Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Perkuliahan


Pengantar Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Kelas I/B

Oleh
Rohman Saepurohman

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR
- 2014 -

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya
membahas mengenai Problematika Pendidikan di Indonesia.
Makalah ini dibuat dengan menggunakan beberapa sumber yang
kebanyakan saya ambil dari referensi-referensi yang berasal dari internet. Karena
mengingat keterbatasan bahan referensi yang bisa saya dapatkan dari buku yang
saya miliki.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan para pembaca untuk
memberikan saran beserta kritik yang dapat membangun saya. Kritik konstruktif
dari para pembaca sangat saya harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian, khususnya bagi saya selaku penulis.

Cianjur, Oktober 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meninjau dari kualitas pendidikan di Negara Indonesia saat ini sungguh
memperihatinkan. Hal ini dibuktikan dari data UNESCO (2000) tentang indeks
Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari
peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kapita yang
menunjukan bahwa indeks pengembangan manusia di Indonesia kian menurun.
Dari 174 negara-negara di dunia, Indonesia menempati posisi ke-102 pada tahun
1996, lalu mengalami peningkatan menjadi ke-99 pada tahun 1997, namun turun
kembali dan menempati posisi ke-105 pada tahun 1998, dan pada akhirnya
menempati posisi ke-109 di tahun 1999.
Lalu menurut survei dari Political and Economic Risk Consultant (PERC),
kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.
Posisi Indonesia di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic
Forum Swedia pada tahun 2000, Indonesia memiliki daya saing yang rendah,
yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan
masih menurut survei dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat
sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Dari pernyataan-pernyataan di atas, akan timbul sebuah pertanyaan Mengapa
kualitas pendidikan di Indonesia ini sangat rendah?. Dan jawaban dari
pertanyaan itu akan menjadi bahan pembahasan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Ciri-ciri pendidikan di Indonesia
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia
3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di
Indonesia?
4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan
pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan Makalah


5. Tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk:
1. Menggambarkan atau mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.
2. Menggambarkan atau mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia
saat ini.
3. Menggambarkan atau mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
4. Menggambarkan atau mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan atas
permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.

5. BAB II
6. LANDASAN TEORITIS
7.
A. Pengertian Problematika
8. Problematika atau biasa disebut juga dengan problema berasal dari Bahasa
Inggris yaitu problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan
dalam Bahasa Indonesia, problema atau problematika berarti hal yang belum
dapat dipecahkan atau juga hal yang dapat menimbulkan suatu permasalahan.
9. Dengan kata lain, problema atau problematika adalah suatu masalah yang
belum dapat dipecahkan oleh orang-orang yang berada di dalamnya dan terkadang
jika belum berupa masalah, maka Problema atau problematika ini dapat
menimbulkan permasalahan bagi pihak-pihak yang akan terkait di dalamnya.
10.
B. Pengertian Pendidikan
11.Berikut ini merupakan definisi pendidikan dari beberapa sumber, antara
lain:
1. UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003
12. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia
13. Kata Pendidikan berasal dari kata didik dan mendapat awalan
pe- dan akhiran -an, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau
perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses atau
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
3. Ki Hajar Dewantara
14. Pendidikan adalah tutntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota

15.

masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan

setinggi-tingginya.
4. Menurut UU No.20 tahun 2003
16. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara.
5. Menurut H. Horne
17. Pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi manusia yang telah berkembang secara
fisik danmental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi
dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
18.

Dari beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli

tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan


adalah bimbingan ataupun arahan dari seseorang yang dianggap dewasa
terhadap perkembangan anak dalam upaya mencapai kedewasaan,
tentunya dengan tujuan agar sang anak memiliki kemampuan untuk
bersikap mandiri terhadap semua tugas yang diberikan kepada dirinya
sendiri di masa mendatang.

