Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1;

Latar Belakang
Plumbum (Pb) adalah suatu unsur logam berat yang lebih tersebar luas di

alam dibanding kebanyakan logam toksik lainnya seperti: arsen, kadmium,


merkuri, dan timah (POM, 2011). Istilah logam berat digunakan karena Pb
mempunyai densitas (kerapatan) yang sangat tinggi yaitu 11,34 g/cm 3, jauh
melebihi densitas tertinggi logam transisi pertama yaitu 8,92 g/cm 3 untuk tembaga
(Sugiyarto dan Suyanti, 2010).
Kadar Pb dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan,
dan berbagai penggunaannya dalam industri. Pb digunakan antara lain sebagai
bahan produksi baterai dan amunisi, komponen pembuatan cat dan barang-barang
elektronik, pelindung radiasi, lapisan pipa, pembungkus kabel, dan terdapat pada
gelas keramik (POM, 2011).
Pb secara alami ditemukan pada tanah, tidak berbau, tidak berasa, dan
dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk berbagai senyawasenyawa organik seperti Pb oksida (PbO) dan Pb klorida (PbCl 2). Pb dapat masuk
ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan. Asupan Pb dalam jumlah
banyak secara langsung dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan organ (BSNI,
2009). Salah satu organ yang mengalami kerusakan akibat asupan Pb yang
berlebihan adalah hati, karena hati merupakan organ yang berperan dalam
metabolisme yang paling kompleks di dalam tubuh, hati terlibat dalam
metabolisme zat makanan, sebagian besar obat, dan toksikan (Lu, 1995).

Perubahan struktur yang terjadi pada kerusakan hati dapat berupa:


hepatitis, yaitu luka pada hati karena peradangan akut atau kronis; degenerasi
hidropik, ditandai adanya sel-sel yang sitoplasmanya pucat, membesar, dan timbul
vakuola-vakuola di dalam sitoplasma karena penimbunan cairan; steatosis, yaitu
penimbunan tetesan lemak akibat hepatotoksik dan obat; dan nekrosis, yaitu
kematian sel atau jaringan pada hati (Crawford, 2005 dalam Amalina, 2009).
Pengobatan terhadap suatu penyakit dapat dilakukan secara tradisional
maupun modern, cara pengobatan tradisional yang ada di Indonesia telah
berlangsung sejak lama dan obat tradisional telah digunakan secara turun-temurun
untuk pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Salah satu tanaman yang sudah
digunakan sejak lama sebagai obat tradisional adalah temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.), tanaman dari suku Zingiberaceae ini merupakan tanaman
asli Indonesia. Namun pemanfaatannya belum optimal karena masyarakat
cenderung memilih obat-obatan modern daripada obat-obatan tradisional.
Secara tradisional temulawak dikenal sebagai pelengkap ramuan jamu,
temulawak berkhasiat sebagai penurun kolesterol, merangsang keluarnya ASI, dan
pemacu regenerasi kerusakan sel-sel hati (Santosa dan Gunawan, 2005).
Penelitian mengenai efektifitas temulawak dalam memperbaiki kerusakan
struktur hati mencit yang diakibatkan oleh pemberian Pb belum banyak dilakukan.
Oleh karena itu berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, perlu dilakukan
penelitian untuk menguji dan mengetahui efektifitas temulawak dalam
memperbaiki kerusakan struktur hati mencit (Mus musculus L.) akibat pemberian
logam berat Pb, sehingga temulawak dapat lebih dikembangkan lagi sebagai obat
tradisional.

1.2;

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang dapat dikaji dari penelitian

ini adalah:
1;

Apakah ekstrak temulawak dapat memperbaiki kerusakan struktur


morfologis dan histologis hati mencit setelah pemberian Pb asetat;

2;

Berapakah dosis optimum ekstrak temulawak yang dapat memperbaiki


kerusakan struktur morfologis dan histologis hati mencit setelah
pemberian Pb asetat.

1.3;

Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekstrak

temulawak dalam memperbaiki struktur morfologis dan histologis hati mencit


setelah pemberian Pb asetat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
dosis optimum ekstrak temulawak dalam memperbaiki kerusakan struktur
morfologis dan histologis hati mencit setelah pemberian Pb asetat.

1.4;

Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah

mengenai efektifitas ekstrak temulawak terhadap perbaikan struktur morfologis


dan histologis hati mencit, sehingga temulawak dapat lebih dikembangkan lagi
sebagai obat tradisional untuk mengobati kerusakan struktur hati.

1.5;

Kerangka Pemikiran
Kadar Pb di dalam tubuh manusia berkisar antara 100400 mg. Sumber

asupan Pb dapat melalui makanan, diperkirakan rata-rata asupan Pb melalui


makanan adalah 300 g per hari dengan kisaran antara 100500 g per hari. Ratarata asupan Pb melalui air minum adalah 20 g per hari dengan kisaran antara 10
100 g per hari, hanya sebagian asupan Pb yang diabsorpsi melalui pencernaan.
Bila asupan Pb tidak berlebihan, absorpsi untuk jangka panjang pada orang
dewasa berkisar antara 510% (DEPKES, 2011a).
Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan sehari-hari
melalui kontaminasi logam berat dalam makanan, air, dan udara yang dapat
menyebabkan keracunan. Pb adalah salah satu logam berat yang beracun baik
dalam bentuk logam maupun garamnya, adapun bentuk garamnya seperti:
plumbum karbonat (plumbum putih), plumbum tetraoksida (plumbum merah),
plumbum monoksida, plumbum sulfida, dan plumbum asetat, salah satu penyebab
keracunan yang paling sering terjadi adalah plumbum asetat (POM, 2011).
Menurut Anggraini (2008), kerusakan struktur morfologis dan histologis
hati mencit akibat pemaparan Pb asetat dosis 0,1 mg/gBB/oral/hari terlihat dalam
jangka waktu 56 hari. Kerusakan struktur morfologis hati mencit meliputi:
perubahan warna, perubahan struktur permukaan, dan perubahan konsistensi.
Kerusakan struktur histologis hati mencit meliputi: halo di sekitar inti sel hati,
degenerasi lemak, vena sentralis dan sinusoid yang tidak utuh (Budiono dan
Herwiyanti, 2000).
Halo di sekitar inti sel hati terjadi karena adanya substansi bersifat toksik
yang menyebabkan masuknya cairan ekstrasel ke intrasel dengan jumlah yang

