Bakat Anak Apa yang bisa kita lakukan sebagai orangtua agar anak gemar
belajar?
Sebelumnya, kita sudah mengenal bagaimana efek Zeigarnik bisa memotivasi anak menekuni
bakatnya saat semangat belajarnya turun. Kita tentu sadar bahwa baik anak maupun orang
dewasa seperti Ayah Ibu, pasti mengalami fase naik-turun, baik dalam belajar,
mengembangkan bakat, dan berkarier. Nah, bagaimana kita bisa menstimulasi anak agar
mereka dapat mengelola diri dan tetap gemar belajar?
Tentu strategi tiap orangtua berbeda-beda dalam menghadapi anaknya bahkan tiap anak
bisa mendapatkan perlakuan berbeda, tergantung keunikannya. Guru, penulis, dan pemerhati
pendidikan, Joanne Foster, berbagi delapan tips yang bisa dipraktikkan Ayah Ibu untuk
menstimulasi anak agar gemar belajar dan berkarya! Kita simak sama-sama, yuk!
perlu belajar mengembangkan bagian kecerdasan majemuk yang lain, melalui musik, puisi,
olahraga apapun yang memanfaatkan indera anak.
Kecerdasan majemuk yang dikelola dengan baik akan menjadikan anak seorang pembelajar
yang paham bagaimana cara belajar terbaik sesuai keunikannya. Dengan demikian, anak
lebih terpacu untuk gemar belajar.
5. Jadilah teladan
Seringkali kita menuntut anak gemar belajar, namun saat pulang kerja kita
mengeluhkan beban pekerjaan kita di depan anak-anak. Kita justru tidak menunjukkan
orangtua yang mampu menjalani kariernya secara positif, terlepas dari berbagai tantangan
yang ada.
Tugas Anda sekarang sederhana (tapi rumit): menjadi teladan yang menekuni karier kepada
anak. Ayah Ibu bisa bercerita bagaimana Anda berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan
lainnya untuk menemukan di mana arah karier Anda yang sebenarnya. Ini sekaligus
menjelaskan pada anak bahwa pengembangan bakat (dan karier nantinya) tidak
berjalan linier. Lagipula, karier bukan tanda titik, bukan perhentian akhir manusia.
kesalahannya, dan dengan cara apa ia bisa memperbaikinya. Inilah yang membuat anak
gemar bermain game: karena anak bisa melihat dirinya berkembang dari waktu ke waktu.
Dalam belajar dan mengembangkan bakat anak, kita bisa memberikan umpan balik sesegera
mungkin pada usaha anak. Seperti halnya bermain game, belajar jadi lebih seru saat
anak dengan segera menyadari perkembangan diri di bidang bakat yang ditekuninya.
Masak harus menunggu UTS, UAS, dan Ujian Nasional? Tenggang waktunya terlalu
lama untuk membuat anak gemar belajar, hehehe.
Di satu sisi, sewajarnya anak-anak belajar mengembangkan dirinya agar bisa berkarya dan
berkontribusi dalam masyarakat. Di sisi lain, kita sebagai orangtua, mungkin belum bisa
menjadi teladan yang baik bagi mereka. Itulah sebabnya, kelapangan dada untuk belajar dari
anak-anak menjadi hal yang berharga buat orang dewasa seperti kita. Setidaknya, terdapat
tiga alasan mengapa Ayah Ibu perlu belajar dari anak-anak:
1. Anak-anak tidak takut bermimpi
Hal ini sempat disinggung Adora, tentang bagaimana orang dewasa seringkali punya
terlalu banyak pertimbangan, termasuk memikirkan biaya dan risiko kegagalan, yang
membuat mereka sukar membuat kemajuan. Sedangkan anak-anak tidak pernah takut
bermimpi. Bagi anak-anak, apapun yang terjadi nanti, yang penting bermimpi terlebih
dahulu. Mungkin tampak utopis bagi orang dewasa, namun keberanian untuk bermimpi
adalah alasan pertama mengapa kita perlu belajar dari anak-anak.
