Anda di halaman 1dari 9

Agama Islam

IBADAH DAN BIDAH

Tiyas Amalia Anggini


(1A214802)
1EA03

Fakultas Ekonomi
Universitas Gunadarma
Jl. Akses Kelapa Dua Cimanggis, Depok (021) 8710561

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Ibadah dan Bidah.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan masalah ini.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Jakarta, 4 May 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Ibadah di dalam Islam tidak disyariatkan untuk mempersempit atau mempersulit


manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesempitan. Akan tetapi, ibadah
itu disyariatkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemaslahatan besar yang tidak dapat
dihitung jumlahnya.
Pelaksanakan ibadah dalam Islam adalah mudah. Di antara keutamaaan ibadah,
bahwasanya ibadah menyucikan jiwa, membersihkan hati, dan mengangkatnya ke derajat
tertinggi menuju kesempurnaan manusia.

BAB II
A. Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu - - yang artinya melayani
patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis ialah sebutan yang mencakup seluruh apa
yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir
maupun yang bathin. Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis,
dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetpkan Allah
akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah,
adalah :
Wudhu,
Tayammum
Mandi hadats
Shalat
Shiyam ( Puasa )
Haji
Umrah

Prinsip dalam Ibadah:


a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun
al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini selama tidak ada perintah.

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul
oleh Allah adalah untuk memberi contoh:

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah(QS. 64)


Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang,
maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebuthikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu
misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.

2. Ibadah Ghairu Mahdah


Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya
ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain
sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan
Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diselenggarakan. Selama tidak
diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan ibadah ini.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah
bentuk ini tidak dikenal istilah bidah , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang
tidak dikerjakan rasul bidah, maka bidahnya disebut bidah hasanah, sedangkan dalam
ibadahmahdhah disebut bidah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat
atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika
sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d. Azasnya Manfaat, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

B. Pengertian Bidah
Bidah dalam pengertian bahasa adalah:

Sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya.
Bidah dalam agama Islam berarti sebuah peribadahan yang tidak pernah diperintahkan
ataupun dicontohkan oleh Nabi Muhammad atau dikerjakan oleh para sahabat, tetapi banyak
dilakukan oleh umatnya. Hukum dari bid'ah menurut pendapat para ulama Salaf adalah
haram, berdasarkan hadits dari nabi.

Dan perbuatan bidah itu ada dua bagian :


[1] Perbuatan bidah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti adanya penemuanpenemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan
ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal
dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.
[2] Perbuatan bidah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam
dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda : Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di
dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak
diterima). Dan di dalam riwayat lain disebutkan : Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu
amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak.

MACAM-MACAM BIDAH
Bidah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
[1] Bidah qauliyah itiqadiyah : Bidah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti
ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mutazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah
(kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
[2] Bidah fil ibadah : Bidah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa
yang tidak disyariatkan oleh Allah : dan bidah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :
[a]. Bidah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah
yang tidak ada dasarnya dalam syariat Allah Taala, seperti mengerjakan shalat yang tidak
disyariatkan, shiyam yang tidak disyariatkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak
disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.

[b]. Bidah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti
menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.
[c]. Bidah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang
sifatnya tidak disyariatkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara
berjamaah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam
ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
[d]. Bidah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disariatkan, tapi tidak
dikhususkan oleh syariat yang ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Syaban
(tanggal 15 bulan Syaban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam
dan qiyamullail itu di syariatkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu
memerlukan suatu dalil.

BAB III
Penutup
A. KESIMPULAN
Ibadah merupakan suatu uasaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah dalam
islam itu ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Hakikat ibadah
itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan
perendahan diri kepada Allah. Seorang hamba yang ibadahnya ingin dikabulkan hendaklah
haruis memenuhi 2 syarat yaitu ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Bahwa bidah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Adapun
mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan untuk
terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan perindustrian dan alat-alat sekedar untuk
mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi tidak dinamakan bidah.
Bahwa bidah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bidah, walupun tidak ditentukan oleh nash
secara khusus. Misalnya adalah apa yang bisa kita lihat sekarang: orang yang membuat alatalat perang seperti kapal terbang,roket, tank atau selain itu dari sarana-sarana perang modern
yang diniatkan untuk mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum
muslimin maka perbuatannya bukanlah bidah. Bersamaan dengan itu syariat tidak
memberikan nash tertentu dan rasulullah tidak mempergunakan senjata itu ketika bertempur
melawan orang-orang kafir. Namun pembuatan alat-alat seperti itu masuk ke dalam
keumuman firman Allah taala,Dan persiapkanlah oleh kalian untuk mereka (musuh-musuh)

kekuatan yang kamu sanggupi.Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apaapa yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara bidah.
Bahwa bidah semuanya tercela (hadits Al 'Irbadh bin Sariyah dishahihkan oleh syaikh Al
Albani di dalam Ash-Shahiihah no.937 dan al-Irwa no.2455)

B. Kritik dan Saran


Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
al Ghazali, Abu Hamid, 2007. Minhaj al Abidin Ila al Jannah. Jogjakarta: Diva Press.
ash Shiddieqy, Hasbi, 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang.
Syukur, Prof. Amin MA, 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti
Alim, Drs. Muhammad, 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai