Anda di halaman 1dari 3

Kebablasan Otonomi Daerah : Obral Izin Pertambangan

Masih teringat masa-masa Kepualuan Bangka Belitung masih tergabung dengan Provin
si Sumatera Selatan. Masa dimana pemimpin di daerah kita sebagian besar berasal
dari luar Pulau Bangka dan Belitung. Bahkan level kepala dinas atau SKPD pun seb
agian besar adalah bukan dari putra daerah sendiri. Hal inilah yang menjadi alas
an utama bagi sebagian besar masyarakat Kepulauan Bangka Belitung saat itu terha
dap kondisi kesejahteraan masyarakat yang masih dianggap "kurang" sejahtera dite
ngah bergelimangan potensi pertimahan, perkebunan dan perikanan di daerah ini. P
utra daerah tak mendapat kesempatan untuk menduduki kursi-kursi strategis sehing
ga banyak kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang s
ebenarnya. pejabat-pejabat kala itu terkesan bagaimana membuat kebijakan yang ku
rang aplikatif bahkan cenderung mementingkan kepentingan sendiri atau melanggeng
kan jabatannya. Setelah habis masa jabatan kembali ke daerah asalnya dengan mamb
awa hasil kekayaan selama menjabat di Bangka Belitung.
Setelah berpisah dari Sumatera Selatan dan terbentuk Provinsi Kepulauan bangka B
elitung, semangat otonomi daerah merupakan puncak dari perubahan agar kursi-kurs
i strategis di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diduduki oleh putra daerah. Ha
mpir tiga periode kepemimpinan selama masa otonomi daerah di provinsi ini, putra
daerah telah menduduki kursi-kursi strategis itu. Pertanyaannya, bagaimana deng
an kesejahteraan yang diharapkan dan diimpikan itu? apakah kondisi kehidupan mas
yarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung jauh lebih sejahtera dengan pemimp
in dan kepala-kepala SKPD yang juga sebagian besar adalah putra daerah? Satu ha
l yang pasti, sejak masa otonomi daerah di provinsi ini telah terjadi eksploitas
i besar-besaran potensi sumberdaya alam dengan dampak yang jelas-jelas di depan
mata kita adalah kerusakan lingkungan yang massif. Salahsatu faktor utama yang m
enyebabkan semua ini adalah kebijakan pemerintah daerah dalam mengeluarkan izin
pertambangan.
Obral Izin Pertambangan di Masa Otonomi Daerah
Obral izin pertambangan di masa otonomi daerah tak hanya terjadi di Provinsi Ke
pulauan Bangka Belitung namun merupakan fenomena di skala nasional. Menjelang tu
tup tahun 2011, tercatat sedikitnya ada 8.000 izin usaha pertambangan (IUP) yang
telah dikeluarkan. Dari total izin sebanyak itu, 6.000 IUP berpotensi terjadi t
umpang tindih satu sama lain. Munculnya kondisi itu tidak terlepas dari kewenang
an izin yang berada di daerah sesuai dengan amanat UU No. 4/2009 tentang Mineral
dan Batubara. Pemberian kewenangan itu juga sebagai wujud merespon semangat UU
No. 34/2004 mengenai Otonomi Daerah. Padahal, dari 398 kabupaten di Indonesia, h
anya sekitar 30 kabupaten yang sebenarnya memiliki potensi tambang. Artinya, set
iap kabupaten yang memiliki potensi tambang ada sekitar 267 IUP.
Contoh kasus tumpah tindih izin pertambangan yang pernah kita dengar seperti kas
us perusahaan BUMN PT Bukit Asam (PTBA) dengan PT Adaro Energy Tbk yang menamban
g batubara di Lahat Sumatera Selatan. Padahal, PTBA telah menghabiskan dana seki
tar Rp203 miliar semenjak 1990 untuk meneliti nilai kandungan batubara di lokasi
tersebut. Data eksplorasi perusahaan BUMN ini bocor ke perusahaan swasta diduga
dari pensiunan karyawan PTBA yang bekerja di PT Adaro Energy Tbk. Contoh kasus
lain tumpang tindih IUP antara BUMN dan swasta seperti yang terjadi antara PT AN
TAM dengan PT Duta Inti Perkasa Mineral (PT DIPM) dan PT Sriwijaya Raya di Kabup
aten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara untuk pertambangan nikel. Hal ini terjadi k
arena Bupati mengeluarkan Surat keputusan untuk IUP perusahaan swasta di atas la
han konsesi milik BUMN PT ANTAM (KOMPAS, 1 Desember 2011). Di Pulau Bangka send
iri, kita pernah mendengar kasus tumpang tindih antara izin pertambangan milik P
T Timah Tbk dengan salahsatu perusahaan perkebunan sawit di daerah Tempilang Kab
upaten Bangka Barat beberapa tahun yang lalu sebelum terjadinya pemekaran kabupa
ten.
Bagaimana kasus tumpang tindih izin pertambangan timah di laut dengan menggunaka
n kapal isap? Kita mungkin memang belum pernah mendengar kasus antar perusahaan