banyak, bila terjadi akumulasi air yang cukup banyak di dalam sel hati
mengakibatkan terbentuknya vakuola besar di sekitar inti sel hati dan tampak
seperti cincin (halo). Degenerasi lemak terjadi karena adanya akumulasi lemak di
dalam sel hati, ditandai dengan adanya vakuola-vakuola kecil di dalam
sitoplasma, vakuola-vakuola ini dapat membesar dan mendesak inti sel ke bagian
tepi sel hati, hal tersebut berdampak terhadap keutuhan vena sentralis dan
sinusoid. Perlemakan dimulai pada bagian sentral lobulus hati kemudian meluas
cepat, bila terjadi secara terus-menerus dapat mengakibatkan kematian sel atau
nekrosis (Anggraini, 2008).
Price dan Wilson (2006) menjelaskan, secara histologis jaringan yang
mengalami nekrosis tidak menyerap zat warna hematoksilin. Pada nekrosis
kerusakan banyak terjadi pada inti, perubahan pada inti diantaranya adalah: inti
menjadi keriput, tidak bulat lagi; inti tampak lebih padat, warnanya gelap hitam
(piknosis); inti terbagi-bagi menjadi fragmen-fragmen (karioreksis); dan inti tidak
lagi menyerap zat warna, menjadi pucat dan tidak nyata (kariolisis).
Kandungan zat kimia dalam ekstrak temulawak yaitu kurkumin dan
minyak atsiri dapat menetralkan racun, meningkatkan sekresi empedu, anti
bakteri, menurunkan kadar kolesterol, dan dapat mencegah terjadinya perlemakan
dalam sel-sel hati (Setianingrum, 1999).
Menurut Devaraj dkk. (2010), ekstrak etanol dari temulawak (Curcuma
xanthorrhiza L.) dosis 0,5 mg/gBB/oral/hari selama 7 hari dapat mengurangi
gejala hati berlemak pada tikus akibat pemberian alkohol dan memiliki efek
hepatoprotektif sebagai pengobatan yang efektif untuk penyakit hati akut.
Pemberian serbuk rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) dosis 1 mg/gBB

efektif untuk mengurangi kerusakan struktur mikroanatomi hati mencit akibat


alkohol (Lisdiana, 2004).
Hati menjadi organ sasaran toksikan karena sebagian besar toksikan
memasuki tubuh melalui sistem pencernaan, dan setelah diabsorpsi, toksikan
dibawa oleh vena porta ke hati (Lu, 1995).

1.6;

Hipotesis
Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran, dapat ditarik beberapa

hipotesis sebagai berikut:


1;

Ekstrak temulawak dapat memperbaiki kerusakan struktur morfologis dan


histologis hati mencit setelah pemberian Pb asetat;

2;

Terdapat dosis optimum ekstrak temulawak yang dapat memperbaiki


kerusakan struktur morfologis dan histologis hati mencit setelah
pemberian Pb asetat.

1.7;

Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental di laboratorium

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 perlakuan yang terdiri


dari: (1.) Kontrol negatif (K-), hewan uji hanya diberi CMC 0,5% selama 21 hari;
(2.) Kontrol positif (K+), hewan uji diberi Pb asetat dosis 0,4 mg/gBB/oral/hari
selama 14 hari; (3.) T1, hewan uji diberi Pb asetat dosis 0,4 mg/gBB/oral/hari
selama 14 hari dan satu hari setelahnya diberi ekstrak temulawak dosis 0,7
mg/gBB/oral/hari selama 7 hari; (4.) T2, hewan uji diberi Pb asetat dosis 0,4
mg/gBB/oral/hari selama 14 hari dan satu hari setelahnya diberi ekstrak
temulawak dosis 0,8 mg/gBB/oral/hari selama 7 hari; (5.) T3, hewan uji diberi Pb

asetat dosis 0,4 mg/gBB/oral/hari selama 14 hari dan satu hari setelahnya diberi
ekstrak temulawak dosis 1 mg/gBB/oral/hari selama 7 hari.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Penelitian ini
menggunakan 25 ekor mencit jantan umur 3 bulan dan berat badan rata-rata 30
gram, dengan koefisien variasi maksimal 10%. Mencit diberi minum air ledeng
dan pakan pelet.
Parameter yang diamati adalah: struktur morfologis hati mencit meliputi:
warna, struktur permukaan, dan konsistensi; dan struktur histologis hati mencit
meliputi: inti sel hati, sitoplasma, susunan sel, vena sentralis, dan sinusoid.
Untuk menganalisis data hasil penelitian dibuat skor-skor yang dilanjutkan
dengan uji Kruskal-Wallis dengan taraf kepercayaan 95% (Santoso, 1999).
Apabila diperoleh hasil yang signifikan dilanjutkan dengan uji Multiple
Comparison dengan taraf kepercayaan 95% (Sudjana, 2001).

1.8;

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Hewan Jurusan

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas


Padjadjaran, Jatinangor. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Desember 2011Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai