Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuh kembang anak memiliki kebutuhan terdiri dari kebutuhan fisik
biomedis (Asuh), kebutuhan kasih sayang (Asih) dan kebutuhan stimulasi
mental (Asah). Dari ketiga kebutuhan tersebut, kebutuhan fisik biomedis yang
memuat kebutuhan gizi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting.
Gizi dianggap sebagai modal dasar anak untuk mengembangkan potensi
genetiknya secara optimal (Soetjiningsih, 1995).
Lima tahun pertama tumbuh kembang anak merupakan masa yang
paling penting dalam pertumbuhan anak, pada masa ini terjadi pertumbuhan
dan perkembangan biologis, psikososial, kognitif dan spiritual yang sangat
signifikan. Anak usia membutuhkan nutrisi yang mempunyai nilai gizi yang
mencukupi dan seimbang. Nutrisi yang tidak terpenuhi dapat mempengaruhi
tumbuh kembang anak (Santrock, 2011).
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi serta
makanan bayi yang sempurna (Roesli, 2000).
Pemberian ASI jangka panjang dapat bermanfaat untuk kesehatan
mental anak karena ASI kaya asam lemak dan kandungan esensial lain untuk
perkembangan otak bayi. Asam lemak yang berhubungan dengan
perkembangan sel saraf, retina dan otak; docosahexaenoic dan arachidonic
acid yang hanya terdapat pada ASI. Kedua juga mampu meningkatkan daya
penglihatan dan respon motorik pada bayi dan anak (Jedrychowsky dkk,
2011).
Studi populasi yang dilakukan pada bayi cukup bulan, mayoritas
menunjukkan efek positif pada perkembangan kognitif pada bayi yang
disusui ASI. Studi yang dilakukan Pollock (1994) menunjukkan bahwa bayi
yang disusui selama setidaknya 3 bulan memiliki statistik signifikan

meskipun terdapat perbaikan kecil dalam skor gambar dan kosakata rata-rata
pada 5 tahun dan skor kemampuan pada 10 tahun.
Pemerintah Indonesia sudah melakukan kampanye pemberian Air Susu
Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO).
Dahulu pemberian ASI ekslusif berlangsung sampai bayi berusia 4 bulan,
namun belakangan sangat dianjurkan agar ASI eksklusif diberikan sampai
anak berusia 6 bulan. Bahkan ASI dapat diberikan hingga usia 2 tahun selama
produksi ASI masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum
ASI.
Mitos serta persepsi yang salah mengenai ASI dan media yang
memasarkan susu formula, serta kurangnya dukungan masyarakat menjadi
hal- hal yang dapat mempengaruhi ibu dalam menyusui. Ibu bekerja serta
kesibukan sosial juga mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI.
Keadaan ini dapat menyebabkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
menjadi tidak maksimal dan menyebabkan terhambatnya tumbuh kembang
anak karena asupan zat gizi yang tidak seimbang.
Secara nasional cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia
berfluktuasi selama 3 tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada
bayi 0-5 bulan turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008,
namun meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi 61,3%. Sedangkan cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada
tahun 2007 menjadi 24,3% pada tahun 2008 dan naik lagi menjadi 34,3%
pada tahun 2009. Alasan yang menjadi penyebab kegagalan praktek ASI
eksklusif bermacam-macam seperti budaya memberikan makanan pralaktal,
memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar, menghentikan
pemberian ASI karena bayi atau ibu sakit, ibu harus bekerja, dan ibu ingin
mencoba susu formula.

1.2 Permasalahan Penelitian


Berdasarkan latar belakang telah dijabarkan, maka rumusan masalah
penelitian yaitu: Bagaimana hubungan lama pemberian ASI terhadap tingkat
inteligensi anak usia 5-7 tahun di desa Jemaras Kidul kecamatan Klangenan
kabupaten Cirebon?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan lama pemberian ASI terhadap
tingkat inteligensi anak usia 5-7 tahun di desa Jemaras Kidul kecamatan
Klangenan kabupaten Cirebon.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mendskripsikan lama pemberian ASI saat bayi pada anak usia 5-7
tahun di desa Jemaras Kidul kecamatan Klangenan kabupaten
Cirebon.
2.

Mendeskripsikan tingkat inteligensi anak usia 5-7 tahun di desa Jemaras


Kidul kecamatan Klangenan kabupaten Cirebon

3.

Menganalisis korelasi hubungan lama pemberian ASI terhadap tingkat


inteligensi anak usia 5-7 tahun di desa Jemaras Kidul kecamatan
Klangenan kabupaten Cirebon

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan lama
pemberian ASI terhadap tingkat inteligensi anak usia 5-7 tahun.
1.4.2 Manfaat praktis
a) Melalui

penelitian

ini

peneliti

dapat

menerapkan

dan

memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan dan

menambah

pengetahuan

dan

pengalaman

dalam

membuat

penelitian ilmiah.
b) Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai manfaat lama
pemberian ASI pada tigkat inteligensi anak.
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1. Keaslian Penelitian
Peneliti
Virgian, K

Judul Penelitian

Tahun
Penelitian

Hubungan
Lama
Pemberian
ASI
dengan Status Gizi
dan
Tingkat
Kecerdasan
Anak
Usia 3-5 Tahun di
kecamatan Kalidoni
Palembang
Tahun
2012

2012

Desain
Penelitian
Deskriptif
dengan
pendekatan
cross
sectional

Hasil Penelitian
Diperoleh bahwa penelitian
menunjukkan lama pemberian
ASI > 1 2 tahun sebesar
56,4%
,
87,3%
anak
mempunyai status gizi baik dan
67,3% anak memiliki IQ tinggi.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut di atas


adalah :
1. Variabel penelitian yaitu anak usia 3-5 tahun, tempat penelitian yaitu di
kecamatan Kalidoni Palembang dan tahun penelitian yaitu tahun 2012.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ASI
2.1.1 Definisi ASI
ASI

adalah air susu yang keluar dari seorang ibu pasca

melahirkan bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu


cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti sel darah putih,
antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang
dapat membunuh bakteri dan virus. ASI eksklusif adalah pemberian
hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain, baik berupa susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, maupun makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2005).
ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan yang ideal untuk bayi
terutama pada bulan-bulan pertama, karena mengandung zat gizi yang
diperlukan bayi untuk membangun dan menyediakan energi (Pudjiadi,
2000). ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya
makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI
cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu,
secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ
pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistem
pencernaan bayi usia dini belum diberikan pada bayi ASI saja hingga
usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun.
2.1.2 Komposisi ASI
Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3
bagian yaitu kolostrum, ASI transisi/ peralihan, dan ASI matur.
Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti
infeksi dan berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih dibanding ASI
matur, serta kadar karbohidrat dan lemak yang rendah, volume tersebut

mendekati kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2 hari dan
kolostrum harus diberikan pada bayi (Roesli, 2000).
Kolostrum merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang
membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir
segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang
mendapat ASI pada minggu pertama sering defekasi dan feses berwarna
hitam (Yuliarti, 2003).
ASI transisi atau peralihan adalah ASI yang keluar setelah
kolostrum sebelum menjadi ASI matang, kadar protein semakin rendah
sedangkan karbohidrat dan lemak semakin tinggi dan volume makin
meningkat (Roesli, 2000).
ASI matur merupakan ASI yang keluar sekitar hari ke-14
sampai seterusnya, dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu
yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI merupakan satusatunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai 6
bulan (Roesli, 2000).
ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5 %, oleh
karena itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat
tambahan air walaupun berada ditempat yang suhu udara panas.
Kekentalan ASI sesuai dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu
formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat
menyebabkan terjadinya diare pada bayi yang mendapat susu formula
(Badriul, 2008).
Komposisi ASI terdiri dari :
a) Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi
sebagai salah satu sumber untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat
dalam ASI hamper dua kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan
pada susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak
terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada

ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah melewati masa


ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil (Badriul, 2008).
b) Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya
berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Protein
dalam ASI dan susu formula terdiri dari protein whey dan casein.
Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang
lebih mudah diserap oleh usus bayi., sedangkan susu formula lebih
banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh
usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya 30%
dibanding susu formula yang mengandung protein ini dalam jumlah
yang tinggi (80%) (Badriul, 2008).
c) Lemak
Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian
meningkat jumlahnya. Lemak ASI berubah kadarnya setiap kali
diisap oleh bayi yang terjadi secara otomatis. Komposisi lemak
pada 5 menit pertama isapan akan berbeda dengan 10 menit
kemudian. Kadar lemak pada hari pertama berbeda dengan hari
kedua dan akan berubah menurut perkembangan bayi dan
kebutuhan energi yang dibutuhkan bayi (Yuliarti, 2004).
Selain jumlahnya yang mencukupi, jenis lamak yang ada
dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang merupakan
lemak kebutuhan sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta
mempunyai jumlah yang cukup tinggi. Dalam bentuk Omega 3,
Omega 6, DHA (Docoso Hexsaconic Acid) dan Acachidonid acid
merupakan komponen penting untuk meilinasi. Asam linoleat ada
di dalam ASI dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak ASI mudah
dicerna dan diserap oleh bayi karena ASI juga mengandung enzim
lipase yang mencerna lemak trigliserida menjadi digliserida,
sehingga sedikit lemak yang tidak diserap oleh sistem pencernaan
bayi (Yuliarti, 2004)

d) Mineral
ASI

mengandung

mineral

yang

lengkap,

walaupun

kadarnya relatif rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6


bulan. Zat besi dan kalsium di dalam ASI merupakan mineral yang
sangat stabil dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Garam
organik yang terdapat di dalam ASI terutama adalah kalsium,
kalium, sedangkan kadar Cu, Fe, dan Mn yang merupakan bahan
untuk pembuat darah relatif sedikit. Ca dan P yang merupakan
bahan pembentuk tulang kadarnya dalam ASI cukup (Soetjiningsih,
1995).
e) Vitamin K
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang
berfungsi sebagai faktor pembekuan. Kadar vitamin K di dalam
ASI hanya seperempatnya kadar dalam susu formula. Bayi yang
hanya mendapat ASI berisiko untuk mengalami perdarahan,
walaupun angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh karena itu pada
bayi baru lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya dalam
bentuk suntikan (Badriul, 2008).
f) Vitamin D
Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit
vitamin D. hal ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur
bayi pada pagi hari maka bayi akan mendapat tambahan vitamin D
yang berasal dari sinar matahari. Sehingga pemberian ASI eklusif
ditambah dengan membiarkan bayi terpapar pada sinar matahari
pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena
kekurangan vitamin K (Badriul, 2008).
g) Vitamin E
Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan
dinding

sel

darah

merah.

Kekurangan

vitamin

dapat

menyebabkan terjadinya kekurangan darah (anemia hemolitik).

Keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E nya tinggi terutama


pada kolostrum dan ASI transisi awal (Badriul, 2008).
h) Vitamin A
Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga
berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan
pertumbuhan. ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja
vitamin A, tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten (Badriul,
2008).
i) Vitamin yang larut dalam air
Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin
B, asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang
dikonsumsi ibu berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI.
Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar
vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin rendah pada ibu dengan
gizi kurang (Badriul, 2008).
2.1.3 Manfaat ASI
Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi
oleh susu formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi
tetapi juga bagi ibu yang menyusui (Rulina, 2007).
Manfaat ASI bagi bayi:
a) ASI merupakan sumber gizi sempurna
ASI mengandung zat gizi berkualitas tinggi yang berguna
untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Faktor
pembentukan sel-sel otak terutama DHA dalam kadar tinggi. ASI
juga mengandung whey (protein utama dari susu yang berbentuk
cair) lebih banyak dari casein (protein utama dari susu yang
berbentuk gumpalan).komposisi ini menyebabkan ASI mudah
diserap oleh bayi (Rulina, 2007).

b) ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi


Bayi sudah dibekali immunoglobulin (zat kekebalan tubuh)
yang didapat dari ibunya melalui plasenta. Tapi, segera setelah bayi
lahir kadar zat ini akan turun cepat sekali. Tubuh bayi baru
memproduksi immunoglobulin dalam jumlah yang cukup pada usia
3

- 4 bulan. Saat kadar immunoglubolin bawaan menurun,

sementara produksi sendiri belum mencukupi, bisa muncul


kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Di sinilah ASI berperan
bisa menghilangkan atau setidaknya mengurangi kesenjangan yang
mungkin timbul. ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang
mampu melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri,
virus, dan jamur. Colostrum (cairan pertama yang mendahului ASI)
mengandung zat immunoglobulin 10 - 17 kali lebih banyak dari
ASI (Cahyadi, 2007).
c) ASI eklusif meningkatkan kecerdasan dan kemandirian anak
Fakta-fakta ilmiah membuktikan, bayi dapat tumbuh lebih
sehat dan cerdas bila diberi air susu ibu (ASI) secara eksklusif pada
4 - 6 bulan pertama bayi di antaranya taurin, yaitu suatu bentuk
zat putih telur khusus, laktosa atau hidrat arang utama dari ASI, dan
asam lemak ikatan panjang - antara lain DHA dan AA yang
merupakan asam lemak utama dari ASI (Albert, 2007).
Hasil penelitian tahun 1993 terhadap 1.000 bayi prematur
membuktikan, bayi-bayi prematur yang mendapat ASI eksklusif
mempunyai IQ lebih tinggi secara bermakna yaitu 8,3 poin lebih
tinggi dibanding bayi premature yang tidak diberi ASI. Pada
penelitian menunjukkan anak-anak usia 9,5 tahun yang ketika bayi
mendapat ASI eksklusif, ditemukan memiliki IQ mencapai 12,9
poin lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang ketika bayi tidak
mendapatkan ASI (Albert, 2007)
Secara teori, telah diketahui bahwa ASI memiliki
kandungan lemak yang terdiri dari asam linoleat dan kolesterol

10

yang dibutuhkan untuk perkembangan otak. Selain itu, ASI juga


mengandung asam lemak tak jenuh rantai panjang (Polyunsaturated
fatty acids), seperti DHA dan AA yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA
dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan
kecerdasan anak (Depkes RI, 2001). Menurut FAO/WHO kadar
kedua komponen tersebut yang tepat untuk

mengoptimalkan

perkembangan otak adalah 90 mg/100 gram untuk DHA dan 100


mg/100 gram untuk AA (Depkes RI, 2008).
Komponen penting ASI, yaitu AA dan DHA membentuk
membran neuron dan permeabilitas membran sebagai faktor kunci
komunikasi antar neuron. Selain itu penting dalam perkembangan
dan pemeliharaan otak yang mempengaruhi fungsi kognitif. Selain
AA dan DHA, Taurin merupakan asam amino penting yang
terdapat dalam ASI dengan konsentrasi tinggi. Taurin memiliki
peran penting dalam perkembangan jaringan otak (Soetjiningsih,
1995).
d) ASI meningkatkan jalinan kasih sayang
Jalinan kasih sayang yang baik adalah landasan terciptanya
keadaan yang disebut secure attachment. Anak yang tumbuh dalam
suasana aman akan menjadi anak yang berkepribadian tangguh,
percaya diri, mandiri, peduli lingkungan dan pandai menempatkan
diri. Bayi yang mendapat ASI secara eksklusif. akan sering dalam
dekapan ibu saat menyusu, mendengar detak jantung ibu, dan
gerakan pernapasan ibu yang telah dikenalnya dan

juga akan

sering merasakan situasi seperti saat dalam kandungan: terlindung,


aman dan tenteram (Soetjiningsih, 1995).
Manfaat menyusui bagi ibu:
a) mengurangi resiko kanker payudara
Menyusui

