Anda di halaman 1dari 20

Demam Berdarah Dengue

Katarina Dewi Sartika


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952
katarinadewisartika@gmail.com

Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia. Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk ini menyukai

berkembang biak di air yang jernih, tidak menempel langsung pada tanah. Penularan terjadi
pada awal musim penghujan dan akhir musim kemarau. Demam berdarah dengue (DBD)
menjadi masalah utama kesehatan, hal ini bukan hanya di Indonesia tetapi di juga diseluruh
negara di Asia Tenggara. Dengan banyaknya kasus DBD di Indonesia, diperlukan
pengetahuan yang baik seputar penyakit demam berdarah dengue itu sendiri, mulai dari
gambaran klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta beberapa aspek lainnya
sehingga kita dapat melakukan pencegahan sedini dan seefektif mungkin.
Anamnesis
Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke IGD karena demam sejak 5 hari
setelah masuk RS. Demam dirasakan tinggi dan timbul secara mendadak. Demam naik turun
disertai pegal-pegal dan mual. Pasien mengalami mimisan 1 hari yang lalu.
Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg (Normal)
Nadi : 96 x/ menit (Normal)
Suhu : 37,5C (Tinggi)
Respiratory rate : 20 x / menit (Normal)
1

Adanya suhu tubuh yang tinggi, sementara respiratory rate, nadi dan tekanan darah masih
dalam batas normal.
2. Pemeriksaan mata
Untuk mengetahui adanya pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi dan fotofobia.
3. Pemeriksaan abdomen
Dengan melakukan Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi pada pemeriksaan demam
berdarah bisa didapati adanya hepatomegali atau nyeri pada ulu hati.
4. Pemeriksaan ekstremitas
Untuk mengetahui adanya petekie, ekimosis, atau purpura.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ataupun deteksi antigen
virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR, namun karena tes ini rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM dan
IgG lebih banyak dipakai.2
a) Parameter laboratories yang diperiksa antara lain :

Leukosit

: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru

(LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit
: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan

hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Hemostasis
: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, ataua FDP

pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT : dapat meningkat
Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit
: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan diberikan transfuse

darah atau komponen darah


Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke -3 , menghilang
setelah 60-90 hari
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2


Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama, serta saat pulang dari

perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.


NS1
: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke
delapan. Sensitivitas NS1 berkisar 63-93,4% dengan spesifisitas 100% sama tingginya
2

dengan spesifitas gold standart kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
b) Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama pada hermitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hermitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.2
c) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru. Pemeriksaan ini yang mencakup : eritrosit (Hemoglobin, Jumlah sel,
Hematokrit), leukosit, dan trombosit. Hemoglobin merupakan zat protein yang ditemukan
dalam sel darah merah yang memberikan warna merah pada darah. Hemogloblin berisi
zat besi yang membawa oksigen. Kadar hemoglobin tinggi karena adanya
hemokonsenstrasi akibat kehilangan cairan. Hematokrit adalah volume sel darah merah
dalam 100 ml darah yang dihitung dalam presentase. Hematokrit rendah pada kondisi
anemia dan leukemia dan tinggi pada keadaan hemokonsentrasi akibat penurunan
volume cairan dan peningkatan sel darah merah. Sementara leukosit berpengaruh pada
proses imunitas dan trombosit pada pembekuan darah.3 Didapatkan hasil pemeriksaan
darah sebagai berikut :
Jenis
Hasil
Nilai normal (untuk perempuan)
Hemoglobin
12 g/dl
12-14 g/dl
Hematokrit
40 %
36%
3
Leukosit
6 x 10 /uL
5-10 x 103 /uL
Trombosit
80.000/uL
150-350 x 103 /uL
Tabel 1. Perbandingan hasil pemeriksaan laboratorium darah dengan nilai normal.
Dari hasil tersebut didapatkan bahwa kadar hematokrit meningkat (penunjuk DBD),
trombosit dibawah normal sementara kadar hemoglobin normal dan kadar leukosit
dalam batas normal.

Diagnosis2
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD :
Klinis
3

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari
tempat lain
- Hematemesis atau melena
Hepatomegali
Syok : nadi cepat dan lemah, penurunan tekanan nadi <20mmHg, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab dan gelisah

Laboratorium

Trombisitopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul).


