ABSTRACT
The results of this descriptive study indicate that changes in land use in the city of
Bandar Lampung going along with the growth and development of urban areas
reflects the rate; patterns and the impact of variation in each part of the city.
Factor of economic growth, population growth and community preferences
(which is a reflection of the variable capital, information, and accessibility) are
factors trigger land-use changes that are reflected in changing patterns of land use
areas of the city. Therefore, it takes a variety of incentives and dis- incentives
policy in the control of land use change, given the opportunity cost of owned land
resources, both economic and non-economic.
In addition, in an effort to achieve sustainable urban development, the expansion
of public access is needed in determining the allocation of land use and the
provision of public space is increasingly widespread and qualified as a service
provided by the city government to the citizens. At the same time, the city
government to seriously land consolidation efforts and the establishment of land
banks (land banking) in an effort to anticipate the economic development in the
era of globalization and the free market.
Keywords: land use; growth area; spatial
I.
PENDAHULUAN
Fenomena kebutuhan terhadap lahan cenderung terus meningkat yang
merupakan resultan dari perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk.
Pada gilirannya hal tersebut akan melahirkan gejala persaingan penggunaan lahan,
yang sesungguhnya merupakan manifestasi dari berlakunya hukum permintaan
(demand) dan penawaran (supply). Hal tersebut dapat dipahami, mengingat lahan
merupakan sumberdaya alam yang amat penting. Hampir semua aspek kehidupan
dan pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan
permasalahan lahan. Seiring dengan terjadinya pertumbuhan wilayah --termasuk
di dalamnya pertumbuhan kota--, kebutuhan (demand) akan sumberdaya lahan
cenderung meningkat. Sementara itu dilihat dari ketersediaannya dalam arti luasan
lahan dalam batas administratif bersifat terbatas (in-elastic).
Oleh karena itu dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi, yang
ditandai oleh perkembangan sektor industri, meningkatnya aktivitas dan ragam
spesialisasi di luar bidang pertanian serta pertambahan jumlah penduduk yang
antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi, diduga akan mengakibatkan
tekanan-tekanan terhadap lahan pertanian dan memicu terjadinya pergeseran pola
142
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
lahan dari sudut kualitas dan lokasi lahan dari pusat pasar. Kedua komponen
tersebut dalam kenyataannya mudah dihitung dan dilihat secara realistis
dibandingkan dengan komponen lain yang mempengaruhi nilai lahan, seperti:
sosial; politik; lingkungan estetika (yang merupakan komponen yang tidak
terukur). Dengan sifat yang tidak terukur inilah menyebabkan lahan yang
memiliki nilai sosial; politik; lingkungan dan estetika tinggi, kalah atau bahkan
dikalahkandalam persaingan penggunaan lahan. Fenomena ini secara empiris
sering terjadi terutama di wilayah perkotaan.
Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Propinsi Lampung mengalami laju
perkembangan wilayah yang relatif pesat dan karenanya merupakan wilayah yang
strategis. Hal tersebut antara lain dikarenakan kedudukannya sebagai pusat
kegiatan wilayah (PKW) dalam rencana tata ruang wilayah nasional. Selain itu
Bandar Lampung juga merupakan wilayah/ kota transit bagi pemakai jasa
perhubungan antar pulau, yaitu Pulau Jawa dan Sumatera. Bahkan wilayah ini
juga merupakan pusat pelayanan jasa distribusi serta hinterland bagi wilayah
sekitarnya, seperti: Sumatera Bagian Selatan; Banten maupun DKI. Dengan
demikian intensitas arus pergerakan orang (tenaga kerja), barang dan jasa di
wilayah ini cukup tinggi. Fenomena tersebut pada gilirannya telah menjadikan
wilayah ini telah berkembang dengan pesat, yang antara lain ditandai oleh
perkembangan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif
cukup tinggi, serta pengembangan aksesibilitas yang semakin meningkat.
Dengan demikian, menjadi mudah dipahami jika penggunaan lahan
cenderung bersifat dinamis, bukan saja karena terdapat banyak faktor yang
berpengaruh dalam pemanfaatan dan penggunaan lahan yang terjadi di suatu
wilayah. Akan tetapi terjadinya perubahan penggunaan lahan tersebut membawa
implikasi yang signifikan terhadap keragaan perekonomian, alokasi sumberdaya
dan tenaga kerja maupun struktur tata ruang pada wilayah yang bersangkutan.
Dalam kerangka pemikiran seperti itulah studi dan penelitian ini dilakukan.
II.
METODE PENELITIAN
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Penggunaan Lahan
Perkampungan
Pertanian
Hutan
Rawa
Perusahaan
Industri
Jasa-jasa
Lainnya
Tanah Kosong Tidak Digunakan
Total
Tahun 1999
4392.44
11727.21
784.1
9.75
406.3
253.3
367.85
1231.58
46.02
100
Tahun 2010
6325.19
10448.44
532.62
5.5
312.76
488.93
438.2
1150.64
19.72
100
Perub.
44
-10.9
-32.07
-43.58
-23.02
93.02
19.12
-6.57
-57.14
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tahun
2000
162682.16
65056
623509
37553.13
361044
803950
536588
296643
728002.01
3615027.3
2008
247576.76
78885.16
1064499.8
39050.24
445025.21
1037250.5
890120.9
1159261.3
840637.71
5802307.6
Laju
per-th)
6.52
2.65
8.84
0.49
2.9
3.62
8.23
36.34
1.93
7.56
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
pertahun. Sedangkan laju pertumbuhan paling kecil terdapat pada sektor listrik
dan air bersih yang besarnya 0.49% pertahuan selama hampir satu dekade.
Secara kompetitif sektor perekonomian penyumbang pertumbuhan wilayah
juga dapat diketahui pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Nilai LQ dan Shift-Share Sektor Perekonomian di Kota Bandar
Lampung Tahun 2000 dan 2008
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sektor Perekonomian
Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan Tanpa Migas
Listrik & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan, Perswaan & Jasa Persh
Jasa-Jasa
Nilai LQ
2000
0.09
0.68
1.27
3.05
1.9
1.4
2.66
2.22
2.17
2008
0.1
0.56
1.35
1.81
1.54
1.12
2.39
2.52
1.89
Nilai
Diff.
Shift
Ket
0.14
-0.13
0.22
-0.57
-0.17
-0.2
-0.05
0.71
-0.07
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Apa yang hendak dikemukakan disini adalah, bahwa discount rate individu lebih
besar daripada discount rate masyarakat. Sehingga pada gilirannya dapat
mengancam keberlanjutan (sustainability) di dalam pengelolaan dan pemanfaatan
lahan bagi kesejahteraan masyarakat maupun lingkungan hidup di masa- masa
yang akan datang.
Pada gilirannya, kondisi tersebut akan membuat pola perubahan penggunaan
lahan pada masing- masing wilayah kota akan berbeda tergantung pada arah dan
laju pengembangan wilayahnya. Semakin banyak penggunaan lahan yang mampu
menawarkan land rent tinggi, maka pola konversinyapun akan semakin kompleks.
Hal ini sering dijumpai pada pusat-pusat pertumbuhan yang relatif baru
berkembang di kawasan perkotaan. Hal ini mengingat pusat pertumbuhan
biasanya dicerminkan sebagai pusat pelayanan, perdagangan, industri dan jasa,
terus ditumbuhi oleh berbagai kegiatan yang semakin kompleks dan semakin
memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Atas dasar itu, apabila tidak dilakukan regulasi yang tepat dapatlah
dikemukakan, bahwa mekanisme pasar gagal di dalam mengalokasikan lahan
secara optimal ditinjau dari titik pandang masyarakat secara keseluruhan.
Kegagalan mekanisme pasar tersebut sangat merugikan pembangunan yang
sedang dilaksanakan di negara berkembang (termasuk Indonesia), terutama jika
ditinjau dari perspektif jangka panjang karena opportunitas penggunaan
sumberdaya lahan relatif sangat besar (Nasoetion & Rustiadi, 1990), terutama
perubahan tanah yang bersifat irreversible.
Fenomena menarik yang didapatkan, bahwa kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah kota cenderung mengikuti mekanisme pasar yang membiarkan lahan
sawah terkonversi ke non-sawah dan ini banyak terjadi di wilayah pinggiran kota
(urban fringe). Hal tersebut menunjukkan, bahwa di wilayah Kota Bandar
Lampung, fenomena konversi lahan pertanian yang terjadi relevan dengan hasil
studi Saefulhakim (1994), dimana pada daerah-daerah yang produktivitas
tanahnya cukup tinggi untuk tanaman pangan, areal perumahan berkembang
sangat pesat. Tanah-tanah yang kurang produktif kurang digemari bagi
pengembangan perumahan. Kenyataan ini menunjukkan adanya korelasi nyata
antara suitabilitas tanah untuk tanaman pangan dengan suitabilitas tanah untuk
lokasi perumahan. Namun karena posisi tawar penggunaan perumahan yang jauh
lebih tinggi dari penggunaan tanaman pangan, penggunaan perumahan dapat
dengan mudah memenangkan arena kompetisi penggunaan tanah.
Lebih jauh dikemukakan bahwa, aksesibilitas suatu daerah kabupaten/ pusat
pertumbuhan terhadap ibukota propinsi/ pusat pertumbuhan yang lebih besar
berkorelasi nyata positif dengan perkembangan perumahan di daerah/kabupaten
tersebut. Selain itu, dapat dijelaskan, bahwa kuatnya pola perkembangan
perumahan yang cenderung linear mengikuti jalur prasarana perhubungan.
Dengan kedekatannya dengan jalur prasarana perhubungan, biaya pergerakan
antar ruang bisa ditekan. Tingginya peran aksesibilitas lokasi terhadap pusat
pemerintahan dalam mendorong perkembangan perumahan dan built-up area,
dapat dipandang sebagai indikasi kuatnya kolaborasi negara dan swasta dalam
menentukan dinamika tata ruang ekonomi wilayah.
150
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Perencanaan
Tata Ruang
Pengendalian
Pemanfaatan
Ruang
Indikasi Program
Strategis
Investasi
Perijinan
Insentif & Disinsentif
Rekomendasi Peninjauan
RTRW
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Rencana tata ruang yang dimaksudkan disini adalah sebagai suatu proses
yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan atau pemanfaatan tata ruang dan
pengendalian pelaksanaan atau pemanfaatan ruang yang harus terkait satu sama
lain (lihat Gambar). Jadi di dalam penataan ruang terkandung pengertian
mengenai tata ruang. Pada dasarnya penataan ruang bertujuan untuk
terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya
pengawasan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya, serta
tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang ini juga
dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dalam kaitannya
dengan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan itu sendiri dicirikan antara lain semakin meningkat dan
beragamnya aktivitas kegiatan pembangunan di luar bidang pertanian, yang pada
gilirannya akan mendorong terjadinya pengelompokan penduduk maupun
kegiatan perekonomian, sehingga terjadi ketimpangan antar wilayah maupun antar
golongan penduduk. Ketidakmerataan ini akan menjadi semakin besar, bila tidak
ditangani secara mendasar dan berlanjut.
Sementara itu, penggunaan lahan merupakan suatu jenis usaha manusia
secara bertahap maupun berkala untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
materiil maupun spirituil dengan memanfaatkan sumberdaya yang disebut lahan.
Dengan demikian, penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia yang
dipengaruhi oleh keadaan alam (fisik lingkungan) serta kegiatan sosial-ekonomi
dan budaya masyarakat suatu wilayah.
Terjadinya pergeseran struktur penggunaan lahan tersebut nampak semakin
jelas terutama di pusat-pusat pertumbuhan yang memiliki hirarkhi tinggi, seperti
Kota Bandar Lampung. Hal ini dapat dipahami selain merupakan dampak dari
pertumbuhan penduduk, juga disebabkan karena perkembangan perekonomian
masyarakat. Dengan berkembangnya kegiatan perekonomian di dalam ruang
(space), sudah barang tentu pemilihan lokasi yang strategis baik dilihat dari
kualitas maupun aksesibilitas yang dimiliki lahan untuk dikonsumsi maupun
berproduksi merupakan hal yang penting. Kondisi demikian ini pada gilirannya
akan menimbulkan semakin kompleksnya persaingan (konflik) penggunaan lahan
di wilayah yang bersangkutan karena adanya berbagai kepentingan yang
melatarbelakanginya.
Seiring dengan terjadinya pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah, maka
ekstraksi terhadap sumberdaya alam merupakan proses yang mempunyai laju,
pola dan dampak. Laju perubahan sumberdaya lahan sebagai besaran skala akan
dipengaruhi oleh perubahan kecepatan dan dimensi waktu. Dimensi waktu disini
diartikan sebagai perkembangan atau pertumbuhan wilayah. Artinya, wilayah
akan berkembang seiring dengan waktu, dengan asumsi bahwa komponen
perkembangan wilayah berkembang sejalan dengan perkembangan wilayah.
Dengan perkembangan wilayah --terutama di pusat-pusat pelayanan-- diduga akan
menjadi faktor potensial yang mempengaruhi kecepatan perubahan sumberdaya
alam selama kurun waktu tertentu.
Oleh karenanya dapat dikemukakan, bahwa penyediaan fasilitas pelayanan
dalam aspek tata ruang, kualitas dan jumlahnya berkaitan erat dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat dan selalu membutuhkan ketersediaan ruang. Sehingga
dapat diidentifikasi, bahwa peningkatan kesejahteranan masyarakat ini ditentukan
152
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
dilakukan oleh pelaku ekonomi terhadap kawasan non-budidaya. Hal ini sudah
barang tentu menimbulkan inefisiensi aktivitas perekonomian wilayah.
Sedangkan di wilayah perkotaan banyak diduga dijumpai lahan absentia
(gontai) yang sering dikonotasikan sebagai lahan tidur. Kondisi ini menjadikan
pemanfaatan lahan menjadi tidak optimal, karena pemiliknya diduga lebih banyak
untuk menangkap rent dengan menganggap lahan layaknya komoditi ekonomi
yang dapat diperjualbelikan tanpa memperhatikan karakteristik yang melekat di
dalamnya. Fenomena tersebut antara lain telah menimbulkan lahan di wilayah
perkotaan seakan-akan mempunyai nilai kelangkaan (scarcity) yang sangat tinggi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Anwar (1994) kelangkaan lahan di suatu
wilayah juga berkait dengan kendala-kendala institusional. Artinya, sumberdaya
lahan dapat saja tersedia, akan tetapi sistem kelembagaan yang menyangkut hakhak (property right) atas lahan yang berlaku dapat menjadi kendala dalam
pemanfaatannya. Selain daripada itu, munculnya lahan gontai ini juga merupakan
disinsentif dari kebijakan tata ruang wilayah. Artinya, dari adanya kebijakan
tersebut telah melahirkan fenomena rent seeking, bukan saja dilakukan oleh aparat
birokrasi. Akan tetapi perilaku tersebut juga dilakukan oleh pelaku ekonomi
lainnya, baik produsen (pengusaha) maupun konsumen (individu) yang
memanfaatkan power serta akses informasi dan modal yang dimiliki dengan
berperan sebagai spekulan tanah.
IV. SIMPULAN
IV.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan halhal sebagai berikut:
1. Perubahan penggunaan lahan di Kota Bandar Lampung terjadi seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan wilayah kota yang mencerminkan laju; pola
dan dampak yang beragam pada masing- masing bagian wilayah kota;
2. Faktor pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk dan preferensi
masyarakat (yang merupakan refleksi dari variabel modal; informasi; dan
aksesibilitas) merupakan faktor pemicu terjadinya perubahan penggunaan
lahan yang tercermin pada perubahan pola pemanfaatan ruang wilayah kota.
3. Selama hampir satu dekade pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung
ditopang oleh sektor perekonomian di luar sektor pertanian dan sektor
pertambangan & penggalian. Sedangkan dalam jangka panjang
competitiveness pertumbuhan ekonomi kota didukung oleh sektor pertanian;
industri pengolahan non- migas; dan sektor keuangan, persewaan & jasa
perusahaan.
IV.2. Saran dan Implikasi Kebijakan
Diperlukan berbagai insentif dan dis- insentif kebijakan dalam pengendalian
perubahan penggunaan lahan, mengingat adanya opportunity cost yang dimiliki
sumberdaya lahan, baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi. Selain itu,
dalam upaya mewujudkan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan,
dibutuhkan perluasan akses masyarakat dalam penentuan alokasi pemanfaatan
lahan dan penyediaan ruang publik yang semakin luas dan berkualitas sebagai
154
Seminar Hasil-Hasil Penelitian d an Peng abdian Kepad a MasyarakatDies Natalis FISIP Unila Tahun 2012
bentuk layanan yang diberikan oleh pemerintah kota kepada warga masyarakat.
Pada saat yang bersamaan pemerintah kota secara sungguh-sungguh melakukan
upaya konsolidasi lahan dan pembentukan bank tanah (land banking) dalam upaya
mengantisipasi perkembangan ekonomi dalam era globalisasi dan pasar bebas
.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Affendi. 1994a. Proses Pembentukan Sistem Kota-Kota Dan Analisis
Ekonomi Kawasan Perkotaan. Pengantar Mata Kuliah Analisis Sistem
Urban dan Regional. PS-PWD Program Pascasarjana IPB. Bogor
Anwar, Affendi. 1994b. Ekonomi Sumberdaya Lahan. Bahan Kuliah Ekonomi
Sumberdaya Alam. PS-PWD Program Pascasarjana IPB. Bogor
Blakely, Edward J. 1994. Planning Local Economic Development: Theory and
Practice Second Edition. Sage Publication. California
Barlowe, R. 1987. Land Resources Economics. Prentice Hall, Inc. Englewood
Clift, New Jersey
Bern, TD. 1977. The Assessement of Land Use Impact. P.109-116 dalam Mac
Evoy and Dietz. Hand Book for Environment Change. John Walley and
Son, New York.
BPS, 2002. Kota Bandar Lampung Dalam Angka 2001, Kerjasama BAPPEDA
Kota Bandar Lampung Dengan BPS
BPS, 2009. Kota Bandar Lampung Dalam Angka 2008, Kerjasama BAPPEDA
Kota Bandar Lampung Dengan BPS
BPS, 2002. Propinsi Lampung Dalam Angka 2001, Kerjasama BAPPEDA Kota
Bandar Lampung Dengan BPS
BPS, 2009. Propinsi Lampung Dalam Angka 2008, Kerjasama BAPPEDA Kota
Bandar Lampung Dengan BPS
Hanafiah, T. 1985. Kutub dan Pusat Pertumbuhan Dalam Pembangunan Wilayah.
Pusat Pengembangan Wilayah Pedesaan-Lembaga Pengabdian Pada
Masyarakat IPB. Bogor
Saefulhakim, Sunsun. 1994. A Land Availability Mapping Model for Sustainable
Land Use Management. Ph.D Disertation Kyoto University. Japan
Saefulhakim, Sunsun. 1996. Efektivitas Kelembagaan Pengendalian Alih Guna
Tanah. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan.
Jur. Tanah Faperta IPB Bogor
Sandy, I Made. 1995. Tanah: UUPA 1960 - 1995. PT. Indograph Bakti. FMIPA
Universitas Indonesia. Jakarta
155