setidaknya

sampai

bulan

mengurangi

kemungkinan ibu menderita kanker payudara, kanker rahim, kanker

11

indung telur. Perlindungan terhadap kanker payudara sesuai dengan


lama pemberian ASI. Ibu yang menyusui akan terhindar dari kanker
payudara sebanyak 20%-30%. Berdasarkan penelitian dari 30
negara pada 50.000 ibu menyusui dan 97.000 tidak menyusui
kemungkinan kejadian kanker payudara lebih rendah pada ibu
menyusui. Jika menyusui lebih dari 2 tahun ibu akan lebih jarang
menderita kanker payudara sebanyak 50% (Roesli, 2007).
b) Metode KB paling aman
Kuisioner digunakan untuk memperoleh data dari para ibu
di Nigeria untuk mengetahui dampak menyusui dengan jarak
kelahiran anak secara alami. Jarak kelahiran anak lebih panjang
pada ibu yang menyusui secara eklusif dari pada yang tidak
(Roesli, 2007).
c) Kepraktisan dalam pemberian ASI
ASI dapat segera diberikan pada bayi, segar, siap pakai dan
mudah pemberiannya sehingga tidak terlalu merepotkan ibu
(Krisna, 2007)
d) Ekonomis
Dengan memberikan ASI, ibu tidak memerlukan untuk
makanan bayi sampai berumur 4-6 bulan. Dengan demikian akan
menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu
formula dan peralatannya (Soetjiningsih, 1995).
2.2 Inteligensi
2.2.1 Definisi Inteligensi
Inteligensi adalah perwujudan dari suatu daya dalam diri manusia
yang mempengaruhi kemampuan seseorang di berbagai bidang.
Menurut David

Wechsler,

inteligensi

adalah kemampuan

untuk

bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi


lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan

12

proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat
diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai
tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir
rasional itu (Nuraeni, 2012).
Ada 3 arti mengenai mengenai inteligensi, 1) inteligensi adalah
kapasitas bawaan yang diterima anak dari orang tuanya melalui gen
yang akan menentukan perkembangan mentalnya; 2) inteligensi
mengacu pada pandai, cepat bertindak, bagu dalam penalaran dan
pemahaman, serta efisien dalam aktifitas mental; 3) inteligensi adalah
umur mental atau skor dari suatu tes inteligensi (Nuraeni, 2012).
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi
Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi inteligensi yaitu faktor
bawaan atau keturunan dan faktor lingkungan (Syamsu, 2009).
a) Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari
satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar,
korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya
adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar
0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak
kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap
berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah
saling kenal (Syamsu, 2009).
b) Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa
sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahanperubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang
dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat

13

kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang


amat penting (Syamsu, 2009).
2.2.3 Perkembangan Inteligensi Anak
Perkembangan intelegensi anak menurut Piaget mengandung tiga
aspek yaitu structure, content, dan function. Jadi, intelegensi anak yang
sedang mengalami perkembangan, struktur (structure) dan content
intelegensinya berubah atau berkembang. Di mana fungsi dan adaptasi
akan tersusun sedemikian rupa, sehingga melahirkan rangkaian
perkembangan, dan masing-masing mempunyai struktur psikologis
khusus yang menentukan kecakapan pikiran anak. Adapun tahap-tahap
perkembangan menurut Piaget ialah kematangan, pengalaman fisik atau
lingkungan, transmisi sosial, dan equilibrium atau self regulation.
Selanjutnya Piaget membagi tingkat perkembangan sebagai tahap:
sensori motor, berpikir pra operasional, berpikir operasional konkret,
dan berpikir operasional formal (Syamsu, 2009).
1)

Tahap sensori-motor (0-2 tahun)


sebagaimana
pendahulu

dikemukakan
refleksologi,

satu

oleh I.P.
refleks

Pavlov yang
bisa

menjadi

berpindah

dan

dikembangkan dengan reflek-reflek lain melalui kondisi-kondisi


yang dibuat dari luar (lingkungan) sebagai inti dasar rangkaian
gerak atau perbuatan yang sederhana, terutama pada gerak motorik
(Syamsu, 2009).
2)

Tahap berpikir praoperasional (2-7 tahun)


kemampuan mempergunakan simbol. Fungsi simbolik, yakni
kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak
terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu hal
mewakili sesuatu yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisa nyata
atau abstrak. Misalnya pisau yang terbuat dari plastik adalah
sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya (Syamsu,
2009).

14

3)

Tahap berpikir operasional konkret (7-11 tahun)


Pada masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan bermacammacam tugas. Menurut Piaget, anak-anak pada masa operasional
konkret ini bisa melakukan tugas-tugas konservasi dengan baik
(Syamsu, 2009).

4)

Tahap berpikir operasional formal (11-15 tahun)


Pada tahap ini, seorang anak memperkembangkan kemampuan
kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak
bisa memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi,
sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang akan terjadi (Syamsu,
2009).

2.2.4 Macam-macam Tes Inteligensi


a) Tes Stanford-Binet
Revisi terhadap Skala Stanford-Binet yang diterbitkan pada
tahun 1972, yaitu norma penilaiannya yang diperbaharui. Tes-tes
dalam skala ini dikelompokkan menurut berbagai level usia mulai
dari Usia II sampai dengan Usia Dewasa-Superior. Dalam masingmasing tes untuk setiap level usia terisi soal-soal dengan taraf
kesukaran yang tidak jauh berbeda. Bagi setiap level usia terdapat
pula tes pengganti yang setara, sehingga apabila suatu tes pada
level usia tertentu tidak dapat digunakan karena sesuatu hal maka
tes penggantipun dapat dimanfaatkan (Nuraeni, 2012).
Skala Stanford-Binet dikenakan secara individual dan soalsoalnya diberikan secara lisan oleh pemberi tes. Oleh karena itu
pemberi tes haruslah orang yang mempunyai latar belakang
pendidikan yang cukup di bidang psikologi, sangat terlatih dalam
penyajian tesnya, dan mengenal betul isi berbagai tes dalam skala
tersebut. Skala ini tidak cocok untuk dikenakan pada orang
dewasa, karena level tersebut merupakan level intelektual dan

