Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia kehamilan diatas 37
minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya proses persalinan. Ketuban pecah
dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ketuban
pecah dini spontan adalah pecahnya ketuban setelah atau dengan dimulainya persalinan. KPD
memanjang adalah pecahnya ketuban yang terjadi lebih dari 24 jam dan sebelum dimulainya
proses persalinan.
Membran yang mengelilingi kavum amniotik terdiri dari amnion dan korion, yang
merupakan lapisan yang melekat yang mengandung berbagai tipe sel, termasuk sel epitel, sel
mesenkim, dan sel trofoblas, tertanam dalam matriks kolagen. Membran ini mempertahankan
cairan amnion, mensekresikan substansi baik ke dalam cairan amnion maupun ke uterus, dan
melindungi janin dari infeksi yang melibatkan saluran reproduksi. Pada usia kehamilan
aterm, 8-10% wanita hamil mengalami ketuban pecah dini, dan para wanita ini memiliki
risiko infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran
semakin lama.1 KPDP terjadi pada kira-kira 1% dari seluruh kehamilan dan berkaitan dengan
30-40% kelahiran prematur. Hal ini kemudian menjadi penyebab utama yang teridentifikasi
dari kelahiran prematur dan komplikasinya, termasuk sindroma distress pernapasan, infeksi
neonatus, dan perdarahan intraventrikular.
Setelah ketuban pecah dini aterm, 70% kasus memulai persalinan dalam 24 jam, dan
95% dalam 72 jam.9,10 Pada kasus ketuban pecah dini preterm, periode laten sejak pecahnya
ketuban hingga persalinan menurun, berbanding terbalik dengan bertambahnya usia
kehamilan. Misalnya, pada 20-26 minggu kehamilan, rerata periode laten adalah 12 hari;
sedangkan pada 32-34 minggu, hanya 4 hari.
Selaput ketuban manusia terdiri dari lima lapisan terpisah (Gbr. 1), tidak mengandung
pembuluh darah atau saraf, dan nutrisi yang dibutuhkan olehnya dipenuhi oleh cairan amnion.
Rata-rata ketebalan selaput ketuban setelah pelepasan dari dinding uterus adalah sekitar 200-
Gambar 1. Representasi skematik struktur selaput ketuban aterm. Diperlihatkan Komposisi matriks
ekstraselular dari masing-masing lapisan dan tempat produksi matriks metalloproteinase (MMP) dan
metalloproteinase inhibitor jaringan (Tissue Inhibitor of MetalloproteinaseTIMP).
300m, namun karena edema lokal mesoderm amnion, kadang terlihat selaput ketuban yang
lebih tebal. Setelah lahir, lapisan-lapisan berikut dapat dilihat secara histologis (Gbr.2):
- Amnion
o Epitel amnion (20-30m)
o Mesoderm amnion (15-30m)
Lamina basalis atau membran basal
Lapisan stroma kompakta
Lapisan fibroblas
Lapisan spongiosum intermediat (tebal bervariasi)
- Lapisan spongiosum intermediat (tebal bervariasi)
- Chorion laeve
o mesoderm korionik (15-20m)
pembuluh darah
lamina basalis atau membran basal
- Trofoblas (10-50m)
- Desidua kapsularis (hingga 50m)
Lapisan paling dalam, yang terdekat dengan janin, adalah epitel amnion. Sel epitel
amnion mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen (laminin,
nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal, lapisan berikutnya dari amnion.
Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan membran basal membentuk kerangka
fibrosa utama amnion. Kolagen lapisan padat tersebut disekresikan oleh sel mesenkim pada
lapisan fibroblas. Kolagen interstisial (tipe I dan III) predominan dan membentuk ikatan
parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI
membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstisial dan membran basal epitel.
Tidak ada penempatan substansi dasar amorf antara fibril kolagen dalam jaringan ikat amnion
aterm, sehingga amnion mempertahankan daya regangnya sepanjang tahap akhir kehamilan
normal.
lapisan
ini
membentuk
jaringan
longgar
dengan
pulau-pulau
glikoprotein
nonkolagen.10,16
Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion
dan korion. Kandungan yang melimpah dari proteoglikan terhidrasi dan glikoprotein
memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalampreparat histologis, dan mengandung jaringan
nonfibrillar sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediat menyerap tekanan fisik
dengan membuat amnion bergeser di korion dasarnya, yang melekat kuat pada desidua
maternal.
Walaupun korion lebih tebal dari pada amnion, amnion memiliki daya regang yang
Gambar 3. Preparat histologi pewarnaan hematoxylin dan eosin (H&E) membran korioamnion
dari kehamilan 39 minggu yang dilahirkan dengan repeat seksio sesaria sebelum dimulainya proses
persalinan. Pembesaran 200x
lebih besar. Korion menyerupai membran epitel tipikal, dengan polaritasnya yang mengarah
ke desidua maternal. Dengan pertumbuhan kehamilan, vili trofoblas dalam lapisan korion
dari refleksi membran janin (bebas plasenta) berkurang. Di bawah lapisan sitotrofoblas (lebih
dekat ke janin) adalah membran basal dan jaringan ikat korionik, yang kaya akan fibril
kolagen.
Kolagen tipe IV, V, dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidak hanya penting
bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untuk penyembuhan luka dan pertumbuhan
sel. Sudah jelas bukti bahwa banyak dari molekul-molekul ini berinteraksi satu sama lain di
suatu milieu yang sangat kompleks dari bio-regulasi yang memerlukan adanya membran,