Terdapat minimal satu tanda- tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai

hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Diagnosis ditegakkan jika terdapat 2 gejala klinis dan 2 kriteria laboratoris.


Diagnosis banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
tifoid, chikungunya dan malaria.
1. Demam tipoid2
Pada demam tifoid terdapat gejala yang mirip dengan demam berdarah yaitu adanya
gejala demam, nyeri otot, mual, muntah, dan batuk. Selain itu juga dapat ditemukan
hepatomegali dan gangguan kesadaran berupa berupa somnolen hingga koma. Namun ciri
khas dari demam tifoid ialah ditemukan lidah tifoid yaitu lidah yang kotor di tengah, tepi
dan ujung merah. Selain itu pada demam tifoid tidak ditemukan adanya bercak-bercak
merah seperti pada demam berdarah. Pada demam tifoid tidak dapat ditemukan gejala
panas yang naik turun yang sangat khas pada demam berdarah. Untuk lebih spesifiknya
pada demam tifoid ditemukan biakan tinja positif Salmonella typhi. Pemeriksaan serologi
widal untuk mendekteksi antigen O dan H. Titer lebih besar atau sama dengan 1/40 maka
dianggap positif demam tifoid.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
4

penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala
klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan
fisik hanya didapatkan pada suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejalagejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput,
hematomegali, sphlenomegali, koma, delirium atau psikosis. Roseolae jarang ditemukan
pada orang Indonesia.
2. Chikungunya2
Chikungunya memiliki gejala yang khas berupa sakit kepala, nyeri sendi, mual,
muntah, nyeri abdomen, limfadenopati, timbul ruam dan perdarahan jarang terjadi yang
berlangsung selama 3-10 hari. Pasien mengalami nyeri yang menusuk hingga tulang dan
persendian sedangkan demam berdarah tidak. Selain itu pada chikungunya jarang
dijumpai pendarahan sebagai manifestasi kebocoran plasma yang dapat terlihat pada
penderita demam berdarah. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal,
syok dan koma juga tidak ditemukan pada chikungunya. Masa inkubasi diantara 2-4 hari
dengan gejala akut (demam onset mendadak >40C). Kejang demam bisa terjadi pada
anak. Diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya antibody Ig M dan Ig G dalam darah.
Belum ada terapi spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan
nyeri (analgesik dan antikonvulsan). Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
harus menggunakan obat.
3. Malaria2
Malaria mempunyai

gambaran

karateristik

demam

periodik,

anemia

dan

sphlenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan


prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam
ringan, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Gejala yang
klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan: periode dingin (15-60 menit):
mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan
panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian
periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan penderita
merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai
pada malaria. Bila dilihat secara umum malaria memiliki beberapa gejala yang mirip

dengan demam berdarah dengue, namun pada malaria tidak ditemukan adanya ruam pada
kulit dan tidak ada epitaksis.

Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. DBD dapat berkembang menjadi
demam berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome) yang merupakan
keadaan darurat medik, dengan angka kematian cukup tinggi.4
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti.2
Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat. Morfologi dan daur hidup nyamuk, Aedes aegypti
dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah, mempunyai
warna dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama
pada kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang
mempunyai gambaran lira yang putih pada punggungnya. Spesies ini seperti juga nyamuk
anophelini lainnya yang mengalami metamorfosis sempurna. Tempat perindukan utama
Aedes aegypti adalah tempat-tempat berissi ai bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah
penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk dewasa betina
mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik didalam rumah ataupun diluar
rumah. Penghisap darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu
setelah matahari terbat dan sebelum matahari terbenam, tempat istirahat Aedes aegypty
berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat dihalaman,
juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah.2 Dalam laboratorium virus dengue
dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate.
Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada
hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.
6

Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.5
Penularan inveksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina daribejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan temapt penampungan air lainnya). Beberapa faktor
diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu:
1. Vektor

: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain. Vektor utama penyakit
DBD ialah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan nyamuk Aedes albopictus
(di daerah pedesaan).6

Daur Hidup
Aedes aegypti sama seperti juga nyamuk anophelini lainnya mengalami
metamorphosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan telurnya diatas permukaan
air dalam keadaan menempel pada tempat dinding perindukannya 1-2cm di atas
permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100
butir telur tiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan
akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan
waktu kira-kira 9 hari. Di tempat perindukan sering kali ditemukan larva Aedes
albopictus dan Aedes aegypti hidup bersama-sama.
Tempat perindukan utama Ae. Aegypti adalah tempat-tempat berisi air bersih
yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak
500 meter dari rumah. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan
buatan manusia; seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak
mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah
7

atau di kebun yang berisi air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti
kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tongak bamboo, dan
lubang pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan A.aegypti seringkali
ditemukan larva A. Albopictus yang hidup bersama-sama.