15

dimaksudkan hanya sebagai batas-batas usia mental yang mungkin


dicapai oleh anak-anak (Nuraeni, 2012).
Versi terbaru skala Stanford-Binet diterbitkan pada tahun
1986. Dalam revisi terakhir ini konsep inteligensi dikelompokkan
menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing diwakili oleh
beberapa tes. Yaitu penalaran verbal, penalaran kuantitatif,
penalaran visual abstrak, memori jangka pendek (Nuraeni, 2012).
b) Wechlser Intelligence Scale for Children Revised (WISC R)
Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun
1974 dan dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak usia
6 sampai dengan 16 tahun. WISC-R terdiri atas 12 sub tes yang dua
diantaranya

digunakan

hanya

sebagai

persediaan

apabila

diperlukan penggantian sub tes. Kedua belas sub tes tersebut


dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu skala Verbal (verbal)
yang

terdiri

dari

information

(informasi),

comprehension

(pemahaman), arithmetic (hitungan), similiarites (kesamaan),


vocabulary (kosakata), dan digit span (rentang angka). Golongan
kedua adalah skala performansi (performance) yang terdiri dari
picture completion (kelengkapan gambar), picture arrangement
(susunan gambar), block design (rancangan balok), object
assembly (perakitan objek), coding (sandi), mazes (taman sesat).
Sub tes Rentang Angka merupaka sub tes pelengkap yang hanya
dipergunakan apabila salah satu diantara subtes verbal lainnya,
karena sesuatu hal semisal kekeliruan pemakaian, tidak dapat
digunakan. Sub tes Taman sesat dapat pula digunakan sebagai
pengganti sub tes Sandi atau dapat pula digunakan sebagai
pengganti sub tes performasi manapun yang tidak dapt dipakai.
Dengan demikian, skor subjek tetap didasarkan atas lima sub tes
dari skala Verbal dan lima sub tes dari skala Performasi. Pemberian
skor pada subtes WISC-R didasarkan atas kebenaran jawaban dan
waktu yang diperlukan oleh subjek dalam memberikan jawaban

16

yang benar tersebut. Melalui prosedur pemberian skor yang telah


ditentukan, setiap subjek akan memperoleh skor pada masingmasing subtes. Skor tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam
bentuk angka standar melalui tabel norma sehingga akhirnya
diperoleh suatu angka IQ deviasi untuk skala verbal, satu angka
IQ-deviasi untuk skala verbal dan satu angka IQ-deviasi untuk
skala performansi, dan satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan
angka (Nuraeni, 2012).
c) The Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R)
Skala Weschler pertama kali diterbitkan pada tahun 1939
dengan nama Weschler-Bellevue (W-B). Sasaran utama test ini
adalah untuk menyediakan test intelegensi bagi orang dewasa. Test
ini dirancang untuk anak-anak sekolah dan diadaptasikan untuk
orang dewasa dengan menambahkan beberapa soal yang lebih
sulit.

Penekanan

berlebihan

pada

kecepatan

yang

tidak

menguntungkan bagi orang dewasa, manipulasi yang relatif rutin


atas kata-kata, dan tidak dapat diterapkannya norma umur pada
orang-orang dewasa membuat test W-B dikembangkan. Dalam
bentuk dan isi, skala ini menetapkan pola dasar untuk semua skala
Weschler, yang masing-masing akan menambah penyempurnaan.
W-B itu sendiri ditambahkan pada tahun 1955 oleh WAIS, yang
memperbaiki sejumlah kekurangan teknis skala terdahulu dalam
kaitan dengan ukuran representativitas sampel normatif dan
reliabilitas sub tes-sub tes (Nuraeni, 2012).
WAIS telah mengalami revisi, dan diberi nama Weschler
Adult Scale-Revised (WAIS-R) yang mencakup jangkauan umur
16 sampai 74 tahun. Sebagaimana versi WAIS sebelumnya, WAISR terdiri dari skala Verbal dan skala Performansi. Kedua skala
tersebtu

masing-masing

menghasilkan

IQ-verbal

dan

IQ-

performansi, sedangkan kombinasi keduanya menjadi dasar untuk


perhitungan IQ deviasi sebagai IQ keseluruhan. Masing-masing

17

test memiliki minimal 5 subtes dan maksimal 7 subtes. Secara


lebih terperinci, isi masing-masing subtes dalam skala Verbal, yaitu
subtes Informasi, berisi 29 pertanyaan mengenai pengetahuan
umum yang dianggap dapat diperoleh oleh setiap orang dimana dia
berada. Pertanyaan-pertanyaan tersebut disusun menurut taraf
kesukaran yang semakin meningkat. Sedapat mungkin jenis
pertanyaan yang diajukan tidak berkaitan dengan pengetahuan
khusus yang dipelajari di sekolah (Nuraeni, 2012).
d) Standard Progressive Matrices
SPM merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi
yang dapat diberikan secara individual maupun secara kelompok.
Skala ini dirancang oleh J. C. Raven dan diterbitkan terakhir kali
oleh H. K. Lewis & Co. Ltd. London pada tahun 1960. SPM
merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya
diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan
dalam bentuk gambar-gambar. Karena instruksi pengerjaannya
diberikan secara lisan maka skala ini dapat digunakan untuk subjek
yang buta huruf. Diciptakan pertama kali di tahun 1936, diterbitkan
pertama kali di tahun 1938, SPM telah mengalami berbagai revisi
sampai revisi terakhir yang dijumpai di Indonesia yaitu revisi tahun
1960 (Nuraeni, 2012).
Penyusunan

