Anda di halaman 1dari 112

PENERAPAN SISTEM JUAL BELI

MURABAHAH PADA BANK SYARIAH


(Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank
Negara Indonesia Syariah Cabang Medan)

TESIS
Oleh:

RIDHA KURNIAWAN ADNANS


057011074/MKn

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

PENERAPAN SISTEM JUAL BELI


MURABAHAH PADA BANK SYARIAH
(Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank
Negara Indonesia Syariah Cabang Medan)

TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program
Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RIDHA KURNIAWAN ADNANS


057011074/MKn

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Telah diuji pada


Hari/Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS:


Ketua

: Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, Ph.D.

Anggota

: 1. Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA.


2. Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn.
3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN.
4. Dr. T. Kheizerina Devi A, SH, CN, M.Hum.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH PADA BANK SYARIAH


(Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank Negara Indonesia
Syariah Cabang Medan)
Ridha Kurniawan Adnans 1
H. M. Hasballah Thaib 2
Ramlan Yusuf Rangkuti 3
Chairani Bustami 4

INTISARI
Pada kenyataannya konsep perbankan syariah di Indonesia khususnya di
wilayah Sumatera Utara belum dapat menarik minat umat Islam Indonesia untuk
menggunakan lembaga perbankan syariah sebagai bagian dari kegiatan perekonomian
mereka. Hal ini antara lain dikarenakan masih banyak pihak yang menganggap bahwa
bank-bank syariah tidak ubahnya bank konvensional yang hanya memakai stempel
syariah. Misalnya dalam praktek pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti,
dimana dalam pembiayaan murabahah menghendaki terjadi jual beli antara pemilik
barang dengan bank dan antara bank dengan nasabah. Namun dalam prakteknya,
transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang
(suplier) dengan nasabah yang dibuktikan dengan penandatanganan akta jual beli
yang dibuat dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Disini
pembiayaan murabahah hampir tidak ada bedanya dengan produk Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) pada bank konvensional.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan menggunakan metode penelitian
yuridis empiris. Penelitian ini dilakukan terhadap sistem jual beli murabahah pada
Bank Negara Indonesia Syariah (Bank BNI Syariah) Cabang Medan, dalam kaitannya
dengan pembiayaan rumah/properti. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh nasabah pengguna jasa pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti
(nasabah). Karena populasi dalam penelitian ini bersifat homogen maka penarikan
sampel hanya dilakukan terhadap 10 (sepuluh) orang nasabah. Selanjutnya
pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.

Mahasiswa Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara,

Medan.
2

Dosen Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
3
Dosen Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
4
Dosen Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sistem jual beli murabahah pada Bank
BNI Syariah Cabang Medan adalah jual beli yang terjadi antara: pemilik barang
(suplier) bank nasabah yang dibuat dibawah tangan, kemudian terjadi lagi jual
beli antara suplier dengan nasabah dengan akta Notaris/PPAT. Sistem jual beli
tersebut tidaklah termasuk ke dalam bentuk jual beli murabahah sebagaimana yang
dimaksud oleh Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum
Murabahah Dalam Bank Syariah Jo. PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad
Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Dengan sistem tersebut, pada kenyataannya jual
beli yang terjadi adalah jual beli antara suplier dengan nasabah, dan peranan bank
disini hanya sebagai penyedia pembiayaan saja, bukan sebagai penjual. Disamping
itu, pelaksanaan jual beli murabahah pada Bank BNI Syariah Cabang Medan belum
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena masih terdapat praktek
peralihan hak atas tanah secara di bawah tangan. Hal ini tidak sesuai dengan PP No.
24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Jo. Peraturan Menteri Agraria/KBPN No.
3 Tahun 1997. Penyimpangan ini terjadi karena bank pada kenyataannya dihadapkan
pada kendala-kendala dalam penyaluran pembiayaan murabahah, terutama sekali
kendala dari segi peraturan perundang-undangan yang memang pada kenyataannya
sulit untuk dilaksanakan karena dipandang dapat merugikan dan sangat melemahkan
pihak bank.
Disarankan kepada Bank BNI Syariah dalam menyalurkan pembiayaan
murabahah senantiasa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, baik ketentuan
syariah Islam maupun ketentuan hukum positip. Apabila memang pelaksanaan
pembiayaan murabahah ini tidak dapat mengikuti ketentuan hukum yang berlaku,
maka sebaiknya produk murabahah ini tidak dipasarkan untuk sementara sambil
menunggu terbitnya peraturan baru yang lebih mendukung pelaksanaan produk
murabahah ini. Karena itu diharapkan Bank BNI Syariah untuk lebih
mengembangkan produk-produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang
berbasis PLS.

Kata kunci:

-Bank Syariah.
-Murabahah.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

APPLICATION OF MURABAHAH TRADE SYSTEM IN ISLAMIC BANK


(Study On Houses/Properties Financing At Bank Negara Indonesia Syariah
Branch Of Medan)
Ridha Kurniawan Adnans 5
H. M. Hasballah Thaib 6
Ramlan Yusuf Rangkuti 7
Chairani Bustami 8

ABSTRACT
Actually, islamic banking concept in Indonesia specially in North Sumatera
region has not yet interest for the moslem people in Indonesia to use the islamic
banking as part of their economic activities. Because most of people assume that
islamic banks are not different to the conventional banks that use the islamic stamp.
For example in murabahah financing on houses/properties in wich the murabahah
financing requires a trade or selling-buying between the properties owner and bankand between bank and customer. But in fact, the trade (selling-buying) transaction is a
trade between the product owner (supplier) and customer that indicated by the trade
deed prepared before the Notary/PPAT. This Murabahah financing is not so differ to
the housing ownership loan (KPR) at conventional bank.
This research is descriptive study by using the empiric juridical research
metodh. This research is conducted to the murabahah trade system at Bank Negara
Indonesia Syariah Branch Of Medan in financing the houses/properties. The
population of this research are all the customers of murabahah financing on
houses/properties (customer). For the homogenous population in this research, only
10 customers will be able to be sample that took by purposive sampling.
The result of this research indicate that the murabahah trade system applied at
Bank Negara Indonesia Syariah Branch Of Medan, is a trade or selling-buying
between the supplier bank customer in underhanded metodh and then the trade
between supplier and customer based on Notarial deed. This trade system did not
included into murabahah trade as mentioned in Fatwa (Instruction) DSN N0.
04/DSN-MUI/IV/2000 Concerning To The General Term Of Murabahah In Islamic
5

