyerapan air,
pengotoran, serapan serangga, kapang. Dengan adanya factor yang dapat
menurunkan mutu jamu serbuk maka penting untuk mengetahui faktor yang
membantu melindungi kestabilan mutu jamu, seperti lama penyimpanan dan
tempat penyimpanan jamu yang benar sehingga mutu jaminan dapat tercapai
optimal.
Kontrol kualitas tumbuhan obat maupun produk akhirnya yaitu obat
herbal tidaklah seperti sediaan farmasi pada umumnya yaitu yang hanya
terdiri atas satu atau beberapa senyawa kimia akan tetapi dapat mengandung
puluhan hingga ratusan senyawa kimia yang bekerja sinergis dalam
menimbulkan efek farmakologi tertentu. Profil senyawa kimia ini sangatlah
bergantung pada lingkungan tumbuh, pemanenan, dan proses pasca panen
hingga dihasilkan produk obat herbalnya. Adanya variasi profil senyawa
kimia tersebut dapat menyebabkan inkonsistensi dalam hal keamanan, efikasi,
dan stabilitas produk sehingga untuk menjaga konsistensinya diperlukan
bahan baku yang terstandar. Bahan baku yang terstandar dapat diketahui
dengan adanya evaluasi mutu menggunakan suatu metode kontrol kualitas.
Dengan adanya kontrol kualitas diharapkan dapat menjadikan kualitas produk

yang baik, sehingga produk tersebut dapat didistribusikan ke masyarakat.


Oleh karena itu kontrol kualitas bahan baku jamu sangatlah penting dalam
dunia industri farmasi.
B. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai informasi untuk
mengetahui hal-hal yang terkait dengan bahan baku jamu.

BAB II
PEMBAHASAN
Jamu adalah obat tradisional di Indonesia yang dibuat dari bahan-bahan
alami berupa bagian dari tumbuhan dan ada juga yang menggunakan bahan dari
tubuh hewan. Obat tradisional yang terbuat dari bahan alam ini memiliki jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat
tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan
proses produksi dan penanganan bahan baku.
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan
obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur
dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk
yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi.
Kontrol kualitas tumbuhan obat maupun produk akhirnya yaitu obat herbal
tidaklah seperti sediaan farmasi pada umumnya yaitu yang hanya terdiri atas satu
atau beberapa senyawa kimia akan tetapi dapat mengandung puluhan hingga
ratusan senyawa kimia yang bekerja sinergis dalam menimbulkan efek
farmakologi tertentu. Profil senyawa kimia ini sangatlah bergantung pada
lingkungan tumbuh, pemanenan, dan proses pasca panen hingga dihasilkan
produk obat herbalnya. Adanya variasi profil senyawa kimia tersebut dapat
menyebabkan inkonsistensi dalam hal keamanan, efikasi, dan stabilitas produk
sehingga untuk menjaga konsistensinya diperlukan bahan baku yang terstandar.
Bahan baku yang terstandar dapat diketahui dengan adanya evaluasi mutu
menggunakan suatu metode kontrol kualitas.
Sistem pengawasan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk
menjamin bahwa tiap produk mengandung bahan dengan mutu yang benar dan
dibuat pada kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur standar sehingga produk
tersebut senantiasa memenuhi persyaratan produk jadi yang berlaku. Sistem
pengawasan mutu meliputi:

1. Pengawasan mutu terhadap bahan baku, bahan pengemas, proses pembuatan,


produk antara, produk ruahan dan produk jadi jamu

a. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau


bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang
berubah maupun yang tidak berubah. yang digunakan dalam pengolahan
obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat
didalam produk mahan.
Dalam pengawasan mutu, bahan baku yang diperoleh disortir
sesuai jenisnya antara lain ukuran bahan baku, dan keadaan bahan
baku,apakah utuh atau tidak utuh, busuk atau tidak. Dipilah bahan yang
layak dan bahan yang tidak layak produksi. Kemudian semua bahan baku
yang layak produksi dicuci untuk membersihkan bahan bakudari kotorankotoran. Kadar air dalam bahan baku tidak boleh lebih dari 10%, oleh
karena itu dilakukan pengovenan untuk mengurangi kadar air dalam
bahan baku. Pengovenan ini juga bertujuan agar bahan tersebut berdaya
tahan lama.
b. Bahan pengemas adalah scmua bahan yang digunakan untuk pengemasan
produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
Dalam pengawasan mutu, produk yang sudah jadi kemudian
dikemas, biasanya pengemasan ini memiliki ruang yang tersendiri degan
suhu 26 C karena produk jamu sangat rentan terkontaminasi. Bahan yang
diguanakan untuk mengemas adalah plastic metalizeyaitu plastic tipis
yang berlapis laminates dengan loga atau aluminium sehinggasulit
menyerap air, minyak dan udara.
c. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pcngadaan
bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan,
pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk
didistribusikan.
Pengawasan mutu : Pembuatan ini tergantung dari jenis bahan baku
yang digunakan dan jenis fisik jamu.
d. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi
produk ruahan.
e. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai
diolah yang masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk
jadi.

f. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan obat tradisional.
2. Pemeriksaan dan pengujian secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
bahan baku dalam persediaan, untuk memberikan keyakinan bahwa
penyimpanan, wadah dan bahannya dalam kondisi yang baik.
Proses pemerikasaan dan pengujian dapat melalui tahap :
a. Penerimaan bahan baku. Pada saat penerimaan bahan baku
dilakukan pemeriksaan sampel oleh tim quality control setelah
terbukti bahan baku memenuhi persyaratan/ standart penerimaan
kemudian bahan baku disortasi.
b. Sortasi dibedakan menjadi 2 yaitu sortasi basah dan sortasi kering.
Sortasi basah dilakukan pada saat bahan masih segar yang
bertujuan untuk memisahkan bahan dari kotoran-kotoran yang
berupa bahan-bahan yang bahan baku, misal tanah, kerikil, gulma
dan rumput. Sedangkan sortasi kering bertujuan untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan
dan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada bahan baku
kering, misal pasir, tanah, kerikil, rambut serta bahan lain yang
mencemari bahan pada saat pengeringan harus segera dihilangkan
karena dapat berpengaruh pada kualitas bahan baku (Prasetyo &
Inoriah, 2013). Umumnya sortasi kering dilakukan sebelum proses
pengepakan.
c. Setelah disortasi bahan baku dicuci. Pencucian bahan baku
dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama
bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan
yang tercemar pestisida. Pencucian biasa dilakukan dengan
menggunakan air yang berasal dari beberapa sumber, seperti air
sumur, PDAM dan air dari mata air. Bahan baku yang mengandung
zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian secara
signifikan mampu mengurangi mikroba yang terdapat dalam
simplisia. Penggunaan air harus diperhatikan . Beberapa mikroba
lazim terdapat di air yaitu: Pseudomonas, Proteus, Micrococcus,
Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, serta E.coli.

d. Setelah dicuci tahap selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan


merupakan suatu hal yang sangat krusial karena beberapa
metabolit sangat rentan terhadap sinar matahari. Pengeringan
berfungsi untuk mengurangi kadar air hingga kadar tertentu,
umumnya tidak boleh lebih dari 10%. Dengan berkurangnya kadar
air, diharapkan akan lebih tahan terhadap pertumbuhan kapang
serta kemungkinan reaksi kimia yang diperantarai oleh air. Proses
pengeringan yang baik dilakukan pada suhu 30C-90C (terbaik
60C). Namun pada kondisi bahan aktif tidak tahan terhadap panas
atau mengandung bahan yang mudah untuk menguap, dilakukan
pada suhu 30C-45C atau dilakukan dengan menggunakan oven
vakum.
e. Selanjutnya dilakukan proses penggilingan. Tiga tipe mesin yang
biasa digunakan adalah plate mill, hammer mill, dan roller mill.
Penggunaan mesin-mesin tersebut tergantung pada tipe produk
yang akan digiling dan hasilnya seperti yang diharapkan.
Penggilingan palu (hammer mill) merupakan aplikasi dari gaya
pukul (impact force). Bahan masuk akan terpukul oleh palu yang
berputar dan bertumbukan dengan dinding, palu atau sesama
bahan. Akibatnya akan terjadi pemecahan bahan baku. Proses ini
berlangsung terus hingga didapatkan bahan baku yang dapat lolos
dari saringan di bagian bawah alat. Jadi selain gaya pukul dapat
juga terjadi sedikit gaya sobek (Aman, 1992).
f. Selanjutnya tahap Pengepakan dilakukan dengan sebaik mungkin
untuk menghindarkan bahan baku dari beberapa faktor yang dapat
menurunkan kualitas bahan baku yaitu cahaya matahari, oksigen
(udara), dehidrasi, absorbsi air, pengotoran, serangga dan kapang.
Hal yang harus diperhatikan saat pengepakan dan penyimpanan
adalah suhu dan kelembapan udara. Suhu yang baik untuk bahan
baku umumnya adalah suhu kamar (15 - 30C). Untuk bahan baku
yang membutuhkan suhu sejuk dapat disimpan pada suhu (5 15C) atau bahan baku yang perlu disimpan pada suhu dingin (0 5C).

Bahan baku yang sudah melalui semua tahap diatas kemudian dicek kembali
dengan cara uji sampel. Setelah selesai proses pengepakan, kemudian bahan
baku untuk persediaan dapat disimpan digudang penyimpanan.
3. Produk jadi yang masih berada dalam industri maupun yang ada di peredaran
hendaklah dipantau secara berkala.
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk
membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk
secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi
paling sedikit:
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru.
b. Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil
pengujian produk jadi
c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan.
d. Kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisis.
f. Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk
ekspor.
g.

Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren


yang tidak diinginkan.

h. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat


yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah
dilakukan.
i.

Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau


peralatan yang sebelumnya.

j. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang


baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan
pendaftaran.
k. Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata
udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain, dan
l. Kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu
mutakhir.
Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan
suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan
perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan
pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan
secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur manajemen
untuk manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas
serta efektivitas prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi
diri. Bila dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat
dikelompokkan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair,
produk steril, dan lain-lain.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk
melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu
suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif.
Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada
perlindungan pasien.
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko
mutu sepadan dengan tingkat risiko.
Tugas-tugas pokok dalam pengawasan mutu meliputi:
1. Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan mutu dan spesifikasi
pengawasan mutu
a. Prinsip Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan

pemakaiannya.

Keterlibatan

dan

komitmen

semua

pihak

yang

berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai


sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi
produk jadi. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium,
tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari produksi dianggap
hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan (BPOM, 2006).
b. Pengawasan mutu secara umum meliputi:
1) Tiap

pemegang

izin

pembuatan

harus

mempunyai

Bagian

Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan
di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi
dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa
laboratorium.

Sarana

yang

memadai

harus

tersedia

untuk

memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan


dengan efektif dan dapat diandalkan.
2) Pengawasan Mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis
yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas,
program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam
rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan
memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode
pengujiannya.
3) Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan Bagian
Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang
diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi
dan produk disetujui sebelum didistribusikan.
4) Bagian Pengawasan Mutu hendaklah mempunyai tugas pokok
sebagai berikut:
a) Menyusun dan merevisi prosedur pengawasan dan spesifikasi.

b) Menyiapkan prosedur tertulis yang rinci untuk melakukan


seluruh pemeriksaan, pengujian dan analisis.
c) Menyusun program dan prosedur pengambilan sampel secara
tertulis.
d) Memastikan pemberian label yang benar pada wadah bahan
dan produk.
e) Menyimpan sampel pertinggal untuk rujukan di masa
mendatang.
f) Meluluskan atau menolak tiap bets bahan awal, produk antara,
produk ruahan atau produk jadi.
g) Melakukan evaluasi stabilitas semua produk jadi secara
berkelanjutan
menetapkan

dan

bahan

kondisi

awal

jika

penyimpanan

diperlukan,

bahan

dan

serta
produk

berdasarkan data stabilitasnya.


h) Menetapkan masa simpan bahan awal dan produk jadi
berdasarkan data stabilitas serta kondisi penyimpanannya.
i) Berperan atau membantu pelaksanaan program validasi.
j) Menyiapkan baku pembanding sekunder sesuai dengan
prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku
pembanding tersebut pada kondisi yang tepat.
k) Menyimpan catatan analitis dari hasil pengujian semua sampel
yang diambil.
l) Melakukan evaluasi produk jadi kembalian dan menetapkan
apakah produk tersebut dapat diluluskan atau diolah ulang atau
harus dimusnahkan.
m) Ikut serta dalam program inspeksi diri bersama dengan bagian
lain dari perusahaan, dan
n) Memberikan

rekomendasi

kegiatan

pembuatan

obat

berdasarkan kontrak setelah melakukan evaluasi kemampuan


penerima kontrak yang bersangkutan untuk membuat produk
yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan.

5) Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area


produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang
diperlukan (BPOM, 2006).
c. Pengawasan mutu secara spesifikasi
1) Tiap spesifikasi hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian
Pengawasan Mutu kecuali untuk produk jadi yang harus disetujui
oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); dan
2) Revisi berkala dari tiap spesifikasi perlu dilakukan agar memenuhi
Farmakope Indonesia edisi terakhir atau kompendia resmi lain
(BPOM, 2006).
2.

Menyiapkan instruksi tertulis yang rinci untuk tiap pengujian yang akan
dilaksanakan.
Instruksi tertulis yang merupakan standart operating prosedur (SOP)
tertulisa dalam Permenpan RB No. 35 Th 2012. Serangkaian instruksi tertulis
dibakukan mengenai berbagai peroses penyelenggaraan aktivitas organisasi,
bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana, dan oleh siapa dilakukan.
Setiap industri farmasi untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan
oleh industri farmasi dalam seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi,
sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi syarat mutu yang ditentukan
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dari segi personalia yang tetapkan
pada CPOB meliputi organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab. Bagian
manager harus memiliki ketrampilan dalam mutu obat dalam pengawasan
terhadap mutu obat tradisional. Pemantauan ini dilakukan dengan
menggunakan prosedur tertulis yang juga mencangkup pemantauan dan
pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi
proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian
persetujuan terhadap pemasok bahan dan kontraktor, pengamanan produk dan
bahan terhadap kerusakan dan kemunduran mutu dan dalam penyimpanan
catatan-catatan. Pemeriksaan dilakukan meliputi :
a) Laboratorium pengujian
1) Bangunan laboratorium

2) Personalia
3) Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian
4) Pereaksi dan media biakan bakteri yang diterima hendaklah dicatat,
serta dibuat sesuai dengan prosedur pembuatan tertulis dan diberi
label yang sesuai. Untuk memastikan kecocokan media pembiakan
yang dipakai digunakan kontrol positif dan kontrol negatif.
5) Baku pembanding dipegang oleh seorang yang telah ditunjuk
6) Spesifikasi dan prosedur pengujiaan hendaklah divalidasi
7) Catatan analisis mencakup nama dan nomor bets
8) Contoh pertinggal dengan identitas yang jelas dan mewakili setiap
bets bahan baku berkhasiat yang diterima hendaklah disimpan untuk
jangka waktu tertentu.
b) Validasi
1) Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
obat jadi
2) Pengolahan ulang
3) Evaluasi bagian pengawasan mutu terhadap prosedur produksi
4) Peninjauan catatan bets produks
5) Penelitian stabilitas
6) Keluhan terhadap obat
7) Obat kembalian
8) Penilaian terhadap pemasok
Instruksi tertulis dalam hal instruksi kerja pada pengawasan mutu
berdasarkan Tim Pengembangan SPMI-PT, Sistem Penjaminan Mutu
Internal Perguruan Tinggi, Bahan Pelatihan, Dirjen Dikti tahun 2010.
Instruksi kerja merupakan acuan kerja bagi setiap personil di masing-masing
unit yang berisi penjabaran suatu kegiatan yang ada di dokumen prosedur
mutu menjadi aktifitas-aktfitas yang lebih detil. Instruksi kerja harus secara
terinci menjelaskan tahap demi tahap dari pelakanaan suatu pekerjaan. Uraian
tersebut harus meliputi:
a) Tahap pelaksanaan pekerjaan

b) Alat yang digunakan


c)

Standar atau parameter yang digunakan, metode pengukuran,


pengujian dan pemeriksaan yang digunakan.

d) Sumber daya pendukung lain yang digunakan


Dalam instruksi tertulis, Ada 6 prosedur wajib yang menyertai Pedoman
Mutu yang harus dipenuhi berdasarkan persyaratan ISO:(Prosedur Sistem)
a) Prosedur Sistem Pengendalian ketidak sesuaian.
b) Prosedur Sistem tindakan perbaikan
c) Prosedur Sistem tindakan pencegahan
d) Prosedur Sistem pengendalian dokumen
e) Prosedur Sistem pengendalian rekaman
f) Prosedur Sistem audit internal
3.

Menyusun rencana dan prosedur tertulis mengenai pengambilan contoh


untuk pengujian Spesifikasi and Prosedur Pengujian
a. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan memperhatikan fasilitas
dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut digunakan dalam
pengujian rutin.
b. Semua kegiatan pengujian hendaklah dilakukan sesuai dengan metode
yang telah disetujui pada saat pemberian izin edar.
c. Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk tiap bahan awal, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi hendaklah mencakup spesifikasi dan
prosedur

pengujian

mengenai

identitas,

kemurnian,

mutu

dan

kadar/potensi.
d. Prosedur pengujian hendaklah mencakup :
1) Jumlah sampel yang diperlukan untuk pengujian dan yang harus
disimpan untuk rujukan masa mendatang.
2) Jumlah tiap pereaksi, larutan dapar dan sebagainya yang diperlukan
pada pengujian.
3) Rumus perhitungan yang digunakan, dan
4) Nilai yang diharapkan dan batas toleransi dari tiap pengujian.
e. Prosedur pengujian hendaklah mencakup frekuensi pengujian ulang dari
tiap bahan awal yang ditentukan dengan mempertimbangkan stabilitasnya.
f. Semua pengujian hendaklah mengikuti instruksi yang tercantum dalam
prosedur pengujian untuk masing-masing bahan atau produk. Hasil

pengujian, terutama yang menyangkut perhitungan, hendaklah diperiksa


oleh supervisor sebelum bahan atau produk tersebut diluluskan atau
ditolak.
Catatan analisis hendaklah mencakup:
a)
b)
c)
d)

Nama dan nomor bets sampel dan bentuk sediaan.


Nama petugas yang mengambil sampel.
Metode analisis yang digunakan.
Semua data, seperti berat, pembacaan buret, volume dan pengenceran

e)
f)
g)
h)

yang dibuat.
Perhitungan dalam unit ukuran dan rumus yang digunakan.
Pernyataan mengenai batas toleransi.
Pernyataan apakah memenuhi atau tidak memenuhi spesifikasi.
Tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan pengujian dan

petugas yang memeriksa perhitungan.


i) Pernyataan diluluskan atau ditolak dan usul pemusnahan, yang
ditandatangani serta diberi tanggal oleh petugas yang berwenang.
j) Nama pemasok, jumlah keseluruhan dan jumlah wadah bahan yang
diterima, dan
k) Jumlah keseluruhan dan jumlah wadah bahan awal, bahan pengemas,
produk antara, produk ruahan, produk jadi dari tiap bets yang dianalisis.
4.

Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan di masa mendatang


sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan setelah batas kadaluwarsa.
a. Definisi
Sampel pertinggal merupakan sampel produk jadi dalam kemasan
lengkap dari suatu bets disimpan untuk tujuan identifikasi sebagai
contoh, tampilan, kemasan, label, brosur, nomor bets, tanggal daluwarsa,
apabila dibutuhkan selama masa edar bets terkait. Pengecualian dapat
diberikan bila persyaratan di atas dapat dipenuhi tanpa penyimpanan
sampel duplikat misal pada jumlah kecil bets dikemas untuk berbagai
pasar atau obat yang sangat mahal. Dalam banyak hal sampel
pembanding produk jadi identis dengan sampel pertinggal, misal unit
dalam kemasan lengkap. Dalam hal ini sampel pembanding dan
pertinggal dapat saling menggantikan. Sampel pertinggal berlaku sebagai
riwayat baik untuk bets produk jadi maupun bahan awal yang dapat
dievaluasi pada saat misal ada keluhan terhadap mutu produk, keraguan

terhadap pemenuhan persyaratan izin edar, pelabelan/kemasan atau


laporan farmakovigilans. Catatan ketertelusuran sampel perlu disimpan
dan tersedia untuk dievaluasi oleh Badan POM.
b. Lama Penyimpanan
1) sampel pertinggal dari tiap bets produk jadi hendaklah disimpan
sekurangnya satu tahun setelah tanggal daluwarsa.
2) Kecuali masa penyimpanan lebih lama dipersyaratkan oleh hukum,
sampel bahan awal (kecuali pelarut, gas atau air yang dipakai dalam
proses produksi) hendaklah disimpan paling tidak dua tahun setelah
produk diluluskan. Lama penyimpanan dapat diperpendek bila
stabilitas dari bahan, seperti yang disebutkan pada spesifikasi terkait,
lebih pendek. Bahan pengemas hendaklah disimpan selama masa
edar dari produk jadi terkait.
c. Jumlah Sampel Pertinggal Dan Sampel Pembanding
1) Jumlah sampel pembanding hendaklah cukup untuk melakukan
minimal dua kali analisis lengkap pada bets sesuai dengan
dokumen izin edar yang telah dievaluasi dan disetujui oleh Badan
POM. Bila perlu dilakukan pengujian, produk dalam kemasan yang
utuh hendaklah dipakai. Usulan pengecualian dari hal di atas
handaklah dijustifikasi dan disetujui oleh Badan POM.
2) Bila dapat diterapkan, persyaratan mengenai jumlah sampel
pembanding, dan bila diperlukan sampel pertinggal sesuai
Pedoman CPOB hendaklah dipatuhi.
3) Hendaklah dipastikan bahwa semua bahan dan peralatan untuk
melakukan analisis tersedia, atau mudah diperoleh sampai dengan
satu tahun setelah tanggal daluwarsa dari bets terakhir yang dibuat,
untuk melakukan pengujian sesuai spesifikasi.
d. Kondisi Penyimpanan
Kondisi penyimpanan hendaklah sesuai dengan yang tercantum
pada izin edar.
e. Sampel Pertinggal Umum
1) Sampel pertinggal hendaklah mewakili suatu bets produk jadi
seperti yang diedarkan dan mungkin diperlukan untuk pengujian
dengan tujuan pembuktian pemenuhan persyaratan nonteknis dari
izin edar atau persyaratan lain. Sampel pertinggal hendaklah

disimpan di lokasi di mana kepala bagian Pemastian Mutu


meluluskan produk jadi.
2) Sampel pertinggal hendaklah disimpan di lokasi pabrik pembuat
produk jadi untuk mempermudah Badan POM mengakses sampel.
3) Bila produksi / impor / pengemasan / pengujian/ pelulusan bets
obat melibatkan lebih dari satu pabrik pembuat, tanggung jawab
penyimpanan sampel pertinggal hendaklah ditetapkan dalam
kontrak tertulis dari semua pihak terkait (Pedoman CPOB, 2013).
5.

Meluluskan atau menolak bets bahan baku, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya
berdasarkan pengujian seacara kualitiatif (PerBPOM, 2012)
Meluluskan atau menolak tiap bets bahan baku, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya
berdasarkan pengujian secara kualitatif. Sebelum diluluskan untuk digunakan,
tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan
nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang
tidak resmi hendaklah tidak dipakai. Pada tiap penerimaan hendaklah
dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan
segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang
kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil
oleh personil dan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian
Pengawasan Mutu.
Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap
spesifikasi. Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau keseluruhan
terhadap spesifikasi dapat ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang
diperkuat dengan pemastian identitas yang dilakukan sendiri. Semua bahan
awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan
ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan
direkonsiliasi.
a. Pengujian Ulang Bahan yang Diluluskan
Hendaklah ditetapkan batas waktu penyimpanan yang sesuai
untuk tiap bahan awal, produk antara, dan produk ruahan. Setelah batas
waktu ini bahan atau produk tersebut hendaklah diuji ulang oleh bagian

Pengawasan Mutu terhadap identitas, kekuatan, kemurnian dan mutu.


Berdasarkan hasil uji ulang tersebut bahan atau produk itu dapat
diluluskan kembali untuk digunakan atau ditolak. Bila suatu bahan
disimpan pada kondisi yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan, bahan
tersebut hendaklah diuji ulang dan dinyatakan lulus oleh bagian
Pengawasan Mutu sebelum digunakan dalam proses. Untuk tiap bets
produk jadi, hendaklah dilakukan pengujian (di laboratorium) atas
kesesuaian terhadap spesifikasi produk akhirnya, sebelum diluluskan.
Produk jadi yang tidak memenuhi spesifikasi dan kriteria mutu lain
yang ditetapkan hendaklah ditolak. Pengolahan ulang dapat dilakukan,
namun produk hasil pengolahan ulang hendaklah memenuhi semua
spesifikasi dan kriteria mutu lain yang ditetapkan sebelum diluluskan
untuk distribusi.
b. Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk
ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah
didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak
dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan.
6.

Meneliti catatan yang berhubungan dengan pengolahan, pengemasan dan


pengujian produk jadi dari bets yang bersangkutan sebelum meluluskan untuk
didistribusikan
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat
dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari
proses penanaman sehingga akan terwujud suatu homogenoitas bahan
baku). Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi
(pemilihan bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan
atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai
dengan bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas
bahan obat / sediaan fitofarmaka.

Untuk membuat ekstrak yang terstandar, terlebih dulu kita harus


merencanakan standar ekstrak seperti apa yang ingin dibuat. Oleh karena itu
ekstrak harus memiliki parameter-parameter tertentu yang harus dicapai
sebagai

kontrol

terhadap

kualitas

ekstrak secara

fisika,

kimia dan

mikrobiologi.
Menurut buku Monografi Ekstrak dan Parame-ter Standar Umum
Ekstrak (Badan POM), parame-ter yang harus diujikan terhadap ekstrak
dalam pengujian produk, sebelum pengemasan menjadi produk jadi, maka
produk tersebut harus mengikuti uji parameter standar umum ekstrak agar
produk tersebut dapat didistribusikan ke Masyarakat, Parameter uji yang
dimaksud antara lain meliputi Parameter spesifik, parameter non spesifik dan
uji kandungan kimia ekstrak.
1) Parameter spesifik
a. Identitas ekstrak
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Deskripsi tata nama:
b) Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
c) Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
d) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
e) Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa
tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
Parameter identitas ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk
memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas (Depkes RI, 2000).
b. Organoleptik ekstrak
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan
pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes
RI, 2000).
c. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Parameter senyawa terlarut yaitu melarutkan ekstrak dengan
pelarut (alkohol atau air) untuk ditentukan jumlah solute yang
identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam
hal tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain

misalnya

heksana,

diklorometan,

metanol.

Tujuannya

yaitu

memberikan gambaran awal jumlah senyawa kandungan.


2) Parameter non spesifik
a) Parameter Kadar Air
Parameter kadar air merupakan pengukuran kandungan air
yang berada di dalam bahan. Penetapan parameter dilakukan dengan
cara yang tepat yaitu titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuan dari
parameter ini adalah memberikan batasan maksimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Anonim, 2000).
b) Parameter Kadar Abu
Bahan yang dipanaskan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap. Sehingga tinggal
unsur mineral dan organik. Tujuan dari parameter ini adalah
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Anonim,
2000).
c) Parameter Cemaran Logam Berat
Parameter cemaran logam

berat

adalah

menetukan

kandungan logam berat secara spektroskopi serapan atom atau


lainnya yang lebih valid. Tujuan dari parameter ini adalah untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat
tertentu (Hg, Pb, Cu dll.) melebihi nilai yang ditetapkan karena
berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Anonim, 2000).
d) Parameter Cemaran Aflatoksin
Parameter cemaran aflatoksin merupakan parameter yang
menetukan adanya aflatoksin dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Tujuan dari parameter ini adalah memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandung cemaran jamur melebihi batas
yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan
aflotoksin yang berbahaya bagi kesehatan (Anonim, 2000).
e) Parameter Cemaran Mikroba
Parameter cemaran mikroba digunakan untuk menentukan
(identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis. Tujuan
dari parameter ini adalah untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak
mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba

nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada


stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Anonim,
2000).
f) Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai
konstan, yang dinyatakan dalam porsen. Dalam hal khusus (jika
bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut
organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada
di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).
3) Uji Kandungan Kimia Ekstrak
a. Pola Kromatogram
Parameter pola kromatogram yaitu melakukan analisis
kromatografi sehingga memberikan pola kromatogram yang khas.
Tujuannya yaitu untuk memberikan gambaran awal komposisi
kandungan

kimia

berdasarkan

pola

kromatogram

kemudian

dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu


(Depkes RI, 2000).
(Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dan
Kromatografi Gas).
b. Kadar Total Golongan Kandungan Kimia
Parameter ini memiliki pengertian dan prinsip yaitu dengan
tersedianya kandungan kimia yang berupa senyawa identitas atau
senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya, maka
secara densitometri dapat dilakukan penetapan kadar kandungan
kimia tersebut. Tujuan parameter ini yaitu memberikan data kadar
senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung jawab
pada efek farmakologi (Anonim, 2000).
c. Kadar Sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah
kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari
ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat tradisional karena
jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan
berkaitan

erat

dengan

reproduksibilitasnya

dalam

farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).

aktivitas

Bila parameter tersebut telah ditetapkan nilainya, maka


pada proses pembuatan ekstrak, upaya yang dilakukan adlh dalam
rangka mencapai nilai-nilai minimal dari setiap parameter tersebut.
Sayangnya,

hal

tersebut

mungkin

hanya

dapat

dilakukan

oleh perusahaan obat tradisional yang telah maju, sedangkan bagi


industri kecil obat tra-disional, hal tersebut masih sulit untuk
dilakukan,

sehingga produk

mereka masih memungkinkan

perbedaan dalam setiap proses pembuatannya. Akan tetapi industri


kecil juga terus mengupayakan pembuatan produk yang konstan dan
memi-liki mutu yang terstandar, karena mereka juga tidak ingin
produk mutunya berubah-ubah. Cara yang dilakukan mungkin
dengan bantuan laborato-rium pengujian lain untuk mengetahui
nilai-nilai

parameter ekstrak mereka. Laboratorium yang

dimaksud antara lain Lab PPOM Badan POM,

Sucofindo,

Sarawanti, dan laboratoirum lain yang diakui dan terakreditasi.


7.

Mengevaluasi stabilitas semua produk jadi secara berlanjut, bahan baku


jika diperlukan dan menyiapkan instruksi mengenai penyimpanan bahan
baku dan produk jadi di industri berdasarkan data stabilitas yang ada,
sekurang-kurangnya stabilitas fisik (BPOM RI, 2005)
a. Cara penilaian mutu bahan baku
Tuliskan identitas dan pemerian bahan baku :
1) Jika bahan baku berupa simplisia:
a) Nama latin tanaman dan familia.
b) Pemerian meliputi bentuk, bau, rasa, dan warna.
c) Pengamatan makroskopik meliputi uraian tentang bentuk
dan ukuran, tentang sifat patahan dan ciri-ciri khas lainnya.
d) Hasil pengujian secara fisika - kimia antara lain reaksi
warna.
2) Jika bahan baku berupa sediaan olahan (ekstrak, tingtur)
Untuk sediaan olahan yang dibuat sendiri:
a) Sebutkan cara pembuatan dan hasil total ekstrak yang
diperoleh.
b) Pemerian meliputi bentuk, bau, rasa dan warna.
c) Identitas kandungan kimia.

d) Hasil pengujian secara fisika - kimia yang menunjukkan zat


penanda antara lain reaksi warna, kromatogram dan atau
spektrogram.
e) Lampirkan hasil penilaian mutu dalam bentuk sertifikat
analisa.
3) Untuk bentuk sediaan kapsul, cantumkan sertifikat bahan
cangkang kapsul yang digunakan.
4) Cantumkan nama buku, edisi, tahun penerbitan, dan buku standar
yang digunakan.
b. Cara penetapan stabilitas produk jadi (BPOM RI, 2005)
1) Hasil pengujian meliputi :
a) Pengujian yang dilakukan secara periodik (1 bulan, 2 bulan, 3
bulan, dst.). Jenis pengujian sebaiknya sesuai dengan
pemeriksaan mutu produk jadi antara lain pemeriksaan
keseragaman bobot,kadar air, waktu hancur, cemaran ikroba
dan sebagainya. Hasil penguiian yang dilakukan minimal 6
bulan dan diberikan dalam bentuk tabel.
b) Kesimpulan stabilitas berdasarkan hasil pengamatan dan
pengujian di atas harus diketahui penanggung jawab produk.
2) Macam-macam pengujian mutu
a) Pemerian meliputi bau, rasa, bentuk dan warna;
b) Identifikasi komposisi;
c) Uji keseragaman bobot;
d) Uji kadar air;
e) Uji cemaran mikroba (Angka lempeng total /ALT, bakteri
patogen, jamur dan kapang) dan cemaran lain (logam berat,
bahan kimia obat);
f) Uji waktu hancur;
g) Untuk sediaan cair, dilengkapi dengan pengujian pH, berat
jenis dan kadar alkohol;
h) Pemeriksaan lainnya bila ada.
c. Penyimpanan Bahan Baku dan Produk Jadi (BPOM RI, 2005)
Pada bangunan industri ruang penyimpanan terdiri dari:
1) Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru
diterima dari pemasok;
2) Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia termasuk bahan
baku lainnya yang telah diluluskan

3) Ruangan atau tempat penyimpanan produk antara dan produk


Ruahan
4) Ruangan atau tempat penyimpanan bahan pengemas;
5) Ruangan atau tempat penyimpanan produk jadi termasuk
karantina produk jadi.
Ruangan atau tempat penyimpanan :
1) Ruangan atau tempat penyimpanan hendaklah cukup luas,
terang dan memungkinkan penyimpanan bahan dan produk
jadi dalam keadaan kering, bersih dan teratur;
2) Ruangan atau tempat penyimpanan termasuk karantina produk
jadi dapat berupa ruangan, area atau lemari maupun rak;
3) Hendaklah disediakan tempat penyimpanan terpisah bagi
bahanbahan yang mudah terbakar dan berbahaya lainnya bila
ada;
4) Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia adalah tempat
penyimpanan simplisia termasuk bahan baku lainnya yang
telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dapat berupa
ruangan atau tempat tertutup, misalnya lemari;
5) Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru
diterima dari pemasok adalah tempat penyimpanan simplisia
yang belum memenuhi persyaratan, dapat berupa ruangan atau
tempat tertutup, misalnya lemari;
Ruang pengolahan dan penyimpanan untuk sediaan yang harus
diatur kelembabannya seperti ruang pengisian kapsul, tablet bersalut,
serbuk instan, serbuk atau tablet buih (effervescent) hendaklah
dilengkapi

dengan

fasilitas

pengendali

kelembaban,

misalnya

dehumidifier atau Air Conditioner (AC).


Penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi, hendaklah disimpan secara teratur dan
rapi untuk mencegah risiko tercampur dan atau terjadinya saling
mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan pemeriksaan,
pengambilan dan pemeliharaannya.
Bahan yang disimpan hendaklah diberi label atau penandaan
yang menunjukan identitas, kondisi, jumlah, mutu dan cara

penyimpanannya. Pengeluaran bahan yang disimpan hendaklah


dilaksanakan dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan lebih
awal (first in, first out) atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih
awal (first expired, first out).
8.