SPM

didasari

oleh

konsep

inteligensi

Spearman, yaitu konsepsinya mengenai eduksi hubungan dan


eduksi korelasi. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes
kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi
umum (Raven, 1960 dalam Azwar 1996). Tes SPM terdiri atas 60
buah soal yang berupa gambar-gambar. Setiap soal berupa sebuah
gambar besar yang berlubang dan di bawah gambar besar tersebut
terdapat 6 atau 8 buah gambar kecil sebagai pilihan jawaban.
Subjek diminta memilih salah satu gambar kecil yang dapat
dipakai untuk menutup lubang pada gambar besar sehingga

18

terbentuk pola yang benar berdasarkan penalaran tertentu.


Keenampuluh soal terbagi dalam lima seri yang masing-masing
berisi 12 soal yang disajikan dalam sebuah buku. Seri pertama,
yaitu Seri A, merupakan seri yang paling mudah dicari dasar
penalarannya. Selanjutnya taraf kesurakaran soal akan semakin
meningkat dan masing-masing seri menuntut pengerahan kapasitas
intelektual yang lebih, agar dapat menemukan dasar penalaran
yang berlaku bagi setiap seri soal. Setiap subjek diberi soal yang
sama dan menuliskan jawabannya pada suatu lembar jawaban
khusus yang disediakan. Subjek harus bekerja dengan cepat dan
teliti sejak awal hingga akhir tes. Bagi setiap jawaban yang benar,
subjek mendapat skor 1. Skor total pada skala ini adalah
banyaknya soal yang dapat dijawab dengan benar oleh subjek yang
kemudian akan diintepretasikan secara normatif menurut sebuah
tabel norma penilaian. Dari lima seri yang masing-masing terdiri
atas 12 buah soal, keseluruhan tes memuat 60 soal, akan tetapi skor
maksimal yang dapat diperoleh oleh subjek adalah 58 dikarenakan
dua soal pertama pada Seri A merupakan soal contoh yang tidak
diberi skor. SPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi
menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam
beberapa ketegori, menurut besarnya skor dan usia subjek yang
dites, yaitu grade I (kapasitas intelektual superior), grade II
(kapasitas intelektual di atas rata-rata), grade III (kapasitas
intelektual rata-rata), grade IV (kapasitas intelektual di bawah ratarata), grade V (kapasitas intelektual terhambat) (Nuraeni, 2012).
e) Coloured Progressive Matrices
Dikeluarkan pada tahun 1938, CPM merupakan salah satu
tes Ravens Progressive Matrices (sering disebut hanya sebagai
Matriks Ravens) dari 2 tes lainnya, yaitu Standar Progressive

19

Matrices (SPM) dan Advanced Progressive Matrices (APM)


(Nuraeni, 2012).
Pertama kali digunakan di Britania Raya pada tahun 1938 dalam
penelitian mengenai asal usul genetik dan lingkungan dari
kemampuan kognitif (Nuraeni, 2012).
Tujuan tes CPM adalah untuk mengungkapkan taraf
kecerdasan atau mengukur inteligensi umum, dimana CPM dapat
mendeskripsikan kemampuan abstrak atau pemahaman non verbal.
Peserta tes CPM adalah anak-anak berusia 5-11 tahunbaik normal
maupun bagi anak abnormal, dapat juga digunakan untuk orangorang yang lanjut usia dan bahkan untuk anak-anak defective
(Nuraeni, 2012).
Skoring CPM terdiri dari 36 gambar, gambar-gambar
tersebut dikelompokkan menjadi 3 kelompok atau 3 set yaitu set A,
set Ab, dan set B yang masing-masing terdiri dari 12 soal.
Persoalan CPM bergerak dari mudah ke sulit, yang menuntut
keakuratan diskriminasi. Soal-soal yang lebih sulit melibatkan
analogi, permutasi, perubahan poin dan hubungan yang logis
(Anastasi & Urbina, 2003). Tiap item terdiri dari sebuah gambar
besar yang berlubang dan dibawahnya terdapat 6 gambar penutup.
Tugas testi adalah memilih salah satu diantara gambar ini yang
tepat untuk menutupi kekosongan pada gambar besar (Nuraeni,
2012).
Cara penilaian (skoring) pada tes ini adalah memberi nilai 1
pada jawaban yang benar, dan nilai 0 pada jawaban yang salah.
Sehingga skor mentah atau Raw Scored maksimal yang dapat
diperoleh adalah 36 (RS maksimal= 36). Setelah Raw Score
diperoleh, maka tester perlu mengubah skor tersebut ke dalam
20

bentuk persentil, sesuai dengan Usia Kronologis (CA) testee. Jika


sudah diubah menjadi persentil, maka tester akan dapat
menggolongkan testee ke dalam Grade dan Kapasitas Intelektual
(Nuraeni, 2012).

