DIABETES PRAGESTASIONAL
PADA PRIMIGRAVIDA HAMIL ATERM
Disusun oleh :
Liliani Muslimahwati Tjikoe
20100310212
Diajukan Kepada :
dr. Agung Supriandono, Sp.OG
BAB. I
PENDAHULUAN
1. Identitas Pasien
IDENTITAS
Nama
Ny. E
Umur
31 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Alamat
Salatiga
Tanggal Masuk RS
09 4 - 2015
2. Hasil Pemeriksaan
a. Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang ke poli KIA untuk kontrol rutin kehamilan. Saat itu pasien
mengeluhkan kenceng kenceng yang terasa jarang, gerak janin (+) aktif, rembes
ketuban (-), dan lendir darah (-).
- Riwayat Penyakit Sekarang
USG HPL bayi pasien seharusnya tanggal : 7 4 15. Pasien khawatir karena
belum merasa kenceng kenceng sejak melewati tanggal tersebut. Mual (-), muntah
(-), pusing (-).
-
Pemeriksaan ANC :
Tangal
KU
TD
BB
UK
TFU
DJJ
5 10 14
Kontrol,
keluhan (-)
110 / 80
68kg
14 minggu
2 jari
symphisis
3 12- 14
Kontrol,
keluhan (-)
100 / 80
73 kg
21+4 minggu
Setinggi
umbilical
16 3 15
Kontrol,
keluhan (-)
120 / 90
77 kg
36 +3 minggu
4 jari px
30 3 15
Sudah terasa
kenceng
kenceng
130 / 80
81 kg
38+3minggu
3 jari px
6 4 15
Kenceng
kenceng
(jarang)
100 / 60
81 kg
39+3 minggu
33 m
Riwayat Ginekologi
Menarche : 13 tahun, siklus teratur 28 hari, durasi 7 hari, dismenor (+), keputihan
abnormal (+) gatal (+) berbau (-) perubahan warna (-)
Riwayat Kontrasepsi : (-)
Belum pernah menggunakan KB
Riwayat Menikah :
1x, tahun 2014
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM (+) Sejak 5 tahun yang lalu, pasien rutin kontrol dan sekarang
mendapatkan terapi insulin sampai saat ini ( Novomix 14 0 12). Riwayat HT (-),
Riwayat Alergi (-), Riwayat Asma (-), Riwayat Mondok (-), Riwayat Operasi (-)
: 150 / 90 mmHg
: 81 x/menit
: 20 x/menit
: 36,7 C
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Pemeriksaan Fisik
Normocephal, depresi tulang tengkorak (-)
SI (- / -), CA (-/-), starbismus (-/-), defek kuadrantik mata (-/-)
Keloid (-/-), serumen (-/-), eritema (-/-)
Edem (-/-), eritema (-/-), deviasi septum (-/-), perforasi (-/-)
Sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-), gingivitis (-), tonsilitis (-),
Leher
Thoraks
Abdomen
Pemeriksaan Dalam
Ekstermitas
Leopold III
Leopold IV
divergen
V/U tenang, dinding vagina licin, portio tebal lunak, 1 cm,
KK (+) menonjol, Kepala masih tinggi, STLD (+)
Ekstermitas edem : tangan ( -/- ) kaki (-/-)
Akral dingin : tangan (-/-) kaki (-/-)
Pro Terminasi
Induksi baloning (Folley Chateter) 110 cc
Observasi KU dan VS
Observasi DJJ dan HIS
Tanggal
9 04 - 15
Pemeriksaan
Hasil
Darah Rutin Leukosit: 9.82 (N)
Nilai Rujukan
4. 5 11 (10 /uL)
Hb : 14.1 (N)
12 15 g/dL
Gol Darah O
HbsAg : Negatif
Negative
Protein Urin : +1
Negative
80 144 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang
Tangal
USG
29 10 14
19 - 1214
12 2
15
20 2 15
9 3 15
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Etiologi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua duanya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi, dan diperkirakan
onset atau waktu awal terjadinya diabetes adalah sekitar 7 tahun sebelum diagnosis
ditegakkan.
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI (2006), yang sesuai dengan
klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA), yang terbagi
menjadi 4 kelompok :
diabetes (Kelas I), pregestasional diabetes tanpa komplikasi (Kelas II), dan pregestasional
diabetes dengan komplikasi (Kelas III)
B. Etiologi
Selama kehamilan akan terjadi beberapa perubahan sebagai respon fisiologi
kehamilan. Salah satunya adalah perubahan metabolisme karbohidrat. Hal tersebut
dipengaruhi oleh peningkatan kadar hormon tertentu yang diproduksi oleh plasenta untuk
menjamin ketersediaan nutrisi bagi janin melalui sirkulasi uteroplasenta. Hormon hormon
tersebut fungsinya dapat mencegah ambilan glukosa oleh ibu sehingga dapat menurunkan
penggunaan glukosa oleh ibu. Selama kehamilan, hormon ini menyebabkan terganggunya
intoleransi glukosaprogresif ( yang dapat menyebabkan kadar gula darah yang lebih tinggi).
Untuk mencoba menurunkan kadargula darah, tubuh membuat insulin lebih banyak agar sel
dapat memetabolisme sumber energi. Sehingga pada kehamilan akibat perubahan
metabolisme tersebut dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia puasa, hiperglikemia
postprandial, dan hiperinsulinemia ringan. Biasanya pankreas ibu mampu memproduksi
insulin lebih (sekitar tiga kali jumlah normal) untuk mengatasi efek hormon kehamilan pada
tingkat gula darah. Namun, jika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk
mengatasi efek dari peningkatan hormon selama kehamilan, kadar gula darah akan naik,
mengakibatkan GDM.
.
C. Patogenesis
Kehamilan adalah suatu kondisi diabetogenic ditandai dengan resistensi insulin dengan
peningkatan kompensasi sebagai respon -sel dan hyperinsulinemia. Resistensi insulin
biasanya dimulai pada trimester kedua dan memaju ke seluruh sisa dari kehamilan. Sekresi
hormon plasenta seperti progesteron, kortisol laktogen, plasenta, prolaktin, dan hormon
pertumbuhan, merupakan hormon hormon yang berpengaruh terhadap resistensi insulin
yang terlihat dalam kehamilan. Resistensi pada insulin mungkin berperan dalam memastikan
bahwa janin memiliki tenaga yang cukup dari glukosa dengan mengubah metabolisme energi
ibu dari karbohidrat ke lemak. Wanita dengan GDM memiliki keparahan yang lebih besar
dari resistensi insulin dibandingkan dengan resistensi insulin terlihat pada kehamilan normal.
Mereka juga memiliki penurunan dari peningkatan kompensasi dalam sekresi insulin,
khususnya pada fase pertama sekresi insulin. Penurunan pada insulin fase pertama mungkin
menandakan kerusakan fungsi sel Beta pankreas. Ada juga kebanyakan wanita dengan GDM
yang memiliki bukti autoimun sel islet. Prevalensi dilaporkan antibodi sel islet pada wanita
dengan GDM berkisar 1,6-38%. Prevalensi autoantibodi lain, termasuk autoantibodi insulin
dan antibodi asam glutamat dekarboksilase, juga telah variabel. Wanita-wanita ini mungkin
menghadapi risiko untuk mengembangkan bentuk autoimun diabetes di kemudian
hari.
Perubahan fisiologi
selama kehamilan
Metabolisme
karbohidrat
Peminimalan
penggunaan
glukosa oleh ibu
Resistensi Insulin
(esterogen,
progesteron, hPL)
Transport
Glukosa (GLUT
1 & GLUT 3)
Nurtrisi
Janin
Hipoglikemia puasa,
Hiperglikemia
postprandial, dan
hiperinsulinemia
ringan
Menyekat
ambilan dan
penggunaan
glukosa di perifer
Memfasilitasi ambilan
glukosa plasenta (mikrovili
sinsitiotofroblast)
D. Faktor Risiko
Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko terkena GDM selama kehamilan :
1.
Kelebihan berat badan sebelum hamil (lebih 20% dari berat badan ideal). Merupakan
1. Diabetes Melitus Gestasional : Adalah diagnosis atau awitan Diabetes Melitus yang
terjadi pada saat kehamilan
2. Diabetes Melitus Pragestasional : Adalah diagnosis atau awitan Diabetes Melitus yang
terjadi pada saat sebelum kehamilan
Menurut penlitian dari International Asscociation of Diabetes and Pregnancy Study
Groups tahun 2010, diagnosis diabetes melitus gestasional dapat berupa Tes Tolenrasi
Glukosa Oral (TTGO) . Tes ini adalah rutin untuk semua wanita hamil.. Banyak di antara ibuibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme
glukosa pada waktu hamil. Sebelum melakukan tes tersebut, maka pasien harus menjaankan
beberapa prosedur antara lain :
a. Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar minimal
150 gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil
laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat yang
dapat mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid (kortison),
kontrasepsi oral, estrogen, anticonvulsant, diuretik, tiazid, salisilat, asam askorbat.
Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol.
b. Sebelum dilakukan tes, penderita harus berpuasa minimal 8 jam dan maksimal selama
14 jam.
c. Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut : Pagi hari setelah puasa,
penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa darah puasa. Penderita
mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya.
d. Penderita diberikan beban glukosa sebesar 75 gram dan 100gram yang dilarutkan
dalam segelas air (250ml).
e. Pada waktu jam, 1 jam, 1 jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk
pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan kandung
kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.
f. Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen,
merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat.
Interpretasi Hasil dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
F. Komplikasi
Komplikasi akibat GDM bisa berlaku pada janin dan juga pada ibu. Komplikasi janin
termasuk makrosomia, hipoglikemia neonatal, kematian perinatal, kelainan bawaan,
hiperbilirubinemia,
polisitemia,
hypocalcemia,
dan
sindrom gangguan
pernapasan.
Makrosomia, yang didefinisikan sebagai berat lahir> 4.000 g, terjadi pada 20-30% bayi yang
ibunya menderita GDM. Faktor lain yang dapat diperlihat pada ibu yang memicukan
peningkatan insiden kelahiran janin makrosomia termasuk hiperglikemia, Body Mass Index
(BMI) tinggi, usia yang lebih tua, multiparitas. Dengan ini, kasus makrosomia dapat
menyebabkan untuk morbiditas janin meningkat sewaktu dilahirkan, seperti distosia bahu,
dan meningkatkan risiko kelahiran secara sactio caesaria. Hipoglikemia neonatal dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah dilahirkan . Hal ini adalah karena ibu yang hiperglikemia dapat
menyebabkan janin hiperinsulinemia Komplikasi jangka panjang pada janin dengan ibu
GDM termasuk peningkatan risiko intoleransi glukosa, diabetes, dan obesitas. kemungkinan
terjadimya kelainan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
peningkatan risiko diabetes setelah kehamilan dibandingkan dengan populasi umum, dengan
tingkat konversi hingga 3% pertahun.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Perawatan prakonsepsi (edukasi)
2. Non-farmakologis (diet dan olahraga)
3. Farmakologis (oho dan insulin)
a. Perawatan Prakonsepsi
Dalam hal ini ibu harus diedukasi betapa pentingnya mengontrol kadar glukosa
sebelum konsepsi direncanakan. Ibu harus diedukasi agar mengobati kadar glukosanya
terlebih dahulu agar terkontrol, sehingga saat konsepsi terjadi kondisi ibu sudah mendukung
untuk menjamin perkembangan janin yang optimal. Jika kadar glukosa ibu belum terkontrol,
dikhawatirkan dapat berkembang menjadi penyulit kehamilan yang nantinya dapat membawa
efek buruk baik pada ibu maupun pada janin.
b. Diet
Bagi wanita yang berat badannya normal, ADA merekomendasikan asupan kalori 30
35 kka/kg/BB setiap hari yang dikonsumsi sebagai 3 kali makanan berat, dan 3 kali
makanan ringan. Untuk wanita yang bderat badannya kurang, jumlah tersebut dapat
ditingkatkan menjadi 40 kkal/kg/BB/hari. Bagi mereka yang beratnya di atas 120 persen berat
ideal, asupan dikurangi menjadi 24kka/kgBB setiap hari. Komposisi diet ideal adalah 55%
karbohidrat, 20% protein, dan 25% lemak dengan <10% lemak jenuh didalamnya.
