Nim
: 13340093
Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk
membuat surat edaran kepada para kepala daerah. Isi surat edaran itu adalah mengenai
diskresi kebijakan dan administrasi.
"(Isinya) Bahwa hal yang bersifat kebijakan tak bisa dipidanakan dan kedua
permasalahan administratif diselesaikan secara administratif," kata Pramono di Istana
Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (26/8/2015).
Pramono menyebutkan bahwa latar belakang penerbitan surat edaran adalah karena para
kepala daerah masih takut mencairkan anggaran. Padahal nantinya ada tim dari
kejaksaan yang akan mendampingi.
"Surat edaran ini pemberitahuan ke daerah bahwa sekarang mari gunakan uang secara
benar. Itu diatur rinci. Kebijakan kan begini, selama tidak mencuri, tidak korupsi, tidak
menerima suap, gratifikasi, monggo," imbuh Pramono.
Dia juga menjelaskan bahwa selama ini BPK dan BPKP memberi waktu 60 hari kepada
kepala daerah untuk menindaklanjuti temuan mereka. Tetapi pada praktiknya, sebelum
habis 60 hari banyak kepala daerah yang sudah ditindak oleh aparat penegak hukum.
Maka dari itu jika kesalahannya masih bersifat administratif nantinya akan dikenakan
sanksi administratif juga sesuai UU No 30/2014. Tetapi jika sudah terbukti ada unsur
pidana, maka lampu hijau diberikan kepada para penegak hukum.
"Selama mereka tak mencuri maka mereka diberi jaminan secara hukum. Tapi kalau
mereka mencuri maka kewenangan kejaksaan, kepolisian, dan KPK malah didorong
oleh Presiden," kata Pramono.
Saat ini masih ada dana di daerah sebesar Rp 273 triliun yang belum dicairkan. Para
kepala daerah takut mencairkan anggaran karena takut terkena sanksi pidana.
(bpn/hri)
Analsis/Tanggapan:
Surat edaran presiden Jokowi diatas membuka peluang penyalah gunaan
wewenang, jabatan dan pengambilan kebijakan diluar BPK dan BPKP. Dengan adanya
surat edaran ini kepala daerah di seluruh Indonesia akan lebih leluasa mengambil
kebijakan akan tetapi hal ini berimplikasi pada sulitnya pengawasan kepala-kepala
daerah dan juga tidak adanya hukum yang menjerat kepala daerah jika terjadi
penyalahgunaan jabatan dalam mengambil kebijakan.
Penyalahgunaan jabatan/wewenang yang dapat terjadi akibat surat edaran
presiden Jokowi tersebut dapat terjadi dalam bermacam-macam bentul sebagaimana
teori-teori berikut:
a. Konsep penyalahgunaan wewenang dalam Hukum Adiministrasi Negara
(HAN) yaitu:
1. Detournement de pouvoir atau melampaui batas kekuasaaan;
2. Abuse de droit atau sewenang-wenang.
bertentangan
dengan
kepentingan
umum
atau
untuk
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda
paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dalam artikel tersebut disebutkan sebagaimana berikut:
"Selama mereka tak mencuri maka mereka diberi jaminan secara hukum.
Tapi kalau mereka mencuri maka kewenangan kejaksaan, kepolisian, dan
KPK malah didorong oleh Presiden," kata Pramono.
&
Jika kesalahannya masih bersifat administratif nantinya akan dikenakan
sanksi administratif juga sesuai UU No 30/2014. Tetapi jika sudah terbukti
ada unsur pidana, maka lampu hijau diberikan kepada para penegak
hukum.
Pada dasarnya kedua konsep tersebut dimana tindak Pidana tetap ditindak oleh Penegak
Hukum dan Tindak Administratif mendapat sanksi administratif merupakan konsep
yang menarik. Akan tetapi kelemahan yang ditimbulkan sudah dapat diamati, yaitu
tindak pidana KKN dan Nepotisme akan sulit untuk dijerat dengan hukum pidana
berkaitan dengan penyelidikan dan pembuktian karena terdapat celah hukum yang dapat
dimanfaatkan yaitu berupa penyelesaian administratif. Penyelesaian administratif
kemudian membatasi peran hukum pidana dalam penindakan kepala daerah yang
menyalahgunakan jabatan. Dengan begitu pelaksanaan dan implikasi Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juga akan terbatasi
dalam penyelesaian sengketa kebijakan kepala daerah. Padahal secara substansi,
Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 telah mengatur berbagai aspek yang kiranya
dapat menjerat berbagai modus operandi tindak pidana korupsi yang semakin rumit.