Menetapkan tanggal kadaluwarsa bahan baku dan produk jadi berdasarkan


data stabilitas dan kondisi penyimpanannya berdsarkan poin 7
a. Penelitian stabilitas
Program penelitian stabilitas harus dirancang untuk mengetahui
sifat stabilitas produk jadi dan untuk menentukan kondisi penyimpanan
yang sesuai serta tanggal kadaluwarsa. program uji stabilitas meliputi:
1) pemantauan lingkungan kerja
2) pengkajian dokumen batch
3) program penyimpanan contoh pertinggal
Penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap
bahan dan produk, termasuk metode pengujian.
1) Program pengujian stabilitas agar dipatuhi
2) Penelitian stabilitas agar dilakukan terhadap
a. Produk baru
b. Kemasan baru dengan standar yang berbeda
c. Perubahan formula, cara pengolahan, sumber bahan baku
d. Bets diluluskan dengan pengecualian (produk olah ulang)
e. Produk yang beredar di pasaran
3) Pengamanan lanjut terhadap contoh pertinggal produk jadi harus
dilakukan
4) Kondisi penyimpanan
Tahap Penyimpanan produk akhir ke gudang sebelum
didistribusikan meliputi:
a. Proses verifikasi kondisi gudang penyimpanan dari aspek:
kebersihan, sanitasi, ketersediaan tempat.
b. Proses pengiriman, dari bagian produksi ke bagian pergudangan.
c. Proses pencatatan inventori produk akhir ke gudang.
Dalam pemilihan dan penyimpanan bahan berkhasiat yang
terdapat dalam bahan baku tanaman obat, tingkat kehalusan bahan
adalah faktor yang sangat penting, namun bukan merupakan satusatunya faktor yang mempengaruhi proses pelepasan bahan
berkhasiat,

namun

jumlah

dan

sifat

alami

dari

bahan

pendamping/metabolit primer lain yang terdapat dalam bahan baku

obat herbal juga sangat berperan. Oleh sebab itu di perlukan


penyimpanan bahan baku herbal yang benar.
Persediaan yang berbeda bisa bertahan dalam jangka waktu
yang berbeda pula sebelum mengalami penurunan kandungan
bahan berkhasiatnya. Simpanlah hasil rebusan/infusa/dekokta
dalam tempat yang terlindung cahaya/matahari atau bila perlu di
dalam lemari pendingin.Infus harus dibuat segar setiap hari (24
jam) sedangka dekok paling lama harus digunakan dan habis dalam
dua hari (48 jam). Untuk sediaan berupa tingtur dan sediaan cair
yang lain seperti minyak atsiri,sirup pewadahannya adalah
menggunakan botol berwarna gelap pada tempat teduh terlindung
cahaya/matahari

langsung,

sehingga

diharapkan

waktu

penyimpanannya akan bisa bertahan lebih lama (beberapa


bulan/tahun).
9.

Mengevaluasi semua keluhan yang diterima atau kekurangan yang


ditemukan mengenai sesuatu bets, dan bila perlu bekerja sama dengan bagian
lain untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan.
Bets merupakan sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi
dalam satu siklus pembuatan yang memiliki sifat mutu yang seragam. Suatu
bets memiliki sistem penomoran kode produksi yang dapat digunakan untuk
memastikan riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya
asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut
pengawasannya. Kriteria dalam suatu bets meliputi:
1. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran, kode produksi secara
rinci diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan,
dan produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode produksi
tertentu
2. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat menjamin bahwa
nomor kode produksi yang sama tidak digunakan secara berulang
3. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu
buku catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian
nomor, identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.

Hasil pengawasan dalam proses (in proses control) dari produk ruahan
setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan terhadap persyaratan yang berlaku.
Bila ada penyimpangan yang berarti hendaklah diambil perbaikan sebelum
pengolahan bets tersebut dilakukan. Dalam pengolahan bets hendaklah
disertai dengan pencatatan. Catatan pengolahan bets merupakan catatan
proses pengolahan mulai dari penimbangan bahan baku sampai dihasilkan
produk untuk tiap bets. Melalui catatan tersebut dapat ditelusuri pengolahan
bets yang bersangkutan. Catatan pengolahan bets hendaklah memuat:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Nama produk
Bentuk sediaan
Nomor bets dan jumlah produk tiap bets
Tanggal mulai dan selesai pengolahan
Urutan tiap tingkat proses pengolahan
Jumlah bahan baku yang digunakan
Jumlah produk yang diperoleh
Data lain yang diperlukan
Catatan pengemasan bets hendaklah menunjukkan setiap langkah

pengemasan yang telah diselesaikan dan memuat diantaranya:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Nama produk
Bentuk sediaan
Nomor bets
Tanggal mulai dan selesai pengemasan
Urutan tiap tingkat pengemasan
Bentuk, jenis , dan ukuran kemasan
Jumlah bahan kemasan yang digunakan
Data lain yang diperlukan
Keluhan dan laporan menyangkut kualitas, efek yang merugikan atau

masalah medis lainnya hendaklah diselidiki dan dievaluasi serta diambil


tindak lanjut yang sesuai (BPOM, 2005). Jenis keluhan dan laporan dapat
berupa:
a.

Keluhan mengenai kualitas menyangkut keadaan fisik, kimia, dan

biologi dari produk jadi atau kemasannya dan lain sebagainya.


b. Keluhan dan laporan tentang efek yang merugikan seperti reaksi alergi,
reaksi toksis, reaksi fatal, dan lain sebagainya. (BPOM, 2005)
Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan
laporan yang diterima. Keluhan dan laporan tersebut hendaklah ditangani
oleh bagian yang bersangkutan sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang

diterima. Tiap keluhan dan laporan hendaklah dilakukan penelitian dan


evaluasi secara seksama dan kemudian dilakukan tindak lanjut sesuai evaluasi
dan penelitian. Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk
hasil evaluasi penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah dicatat dan
dilaporkan kepada bagian yang bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah
yang berwenang (BPOM, 2005).
Penarikan kembali produk yang berupa penarikan kembali satu atau
beberapa bets atau seluruh produk tertentu dari semua mata rantai produksi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak
memenuhi persyaratan atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak
diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh produk
tertentu dapat berupa tindak lanjut penghentian pembuatan sait jenis produk
bersangkutan (BPOM, 2005).
Semua pencatatan disatukan dalam sistem dokumentasi yang
menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets suatu produk sehingga
memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang
bersangkutan. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan
pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia
(BPOM, 2005). Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan
hendaklah mengutamakan tujuan yaitu menentukan, memantau, dan mencatat
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2005).
10.

