Anda di halaman 1dari 18

TERAPI BERMAIN ANAK

DISUSUN OLEH :

M. ALI MANSUR
EKO SULISTIYONO
NILUH WIDYA K.
NI MADE GINARNI
VERONICA ADY P.

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul Terapi Bermain Anak Makalah ini
berisikan tentang terapi bermain yang akan diberikan oleh kelompok kepada anak di
rumah sakit.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain mewarnai. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Banyuwangi, 11 November 2015

Kelompok C

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak
secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas
bermain ini tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada
saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan
anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan
bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak,
dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi
mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan
kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit
(Wong, 2010).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai
hiburan, tetapi juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian seorang
ahli saraf bernama Ian Robertson, puzzel dapat meningkatkan kemampuan mental.
Selain itu, permainan ini juga dapat mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan
(Baras, 2010). Anak-anak akan dapat memainkan sesuatu dengan tangannya yaitu
dengan bongkar pasang yang bisa melatih kecerdasan otak anak dan berpikir secara
logis untuk menyelesaikan gambar yang bisa menjadi sesuatu yang menarik seperi
binatang atau orang. Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan
keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam
sebagai hal. Sifat permainan ini adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba
kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain dalam puzzel gambar, disni
anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam meletakkan gambar yang telah di
bongkar.

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi efektif
terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
1) Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
2) Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
3) Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
4) Beradaptasi dengan lingkungan
5) Mempererat hubungan antara perawat dan anak

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1

Pengertian Bermain puzzel


Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berpilaku dewasa. (aziz alimul,
2009)
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa
Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media
sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media
puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan
matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle
berdasarkan pasangannya.

2.2

Tujuan Bermain puzzle


Tujuan brmain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun mengembangkan
imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus dalam kemampuan
keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau mengenal dunia,
maupun mengembangkan kematangan fisik, emosional, dan mental sehingga akan
membuat anak tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.

2.3

Fungsi Bermain Puzzel


Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan

intelektual,

perkembangan

social,

perkembangan

kreativitas,

perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

1) Perkembangan Sensoris Motorik


Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk
perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi
yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk
anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan
aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2) Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan
melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobilmobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia
telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan
untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya
semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini
akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3) Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang
nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia
sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah
adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.

4) Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan
merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5) Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga
temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya
menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan
nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain.
6) Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok
yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan
belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana
yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang
tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah
membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang
yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler
dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan
nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting

peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain
dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
2.4

Katagori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif dan
yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan
diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif
kesenangan didapatkan dari orang lain.
1.

Bermain aktif
1) Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut. Anak memperhatikan alat permainan, mengocokngocok apakah ada bunyi mencuim, meraba, menekan, dan kadang-kadang
berusaha membongkar.
2) Bermain konstruksi (construction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi
rumah-rumahan. Dll.
3) Bermain drama (dramatik play)
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudarasaudaranya atau dengan teman-temanny
4) Bermain bola, tali, dan sebagainya

2. Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar.
Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan
membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.

Contohnya:
1) Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
2) Mendengarkan cerita atau musik
3) Menonton televisi
4) Dll
2.5

Hal-hal yang Harus Diperhatikan


1) Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2) Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3) Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada
keterampilan yang lebih majemuk.
4) Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain. Jangan
memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.

2.6

2.7

Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


1)

Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan

2)

Status kesehatan, anak sakit perkembangan psikomotor kognitif terganggu

3)

Jenis kelamin

4)

Lingkungan lokasi, negara, kultur

5)

Alat permainan senang dapat menggunakan

6)

Intelegensia dan status sosial ekonomi

Tahap Perkembangan Bermain


1)

Tahap eksplorasi

2)

Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain

3)

Tahap permainan

2.8

2.9

4)

Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan

5)

Tahap bermain sungguhan

6)

Anak sudah ikut dalam permainan

7)

Tahap melamun

8)

Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.

Prinsip Bermain Di Rumah Sakit


1)

Tidak banyak energi, singkat dan sederhana

2)

Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis

3)

Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien

4)

Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien

5)

Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak

6)

Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan

Hambatan Yang Mungkin Muncul


1)

Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia

2)

Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan

3)

Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang


bersamaan.

