Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ASUHAN KEBIDANAN

KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL


MOLA HIDATIDOSA

Disusun Oleh :
Latifah Nurul Huda

P07124114017

Marita Wahyu Nugraheni

P07124114018

Mayasari Setyaningrum Suroto

P07124114020

Muflihatul Husna

P07124114021

Nikita Nugraheni

P07124114022

Annistya Ranu Pranata

P07124114082

JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2016

A. Pengertian
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola Hidatidosa merupakan bagian
dari penyakit trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic Disease (GTD)
yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi abnormal trofoblas
pada kehamilan dengan potensi keganasan. Spektrum keganasan dari GTD adalah
dalam bentuk koriokarsinoma. Mola Hidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel
trofoblas. Pada mola hidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang
sempurna, melainkan berkembang menjadi patologik. Terapi yang optimal pada
kelompok penyakit ini terletak pada diagnosis yang benar, menilai risiko
keganasan, menggunakan sistem penilaian prognostik dan pemberian pengobatan
yang tepat. Mola Hidatidosa diterapi dengan evakuasi mola atau histerektomi,
sedangkan pengobatan pilihan untuk penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah
kemoterapi. Dengan pengobatan yang tepat, angka kesembuhan mendekati 100%
pada kelompok dengan risiko rendah, dan 80% sampai 85% pada kelompok
dengan risiko tinggi.
B. Gejala

Hiperemesis

Pembesaran rahim yang tidak sesuai umur kehamilan

Gejala tirotoksikosis

Perdarahan pervaginam

C. Diagnosis
Pasien dengan kehamilan mola hidatidosa biasanya datang dengan
perdarahan pervaginam (89-97%) dan bila sudah berlangsung lama dapat

menyebabkan anemia. Diagnosa mola hidatidosa dapat ditegakkan dengan riwayat


keluar jaringan vesikel hidatid yang mirip anggur. Hampir 80% pasien datang
dengan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dengan ketiadaan
denyut jantung janin. Pada 15-25% kasus Mola Hidatidosa Komplit (MHK)
disertai dengan hiperemesis gravidarum yang berkaitan dengan peningkatan
kadar -hCG dan besar uterus. Pada 12-27% MHK disertai dengan preeklampsia.
Pada 2-7% pasien MHK terdapat hipertiroidisme yang tampak secara klinis.
Insufisiensi paru terjadi pada 2% kasus MHK.
Pada kasus-kasus seperti ini distres pernafasan akut dapat muncul setelah
evakuasi mola hidatidosa. Tanda dan gejala dari distres pernafasan akut adalah
dispnea, takikardi, dan takipnea. Pada pemeriksaan fisik biasanya dijumpai ronki
yang luas. Dan dibutuhkan rawatan ICU maupun ventilator. Dengan penanganan
yang baik, distres pernafasan akan mereda dalam 2-3 hari.
Sekitar 27% pasien MHK mengalami toksemia ditandai oleh adanya
hipertensi (tekanan darah >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/dl), dan edema.
Hipertiroid pada mola hidatidosa dapat disebabkan oleh peningkatan produksi
hormon Tirotropin oleh jaringan mola dan sebagai efek dari peningkatan hormon
Estrogen. Kadar T4 plasma yang meningkat pada mola hidatidosa disebabkan oleh
peningkatan kadar hormon hCG sehingga terjadi peningkatan ikatan molekul hCG
pada tempat reseptor TSH, yang menyebabkan terjadinya hiperfungsi dari kelenjar
tiroid sehingga terjadi peningkatan hormon T4 serum.
Keadaan hipertiroid ini ditandai oleh takikardia, kulit hangat, tremor,
peningkatan kadar T4 dan T3 bebas. Setelah diagnosa mola hidatidosa ditegakkan,

maka sebaiknya diberikan terapi -adrenergik sebelum dilakukan tindakan


evakuasi jaringan mola untuk mencegah terjadinya badai tiroid pada saat evakuasi
jaringan mola dan pembiusan. Terapi anti tiroid diberikan untuk waktu yang
singkat. Dosis anti tiroid yang dianjurkan20-40 mg setiap 12 jam secara oral, dan
dosis di titrasi sampai 5-10 mg perhari setelah evakuasi jaringan mola dilakukan
untuk mempertahankan denyut jantung sekitar 100 denyutan/menit.
Pasien-pasien MHP bisanya tidak datang dengan gambaran klinis yang
khas seperti MHK. Pada umumnya, pasien Mola Hidatidosa Parsial (MHP) datang
dengan keluhan abortus inkomplit atau missed abortion dan jarang didiagnosa
MHP sebelum evakuasi uterus dilakukan. Diagnosa MHP biasanya ditegakkan
setelah pemeriksaan histologi. Gejala utamanya adalah pedarahan pervaginam
(73%). Pembesaran uterus dan preeklampsia hanya muncul

pada 4-11% dan 1-4% kasus. Kista teka


lutein, hiperemesis dan hipertiroid jarang
muncul.
20% pasien

Diperkirakan
dengan

MHK

sekitar 8berkembang

menjadi keganasan trofoblastik setelah evakuasi


uterus. Mola hidatidosa parsial menjadi persisten
kurang dari 3% kasus.
Ultrasonografi (USG) telah terbukti sebagai alat diagnostik yang akurat
dan sensitif untuk menegakkan diagnosa mola hidatidosa.
MHK menunjukkan gambaran pola vesikuler oleh karena pembengkakkan dari
vili korionik. Vili korionik pada trimester I MHK cenderung lebih kecil dan lebih

sedikit kavitasi. Akan tetapi, mayoritas dari MHK pada trimester I tetap
menunjukkan gambaran USG yang khas (pola snow storm) yaitu pola kompleks,
ekogenik massa intrauterin yang mengandung banyak ruang kista kecil. Temuan
USG yang bermakna untuk MHP adalah : ruang kistik pada plasenta dan rasio
transversal dengan anteroposterior dari kantung kehamilan > 1,5

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi
jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas
persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau
histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari
metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari lesi paru berupa lesi
koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scandan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke hepar dan otak tidak dilakukan secara
rutin.
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa,
berapapun ukuran uterusnya. Untuk mola hidatidosa yang besar, dipersiapkan
darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk
menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila serviks
panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dilakukan dengan
anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk memasukkan kuret
pengisap plastik. Setelah sebagian besar jaringan mola dikeluarkan melalui
aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan jika miometrium telah berkontraksi,
biasanya dilakukan kuretase yang menyeluruh secara hati-hati.

Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah
dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk
memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan
petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak
terkendali atau trauma serius pada uterus.
Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi
memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan daripada
aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi wanita berusia
40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada kelompok
usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia
lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor trofoblastik gestasional.
Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik, histerektomi cukup banyak
mengurangi kemungkinan kekambuhan penyakit.

E. Komplikasi
Komplikasi pada mola hidatidosa meliputi:

Perdarahan hebat

Anemis

Syok

Infeksi

Perforasi Usus

Keganasan (PTG)

Anda mungkin juga menyukai