Keberanian untuk bermimpi adalah saat ketika kita mampu melihat titik terang di antara
suramnya kenyataan di sekeliling kita.
2. Anak-anak bersikap apa adanya
Kebanyakan orang dewasa, mungkin termasuk saya dan Anda, selalu berpikir apa kata orang
lain tentang diri kita. Saat sebuah tindakan mungkin dinilai negatif oleh kebanyakan orang,
kita akan urung melakukannya. Pada akhirnya, hidup kita lebih banyak ditentukan oleh
pendapat orang lain ketimbang keyakinan kita sendiri. Misalnya, banyak orang
menempuh jalan karier yang dianggap bagus oleh banyak orang, meskipun dalam hati mereka
tidak cocok dengan karier yang sedang ditempuh.
Anak-anak bersikap sebaliknya; dengan hati dan pikiran yang masih polos, anak-anak
bersikap apa adanya, serta yakin dengan pilihannya. Mereka tidak takut gagal maupun
dianggap buruk oleh orang-orang di sekitarnya. Kita mungkin menganggap hal ini konyol
atau kekanak-kanakan, namun keyakinan anak-anak bisa menjadi pelajaran berharga bagi
orang dewasa. Bersikap apa adanya adalah alasan kedua mengapa kita perlu belajar
dari anak-anak.
Bersikap apa adanya membantu kita terbuka pada sekeliling tentang keyakinan kita.
3. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa
Kita, orang dewasa yang menganggap bahwa sudah terlalu rumit untuk
diperhatikan, seringkali meluputkan banyak hal yang ternyata diminati oleh anak-anak.
Kesibukan membuat kita sukar takjub pada hal-hal kecil yang membuat anak-anak
takjub, semisal saat melihat bunga mekar, atau saat melihat matahari terbenam.
Sebaliknya, anak-anak punya rasa ingin tahu yang luar biasa, yang membuat mereka bertanya
banyak hal termasuk hal-hal yang sudah dianggap biasa dan memang begitu adanya oleh
orang dewasa. Pertanyaan anak-anak yang begitu banyak mungkin membuat kita gusar
karena merepotkan, padahal sebagai manusia, kita tidak boleh kehilangan rasa ingin tahu kita.
Rasa ingin tahu adalah alasan ketiga mengapa kita perlu belajar dari anak-anak.
Rasa ingin tahu membuat kita tidak menelan informasi begitu saja, namun terus menyelidiki
sampai merasa yakin.
Bakat Anak Apa yang anak butuhkan saat mereka sedang enggan menekuni
bakat?
Selalu ada saat-saat di mana anak mengalami kebosanan atau kesulitan dalam menekuni
bakatnya. Anda tidak perlu heran, karena bahkan untuk belajar hal yang anak memang suka,
ada waktu di mana semangat belajar anak turun. Trik apa yang bisa kita lakukan sebagai
orangtua dalam menghadapi situasi tersebut dan terus mendorong anak menekuni
bakat?
diselesaikan dalam lima menit berikutnya. Para peneliti memberikan tingkat kesulitan yang
tinggi di bentuk puzzle kedua, yang bisa dibilang tidak mungkin diselesaikan dalam waktu
yang disediakan. Dan benar saja, hanya 6 dari 39 anak yang dapat menyelesaikan puzzle sulit
tersebut.
Setelah waktu habis, anak-anak diberikan 8 menit waktu bebas untuk melakukan apa saja
para peneliti bahkan menyediakan televisi, majalah, dan hiburan lain yang bisa menarik
perhatian anak. Namun saat peneliti meninggalkan ruangan, 28 dari 39 anak malah memilih
untuk menyelesaikan puzzle yang belum tuntas.