c. Olahraga
Pada beberapa penilitan tentang efek olahraga terhadap diabetes pada kehamilan
menyimpulkan bahwa olahraga dapat memperbaiki kebugaran, kardiorespirasi, namun tidak
teralu berpengaruh terhadap perubahan hasil akhir kehamilan. Pada penelitian lainnya juga
didapatkan bahwa akitifitas fisik selama kehamilan dapat mengurangi resiko diabetes
gestasional.
d. Obat Hipoglikemia Oral
Pada tahun 2001, American Collage of Obstetrican and Gynecologist belum
menganjurkan penggunaan obat OHO pada diabetes gestasional. Namun beberapa tahun
setelahnya sudah banyak penelitian yang meneliti tentang beberapa obat, diantaranya adalah
gliburid. Pada tahun 2005 berbagai penilitian menyimpulkan bahwa tidak terjadi peningkatan
resiko perinatal pada penggunaan obat ini dalam mengobat diabetes gestasional, dan keadaan
hipoglikemia dilaporkan lebih jarang terjadi dibandingkan dengan penggunaan insulin.
Setelah itu obat lainnya yang
H. Pencegahan Komplikasi
Surveilans metabolik ibu harus diarahkan dalam mendeteksi hiperglikemia parah cukup
untuk menentukan kadar risiko efek pada janin. Pemantauan diri glukosa darah harian
(SMBG) tampaknya lebih unggul mengetahui kadar gula darah yang benar. Bagi wanita yang
diobati dengan insulin, bukti-bukti terbatas menunjukkan bahwa pemantauan postprandial
lebihunggul dari pemantaun preprandial.
Pemantauan keton urin mungkin berguna dalam mendeteksi kalori yang idak memadai
atau asupan karbohidrat pada wanita diperlakukan dengan pembatasan kalori. Surveilans ibu
harus mencakup tekanan darah dan protein urin pemantauan untuk mendeteksi gangguan
hipertensi. Surveilans harus dipertingkatkan bagi kehamilan berisiko tinggi kerana dapat
menyebabakan kematian pada janin , terutama ketika kadar glukosa puasa melebihi 105 mg /
dl (5,8 mmol / l) atau jangka masa kehamilan berlanjut. Inisiasi, frekuensi, dan teknik khusus
yang digunakan untuk menilai kesejahteraan janin akan tergantung pada risiko kumulatif
janin bergantung dari GDM dan kondisi medis lain / kondisi obstetri yang hadir.
Penilaian pertumbuhan janin asimetris dengan ultrasonografi, terutama di awal trimester
ketiga, dapat membantu dalam mengidentifikasi janin yang dapat manfaat dari terapi insulin
ibu. ADA merekomendasikan semua wanita dengan GDM harus diskrininguntuk intoleransi
glukosa dari pada minggu ke enam sampai ke dua belas setelah melahirkan. Pada wanita yang
mendapat kelainan pada kadar glukosa darah selama kehamilan memiliki risiko terbesar
untuk mendapat intoleransi glukosa postpartum. Semua wanita dengan riwayat gestational
diabetes harus dididik tentang modifikasi gaya hidup dan risiko akibat resistensi insulin. Jika
hasil pada minggu ke enam setelah melahirkan janin menunjukkan gangguan glukosa puasa
atau toleransi, pasien harus diuji ulang setiap tahun. Semua wanita dengan GDM harus
menerima intensif terapi dan latihan program individu ditentukan karena mereka mempunyai
risiko tinggi terkena diabetes. Mereka perlu dirujukan pada para medis dengan keahlian
dalam pendidikan dan perawatan diabetes dewasa untuk wanita dengan kelainan kadar
glukosa pada postpartum.
Prognosis
Kehamilan kedua dalam waktu 1 tahun dari kehamilan sebelumnya yang mempunyai
GDM memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Wanita didiagnosa dengan GDM memiliki
peningkatan risiko terkena diabetes melitus di masa depan. Wanita yang membutuhkan
insulin pengobatan sewaktu kehamilan kerana didiagnosa dengan GDM mempunyai risiko
tinggi untuk mendapat diabetes kerana telah mempunyai antibodi yang terkait dengan
diabetes (seperti antibodi terhadap dekarboksilase glutamat, islet sel antibodi dan / atau
antigen insulinoma-2), berbanding wanita dengan dua kehamilan sebelumnya dan pada
wanita yang gemuk. Wanita membutuhkan insulin untuk mengelola gestational diabetes
memiliki resiko 50% terkena diabetes dalam lima tahun ke depan. Tergantung pada populasi
yang diteliti, kriteria diagnostik dan panjang tindak lanjut, risiko dapat bervariasi sangat
besar. Risiko tampaknya tertinggi dalam 5 tahun pertama, mencapai dataran tinggi
setelahnya. Penelitian lain menemukan risiko diabetes setelah GDM lebih dari 25% setelah
15 tahun.
BAB. III
PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan
diagnosis pada pasien adalah : Diabetes Pragestasional dengan Preeklampsia ringan, pada
primigravida, H. Aterm ( 39 + 6 minggu), Belum Dalam Persalinan Diagnosis diabetes
pragestasional didasarkan pada bahwa pasien telah menderita DM sekitar 5 tahun sebelum
kehamilan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah mengalami diabetes
melitus overt (nyata). Perbedaan Diagnosis awal menurut anamnesis adalah pada awalnya
pasien datang dengan kondisi tekanan darah yang tinggi, sehingga selain diabetes pada
pasien dicurigai terjadinya hipertensi gestasional. Namun setelah dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut ternyata terdapat hasil +1 pada pemeriksaan urin, yang membuat diagnosis
berubah meenjadi diabetes pragestasional dengan preeklampsia ringan. Diduga
peeklampsia yang terjadi pada pasien tidak lepas dari pengaruh komplikasi diabetes yang
terjadi. Seperti yang kita ketahui pada pasien diabetes terjadi perubahan viskositas darah
sehingga darah menjadi lebih kental, dan terjadi penumpukan glukosa pada epitel
pembuluh darah yang nantinya dapat mengganggu perfusi jaringan endotel pembuluh
darah. Hal tersebut dapat meningkatkan stress oksidatif yang bersifat toksis terhadap
pembuluh darah. Akhirnya pembuluh darah tersebut akan mengeluarkan beberapa
mediator vasporessor (tromboksan) yang nantinya dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah sehingga hasil akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan
darah.
Pada ibu dengan penyulit kehamilan seperti pada pasien tersebut, efek yang
ditakutkan adalah terjadi penyulit perinatal yang dapat mempengaruhi janin. Pada USG
sebelumnya sudah didapatkan gambaran polihidramnion. Hal tersebut termasuk dalam
efek yang disebabkan diabetes melitus pada ibu. Menurut penelitian, index cairan amnion
berbanding lurus dengan kadar glukosa amnion itu sendiri. Sehingga pada ibu dengan
diabetes melitus, kadar glukosa amnion menjadi lebih tinggi sehingga cairan amnion
menambah jumlah produksinya agar dapat menyesuaikan jumlah cairannya dengan kadar
glukosa yang terkandung.
Selain itu, berdasarkan data perkembangan TFU berdasarkan usia kehamilan, tidak
didapatkan ketidaksesuaian antara ukuran dan usia kehamilan yang menandakan pada
waktu periode pertumbuhan janin, janin tidak mengalami perubahan pertumbuhan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan BBL : 2950 gram, yang menandakan tidak terjadi
peningkatan pertumbuhan janin (makrosomia) yang sering terjadi khususnya pada ibu
BAB. IV
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pendekatan diagnosis yang dilakukan, baik dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik diagnosis pada pasien adalah
DAFTAR PUSTAKA
-
Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD. 2004.
Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill.
Winknjosastro H. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 732-35.