2.10 Antisipasi hambatan


1)

Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama

2)

Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain

3)

Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan

4)

Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan

5)

Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan


lainnya.

2.11Cara Bermain Puzzel


1)

Sediakan kertas puzzel bergambar

2)

Bongkar kertas pazzel tersebut

3)

Pasang kembali kertas pazzel sesuai pasangannya masing

4)

Di anjurkan lebih baik pada bagian ujung kertas terlebih dahulu

5)

Setelah itu bagian samping dengan sesuai pasangannya

6)

Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelm kertas
puzzel di bongkar

BAB 3
SAP TERAPI BERMAIN
1. Pokok Bahasan

: Terapi Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit

2. Sub Pokok Bahasan

: Terapi Barmain Anak Usia 3-5 tahun

3. Tujuan

: Mengoptimalkan Tingkat Perkembangan Anak

4. Tanggal / Jam

: Kamis / 14 November 2015

5. Jam / Duras

: Pkl. 10.00 sd selesai

6. Tempat Bermain

: Ruang Kanak-kanak

7. Peserta

Pasien di ruang anak.

tidak mempunyai keterbatasan fisik.

dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga.

pasien kooperatif.

8. Sarana dan Media

Ruangan tempat bermain

Tikar untuk duduk

Gambar yang belum disusun

Pengorganisasian

9. Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 2 orang dan 1 orang observer
dengan susunan sebagai berikut:
1)

leader

: M. Ali Mansur.

2)

Co Leader

: Eko Sulistiyono.

3)

Observer

: Niluh Widya K.
Ni Made Ginarni

4)

Fasilitator

10. Pembagian Tugas


1) Peran Leader

: Veronica Adi P.

Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan


menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan
dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam
kegiatan
2) Peran Co Leader
Mengidentifikasi issue penting dalam proses
Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok
yang akan dating
Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3) Peran Observer

Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy

Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan

Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy

Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi

4) Peran Fasilitator
Mempertahankan kehadiran peserta
Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok

11. Setting Tempat


PEMBIMBING

PESERTA

ORANG TUA

OBSERVER

FASILITATOR

CO LEADER

LEADAER

12. Susunan Kegiatan


Waktu 5 Menit. Pembukaan :
1) Co-Leader membuka dan mengucapkan salam
2) Memperkenalkan diri terap
3) Memperkenalkan pembimbing
4) Memperkenalkan anak satu persatu dan anak saling berkenalan dengan
temannya
5) Kontrak waktu dengan anak
6) Mempersilahkan Leader
20 menit. Kegiatan bermain :
1) Leader menjelaskan cara permainan
2) Menanyakan pada anak, anak mau bermain atau tidak
3) Menbagikan permainan
4) Leader ,co-leader, dan Fasilitator memotivasi anak

5) Fasilitator mengobservasi anak


6) Menanyakan perasaan anak

5 menit. Penutup :
1) Leader Menghentikan permainan
2) Menanyakan perasaan anak
3) Menyampaikan hasil permainan
4) Memberikan hadiah pada anak yang cepat menyelesaikan gambarnya dan
bagus
5) Membagikan souvenir/kenang-kenangan pada semua anak yang bermain
6) Menanyakan perasaan anak
7) Co-leader menutup acara
8) Mengucapkan salam
13. Evaluasi
1. Evaluasi struktur yang diharapkan
1) Alat-alat yang digunakan lengkap
2) Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
2. Evaluasi proses yang diharapkan
1)

Terapi dapat berjalan dengan lancar

2)

Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik

3)

Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi

4)

Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai


tugasnya

3. Evaluasi hasil yang diharapkan


Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu gambar
yang diwarnai, kemudian digantung

1) Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik


2) Anak merasa senang
3) Anak tidak takut lagi dengan perawat
4) Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
5) Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut, Salah satunya
adalah puzzel. Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal
dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle
merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa
media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan
matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle
berdasarkan pasangannya.
4.2 Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi poin
penting dari stimulus yang akan di dapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan
dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
3. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat meminimalkan
trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan menyediakan ruangan
khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak


hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang
anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus melanjutkan
tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC


Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
http://belajarbarengrizalyuk.blogspot.com/2013/10/terapi-bermain-mewarnai.html
http://belajarbarengrizalyuk.blogspot.com/2013/10/terapi-bermain-mewarnai.html

Anda mungkin juga menyukai