Lebih menariknya lagi, dari 6 anak yang berhasil menyelesaikan puzzle sulit, sebagian besar
memilih untuk tidak menyelesaikan sisa puzzle yang ada. Hanya satu anak (17%) yang
memilih mengutak-atik puzzle yang belum selesai, dan menghabiskan waktu sekitar 1 menit
18 detik.
Sebaliknya, dari 33 anak yang gagal menyelesaikan puzzle sulit, 27 anak (82%) memilih
terus mencoba menyelesaikan puzzle tersebut. Ditambah, mereka menghabiskan rata-rata
waktu lebih lama untuk mengutak-atik puzzle, yakni 3 menit 20 detik. Kesimpulannya
sederhana: saat anak tidak bisa langsung menyelesaikan tugas yang diberikan, mereka
akan terdorong untuk melanjutkan tugas tersebut, bahkan dalam waktu yang lebih
lama.
Bakat Anak Apa langkah pertama yang harus orangtua lakukan dalam
mengenal bakat anak?
Saat kita mendapati bahwa anak belum menemukan bakatnya, justru ini bukan saatnya untuk
gegabah. Anda tak perlu langsung mengeleskan anak, atau membawanya untuk menjalani
serangkaian tes untuk menentukan pada bidang apa anak berbakat. Kali ini, kita akan belajar
langkah pertama untuk mengenal bakat anak, yakni melakukan eksplorasi yang memadai!
menggambarkan konsep yang lebih abstrak (jika anak sudah mengenalnya) seperti kasih
sayang, persahabatan, kerja sama, dan sebagainya.
2. Memahami rute. Coba ajak anak mengenal arah dengan memahami rute yang sederhana,
seperti dari kamar tidurnya menuju kamar mandi lima langkah ke depan, belok kiri, lalu
belok kanan. Jika anak sudah paham, coba yang sedikit lebih jauh, semisal dari rumah ke
warung terdekat.
Kecerdasan diri
3. Membuat jadwal harian. Ajak anak untuk mengatur jadwal dan rencana kegiatannya
selama sehari penuh. Tantang anak untuk memikirkan mana kegiatan yang penting dan
kurang penting, maupun yang disukai dan kurang disukai. Ingat, anak yang membuat
jadwalnya, bukan Anda, jadi alih-alih mendikte, ajukan saja pertanyaan.
4. Merefleksikan pengalaman. Ajak anak merefleksikan keberhasilan maupun kegagalan
yang dialami. Tidak harus muluk-muluk, melainkan Anda bisa mulai dari yang paling
sederhana, misalnya ketika anak belajar bersepeda. Tanyakan apa yang dirasakan anak,
bagaimana kejadiannya, dan bagaimana jika anak melakukan kegiatan serupa di lain hari.
Mudah, bukan, cara mengenal bakat anak Anda?
Kecerdasan relasi
5. Berkenalan dengan teman baru. Ini bisa dilakukan secara insidental atau terencana.
Misal, pada hari pertama sekolah, Anda dapat meminta anak bercerita tentang teman
baru yang duduk satu bangku bersama anak. Atau, saat main di taman, Anda dapat meminta
anak untuk mendatangi anak yang tidak dikenal untuk mengobrol. Lalu minta anak
menceritakan kenalan barunya tersebut.
6. Membaca buku cerita anak. Carilah buku cerita anak bergambar untuk dibaca bersama
dengan anak. Lalu saat sedang membaca, Anda dapat menunjuk sebuah gambar dan meminta
anak menebak emosi yang dirasakan tokoh dalam gambar tersebut.
Kecerdasan musik
7. Menggunakan sebuah benda sebagai alat musik. Ajak anak untuk memainkan sebuah
benda sebagai instrumen musik, seperti ember, gelas, sendok, dan sebagainya. Cara ini bisa
melatih anak membuat komposisi musik yang sederhana, dengan bunyi-bunyian yang ia buat.