College Student Of Notary Master, Postgraduate School Of North Sumatera University,

Lecturer Of Notary Master Program, Postgraduate School Of North Sumatera University,

Lecturer Of Notary Master Program, Postgraduate School Of North Sumatera University,

Lecturer Of Notary Master Program, Postgraduate School Of North Sumatera University,

Medan.
Medan.
Medan.
Medan.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Bank Jo. PBI No.7/46/PBI/2005 Concerning To The Contract Of Fund Collecting


And Distribution For The Bank Wich Implement The Business Based On Islamic
Principle. By the system, the trade is a trade between supplier and customer, and the
role of bank is a funder and not as seller. In addition, the trade of murabahah at Bank
Negara Indonesia Syariah Branch Of Medan has not yet implemented according to
the valid regulation because there are any right transfer on the land in underhanded.
This is not suitable to the Government Rule No. 24 Of 1997 Concerning To The Land
Registration Jo. Agrarian Minister Rule/KBPN No. 3 Of 1997. This discrepancy
caused by the bank faces any obtacles in the distribution of murabahah financing,
specially in the applied regulations that can not be applied for the losses and put the
bank into the low position.
It is suggested to Bank Negara Indonesia Syariah, in the murabahah financing
distribution must pay attention and to be a subject of valid rule either Islamic rule or
positve law. If the implementation of muarabahah did not based on the valid rules, the
product of murabahah did not marketed temporarily while to wait the issuance of new
act that support the marketing of murabahah product. Therefore it is suggested that
Bank Negara Indonesia Syariah developes mudharabah and musyarakah financing
products wich based on PLS.

Keywords:

-Islamic Bank
-Murabahah

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim, dengan ini Penulis
mengucapkan puji dan syukur kepada Allas s.w.t., yang senantiasa telah memberikan
nikmat dan petunjuknya kepada Penulis, hingga akhirnya Penulis dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul PENERAPAN SISTEM JUAL BELI
MURABAHAH PADA BANK SYARIAH (Studi Terhadap Pembiayaan
Rumah/Properti Pada PT. Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Medan).
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn), pada Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara, di Medan. Penulisan tesis ini tidak akan mungkin selesai
tanpa adanya arahan, bimbingan, bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak,
hingga akhirnya tesis ini dapat diselesaikan.
Untuk itu pada kesempatan ini Penulis sampaikan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: Bapak Prof. H. M. Hasballah
Thaib, MA, Ph.D., Bapak Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA., dan Ibu
Chairani Bustami, SH, Sp.N, MKn., atas kesediaan Bapak/Ibu dalam memberikan
bimbingan, arahan maupun petunjuk kepada Penulis, sejak awal penyusunan proposal
penelitian sampai selesainya penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
Muhammad Yamin, SH, MS, CN., dan Ibu Dr. T. Kheizerina Devi A, SH, CN,
M.Hum., selaku dosen penguji yang telah sangat banyak memberikan masukan,
petunjuk, dan arahan yang sangat berguna dalam menyempurnakan tesis ini, sejak
tahap seminar proposal sampai selesainya penulisan tesis ini.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Dalam kesempatan ini Penulis juga memberikan penghargaan dan


mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Leo Imsar Adnans
dan Ibunda Sugati, atas jasa-jasa keduanya yang tak terhingga. Terima kasih banyak
atas segala yang pernah kalian berikan kepada ananda, sampai kapanpun ananda
tak akan mampu untuk membalas jasa kalian wahai ayahanda dan ibunda, walaupun
hanya seujung kuku.
Selanjutnya Penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisaa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, dan Jajaran Asisten Direkttur
beserta seluruh staff, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
Penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., dan Ibu Dr. T. Kheizerina
Devi A, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program dan Sekretaris Program
Magister Kenotarian, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan, yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan tesis ini.
3. Para Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Program Magister Kenotarian,
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, atas jasa mereka
yang telah mencurahkan ilmu pengetahuannya dan mendidik Penulis sehingga
dapat menyelesaikan studi ini.
4. Para pegawai/staf pada Program Magister Kenotarian, Sekolah Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara, Medan, yang senantiasa memberikan bantuannya
kepada Penulis selama masa perkuliahan.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

5. Pemimpin Cabang, Bank BNI Syariah Cabang Medan beserta staff, yang telah
menginzinkan Penulis untuk melakukan peneltian.
6. Majelis Ulama Indonesia, khususnya kepada Bapak Dr. Lahmuddin Nasution,
MA., yang telah meluangkan waktu dan memberikan kesempatan kepada
Penulis untuk melakukan wawancara.
7. Notaris Ella Wijaya A, SH., yang telah meluangkan waktu dan memberi
kesempatan kepada Penulis untuk melakukan wawancara.
8. Teman-teman se-angkatan 2005-2006, pada Program Magister Kenotariatan,
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, yang tidak dapat
Penulis sebutkan satu persatu, yang sama-sama berjuang dan telah saling
membantu dalam menyelesaikan pendidikan ini.
9. Terakhir dan yang tak terlupakan, Penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada Adinda tercinta Refni Aprilia, yang selalu memberikan semangat dan
dorongan. Terima kasih karena selalu menjadi pendengar yang baik saat
aku berkeluh kesah.
Akhirnya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segala pihak yang
tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu, yang telah turut membantu dalam
penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 20 Juli 2007
Salam Dan Hormat Saya,
Penulis

RIDHA KURNIAWAN ADNANS

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


I. Identitas Pribadi
Nama

: Ridha Kurniawan Adnans.

Tempat/Tanggal Lahir

: Medan/17 Juli 1982.

Status

: Belum Menikah.

Alamat

: Jl. Gagak Hitam, Komplek Bumi Seroja Permai,


Blok E-25, Medan Sunggal, Medan, 20128.

II. Keluarga
Nama Ayah

: Leo Imsar Adnans.

Nama Ibu

: Sugati.

Nama Saudara

: 1. Ifrah Rahmiaty.
2. M. Imam Rasyid Mahi.
3. Rabbani al-Faruq.

III. Pendidikan
1. SD HARAPAN MEDAN, Jl. Imam Bonjol, tahun 1988-1994.
2. MTs as-Salaam, Pabelan, Kartasura, Solo - Jawa Tengah, tahun 1994-1997.
3. SMU Negeri 04 MEDAN, tahun 1997-2000.
4. Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, tahun 2001-2005.
5. Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005 s/d
sekarang.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
HALAMAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iii
INTISARI ....................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... xi
DAFTAR ISI................................................................................................... xii
DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian...................................................................... 5
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi .................................................... 6
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian ...................................................................... 11
2. Lokasi Penelitian................................................................... 11
3. Populasi Dan Sampel ............................................................ 12
4. Sumber Data.......................................................................... 13
5. Alat Pengumpulan Data ........................................................ 13

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

6. Analisis Data ......................................................................... 14


BAB II JUAL BELI MURABAHAH DI DALAM SYARIAH ISLAM
A. Pandangan Islam Terhadap Bank
1. Bank Di Dalam Ekonomi Islam ............................................ 15
2. Bank Syariah Dan Perkembangannya Di Indonesia ............. 17
3. Konsep Bank Syariah Di Indonesia ...................................... 20
4. Kegiatan Usaha Bank Syariah............................................... 21
B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jual Beli
1. Jual Beli Menurut Hukum Islam ........................................... 24
2. Jual Beli Dalam Hukum Perdata ........................................... 28
C. Tinjauan Umum Tentang Murabahah
1. Murabahah Di Dalam Fiqih .................................................. 34
2. Murabahah Di Indonesia ....................................................... 37
3. Pelaksanaan Transaksi Murabahah ....................................... 38
BAB III PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH TERHADAP
PEMBIAYAAN RUMAH/PROPERTI PADA BANK BNI SYARIAH
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Perusahaan............................................... 42
2. Filosofi Perusahaan ............................................................... 44
3. Produk-produk Bank BNI Syariah Cabang Medan............... 47
B. Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Terhadap Pembiayaan
Rumah/Properti Pada Bank BNI Syariah.................................... 52

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

C. Penyimpangan Dalam Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada


Bank BNI Syariah ....................................................................... 56
BAB IV

KENDALA-KENDALA
SYARIAH

YANG

DALAM

DIHADAPI

OLEH

PELAKSANAAN

BANK

PEMBIAYAAN

MURABAHAH TERHADAP RUMAH/PROPERTI


A. Kendala-kendala Dari Segi Internal Bank................................... 67
B. Kendala-kendala Dari Segi Penerapan Peraturan Dan Ketentuan
Pembiayaan Murabahah .............................................................. 68
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................. 76
B. Saran............................................................................................ 78

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 1

: Skema Transaksi Mrabahah.. 50

Skema 2

: Skema Struktur Organisasi Bank Negara Indonesia


Cabang medan59

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Pada permulaan perkembangannya perbankan syariah menawarkan produkproduk perbankan yang bebas bunga yaitu: mudharabah dan musyarakah, dua produk
yang diasumsikan berdasarkan pada sistem bagi hasil, atau yang populer dikenal
sebagai Profit and Loss Sharing (PLS). 9 Dengan dua produk itu, bank tidak
beroperasi dengan bunga, tetapi berbagi hasil dengan nasabah. 10
Namun seiring dengan perjalanan waktu, bank kemudian menyadari bahwa
produk-produk yang berbasis PLS adalah sulit untuk diterapkan karena bank
disamping berbagi keuntungan dengan nasabah juga harus berbagi kerugian.
Hal tersebut dibuktikan berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdullah
Saeed terhadap bank-bank Islam yang beroperasi di Timur Tengah, yang menyatakan
bahwa bank-bank Islam enggan menjalankan produk-produk bersistem PLS karena
resiko yang mungkin diterima oleh bank sangat tinggi, suatu resiko yang bersama
dengan berjalannya waktu, telah memaksa bank untuk merenovasi bentuk dan isi
musyarakah dan mudharabah hingga berbeda jauh dengan apa yang dapat ditemukan
dalam fiqih, diantaranya ialah di dalam fiqih tidak diizinkan pihak bank untuk
mengambil jaminan dari nasabah. Namun pada kenyataannya Bank Islam selalu

Profit and Loss Sharing adalah berbagi keuntungan dan kerugian (selanjutnya disebut PLS).
Arif Mahtuhin, Dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan
Oleh Arif Mahtuhin, Penerbit Paramadina, Cet-I, Jakarta, 2004, hal. ix.
10

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

mengambil jaminan terhadap produk-produk yang berbasis PLS (representasi historis


hukum Islam). 11
Pada akhirnya bank-bank syariah mencari-cari bentuk produk lain yang lebih
menguntungkan yang dikenal dengan murabahah, yaitu suatu sistem jual beli, dimana
pihak pembeli karena satu dan lain hal tidak bisa membeli langsung barang yang
diperlukannya dari pihak penjual, sehingga ia memerlukan perantara untuk bisa
membeli dan mendapatkannya. Dalam proses ini, si perantara biasanya menaikkan
harga sekian persen dari harga aslinya. Produk ini kemudian menjadi bisnis yang
paling populer dan disenangi oleh bank-bank Islam karena nyaris tanpa resiko. 12
Sehubungan dengan itu Sunarto Zulkifli memberi komentar bahwa dalam
praktek perbankan syariah di Indonesia, apa yang disebut dengan murabahah
termasuk ke dalam produk pembiayaan. Produk ini muncul karena bank tidak
memiliki barang yang diinginkan oleh pembeli, sehingga bank harus melakukan
transaksi pembelian barang yang diinginkan kepada pihak lainnya yang disebut
sebagai suplier. Dengan demikian bank bertindak selaku penjual disatu sisi, dan disisi
lain bertindak selaku pembeli. 13
Konsep perbankan syariah yang pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan umat melalui produk-produk yang berlandaskan syariat Islam menurut
beberapa pengamat mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun pada
kenyataannya masih belum dapat menarik minat umat Islam Indonesia (sebagaimana

11

Ibid.
Ibid., hal. x.
13
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Penerbit Zikrul Hakim,
Cet-II, Jakarta, 2004, hal. 62.
12

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

yang diharapkan) untuk menggunakan lembaga perbankan syariah sebagai bagian


dari kegiatan perekonomian mereka.
Berdasarkan data terakhir yang diperoleh, aset perbankan syariah khusus
untuk wilayah Sumatera Utara (Sumut) hanya 1,9 % dari total aset perbankan di
Sumut. Dengan kata lain bank syariah belum diminati oleh masyarakat khususnya
masyarakat Sumut. 14
Rendahnya minat masyarakat antara lain dikarenakan masih banyak pihak
yang menganggap bahwa bank-bank syariah tidak ubahnya bank konvensional yang
hanya memakai stempel syariah.
Misalnya dalam praktek pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti,
dimana dalam pembiayaan murabahah menghendaki terjadi jual beli antara pemilik
barang dengan bank dan antara bank dengan nasabah. Namun dalam prakteknya,
transaksi jual beli yang terjadi adalah transaksi jual beli antara pemilik barang
(suplier) dengan nasabah yang dibuktikan dengan penandatanganan akta jual beli
yang dibuat dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta tanah.
Disini bank seolah-olah hanya bertindak sebagai penyedia dana kepada
nasabah, dan kedudukan nasabah seringkali bukanlah sebagai pembeli tapi sematamata sebagai pengguna jasa pembiayaan yang disediakan oleh bank..
Berdasarkan uraian diatas perlu kiranya untuk dilakukan penelitian terhadap
produk pembiyaan murabahah pada bank syariah yang dianggap tidak ada bedanya
dengan produk kredit pada bank konvensional.

14

Harian Analisa, Kolom Ekonomi Dan Keuangan, Edisi Jumat 15 Desember 2006, hal. 15.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

B. Perumusan Masalah.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang terkandung di
dalamnya adalah:
1. Bagaimanakah konsep jual beli murabahah menurut syariat Islam?
2. Bagaimanakah penerapan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan
rumah/properti pada Bank BNI Syariah?
3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem jual
beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/properti pada Bank BNI Syariah?

C. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang murabahah, baik dari sudut
pandang hukum Islam maupun dalam hukum positip di Indonesia.
2. Untuk mengetahui penerapan sistem jual beli murabahah terhadap
pembiayaan rumah/properti pada Bank BNI Syariah.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan
pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti pada Bank BNI syariah,
sehingga dapat dicari jalan keluar terhadap faktor-faktor penghambat tersebut.
D. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini secara teoritis adalah untuk
memberikan suatu sumbangan pengetahuan dalam bidang hukum perjanjian

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

khususnya terhadap praktek pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah, baik dari


sudut pandang syariah Islam maupun dari sudut pandang hukum positip.
Secara praktis untuk memberikan masukan bagi lembaga perbankan syariah
khususnya Bank BNI Syariah terhadap kegiatan operasional mereka dalam praktek
pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti (pembiayaan murabahah), sehingga
dengan penelitian ini bank diharapkan dapat memahami dan melaksanakan sistem
jual beli murabahah secara ideal.

E. Keaslian Penelitian.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan Penulis, khususnya di
lingkungan kepustakaan Universitas Sumatera Utara, sudah pernah ada beberapa
penelitian yang mengkaji tentang perbankan syariah, diantaranya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara AZWAR, Mahasiswa Program
Magister Kenotarian Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian
PENERAPAN

PRINSIP

SYARIAH

DALAM

OPERASIONAL

PERBANKAN ISLAM, di mana dalam penelitian tersebut titik berat


pembahasannya adalah mengenai prinsip-prinsip syariah apa saja yang sudah
diterapkan oleh bank syariah.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara AHMAD FAUZI, Mahasiswa
Program Magister Kenotarian Universitas Sumatera Utara, dengan judul
penelitian JAMINAN DALAM AKAD PEMBIAYAAN PADA BANK
SYARIAH YANG MENGANDUNG KONFLIK. Dalam penelitian tersebut

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

titik berat pembahasannya adalah mengenai jaminan dalam hal pembiayaan


pada bank syariah.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara RIFKI SURYADI, Mahasiswa
Program Magister Kenotarian Universitas Sumatera Utara, dengan judul
penelitian PERJANJIAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK
DENGAN PRINSIP-PRINSIP SYARIAH ISLAM. Dalam penelitian
tersebut titik berat permasalahannya adalah mengenai jaminan dalam
pembiayaan murabahah dan penyelesaian terhadap pembiayaan macet yang
diikat dengan perjanjian murabahah.

Berdasarkan uraian diatas dalam kaitannya dengan penelitian ini, penelitian


ini menitik beratkan pembahasannya kepada penerapan sistem jual beli murabahah
terhadap pembiayaan rumah/properti, dari pemilik barang kepada bank untuk
kemudian dialihkan lagi kepada nasabah. Disamping juga penelitian ini membahas
tentang faktor-faktor yang sampai saat ini menjadi kendala terhadap pelaksanaan
prinsip syariah sehingga bank syariah sulit untuk berkembang.
Dengan

demikian

dapat

dikatakan

penelitian

ini

asli

dan

dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi.


Penelitian ini sengaja mengambil judul PENERAPAN SISTEM JUAL BELI
MURABAHAH

PADA

BANK

SYARIAH

(Studi

Terhadap

Pembiayaan

Rumah/Properti Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Medan), karena memang pada

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

kenyataannya diduga masih terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan sistem jual beli
murabahah pada bank syariah. Karena itu tulisan ini hanya akan membahas mengenai
sistem jual beli murabahah dalam kaitannya dengan pembiayaan rumah/properi pada
Bank BNI Syariah.
Bank merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam
perekonomian nasional. Dari segi fungsinya, bank merupakan perantara dari dan
kepentingan masyarakat dibidang dana, yaitu kepentingan dari masyarakat yang
berkelebihan dana dengan kepentingan dari masyarakat yang membutuhkan dana.
Cara menghimpun dana dari masyarakat luas dengan menyalurkan kembali kepada
masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit yang merupakan dua fungsi
utama bank dari ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
yang dimaksud dengan bank adalah: Badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Dalam rangka menyediakan dana bagi pemerintah untuk melaksanakan
pembangunan ekonomi atau bagi masyarakat untuk malakukan kegiatan yang
prodiktif, bank membantu dalam menyediakan dana tersebut, yang dilakukan antara
lain melalui usaha pemberian kredit. Karena itu tidaklah berlebihan bilamana
dikatakan bahwa kredit merupakan salah satu usaha untuk yang sangat vital.
Mengingat kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko maka
pemberian kredit oleh bank harus dilandasi oleh keyakinan bank atas kemampuan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

debitur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.15


Oleh karena itu untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat
dipercaya dan tidak mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dalam setiap pemberian kredit.
Bila Undang-Undang Perbankan diteliti, ada beberapa syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh bank untuk menjalankan kegiatan usahanya dibidang perkreditan
yakni akan diuraikan sebagai berikut :
a) Keharusan pemberian kredit berdasarkan analisis 5C dan 7P.
Dalam pelaksanaannya untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian
kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Dalam hal ini pihak bank harus melakukan penilaian yang umum untuk
mendapatkan nasabah yang benar-benar membutuhkan dan beritikad baik,
maka dilakukan dengan analisis lima 5C. dan selanjutnya penilaian suatu
ktedit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P kredit dengan unsur penilaian
sebagai berikut:16
1) Personality yakni mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan
nasabah dalam menghadapi suatu maslah dan menyelesaikannya.
2) Party yakni mengklasifikasikan nasabah dalam golongan-golongan
tertentu, berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya dan ini mendapat
fasilitas yang berbeda dari bank.
3) Perpose yakni menilai usaha tujuan nasabah dalam mengambil kredit

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

sesuai dengan kebutuhan.


4) Prospect yakni menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, karena tanpa mempunyai prospek, bukan saja
bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
5) Payment yakni cara pembayaran dari mana sumber dana untuk
pengemabalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur ini
semakin baik karena jika salah satu rugi dapat ditutupi dengan usaha yang
lain.
6) Profitability yakni menganalisis kemampuan nasabah dalam mencari laba
yang diukur dalam periode ke periode apakah sama atau meningkat
dengan adanya tambahan kredit yang diperoleh.
7) Protection yakni untuk mendapatkan jaminan perlindungan sehingga
kredit yang diberikan benar-benar aman, ini berupa jaminan barang atau
jaminan asuransi.
Dengan penilaian tersebut diatas dapat dikatakan sebagai studi kelayakan
usaha dan biasanya digunakan untuk proyek-proyek yang bernilai besar dan
berjangka waktu panjang.
b) Batas maksimum pemberian kredit
Berdasarkan Pasal 11 penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatakan :
Pemberian kredit pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah oleh bank
mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga
dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, resiko yang
dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dan masyarakat
tersebut. Oleh karena itu untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya
tahannya, bank diwajibkan menyebar resiko dengan mengatur penyaluran
kredit atau pemberian pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian
jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada
nasabah atau kelompok nasabah debitur tertentu.
Dalam hal ini untuk mengantisipasi hal tersebut Bank Indonesia telah
mengeluarkan Surat Keputusan No. 31/177/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1998
yang mengatur tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bank umum
dengan tujuan untuk dilakukan penyebaran resiko dalam pemberian kredit.
Adapun yang dimaksud dengan bank, secara awam adalah suatu lembaga atau
badan usaha yang bergerak di bidang keuangan. Dalam kamus Black Law Dictionary
bank diartikan sebagai suatu institusi yang mempunyai peran yang besar dalam dunia
komersil, yang mempunyai wewenang untuk menerima deposito, memberikan
pinjaman, dan menerbitkan promissory notes yang sering disebut dengan bank bills
atau bank notes. Namun demikian, fungsi bank yang orisinil hanya menerima
deposito berupa uang logam, plate, emas, dan lain-lain. 15
Selanjutnya yang dimaksud dengan bank dalam tulisan ini adalah bank
sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 10

15

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,

hal. 14.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menjelaskan
pengertian bank adalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menjelaskan
pengertian bank umum adalah Bank umum adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Selanjutnya Pasal 1 angka 4 menjelaskan pengertian bank perkreditan rakyat
adalah Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 13 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu:
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara
bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip


sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah
wa iqtina).
Dengan demikian konsep bank syariah di Indonesia adalah bank, baik
berbentuk bank umum maupun bank perkreditan rakyat yang menjalankan usaha
perbankan berdasarkan prinsip syariah.

G. Metode Penelitian.
1. Sifat Penelitian
Penelitian bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan dan menganalisis
permasalahan yang dikemukakan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode penelitian yuridis empiris/yuridis sosiologis.

2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Unit Syariah Bank Negara Indonesia
(selanjutnya disebut Bank BNI Syariah), Cabang Medan yang terletak di Jalan Gatot
Subroto Nomor 199/210. Adapun alasan Penulis memilih lokasi penelitian tersebut
karena BNI Syariah merupakan bagian dari PT. Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk.
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang lebih kita kenal dengan Bank
BNI adalah termasuk salah satu bank pemerintah tertua dan terbesar sampai saat ini,
yang didirikan pada tahun 1946.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

3. Populasi Dan Sampel


Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah pengguna jasa
pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti pada Bank BNI Syariah Cabang
Medan.
Selanjutnya untuk mewakili populasi dilakukan penarikan sampel. Karena
populasi di dalam penelitian ini adalah populasi yang sifatnya homogen16 maka
Penulis hanya mengambil 10 (sepuluh) nasabah pengguna jasa pembiayaan
murabahah sebagai sampel dalam penelitian ini, dan tehnik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara purposive sampling. 17
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara yang akan
dilakukan terhadap:
1. 10 (sepuluh) orang nasabah pengguna jasa pembiayaan murabahah terhadap
rumah/properti pada Bank BNI Syariah Cabang Medan.
2. 1 (satu) orang pemimpin bidang operasional pada Bank BNI Syariah Cabang
Medan.
3. 1 (satu) orang penyelia pemasaran pembiayaan pada Bank BNI Syariah
Cabang Medan.
4. 2 (dua) orang Notaris yang pernah membuat akta pada Bank BNI Syariah
Cabang Medan.

16

Populasi homogen adalah populasi yang kemungkinan keberagaman unit, strata, ataupun
sifat-sifat tertentu dari populasi hampir tidak ditemui. Lihat: Burhan Bungin, Metodologi Penelitian
Sosial, Penerbit Airlangga University Press, Bandung, 2001, hal. 105.
17
Purposive sampling adalah tehnik pengambilan sampel, dimana pengambilan sampel
ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sepihak oleh peneliti. Dalam hal ini setiap anggota
populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dapat dijadikan sebagai sampel dalam penelitian.
Lihat: Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 91.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

5. 1 (satu) orang dari Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara.

4. Sumber Data
a. Data Primer.
Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan dengan melakukan
wawancara terhadap para responden dan nara sumber.
b. Data Sekunder.
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari
penelitian/penelusuran kepustakaan yang mempunyai kekuatan mengikat yang
dapat dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tertier.18

5. Alat Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya secara ilmiah, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui:
1. Terhadap Data Pimer, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya terhadap permasalahan
yang diteliti, dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai alat
pengumpul data. 19

18

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni berupa normanorma hukum seperti antara lain: peraturan perundang-undangan. Bahan Hukum sekunder adalah
bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Selanjutnya bahan hukum
tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum
primer dan sekunder. Lihat: Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press,
Jakarta, 1986, hal. 55.
19
Di dalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan
pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara. Lihat: Soerjono Soekanto, Ibid., hal. 66.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

2. Terhadap Data Sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi


dokumen., yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan
yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku/literatur, karya ilmiah
seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah
maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan
permasalahan yang diteliti.
Studi dokumen juga mencakup studi terhadap dokumen-dokumen resmi yang
berkaitan dengan operasional Unit Syariah BNI, yang diperoleh dari Bank
BNI Syariah Cabang Medan.

6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, 20 yaitu untuk
memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dan pengambilam kesimpulan
dilakukan dengan menggunakan metode induktif.

20

Analisis data dibedakan berdasarkan sifat datanya menjadi analisis yang berifat kuantitatif
dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan pada data yang tidak bisa dihitung (datanya tidak berupa
angka-angka statistik). Lihat: Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Penerbit Granit,
Jakarta, 2004, hal. 128.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

BAB II
JUAL BELI MURABAHAH DI DALAM SYARIAT ISLAM

A. Pandangan Islam Terhadap Bank.


1. Bank Di Dalam Ekonomi Islam
Bank adalah salah satu lembaga keuangan modern yang memegang peranan
sangat vital dalam kegiatan perekonomian saat ini. Hampir tidak mungkin
berjalannya kegiatan perekonomian dalam suatu negara tanpa melibatkan jasa
perbankan di tengah masyarakat modern sekarang ini, karena bank itu tidak hanya
sebatas tempat menyimpan uang, tetapi segala bentuk transaksi bisnis kini ditangani
oleh bank.
Sayangnya sistem perbankan itu berasal dan dikembangkan oleh dunia barat
yang nota bene tidak mengenal aturan halal haram dan juga riba. Sistem perbankan
seperti ini tentu saja bertentangan dengan syariat Islam, sehingga membuat umat
Islam serba salah dalam menggunakan jasa perbankan untuk setiap kegiatan bisnis
mereka.
Akhirnya timbullah perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai
keberadaan bank sebagai lembaga keuangan masyarakat. Sebagian kalangan melihat
bahwa sistem ekonomi itu harus mengacu persis dengan sistem yang pernah
dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. di masanya. Sebaliknya, bila beliau (Rasulullah)
tidak pernah melakukannya, mereka cenderung untuk menafikan sistem itu karena
dianggap tidak sesuai dengan sunnah beliau. Maka dengan demikian, praktek

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

perbankan (termasuk di dalamnya perbankan syariah) yang sekarang ini ada dianggap
tidak berlandaskan kepada apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. 21
Sebagian lainnya berpendapat walaupun bank tidak ada di masa Rasulullah
s.a.w., namun bila tujuannya baik dan cara-cara yang dilakukannya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariah Islam, maka hukumnya boleh
dilakukan. 22 Mereka menyatakan bahwa keberadaan bank dalam kegiatan ekonomi
merupakan bagian dari muamalah sehingga hukumnya dikembalikan kepada hukum
asal muamalah yang menyatakan segala sesuatunya dibolehkan kecuali ada larangan
dalam Quran atau Sunnah.
Walaupun lembaga perbankan seperti sekarang ini belum dikenal pada masa
Rasulullah s.a.w., tetapi fungsi-fungsi utama dalam perbankan seperti menerima
titipan uang, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi, serta melakukan
pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah s.a.w. 23
Yang kemudian menjadi permasalahan adalah bahwa praktek perbankan itu
lahir dan dikembangkan oleh dunia barat yang dalam operasionalnya melakukan
praktek riba yang tidak sesuai dengan syariah Islam.
Gemala Dewi dalam bukunya menyatakan bahwa

yang menjadi

permasalahan bagi kebanyakan orang terhadap kegiatan usaha lembaga keuangan


perbankan tersebut jika dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam

21

www.syariahonline.com., Konsultasi Muamalat, Argumen Tentang Bank Syariah, diakses


pada tanggal 11 Maret 2007.
22
Ibid.
23
Baca: Adiwarman A Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih Dan Keuangan), Penerbit PT. Raja
Grafindo Perkasa, Jakarta, 2006, hal. 18-19.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

bukanlah dari segi fungsi lembaga tersebut melainkan dari segi konsep usahanya
yang menarik keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit. 24
Atas dasar itulah kemudian timbul keinginan umat Islam untuk membentuk
konsep tersendiri bagi lembaga keuangan bank, yaitu bank yang tunduk kepada
syariah Islam.

