Anda di halaman 1dari 11

Askep Gagal Ginjal Kronis (GGK)

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan
tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal,
reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai
kemih. Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel
dalam batas-batas normal.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi gomerulus, reabsorbsi ginjal
dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang
sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang
masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama
penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah
menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan
masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang
lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh
darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal.Penyakit ginjal kronik biasanya desertai
berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran
cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan
pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal
kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal.Bukti ilmiah
menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat
dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini.
Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang
efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor
risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

B.

Tujuan Penulisan

Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu sebagai berikut;


1.

Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengidentifikasi tentang penyakit gagal ginjl kronik.


2.

Tujun Khusus

a.

Mahasiswa mampu menjelaskan definisi gagal ginjal kronik

b.

Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari gagal ginl kronik

c.

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari gagal ginjal kronik

d.
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gagal ginjal
kronik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pengertian

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap
(Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai.Pada
kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat
lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B.

Etiologi

Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler


(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik
(amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)

Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain sebagai
berikut.
1.

Infeksi misalnya pielonefritis kronik

2.

Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis

3.
Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis
4.
Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif
5.
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus
ginjal
6.

Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis

7.

Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale

8.
Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C.

Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR/daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai dari nefronnefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu sebagai
berikut.
1.

Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)

Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik.
2.

Stadium 2 (insufisiensi ginjal)

Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25%
dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar
kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia
dan poliuri.
3.

Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)

Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari
normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan
kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813814)

D.

Pathway

E.

Manifestasi Klinis

1.

Manifestasi klinik gagal ginjal kronik antara lain sebagi berikut. (Long, 1996 : 369):

b.
Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang,
mudah tersinggung, depresi
c.
Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak
ada tapi mungkin juga sangat parah.
3.
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin aldosteron), gagal
jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat
iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

4.

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a.

Sistem kardiovaskuler

1)

Hipertensi

2)

Pitting edema

3)

Edema periorbital

4)

Pembesaran vena leher

5)

Friction sub pericardial

b.

Sistem Pulmoner

1)

Krekel

2)

Nafas dangkal

3)

Kusmaull

4)

Sputum kental dan liat

c.

Sistem gastrointestinal

1)

Anoreksia, mual dan muntah

2)

Perdarahan saluran GI

3)

Ulserasi dan pardarahan mulut

4)

Nafas berbau ammonia

d.

Sistem musculoskeletal

1)

Kram otot

2)

Kehilangan kekuatan otot

3)

Fraktur tulang

e.

Sistem Integumen

1)

Warna kulit abu-abu mengkilat

2)

Pruritis

3)

Kulit kering bersisik

4)

Ekimosis

5)

Kuku tipis dan rapuh

6)

Rambut tipis dan kasar

f.

Sistem Reproduksi

1)

Amenore

2)

Atrofi testis

F.

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara
sebagai berikut.
1.

Pemeriksaan laboratorium

Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu


menetapkan etiologi.
2.

Pemeriksaan USG

Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa
pembesaran ginjal.
3.

Pemeriksaan EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan
gangguan elektrolit

G.

Pencegahan

Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali
tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal.Penurunan
kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan
kesehatan.Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi
sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis
dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress
(infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)
H.
1.

Penatalaksanaan
Dialisis (cuci darah)

2.
Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid (membantu berkemih)

3.

Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat

4.

Transfusi darah dan Transplantasi ginjal

I.

Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien CKD adalah:
1.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.

2.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder:
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
4.
Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui
alkalosis respiratorik.
5.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.

J.

Intervensi

1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi
dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam
batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a.

Auskultasi bunyi jantung dan paru

R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur


b.

Kaji adanya hipertensi

R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin


(disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.

Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)

R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri


d.

Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas

R : Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder :
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak
ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a.
Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b.

Batasi masukan cairan

R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
b.

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan

R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan


c.
Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan
dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
a.

Awasi konsumsi makanan / cairan

R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi


b.

Perhatikan adanya mual dan muntah

R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan
pemasukan dan memerlukan intervensi
d.

Beikan makanan sedikit tapi sering

R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan

e.

Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan

R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek social


f.

Berikan perawatan mulut sering

R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan

4.
Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a.

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles

R: Menyatakan adanya pengumpulan secret


b.

Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam

R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2


c.

Atur posisi senyaman mungkin

R: Mencegah terjadinya sesak nafas


d.

Batasi untuk beraktivitas

R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga


dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a.
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya
kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan
dekubitus / infeksi.

b.

Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa

R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
integritas jaringan
c.

Inspeksi area tergantung terhadap udem

R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek


d.

Ubah posisi sesering mungkin

R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan
iskemia
e.

Berikan perawatan kulit

R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit


f.

Pertahankan linen kering

R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit


g.
Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan
pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h.

Anjurkan memakai pakaian katun longgar

R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

Anda mungkin juga menyukai