19.BAB III
20.PEMBAHASAN
21.
A. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
22.
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak
terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang
dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk
kepentingan bangsa Indonesia.
23.
Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti
melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi,
melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di
asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui
radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu
akan berintegrasi dalam rohani para siswa atau mahasiswa.
24.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolahsekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang
mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soalsoal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
25.
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia
26.
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia
semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan muridmuridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka
sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten.
Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau
kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan
dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki
pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi
masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi
pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman
yang pensiun.

27.

Sarana

pembelajaran

juga

turut

menjadi

faktor

semakin

terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah


terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang
terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja.
Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal
seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
28.
Selain daripada hal-hal tersebut, ada pendapat mengatakan bahwa
sistem pendidikan di Indonesia itu aneh dan unik. Semua permasalahan
pendidikan, termasuk kualitas yang rendah, selalu dibebankan kepada siswa atau
mahasiswa. Perbaikan bukan meningkatkan kualitas sistem pendidikan melalui
menerapkan Total Quality Management in Education (TQME). Tetapi menambah
beban belajar kepada siswa atau mahasiswa.
29.
Mengikuti sistem pendidikan di negara-negara maju, peran guru
atau dosen yang harus menutupi gap (jarak) atau kesenjangan antar siswa atau
mahasiswa di dalam kelas, sehingga tidak ada istilah siswa atau mahasiswa yang
tinggal kelas atau dengan kata lain tidak lulus. Sebaliknya, di Indonesia para siswa
atau mahasiswa yang ditambah beban belajarnya, bukan guru atau dosen yang
dimotivasi untuk belajar bagaimana meningkatkan kualitas proses pembelajaran
sehingga lulusan dari sistem pendidikan dapat berkompetisi di pasar tenaga kerja
global.
30.

Contoh dari pendapat ini yang paling nyata adalah sebagaimana

yang tertera dalam Peraturan Mendikbud RI No.049 tahun 2014 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi. Agar meningkatkan kualitas pendidikan tinggi,
maka jumlah SKS untuk mahasiswa pascasarjana (S2) ditambah dari 36 SKS
menjadi 72 SKS, yang berarti lama studi yang normal selama empat semester
ditambah menjadi sekitar delapan semester (empat tahun). Pada saat yang sama,
pendidikan pascasarjana (S2) dalam bidang bisnis (seperti Master of Business
Administration atau Magister Management) di United State of America (USA)
sedang dipertimbangkan untuk dikurangi dari lama belajar selama dua tahun
menjadi satu tahun, karena negara-negara di Eropa pun sekarang telah
menyelenggarakan pendidikan MBA atau MM dalam waktu 10 sampai 12 bulan
saja.

31.

Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun sistem

pendidikan di Indonesia telah menambah waktu dan beban belajar, tetapi


kualitas pendidikannya masih rendah. Bahkan menurut survei Education Index,
Kualitas pendidikan di Indonesia adalah yang paling rendah, yaitu menempati
urutan ke-40 dari 40 negara yang disurvei.
32.
C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
33.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
34. Pendidikan yang efektif adalah
memungkinkan

peserta

didik

untuk

dapat

suatu
belajar

pendidikan
dengan

yang
mudah,

menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.


Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut
untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran
tersebut dapat berguna.
35. Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi
pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu
penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan
pendidik tidak tahu goal apa yang akan dihasilkan sehingga tidak
mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini
merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran.
Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
36. Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan
formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya
manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal
tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang
yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu
jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah.
Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan
diharapkan dapat

37.

mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya

untuk dianggap hebat oleh orang lain.


38. Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang
mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi
IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika
dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan
bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia.
Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan
rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2.

Efisiensi Pengajaran Di Indonesia


39. Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu

tujuan dengan proses yang lebih murah. Dalam proses pendidikan akan jauh
lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik
tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika
kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan
prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
40. Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan,
mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya
proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan
sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
41. Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi
rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative
lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil
sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di
Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika
penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya
pendidiakan.
42. Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya
berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan
formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang
properti

43.

pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi

yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di
sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan
biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya
adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang
ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang
mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta
didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
44. Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah
lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat
bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika
dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah
misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul
07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien,
karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses
pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta
didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis,
bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang
lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti
pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai
kurang.
45.

Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas

adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan


peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya
mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
46. Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh
pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A
mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan
keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benarbenar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang
sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan

pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik


peserta didik.

47.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam

meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga


sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan
peserta didik.
48.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem

pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi


yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga
kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti
cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu
yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika
terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu
langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
49.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat

dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika
masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal.
Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi
ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas
keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan.
Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga
sudah diterapkan terhadap keluaran.
50.

Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas

merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan


erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan
dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien
cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumbersumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan
yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara

10

penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya


pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standarisasi Pendidikan Di Indonesia

10

4.

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita

juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya


setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
5.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh

masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di


dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang
harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi
standar.
6.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam

pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap


standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an
kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badanbadan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti
Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
7.

Tinjauan

terhadap

standardisasi

dan

kompetensi

untuk

meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan


adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang
terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan
pendidikan tersebut.
8.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman

agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan


yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar
memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang
terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
9.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan

seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi.


Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

11

10.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali

apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam


kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai
adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami
sayangkan adalah

11

11.evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta


didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat
proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan
selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu
hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain
yang telah didikuti oleh peserta didik.
12.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam

pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang


ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang
lebih dalam lagi
13.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah

hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan
jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita
mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan
di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
14.
15.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas,

berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang
menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
16.

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan

tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar
rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak
standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya.

12

Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak
memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
17.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD

terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki


865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau
42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan
dan

12

18.

sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau

kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi


MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP,
MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
2. Rendahnya Kualitas Guru
19.

Keadaan

guru

di

Indonesia

juga

amat

memprihatinkan.

Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk


menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan
penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
20.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak

layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun


2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar
hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan
60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta
untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
21.

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat

pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan


dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma
D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs
baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat
sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan
S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86%
yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
22.

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu

keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan

13

dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil


sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih
rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

13

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru


23.

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat

rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi


Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang
guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan
rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu,
dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan
pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan
pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les
pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang
buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli,
2005).
24.

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan

guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan
jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan
mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji
pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau
tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya.
Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas
rumah dinas.
25.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi

masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah


kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9
Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten
tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan
amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
4. Rendahnya Prestasi Siswa

14

26.

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik,

kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi
tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika
siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in

14

27.

Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa

Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi
matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains.
Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura
sebagai negara tetangga yang terdekat.
28.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for

Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi


tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya
yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan
ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila
dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh
di bawahnya.
29.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia

(Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of


Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan
membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor
tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1
(Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
30.

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari

materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk
uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat
terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
31.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and

Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa,


diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada
urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan
tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia

15

pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati


peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

15

6.

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat

Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan


Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan
Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999
mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori
tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,
8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat
terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh
karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang
tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
7. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
8.

Hal

tersebut

dapat

dilihat

dari

banyaknya

lulusan

yang

menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990


menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU
sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%,
sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup
tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan
15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3
juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga
menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian
antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum
yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan
ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
9. Mahalnya Biaya Pendidikan
10.

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk

menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk


mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman

16

Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat


miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin
tidak boleh sekolah.

16

11.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp

500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1


juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
12.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari

kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis


Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya
untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan
Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur
pengusaha.
13.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.

Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu


berkedok, sesuai keputusan Komite Sekolah. Namun, pada tingkat
implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus
dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala
Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan
Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan
tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
14.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan

Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik


publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan
politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah
dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada
pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri
pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya
BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang
kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya
pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

17

15.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor

pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk
memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40
persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi
pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti

17

16.

pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga

tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).


17.