Ciri-ciri nyamuk aedes aegypti :


Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai
gambaran kain kasa.
Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang
berduri lateral.
Morfologinya khas, yaitu memiliki gambaran lira atau harpa (lyra-form) yang
putih pada punggungnya (mesonotum).
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng,
ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain.
Jarak terbang 100 m.
Nyamuk betina bersifat multiple biters (menggigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat).


Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi.
Perilaku Nyamuk Betina5
Nyamuk dewasa betina menghisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan
dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit
(8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat Aedes
aegypti berupa semak dan tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di
halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang tergantung di
dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan sebagainya. Umur nyamuk
dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari. Walaupun berumur pendek yaitu
kira-kira 10 hari, Aedes aegypti dapat menularkan virus dengue yang masa
inkubasinya antara 3-10 hari.

2. Pejamu : terdapatnya penderita dilingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan


terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.5 Faktor ini berpengaruh pada penularan virus
dengue bila kondisi tubuh pejamu sedang dalam keadaan yang tidak baik atau bila
terdapat penderita DBD pada anggota keluarga sehingga mempermudah penularan virus

dengue, sebab setiap orang yang terinfeksi DBD dengan atau tanpa gejala dapat menjadi
pembawa penularan virus.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk. 1 Terdapat beberapa
faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan virus dengue, yaitu lingkungan
fisik dan biologis. Lingkungan fisik contohnya seperti cuaca yang hujan akan
meningkatkan perkembangan penularan virus ini dengan terciptanya banyak genangangenangan air yang merupakan tempat nyamuk yang terinfeksi virus dapat berkembang. 5
Sementara lingkungan biologis lebih erat kaitannya dengan kondisi lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan virus dalam tubuh nyamuk. Penularan virus dengue terjadi
pada nyamuk A. aegypti betina yang betina yang suka hidup di air-air yang jernih seperti
bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya. Bila sanitasi lingkungan
tidak baik, banyak sampah-sampah kaleng berserakan saat musim hujan maka genangan
air tersebut dapat menjadi wadah yang baik untuk perkembangan nyamuk.
Patofisiologi2
Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau magrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancament (ADE)
b. Limfosit T baik T helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun
selular terhadap virus dengue. Monosit dan magrofag berperan dalam fagositosis virus
dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag selain itu aktivasi komplemen oleh
kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halsted pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe
yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yan tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan

bahwa

infeksi

virus

dengue

menyebabkan

aktivasi

makrofag

yang

memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di


magrofag. Terjadinya infeksi magrofagoleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan
9

T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi, IL-6 dan histamin
yang mengakibatakn terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga
mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan suspresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesus sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama
proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobuln dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivsi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex)
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau dengue shock
syndrome (DSS). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan adekuat.2
Manifestasi klinis pada pasien dapat dilihat berdasarkan :
a) Sign (tanda)
Tekanan darah : 110/80 mmHg (Normal)
Nadi : 96 x/ menit (Normal)
Suhu : 37,5C (Tinggi)
10

Respiratory rate : 20 x / menit (Normal)


Hemoglobin : 12 g/dl (Normal)
Hematokrit : 40 % (Tinggi)
Leukosit : 6 x 103/uL (Normal)
Trombosit : 80.000/uL (Rendah)

b) Symptom (gejala)
Demam sejak 5 hari yang lalu
Demam dirasakan tinggi dan timbul secara mendadak
Demam naik turun
Pegal-pegal
Mual
Mimisan 1 hari yang lalu
Penatalaksanaan2
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama
cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan
suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi
Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya.

Mempertimbangkan cost effectiveness.