Bermusik dengan cara sederhana sembari mengenal bakat anak, mengapa tidak?
8. Membiasakan bernyanyi. Jadikan bernyanyi sebagai kegiatan yang biasa dilakukan di
rumah, baik orangtua maupun anak. Anda dapat mencontohkan, seperti bersenandung
sembari memasak, atau bernyanyi sembari menyapu rumah. Ini bisa melatih kepekaan anak
terhadap nada dan irama.
Kecerdasan alam
9. Membuat buku koleksi. Ajak anak untuk mengoleksi benda-benda alam di sekitar
rumahnya, seperti daun, bunga, maupun biji-bijian. Jika anak semakin tertarik, Anda dapat
menantangnya untuk membuat buku koleksi, di mana anak dapat menjelaskan koleksinya dari
nama, kategori, dan ciri-cirinya.
10. Berkebun. Jika Anda memiliki kebun sendiri di rumah, Anda dapat mengajak anak untuk
terlibat dalam kegiatan berkebun, seperti menyiram tanaman, membersihkan gulma, dan
sebagainya. Jika tidak, Anda bisa mengajak anak menanam sebuah tanaman dalam pot kecil
untuk dirawat anak. Minta anak menceritakan perkembangan tanamannya tersebut.
Kecerdasan tubuh
11. Berolahraga. Beri teladan dan ajak anak untuk berolahraga bersama, entah setiap pagi
atau setiap akhir pekan. Tantang anak untuk meniru gerakan tubuh Anda. (Tiga orang pertama
yang mengirim email ke info@idcerita.org berisi Saya ingin mengembangkan bakat anak
akan mendapat buku Anak Bukan Kertas Kosong) Anda juga dapat melakukan permainan
bersama anak di rumah, seperti lempar-tangkap bola, atau bulu tangkis.
12. Memperbaiki. Anda bisa mengajak anak memperbaiki barang yang rusak di rumah
dengan menggunakan perkakas. Kegiatan menggunakan perkakas menjadikan gerak tubuh
anak menjadi lebih bermanfaat, sehingga selain menstimulasi kecerdasan tubuh, anak bisa
mengerti cara memperbaiki barang. Kegiatan mengenal bakat anak ternyata bisa punya
beragam manfaat, ya?
Kecerdasan logika
13. Menyusun puzzle. Puzzle dan permainan sejenis dapat digunakan untuk menstimulasi
kecerdasan logika anak, selain beberapa kecerdasan lainnya. Tantang anak untuk menyusun
puzzle jigsaw dari yang kepingannya sedikit sampai banyak, atau jika anak ingin tantangan
yang lebih wah, bermain rubik.
14. Membuat grafik atau bagan. Anda bisa mencontohkan, lalu meminta anak untuk
membuat bagan atau grafik mengenai, semisal, koleksi buku atau mainannya, atau
penggunaan waktu dalam satu hari untuk belajar dan bermain.
Kecerdasan aksara
15. Bercerita secara rutin. Ambil waktu bersama untuk bercerita kepada anak, baik dari
dongeng, karangan, maupun pengalaman Anda sendiri. Minta anak menyebutkan kata atau
kalimat yang tidak ia mengerti. Jelaskan kata atau kalimat tersebut pada anak. Kegiatan
mengenal bakat anak bisa dilakukan selagi mempererat hubungan dengan anak kita, lho.
16. Bermain ABC. Permainan sederhana ini bisa menstimulasi kecerdasan aksara anak. Anda
bisa bermain tebak-tebakan bersama anak dengan menggunakan suatu abjad yang ditentukan
dalam permainan ABC. Gunakan kategori yang sederhana, semisal menebak benda-benda
yang ada di rumah berdasarkan abjad awalnya. Misal P untuk pensil, penggaris, dan
seterusnya.
Apakah ayah ibu mempunyai aktivitas lain untuk mengeksplorasi bakat anak?