penambang timah di laut meskipun sebenarnya ketika melihat peta sebaran spasial
izin pertambangan timah di laut Pulau Bangka khususnya dan tidak terkecuali juga
Pulau Belitung cukup mencengangkan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daera
h kabupaten maupun provinsi oleh kepala daerahnya masing-masing (kecuali Kabupat
en Bangka Tengah). Izin yang telah dikeluarkan di laut telah sangat banyak dan m
assif. Kasus yang pernah terjadi malah adanya pengusiran kapal isap oleh masyara
kat karena masyarakat merasa jelas-jelas menolak operasi kapal isap namun kapal
isap masuk di daerah mereka seperti yang terjadi di Desa Teluk Limau Kabupaten B
angka Barat dan Desa Bedukang Kabupaten Bangka. Anehnya ketika terjadi kasus, pe
merintah daerah di kabupaten dan provinsi saling lempar wewenang. Ada solusi aga
r masyarakat diminta ikut membantu pengawasan operasi kapal isap, tapi anehnya l
agi tak pernah ada pembekalan ataupun perlengkapan untuk memudahkan pengawasan d
i perairan mereka sendiri. Masyarakat tak pernah tahu dengan jelas dimana batas
izin pertambangan dan berapa unit kapal isap yang beroperasi di daerahnya. Tak a
da GPS ataupun petanda batas IUP di laut, bahkan untuk sekedar papan pengumuman
seperti reklame untuk memberikan informasi peta IUP dan jumlah kapal isap yang b
eroperasi pun tak pernah ada inisiatif untuk membuat aturannya. Padahal perkiraa
n biaya pembuatannya tak sampai satu jam dari hasil beroperasinya satu unit kapa
l isap.
Kembali Kepada Komitmen Kepala Daerah
Dalam kebijakan otonomi daerah, izin-izin pertambangan yang telah dikeluarkan ol
eh daerah semuanya kembali kepada kebijaksanaan kepala daerah. Sebelum izin pert
ambangan dikeluarkan, seharusnya pemda memiliki kemampuan perangkat untuk memverif
ikasi kemampuan investor, kemampuan SDM dalam konteks pertambangan, data soal ke
kayaan SDA, dan kemampuan analisa perusahaan. Ironisnya, itu semua tidak dimilik
i oleh pemda secara baik. Akibatnya, pemda yang didikte oleh investor. Dari kasu
s ini akhirnya akan mucul beberapa pertanyaan, apakah izin yang dikeluarkan itu
sudah memenuhi persyaratan, yakni mendorong pertumbuhan ekonomi bagi daerah yang
bersangkutan atau tidak? Pada tataran itu, kita bisa mengetahuinya dari perusah
aan yang mengajukan izin itu masuk katagori perusahaan besar, menengah atau keci
l? Pertanyaan berikutnya, bagaimana perusahaan melakukan eksplorasi dan kewajiba
n lainnya sesuai dengan ketentuan UU seperti kewajiban reklamasi atau CSR?
Apakah perusahaan yang memiliki IUP saat ini memiliki kemampuan sesuai dengan ke
tentuan-ketentuan itu? yang pasti perusahaan memiliki motif ekonomi, ambil untun
g cepat sehingga dampaknya, kerusakan lingkungan terjadi secara massif baik di d
arat maupun di laut daerah ini. Hebatnya, pemerintah daerah tidak menyiapkan reg
ulasi untuk mengatur semerawut pertambangan di Bumi Serumpun Sebalai ini. Tak ada
jaminan reklamasi laut yang nilainya dikaji dengan memperhatikan keberlanjutan e
kologi. Tak ada kawasan pertambangan laut yang benar-benar diatur dalam tata rua
ng wilayah laut daerah sehingga tidak menghancurkan potensi perikanan dan wisata
bahari yang selalu didengung-dengungkan menjadi sektor ekonomi masa depan daera
h ini. Hebatnya, izin pertambangan dalam bentuk surat keputusan bupati atau gube
rnur terus diobral.
Akhirnya, semua kembali kepada kebijaksanaan kepala daerah yang akan menandatang
ani izin pertambangan. Kepala Daerah seharus bicara terus terang kepada pengusaha.
Katakan kepada mereka untuk tidak menganiaya rakyatnya, jangan sebaliknya. Kepa
da Daerah harus sadar bahwa tugas dia adalah menjadikan rakyatnya sejahtera. Buk
an sebaliknya, hanya mensejahterakan segelintir orang, para bandar dan pejabat d
ilingkungannya sehingga terkesan membangun dinasti baru di daerah. Semoga dalam
kepala daerah yang terpilih adalah pemimpin yang bijaksana dalam mengelola karun
ia sumberdaya daerah sehingga segenap masyarakat Bangka Belitung lebih sejahtera
dan tidak terjadi kasus seperti di Bima dan Mesuji di daerah ini. Amin

Kapal isap yang beroperasi hanya beberapa meter-dari tepi pulau Pemuja, Penganak
, Kabupaten Bangka Barat

wajah pulau bangka dari pesawat


Penulis : Indra AmbalikaDosen Perikanan & Ketua Tim Eksplorasi Terumbu Karang Un
iv. Bangka Belitung

Anda mungkin juga menyukai