Sebelum mengetahui penatalaksanaan pada pasien penderita demam berdarah dengue, maka
harus diketahui terlebih dahulu tingkatan demam dengue yang dialami pasien. Berdasarkan
klasifikasi dari WHO, ada 5 tingkatan dengue, yaitu:

11

Dengue Fever

: demam yang disertai dengan dua atau lebih tanda berikut: sakit

kepala, nyeri retro-orbital, mialgia dan atralgia.


2

Demam Berdarah Dengue I : Gejala DD ditambah uji bendung positif

Demam Berdarah Dengue II : Gejala DBD I ditambah pendarahan spontan

Demam Berdarah Dengue III : Gejala DBD II ditambah kegagalan sirkulasi yaitu nadi
cepat&lemah, tekanan nadi menurun/hipotensi (<20mmHg), akral dingin

Demam Berdarah Dengue IV : Syok berat disertai tekanan nadi tak dapat diraba dan
tekanan darah yang tidak terukur

Berdasarkan tingkatan gejala yang dialami, Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam
Indonesia telah membuat protokol untuk menangangi pasien DBD dewasa.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
1. Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
2. Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
4. Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
5. Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa
Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 150.000 pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam)
atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.


12

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka di ruang
rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam.

Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%


Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus
cairan kristaloid sebanyak 6 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun,
frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap
membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap
tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah
menurun , 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus
menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan
tanda tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok
dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti
terapi pemberian cairan awal.
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

13

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran
kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4 5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan
pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah,
nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht,
dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit
sebaiknya diulangi setiap 4 6 jam.
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tandatanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT
yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit
hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang
harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok
dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan
dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan,
penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda
renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 4 liter/menit. Pemeriksaanpemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah
15 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mHg
dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan
volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120
menit kemudian tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60
14

120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24
- 48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis
cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma
yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus
terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi.)
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit
masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah
renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran,
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan
daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2
ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 30 ml/kgBB/jam dan kemudian
dievaluasi setelah 20 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung
maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati
terjadi perdarah (internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10
ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat
cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka
untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan
pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 1,51/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan tetap belum
teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah
sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /
vasopresor.1
Komplikasi
1. Sindrom syok dengue
15

Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok tibatiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi
pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakit.
Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti :-7
Kulit menjadi dingin
Bintil-bintil
Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin cepat)
Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan
dengan cepat memasuki tahap kritis dari shok. 1 DSS biasanya ditandai dengan nadi yang
semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.. Dimana pasien yang shok
bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada kematian. Biasanya bila tidak
ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian.
2. Edema paru8
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena
pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah
protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di
atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
3. Ensefalopati dengue9
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Kecuali
kejang, gejala ensefalopati lain tidak atau jarang menyertai DBD. Tingginya presentasi
enselopati dengue pada golongan umur 1-4 tahun memerlukan peningkatan kewaspadaan.
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah
teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan
harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl
(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5
mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K
intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan
pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan
16

neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu
dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai
pendek.

Preventif
Pencegahan utama yang dilakukan ialah berusaha mengurangi vektor virus dengue,
yaitu nyamuk Aedes aegypti. Seperti telah dibahas, nyamuk ini senang hidup didalam segala
macam jenis benda yang dapat menampung air yang jernih di sekitar rumah. Oleh karena itu
sangat diperlukan bagi masyarakat untuk selalu membersihkan dan membuang barang-barang
bekas seperti kaleng, plastik maupun ban yang dapat dijadikan tempat perindukan nyamuk
tersebut.10 Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah berjangkitnya demam
berdarah ialah sebagai berikut:

Makan, minum dan berolahraga secara teratur.

Apabila memasuki musim pancaroba selalu perhatikan kebersihan lingkungan dan


lakukan cara 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah tempat penampungan air
serta mengubur barang bekas sehingga tempat-tempat tersebut tidak dijadikan tempat
perkembangan jentik-jentik nyamuk. Sebenarnya penguburan barang bekas dapat
menyebabkan polusi tanah sehingga bila masih ada barang bakas yang bisa didaur ulang
tentu saja akan jauh lebih berguna dan tidak mengganggu ekosistem.

Pakaian mengurangi resiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal dan longgar.
Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaus kaki dapat melindungi tangan dan
kaki yang paling sering terkena gigitan nyamuk.