Menyediakan baku pembanding, sesuai persyaratan yang terdapat pada


prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding ini pada
kondisi yang tepat. Khusus untuk bahan baku segar sekurangkurangnya
menyimpan diskripsi dari bahan yang bersangkutan.
Zat pembanding bahan yang sesuai sebagai pembanding dalam
pengujian dan penetapan kadar yang telah disetujui, yang dibuat, ditetapkan
dan diedarkan. Jika suatu pengujian atau penetapan kadar perlu menggunakan
monografi dalam farmakope herbal indonesia sebagai pembanding maka
dapat digunakan suatu bahan yang memenuhi semua persyaratan monografi
farmakope herbal indonesia
Contoh baku pembanding

Buah adas (foeniculi Vulgaria Fructus)


Buah adas adalah buah Foeniculum vulgare Mill, suku Apiaceae,
mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 1,40% v/b dan trans-anetol tidak
kurang dari 0,60%.
a. Identitas simplisia
Pemerian buah berbentuk memanjang, ujung pipih, gundul, bau
khas, rasa agak manis dan khas, warna cokelat kehijauan atau cokelat
kekuningan hingga cokelat, panjang sampai 10mm, lebar sampai 4mm.
Bagian luar buah mempunyai 5 rusuk primer, menonjol, warna
kekuningan.

b. Mikroskopis
Fragmen pengenal adalah jaringan endosperm berdinding tebal,
berisi minyak lemak dan butir-butir aleuron berisi kristal kalsium oksalat
berbentuk roset kecil, saluran minyak berwarna kuning atau kecoklatan,
parenkim berpenebalan jala berwarna kecoklatan, serabut bernoktah
sempit dan endokarp dengan kelompok sel-sel berbentuk hampir
tetrahedral tersusun berlainan arah. Tidak terdapat rambut atau amilum.

11.

Menyimpan catatan pemeriksaan dan pengujian semua contoh yang


diambil
Proses pembuatan obat yang baik yang sesuai dengan CPOT harus
memiliki catatan atau dokumentasi. Dokumentasi tersebut bertujuan untuk
menyimpan catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah, pemeriksaan
dan catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat
tradisional. Dokumentasi berupa instruksi yang menyangkut pembuatan obat
tradisional harus dilakukan secara tertulis dengan jelas. Sistem dokumentasi
harus dapat menggambarkan riwayat lengkap setiap tahap kegiatan sehingga
dapat ditelusuri kembali produk dari setiap batch yang dikehendaki.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik
Indonesia dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur,

metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang
diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi
seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting
untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan
jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga
memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya
timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Semua dokumen
harus disimpan dan ditata secara sistematis
1) Sistem Dokumentasi :
a. Sistem dokumentasi hendaklah bisa menggambarkan riwayat
lengkap dari setiap bets suatu produk sehingga memungkinkan
penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang
bersangkutan.
b. Sistem dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan
pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan dan
personalia.
2) Persyaratan Dokumen :
a. Dokumentasi hendaklah dirancang dan dibuat dengan teliti, agar
dapat digunakan dengan mudah, benar dan efektif.
b. Dokumentasi hendaklah dapat mencatat kegiatan di bidang
pengolahan,

pengemasan,

pengawasan

mutu,

pemeliharaan

peralatan, pergudangan, distribusi dan hal-hal spesifik lainnya yang


berkaitan dengan CPOTB.
c. Dokumentasi hendaklah mencakup semua data penting dan dijaga
agar selalu aktual. Setiap perubahan hendaklah disahkan secara
resmi oleh perusahaan yang bersangkutan.
d. Dokumen yang sudah tidak berlaku lagi, hendaklah segera ditarik
beserta salinannya dan diberi tanda "Tidak Berlaku" atau
dimusnahkan.
e. Apabila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan pada dokumen,
hendaklah dikoreksi dengan suatu cara yang tepat sehingga tulisan
atau catatan semula tidak hilang sama sekali dan koreksi itu ditulis
atau dicantumkan disamping tulisan.
f. Apabila dokumen memuat instruksi hendaklah ditulis dalam nada
perintah serta disusun dalam langkah-langkah yang diberi nomor

urut. Instruksi tersebut harus jelas, tepat, tidak berarti ganda dan
ditulis dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pemakai.
g. Setiap dokumen hendaklah dibubuhi tanggal dan tanda tangan
petugas pembuat dokumen, dan disahkan oleh pimpinan bagian
terkait. Nama petugas dan jabatannya yang menerima turunan
dokumen hendaklah tercantum setidak-tidaknya pada dokumen
aslinya.
h. Dokumen hendaklah tersedia bagi semua pihak yang terkait.
3) Jenis Dokumen
a. Dokumen spesifikasi. Spesifikasi meliputi spesifikasi bahan baku,
bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi.
a) Spesifikasi bahan baku, hendaklah memuat: Nama dan atau
kode bahan baku yang ditentukan dan digunakan oleh
perusahaan, pemerian, karakteristik fisika dan kimia serta
standar mikrobiologi, jika ada, rujukan monograf atau metoda
pengujian yang digunakan untuk pemeriksaan dan pengujian
spesifikasi, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan
lain yang diperlukan, batas kadaluwarsa jika diperlukan.
b) Spesifikasi pengemas, hendaklah memuat: Nama dan kode
pengemas yang ditentukan dan digunakan oleh perusahaan
c) Pemerian antara lain jenis bahan, ketebalan, dimensi, warna,
kekuatan,

teks.

Gambar

teknis,

bila

perlu.

Kondisi

penyimpanan dan tindakan pengamanan yang diperlukan.


d) Spesifikasi produk antara, produk ruahan dan produk jadi,
sesuai dengan bentuk sediaan dan tahap pembuatannya,
hendaklah memuat:
i.
Nama dan atau kode produk yang digunakan
ii.
iii.

perusahaan;
Bentuk sediaan dan ukuran kemasan;
Pemeriaan, karakteristik fisika dan

iv.

karakteristik kimia serta standar mikrobiologi;


Rujukan monografi atau metoda pengujian

v.
vi.

spesifikasi atau farmakope yang digunakan;


Batas kadaluwarsa jika ada;
Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan lain

jika

ada

yang diperlukan;
vii.
Kondisi dan spesifikasi pengemas yang diperlukan.
4) Dokumen pengawasan mutu terdiri dari:

a. Prosedur pengambilan contoh untuk pengujian dan metoda


pengujian.
a) Prosedur Pengambilan Contoh untuk pengujian terdiri dari
Metoda pengambilan contoh untuk pengujian;
Alat dan wadah yang digunakan;
Tindakan pengamanan selama pengambilan contoh;
Petugas atau bagian yang diberi wewenang untuk
pengambilan contoh;
Lokasi pengambilan contoh;
Jumlah contoh yang diambil;
Catatan pengambilan contoh.
b) Metode pengujian.
Metode

pengujian

adalah

prosedur

rinci

untuk

pemeriksaan dan pengujian terhadap spesifikasi bahan awal,


produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Prosedur
pengujian hendaklah mencakup reagensia yang dibutuhkan untuk
analisis,

identifikasi

dan

penetapan

kadar

serta

metode

perhitungannya.
c) Catatan dan laporan hasil pengujian. Laporan hasil pengujian
dapat berupa sertifikat analisis.
Catatan analisis dan laporan hasil pengujian
Catatan analisis dan laporan hasil pengujian hendaklah
memuat:

i.
ii.
iii.
iv.

Tanggal pelaksanaan pengujian;


Identitas bahan;
Tanggal penerimaan;
Nomor bets yang diberikan oleh bagian pengawasan

v.
vi.
vii.
viii.

mutu;
Jumlah yang diterima;
Tanggal dan jumlah pengambilan contoh;
Metode pengujian yang digunakan;
.Catatan hasil pengujian yang dibubuhi tanggal dan

ix.

tanda tangan;
Pelulusan dan penolakan dari bagian pengawasan

mutu yang dibubuhi tanggal dan tanda tangan;


x.
Nomor laporan hasil pengujian.
Sertifikat analisis. Dalam hal tertentu diperlukan sertifikat
analisis yang memuat:

i.

Nama dan alamat pabrik atau lembaga yang

ii.
iii.
iv.
v.
vi.

menerbitkan;
Nomor sertifikat;
Nama bahan atau produk dan bentuk sediaan;
Nomor bets;
Hasil pengujian dan nilai batas standar;
Tanggal dan tanda tangan petugas yang melakukan
pengujian dan manajer pengawasan mutu

12.

Mengevaluasi produk jadi yang dikembalikan dan menetapkan apakah


produk tersebut dapat diedarkan kembali atau diproses ulang atau hendaklah
dimusnahkan.
Menurut pedoman cara pembuatan obat tradisional yang baik, produk
jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat
tradisional. Ketika produk jadi tersebut beredar maka dapat terjadi penarikan
kembali

karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa, atau alasan lain

misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan


akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan sehingga
diperlukan evaluasi kembali untuk produk jadi tersebut untuk menetapkan
apakah produk tersebut dapat diedarkan kembali atau dapat dilakukan proses
ulang atau dapat dilakukan pemusnahan produk jadi tersebut. Penarikan
kembali produk yang berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau
seluruh produk tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali
dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi
persyaratan atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak
diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh produk
tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis
produk yang bersangkutan. Keputusan penarikan kembali produk adalah
sebagai berikut:
a. Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri atau
instruksi instansi pemerintah yang berwenang.
b. Keputusan untuk melakukan penarikan kembali suatu produk adalah
tanggung jawab apoteker penanggung jawab teknis dan pimpinan
perusahaan.

c. Keputusan penarikan kembali produk dapat berupa penarikan kembali


satu atau beberapa bets atau seluruh produk yang bersangkutan.
d. Keputusan penarikan kembali produk dapat pula sekaligus merupakan
penghentian pembuatan produk yang bersangkutan.
Produk jadi yang dilakukan penarikan kembali dapat dikategorikan
dalam beberapa produk kembali sebagai berikut:
a. Produk

kembali

yang

masih

memenuhi

spesifikasi,

dapat

dikembalikan ke dalam persediaan.


b. Produk kembali yang dapat diproses ulang.
c. Produk kembali yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat
diproses ulang.

Adapun pelaksanaan penarikan kembali produk jadi dapat dilakukan


dengan beberapa tindakan dibawah ini:
a. Tindakan penarikan kembali hendaklah dilakukan segera setelah
diketahui adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan atau yang
mempunyai efek yang tidak diperhitungkan sebelumnya yang
membahayakan kesehatan.
b. Bagi produk yang mengandung risiko besar terhadap kesehatan selain
tindakan penarikan kembali hendaklah segera diambil tindakan khusus
agar produk yang bersangkutan tidak dipergunakan masyarakat. Dan
di informasi secara luas.

Pelaksanaan penarikan kembali dan tindakan pengamanan secara


efektif, cepat dan tuntas hendaklah didukung oleh sistem dokumentasi yang
baik seperti pada produk kembali yang tidak dapat diolah ulang hendaklah

dimusnahkan dengan dokumentasi yang mencakup berita acara pemusnahan


yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan
dan personil yang menyaksikan pemusnahan. Proses penarikan kembali
produk jadi juga perlu dibuat catatan dan laporan pelaksanaan hasil
penarikan kembali dan embargo produk (CPOT, 2005).

13.

Inspeksi diri
Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua
aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan produk jadi dan penetapan
tindakan perbaikan yang akan dilakukan oleh semua personal industri obat
tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan Obat Tradisional dalam
Industri Obat Tradisional tersebut selalu memenuhi CPOTB.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu,
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi
atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut
program yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip
Pemastian Mutu.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara indipenden dan rinci oleh
personil (-personil) perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah
membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masingmasing dan memahami CPOB.
Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan
minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah
tertulis dalam prosedur inspeksi diri.

Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan hendaklah


mencakup:
a. Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan, bila
memungkinkan
b. Saran untuk tindakan perbaikan.
Pernyataan dari

tindakan yang dilakukan

hendaklah

dicatat.

Hendaklah ada program penindak-lanjutan yang efektif. Manajemen


perusahaan hendaklah mengevaluasi baik laporan inspeksi diri maupun
tindakan perbaikan bila diperlukan
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh
aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi
CPOTB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi
pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut. Inspeksi diri ini
hendaklah dilakukan secara teratur. Tindakan perbaikan yang disarankan
hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri hendaklah ditunjuk
tim inspeksi yang mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOTB.
Hendaklah dibuat prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri.
Untuk mendapatkan standar inspeksi diri yang minimal dan seragam,
maka perlu disusun daftar pemeriksaan selengkap mungkin. Daftar
pemeriksaan hendaklah meliputi pertanyaan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Personalia
Bangunan termasuk fasilitas untuk personalia.
Penyimpanan bahan baku dan produk jadi.
Peralatan.
Pengolahan dan pengemasan.
Pengawasan mutu.
Dokumentasi.
Pemeliharaan gedung dan peralatan.

Tim Inspeksi Diri terdiri dari:


1) Tim inspeksi diri ini ditunjuk oleh pimpinan perusahaan terdiri dari
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang yang ahli di bidang yang berlainan dan
paham mengenai CPOTB.

2) Anggota tim dapat berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar
perusahaan. Tiap anggota tim hendaklah bebas dalam memberikan
penilaian atas hasil inspeksi diri.
Pelaksanaan dan Jeda Waktu Inspeksi Diri meliputi:
1) Inspeksi diri dapat dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan kebutuhan
industri yang bersangkutan.
2) Inspeksi diri yang menyeluruh dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun.
Setelah menyelesaikan inspeksi diri hendaklah dibuat laporan
mencakup:
1) Hasil inspeksi diri.
2) Penilaian dan kesimpulan.
3) Rekomendasi tindak lanjut.
Berdasarkan laporan inspeksi diri maka pimpinan perusahaan
melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan sebagai tindak lanjut
inspeksi diri

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2005, Kriteria Penatalaksanaan
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal, Obat Terstandar, dan
Fitofarmaka, No.HK.00.05.41.1384
BPOM RI. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
KEPMENKES RI NO. 386/ SK/ IV/ 1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional
KEPMENKES RI NO. 261/MENKES/ SK/ IV/ 2009 Tentang Farmakope Herbal
Indonesia Edisi Pertama
Lampiran peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan republik indonesia
nomor hk.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara
pembuatan obat yang baik
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor :HK.00.05.4.1380 Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB)
Pramono, S. 2002. Kontribusi Bahan Obat Alam dalam Mengatasi Krisis Bahan
Obat di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia,1(1),18-20.

Anda mungkin juga menyukai