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan teori pada tinjauan pustaka diatas, maka dibuat kerangka
teori sebagai berikut :
Faktor
Genetik

Lama pemberian
ASI

Faktor Kebiasaan

Intelegensi
Anak
Pola Makan/Asupan
Nutrisi Vitamin

Skema 1. Kerangka Teori


2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas, peneliti memilih faktor kebiasaan
hidup yaitu lamanya pemberian ASI, dengan pengetahuan bahwa faktor
kebiasaan hidup yaitu lamanya pemberian ASI dapat memberikan
pengaruh terhadap intelegensi anak.
21

VARIABEL BEBAS

VARIABEL TERIKAT

Lama pemberian ASI

Tingkat intelegensi anak

Skema 2. Kerangka Konsep


2.5. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah disusun, maka diajukan
hipotesis penelitian: Ada hubungan antara lamanya pemberian ASI
terhadap tingkat intelegensi anak usia 5-7 tahun.

22

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Psikologi dan merupakan penilitin observasional.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada waktu dan tempat yang dijelaskan
sebagai berikut :
Waktu

Tempat

: Desa Jemaras Kidul Kec. Klangenan Kab. Cirebon

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional
retrospektif dengan menggunakan studi cross sectional menggunakan
kuesioner dan tes inteligensi untuk menilai gambaran lama pemberian ASI
terhadap intelegensi anak.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi target dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki
anak usia 5-7 tahun. Alasan penulis memilih tingkat tersebut adalah
karena penulis mengganggap pada usia tersebut mulai terlihat
perkembangan intelegensi karena memasuki awal tahap operasi
konkret.
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah ibu yang
memiliki anak usia 5-7 tahun di wilayah Desa Jemaras Kidul
Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon

23

3.4.2 Sampel Penelitian


3.4.2.1 Kriteria inklusi
a) Ibu dan anak usia 5-7 tahun yang tinggal di wilayah Desa
Jemaras Kidul
b) Ibu yang mempunyai anak usia 5-7 tahun dan memberikan
ASI saat bayi
c) Ibu yang bersedia menjadi responden
3.4.2.2 Kriteria eksklusi
a) Ibu yang memiliki anak usia 5-7 tahun tetapi tidak
memberikan ASI saat bayi
b) Anak usia 5-7 tahun yang memiliki riwayat BBLR
c) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
3.4.3 Cara sampling
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara sampel acak
sederhana (simple random sampling) dimana jumlah ibu yang memiliki
anak usia 5-7 tahun yang dipilih dalam populasi terjangkau mempunyai
kesempatan yang sama untuk ikut serta sebagai sampel penelitian.
3.4.4 Besar sampel
Cara menentukan ukuran sampel dengan rumus Solvin sebagai
berikut :
IV.

Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05)

24

Jumlah ibu yang memiliki anak usia 5-7 tahun yang ada dalam populasi
adalah sebanyak 65 orang maka didapatkan :
n=

65
1+65(0,0025)

n = 40
Sehingga berdasarkan rumus tersebut maka didapatkan jumlah sampel
minimal sebanyak 40 Orang.
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas (Independen)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah lamanya pemberian
ASI.
3.5.2 Variabel Terikat (dependen)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat intelegensi
anak.
3.5.3 Variabel Perancu
Variabel perancu dalam penelitian ini adalah Genetik.
3.6 Definisi Operasional Variabel
Tabel 2. Definisi Operasional
Variabel

Definisi

Hasil ukur

Skala ukur

operasional
Lama

Adalah lama

pemberian

pemberian ASI

responden memberikan

ASI

responden terhadap

ASI < 6 bulan

anaknya hingga
disapih

1. Sebentar, jika

2. Cepat, jika responden


memberikan ASI
sampai 6 bulan
3. Sedang, jika responden
memberikan ASI

25

Ordinal

selama 6 bulan hingga 1


tahun
4. Lama, jika responden
memberikan ASI
selama 1-2 tahun
Tingkat

Adalah penilaian

intelegensi

tingkat inteligensi

anak

anak berdasarkan

1.

Grade I : Kapasitas Ordinal


intelektual Superior.

2.

tes inteligensi

Grade II : Kapasitas
intelektual

Di

atas

rata-rata
3.

Grade III : Kapasitas


intelektual Rata-rata.

4.

Grade IV : Kapasitas
intelektual Di bawah
rata-rata.

5.

Grade V : Kapasitas
intelektual Terhambat.

3.7 Cara Pengumpulan Data


3.7.1 Bahan dan alat
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner
yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan lamanya pemberian
ASI terhadap tingkat intelegensi anak serta menggunakan tes inteligensi
Coloured Progressive Matrice (CPM) tes. Jenis data yang digunakan
pada penelitian ini adalah data primer. Kuesioner dan tes CPM ini
diberikan pada sampel penelitian, yaitu .
Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
bagaimana hubungan lamanya pemberian ASI terhadap tingkat
intelegensi anak.

26

Kuesioner yang digunakan terdiri dari :


1. Identitas, berisikan identitas responden meliputi nama, usia, alamat
dan jumlah anak.
2. Aktivitas pemberian ASI, berisikan pertanyaan tentang jumlah
pemberian ASI selama sehari.
3. Asupan nutrisi, berisikan pertanyaan tentang pola asupan nutrisi ibu
selama masa menyusui.
4. Lama pemberian ASI, berisikan pertanyaan tentang lamanya
pemberian ASI terhadap anak hingga anak tersebut disapih.
3.7.2 Prosedur penelitian
Prosedur penelitian dilaksanakan dalam 3 tahap, yang meliputi :
1. Tahap persiapan
a. Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu kesioner
b. Mengurus surat izin dan melakukan koordinasi dengan Kepala
Desa Jemaras Kidul kecamatan Klangenan kabupaten Cirebon
c. Menetapkan jadwal kegiatan
2. Tahap pelaksanaan
a. Menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian kepada
responden serta meminta persetujuan (informed consent)
b. Memberikan kuesioner kepada responden dan diminta untuk
mengisi kuesioner tersebut untuk kemudian dianalisis menjadi
hasil penelitian
3. Tahap penyelesaian
a. Mengolah data dan menganalisis data
b. Menyusun laporan penelitian

27

3.8 Alur Penelitian


c.
Penyiapan
d.
kuesioner

Pengumpulan
responden yang
akan diteliti

Memberikan
kuesioner kepada
responden

Mengolah data
dan menganalisis
data

Pengumpulan
data

Skema 3. Alur Penelitian


3.9 Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
a. Editing (pengeditan data)
Menyunting data yang diperoleh sehingga apabila terjadi
kesalahan dapat segera dibenahi, meliputi kelengkapan jawaban dari
pertanyaan yang disediakan, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan
yang disediakan, maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
b. Tabulating
Mengelompokkan data sesuai variabel yang diteliti agar
memudahkan analisis data.
c. Entry
Memasukkan hasil jawaban pada program komputer.
d. Cleaning

28

Memeriksa kembali apakah ada kesalahan data sehingga data


benar-benar siap untuk dianalisis.
3.9.2 Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan diolah dengan menggunakan
analisis univariat dan bivariat, yaitu :
a. Analisis univariat
Analisis yang dilakukan untuk menggambarkan distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti baik variabel
bebas (lama pemberian ASI) maupun terikat (tingkat intelegensi
anak).
b. Analisis bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel yaitu variabel bebas maupun variabel terikat
dengan menggunakan uji korelasi Spearman.
Seluruh pengolahan dan analisis data dilakukan pada penelitian
ini yaitu dengan menggunakan program komputer.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian

yang

dilakukan

merupakan

tugas

proposal

yang

menggunakan subyek manusia, oleh karena itu sebelum melakukan


penelitian ini diminta persetujuan etik terlebih dahulu dari Komite Etika
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati.
Kemudian surat permohonan dan persetujuan juga dimintakan kepada
Kepala Desa Jemaras Kidul Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon
untuk melakukan penelitian yang intinya berisi:
1. Izin dan persetujuan untuk melakukan penelitian di Desa Jemaras
Kidul Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon

29

2. Pemberitahuan dan rekomendasi kepada penulis untuk melakukan


penelitian di Desa Jemaras Kidul Kecamatan Klangenan Kabupaten
Cirebon
Seluruh responden diberi penjelasan mengenai penelitian yang akan
dilakukan yaitu tujuan, manfaat, prosedur penelitian dan jaminan terhadap
kerahasiaan semua informasi dan data diri responden. Kemudian responden
yang bersedia secara sukarela ikut dalam penelitian ini diminta persetujuan
secara tertulis dengan mengisi surat persetujuan (informed consent).

30

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (2003) Psikologi Umum. Jakarta, Rineka Cipta.
Belfield, C. R. & Kelly, I. R. (2010) The Benefits of Breastfeeding
Across the Early Years of Childhood. National bureau of
economic
Terdapat

research.
dari:

[Online]

Working

Paper

16496.

http://www.nber.org/papers/w16496

[Diakses 25 Juni 2014].


Depkes RI. (2001) Buku Panduan Manajemen Laktasi. Jakarta, Direktorat Gizi
Masyarakat.
Hegar, B. & Sahetapy, M. (2009) Air Susu Ibu dan Kesehatan
Saluran Cerna. Ikatan Dokter Anak Indonesia . [Online].
Terdapat

dari:

http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?

q=20091029105942 [Diakses 15 Mei 2014].


Jedrychowski, W., Perera, F., Jankowski, J., Butscher, M., Mroz, E., Flak, E., et al.
(2011) Effect of Exclusive Breastfeeding on the Development of
Childrens Cognitive Function in the Krakow Prospective Birth Cohort
Study. Europe Journal of Pediatri, Juni.
Linkages. (2002) Pemberian ASI Eksklusif, Academy For Educational
Development.

Linkages

Project.

[Online].

www.linkagesproject.org [Diakses 25 Juni 2014].

31

Terdapat

dari:

Marat, S. (2006) Psikologi Perkembangan. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.


Nuraeni. (2012) Tes Psikologi: Tes Inteligensi dan Tes bakat. Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
Pollock, J. I. (1994). "Long-term associations with infant feeding in a clinically
advantaged population of babies." Developmental Medicine and Child
Neurology 36(5): 429-440.
Roesli, U. (2005) Mengenal ASI Eksklusif Seri 1. Jakarta, Trubus Agriwidya.
Roesli, U. (2008) Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta, Pustaka
Bunda.
Rulina, S. (2007) Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Santrock. (2011) Masa Perkembangan Anak Buku 2 Edisi 11. Jakarta, Salemba
Humanik.
Soetjiningsih. (1995) Tumbuh Kembang Anak. Jakarta, EGC.
Soetjiningsih. (1997) ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta, EGC.
Suradi, R. (2008) Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Syamsu, Y. (2009) Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Virgian, K. (2012) Hubungan Lama Pemberian ASI dengan Status Gizi dan
Tingkat Kecerdasan Anak Usia 3-5 Tahun di Kecamatan Kalidoni
Palembang Tahun 2012. Palembang, Poltekkes Kemenkes Palembang.

32

World Health Organization. (2002) Global strategy for infant and young child
feeding. Geneva, World Health Organization.
Yuliarti, H. (2010). Keajaiban ASI. Yogyakarta, Andi Offset.

33

Anda mungkin juga menyukai