Menggunakan repellant atau obat nyamuk bakar, maupun semprot untuk menghindari
gigitan nyamuk.

Fogging atau pengasapan untuk mematikan nyamuk dewasa. Usahakan untuk


melakukan fogging pada waktu aktif nyamuk Aedes aegypti yaitu pada selang waktu
antara jam 08.00 10.00 ataupun pada 15.00 - 17.00.

Tidak menggantung pakaian didalam rumah secara sembarangan karena dapat menjadi
tempat peristirahatan nyamuk.

17

Memberi saluran keluar air pada pot atau vas bunga. Serta membuang dan mengganti air
dalam pot atau vas bunga setiap minggu dan membersihkan vas atau pot bunga sebelum
dipakai kembali.

Wadah penampungan hasil kondensasi di bawah lemari es, dan AC harus diperiksa dan
dibersihkan secara teratur.

Memberi obat penurun panas bila ada anggota keluarga yang demam dan segera
membawa pasien ke rumah sakit maupun tempat praktek dokter bila didapati gejala
panas yang naik turun dan kemerahan pada kulit.

Prognosis
Kematian telah terjadi pada 40-50 % penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan
intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2 %. Ketahanan hidup secara langsung terkait
dengan kecepatan manajemen penanganan awal secara intensif.11
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DB dan DBD tidak
ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak
teratasi, efusi pelura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh
sepsis karena tindakan dan lingkungan basal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian
terjadi

pada

kasus

berat

yaitu

pada

waktu

muncul

komplikasi

pada

sistem

syaraf,kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain. Kematian disebabkan oleh banyak
faktor, antara lain :-11
-

keterlambatan diagnosis

keterlambatan diagnosis shock

keterlambatan penanganan shock

shock yang tidak terastasi

kelebihan cairan

kebocoran yang hebat

pendarahan masif

ensefalopati

sepsis

kegawatan karena tindakan.

Kesimpulan

18

Demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
disebarkan nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini biasanya memiliki tanda gejala seperti ruamruam bahkan syok, serta sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang. Dalam hasil laboratorium
juga ditemukan beberapa hal yang umumya terjadi pada penderita demam berdarah yaitu
seperti penurunan jumlah sel darah putih, penurunan trombosit, serta hematokrit meningkat.
Jika terlambat ditangani dapat menyebabkan kematian.
Pada pasien dengan gejala demam sejak 5 hari lalu, demam dirasakan tinggi dan
timbul mendadak kemudian demam naik turun disertai pegal-pegal, mual dan mimisan 1 hari
yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kenaikan suhu tubuh menjadi 37,5 oC. Hasil
pemeriksaan darah didapatkan adanya hemokonsentrasi dan trombositopenia. Oleh karena
itu, dapat kita simpulkan bahwa, demam sejak 5 hari dengan mengalami epistaksis mengarah
ke demam berdarah derajat 2. Untuk menghindari terjadi penyakit demam berdarah dengue
ini adalah melakukan pencegahan sedini mungkin dengan memberantas keberadaan nyamuk
Aedes aegypty.

19

Daftar Pustaka
1. Gubler D J. Dengue/dengue haemorrhagic fever: history and current status. In: New
treatment strategies for dengue and other flaviviral diseases. Chicheter: John
Wiley&Sons; 2006.
2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan H T. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
VI. hal 539-548. Jakarta: Internal Publishing; 2014.
3. Sudiono H, Iskandar I, Edward H. Halim SL, Santoso R. Penuntun patologi klinik.
Jakarta : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida; 2007.h.42,59-61.
4. Tumbelaka A R, Darwis D, Gatot D, dkk. Demam berdarah dengue. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2005.
5. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku
Nyamuk. Dalam : Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h.250.
6. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam : Buku
Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009. h.275-7.
7. WHO. Diagnosis Klinis. Dalam : Demam Berdarah Dengue. Edisi 3. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC. 2005. h. 22-3.
8. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsipprinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2004. h. 207
9. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri
tropis. Ed ke 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2004.h.155-175.
10. Widoyo. Penyakit tropis : epidemiologi, penularan, pencegahan,

dan

pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2008.h. 34-70.


11. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon WRT. lecture notes : penyakit infeksi.
Edisi ke-6. Jakarta : Erlangga; 2008. h. 273.

20

Anda mungkin juga menyukai