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk

pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang


menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah
memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum
Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan
Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada
privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu
disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan
oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
18.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal

untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM


Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005)
menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah
memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan
pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk
meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang
kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan
masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang
kaya dan miskin.
19.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir.

Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global


yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia.

18

Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP),


Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan
kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari

18

20.

sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah

negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.


21.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah

status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok.
Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini
hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa
negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun
biaya

pendidikannya

rendah.

Bahkan

beberapa

negara

ada

yang

menggratiskan biaya pendidikan.


22.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau

tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang
seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban
untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin
akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan
tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab.
Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk
cuci tangan.
23.
D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
24.

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada

dua solusi yang dapat diberikan yaitu:


25.

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-

sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem
pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem
pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi
kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan
peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.

19

26.

Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang

menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan


guru, dan mahalnya biaya pendidikan berarti menuntut juga perubahan sistem
ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan
Islam

19

27.

dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem

kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam
yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala
pembiayaan pendidikan negara.
28.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis

yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk


menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
29.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada

upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya


kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga
diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas
guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan saranasarana pendidikan, dan sebagainya.

20

30.BAB IV
31.PENUTUP
32.
A. Kesimpulan
33.
Dari pembahasan-pembahasan yang telah dipaparkan, kita bisa
menarik kesimpulan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia ini masih terbilang
cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Hal ini
diakibatkan oleh sistem pendidikan dan Sumber Daya Manusia di Negara
Indonesia ini yang masih dapat dikatakan kurang baik atau kurang memadai.
Adapun solusi untuk mengatasi problematika-problematika tersebut yaitu dengan
cara memperbaiki sistem-sistem pendidikan yang kurang bagus dan juga
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya itu sendiri.
34.
B. Saran
35.
Dengan diadakannya persaingan atau pasar global secara bebas
sekarang ini, tidak menutup kemungkinan bahwa di Negara Indonesia ini akan
banyak bermunculan perusahaan-perusahaan ataupun datangnya produk-produk
asing yang nantinya akan mendominasi. Oleh karena itu, Indonesia dituntut agar
dapat memperbaiki sistem pendidikan serta meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusianya secepat mungkin. Karena jika tidak, maka Negara Indonesia tercinta
ini akan tertinggal kalah bersaing dengan negara-negara lain.

21

36.DAFTAR PUSTAKA
37.
38. http://sitichotijah269.wordpress.com/tugas-kuliah/tugas-internetdesing/artikel-masalah-pendidikan-di-indonesia/
39. http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-menurut-ahli/
40. http://infogurudankepalasekolah.blogspot.com/2013/04/pengertianproblematika-defisi-menurut.html
41. http://mutupendidikanindonesia.wordpress.com/category/mutupendidikan/ciri-ciri-pendidikan-di-indonesia/
42. http://kupang.tribunnews.com/2014/08/26/kualitas-sistem-pendidikan-diindonesia
43. http://id.wikipedia.org/wiki/MBA
44. http://id.wikipedia.org/wiki/Gelar_akademik

22

45.DAFTAR ISI
46.
47. Halaman
48. KATA PENGANTAR .........................................................................
i
49. DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
50. BAB
I
PENDAHULUAN ...........................................................................

A. Latar Belakang ..........................................................................


B. Rumusan Masalah .....................................................................
C. Tujuan Penulisan Makalah ........................................................

1
1
2

51. BAB

II

LANDASAN TEORI ......................................................................

A. Pengertian Problematika ...........................................................


B. Pengertian Pendidikan ...............................................................

3
3

52. BAB

III

TEORI PEMBAHASAN ................................................................


A.
B.
C.
D.

Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia .............................................. 5


Kualitas Pendidikan di Indonesia .............................................. 5
Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia .......... 7
Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di
53................................................................................................Indon
esia ............................................................................................. 19

54. BAB

IV

PENUTUPAN ................................................................................. 21
A. Kesimpulan ................................................................................ 21
B. Saran .......................................................................................... 21
55. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 22

ii

Anda mungkin juga menyukai