2. Bank Syariah Dan Perkembangnnya Di Indonesia


Oleh karena bunga uang secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang berarti
haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim mulai timbul
usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank alternatif non-ribawi. 25
Sebenarnya sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan
dunia Islam (muslim world) lainnya, menginginkan sistem perekonomian yang
berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic Economic System) untuk dapat
diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi Umat. Keinginan ini
didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total seperti
yang ditegaskan Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 85: 26
Apakah kalian beriman kepada sebagian Alkitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat
demikian daripada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan

24

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian Syariah Di


Indonesia, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2004, hal. 53. Lihat juga: M. Hasballah Thaib Dan Iman
Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal.65-80.
25
Adiwarman A Karim, Op.Cit., hal. 22.
26
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Penerbit Gema Insani
Press Bekerja Sama Dengan Tazkia Cendikia, Jakarta, 2001, hal. Vii.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah
tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.
Pemikiran ekonomi Islam sebenarnya bukan hal yang baru dalam tradisi
pemikiran intelektual Islam, terutama dalam tradisi para pemikir Islam Klasik yaitu
masa kejayaan umat Islam. 27
Namun apabila dibandingkan dengan bidang-bidang lain, pemikiran tentang
ekonomi Islam tidak semarak dan simultan dengan pemikiran lainnya seperti tasawuf,
kalam, fikih, tafsir, hadits dan lainnya. Bahkan dibandingkan dengan pemikiran
politik Islam, yang boleh dikatakan baru dalam tradisi intelektual Islam, pemikiran
ekonomi Islam masih berada dibawahnya. 28
Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali
dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an, tetapi usaha ini tidak
sukses. 29 Eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an, dimana
suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu. 30
Kemudian disusul dengan didirikannya sebuah bank simpanan lokal (local
saving bank) yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir, ditepi sungai Nil,
Mesir pada tahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid an-Nagar. 31
Walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, namun
bank lokal ini mencatatkan sejarah yang amat berarti, karena telah mengilhami

27

Muslimin H Kara, Bank Syariah Di Indonesia (Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia


Terhadap Perbankan Syariah), UII-Press, Yogyakarta, 2005, hal. 44.
28
Ibid.
29
Sudin Haron, Dikutip dari Adiwarman A Karim, Op. Cit., hal. 23.
30
Ibid.
31
Ahmad an-Nagar, Muhafazah wal Muasarah: Dirasah fil Mashrafiyyah Laa Ribawiyyah,
Dikutip dari Muslimin H Kara, Op. Cit., hal. 65.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

konferensi ekonomi Islam di Mekkah pada tahun 1975. Dan dua tahun kemudian lahir
Bank Pembangunan Islam (IDB) yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi
yang lahir dari konferensi tersebut. Setelah itu muncul bank-bank komersial yang
transaksi-transaksinya didasarkan pada ajaran Islam. 32
Munculnya bank-bank swasta Islam baik di tingkat desa maupun
internasional, diiringi dengan keperluan akan lembaga-lembaga pendukungnya
seperti asuransi, karena itu biasanya jika ada bank Islam di suatu negara, maka
muncul pula asuransi Islami (takaful). 33
Prakarsa untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun
1990, yang berawal dari lokakarya yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 tentang Bunga Bank Dan
Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, dan dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menghasilkan
kesepakatan untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Hal ini kemudian
ditindaklanjuti dengan membentuk kelompok kerja yang disebut Tim perbankan
MUI. Dan pada tahun 1991 berdirilah Bank Muamalat Indonesia sebagai pelopor 34
bank syariah di Indonesia. 35

32

Ibid.
Ibid., hal. 66.
34
Walaupun banyak pihak berpendapat bank muamalat sebagai Bank syariah pertama yang
pernah ada di Indonesia, sebenarnya bank Muamalat bukanlah lembaga keungan syariah yang pertama
kali berdiri di Indonesia, karena seblumnya telah pernah berdiri Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS) Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana Mardhatillah, serta BPRS Amanah Rabaniah. (Lihat:
Gemalah Dewi, Op. Cit., hal. 62). Bahkan jauh sebelum itu sudah pernah bediri lembaga keuangan
syariah Baitul Tamwil Teknosa di Bandung dan Baitul Tamwil Ridho Gusti di Jakarta (Lihat:
Adiwarman A Karim, Op. Cit., hal.108).
35
Muhammad Syafii Antonio, Op. Cit., hal. 25.
33

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Berdirinya bank Muamalat membuat geliat ekonomi syariah di tanah air


menjadi wacana yang kerap diperbincangkan. Namun tampaknya gagasan-gagasan
tentang perekonomian syariah pada masa itu hanya sebatas wacana saja. karena sejak
berdirinya Bank Muamalat tidak diikuti dengan tindakan serupa atau dengan kata lain
setelah berdirinya Bank Muamalat tidak ada lagi bank-bank syariah yang berdiri.
Sampai akhirnya krisis ekonomi pada tahun 1997 melanda negeri ini,
membuat perekonomian menjadi kacau balau dimana pada saat itu sebagian besar
bank konvensional bertumbangan, namun Bank Muamalat pada waktu itu tetap dapat
bertahan dan dinyatakan sebagai bank yang sehat.
Kemampuan sistem keuangan syariah yang dapat bertahan dari krisis ekonomi
akhirnya turut memberi faktor pendukung bagi pemerintah untuk merevisi UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 dengan Undang-Udang Nomor 10 Tahun 1998.
Pemerintah dengan Undang-Undang baru lebih mengakomodasi sistem perbankan
Islam diterapkan dalam sistem perbankan nasional dan memberi peluang yang lebih
besar bagi pengembangan bank syariah di Indonesia.

3. Konsep Bank Syariah Di Indonesia


Walaupun banyak doktrin-doktrin yang berkembang mengenai sistem/konsep
perekonomian Islam, 36 namun

di Indonesia konsep tentang perbankan syariah

36

Bahwa perkembangan ekonomi Islam dalam tiga dasawarsa belakangan ini mengalami
kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bentuk kajian akademis di perguruan tinggi maupun secara
praktik operasional. Dalam bentuk kajian, ekonomi Islam telah dikembangkan di berbagai universitas,
baik di negeri-negeri Muslim maupun di negara-negara Barat, seperti USA, Australia, Inggeris,
negara-negara Eropa lainnya.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

maupun peraturan-

peraturan pelaksananya.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, telah membagi bank ke dalam dua
bentuk yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (Pasal 1 angka 2 dan 3), yang
mana di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 keduanya dapat
menjalankan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah, hanya saja kepada bank
umum dimungkinkan untuk melakukan dual banking system 37 (Pasal 1 angka 3 dan
4).
Sedangkan pengertian dari prinsip syariah dalam Pasal 1 angka 13 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut:
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara
lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
Di Indonesia, perkembangan kajian dan praktek ekonomi Islam juga mengalami kemajuan
yang pesat. Kajian-kajian ekonomi Islam telah banyak diselenggarakan perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentum yang
sangat berarti semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Berbagai Undangundang yang mendukungnya dikeluarkan, seperti UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-undang
Nomor
23
Tahun
1999
tentang
Bank
Indonesia.
(www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php). Diakses pada tanggal 07-03-2007.
37

Dual Banking System adalah suatu sistem yang memberi kemungkinan bagi bank-bank
konvensional untuk dapat membuka unit syariah dengan tetap dapat menjalankan fungsinya sebagai
bank umum (melaksanakan dual banking system).

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dengan demikian konsep bank syariah di Indonesia adalah bank, baik
berbentuk bank umum maupun bank perkreditan rakyat yang menjalankan usaha
perbankan berdasarkan prinsip syariah.

4. Kegiatan Usaha Bank Syariah


Adapun kegiatan usaha bank umum dan bank perkreditan rakyat yang
melakukan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai berikut:
Usaha bank umum berdasarkan prinsip syariah menurut ketentuan pasal 6 huruf
m adalah menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9 fungsi
sebagaimana diatur dalam Pasal 36 37 PBI 6/24/PBI/2004:
1. Berkaitan dengan penghimpunan dana. Melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan (giro dan tabungan berdasar prinsip
Wadiah) serta investasi (giro, tabungan dan deposito berdasar prinsip
Mudharabah).
2. Berkaitan dengan penyaluran dana (langsung dan tidak langsung).
Pembiayaan langsung (berdasar prinsip jual beli, bagi hasil, sewa menyewa

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

dan pinjam meminjam) serta tidak langsung/indirect finance (Bank Garansi,


Letter of Credit).
3. Berkaitan dengan jasa pelayanan perbankan. Jasa pelayanan perbankan
berdasarkan

wakalah,

hawalah,

kafalah

dan

rahn.

Menyediakan tempat menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan


prinsip

wadiah

yad

amanah

(Safe

Deposit

Box).

Melakukan kegiatan penitipan, termasuk penatausahaannya untuk kepentingan


pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah (kustodian).
4. Berkaitan dengan surat berharga. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas
risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi
nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah.
Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan
Pemerintah dan/atau BI (SWBI). Menerbitkan surat berharga berdasarkan
prinsip syariah.
5. Berkaitan dengan lalu lintas keuangan dan pembayaran. Money transfer,
inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (Sharf).
6. Berkaitan dengan pasar modal. Wali amanat (wakalah).
7. Di bidang investasi. Penyertaan modal di bank atau perusahaan lain bidang
keuangan berdasarkan prinsip syariah, seperti: sewa guna usaha, modal
ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan
penyimpanan.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi


akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan BI.
8. Pengelolaan dana pensiun. Pendiri dan pengurus dana pensiun (DPLK)
berdasarkan prinsip syariah.
9. Di bidang sosial. Penerima dan penyalur dana sosial (Zakat, Infak, Shadaqah,

Waqaf, Hibah).

Selanjutnya usaha bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah


menurut ketentuan Pasal 13 huruf c adalah menyediakan pembiayaan dan
penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.

B. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jual Beli.


Di Indonesia, setelah enam puluh tahun kita merdeka dari penjajah Belanda,
namun sampai saat ini belum ada produk hukum perdata nasional yang mengatur
tentang jual beli. Hal ini mengakibatkan untuk trnsaksi jual beli masih berlaku
ketentuan-ketentuan dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Bangsa Indonesia sendiri juga mempunyai hukum asli yang dikenal dengan
hukum adat, yang pada prakteknya masih berlaku di lingkungan masyarakat hukum
adat. Selain dari dua sistem hukum yang telah disebutkan, Indonesia sebagai negara
dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam, mengakibatkan Hukum Islam
juga berlaku di kalangan masyarakat muslim Indonesia. Hal ini sesuai dengan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

tuntutan ajaran Islam yang senantiasa menyuruh pemeluknya untuk berpedoman


kepada Sumber Hukum Islam yang utama yaitu al-Quran dan Hadits.

1. Jual Beli Menurut Hukum Islam


Di dalam hukum Islam jual beli termasuk ke dalam lapangan hukum
perjanjian/perikatan, atau aqad (Arab). Jual beli adalah merupakan suatu bentuk aqad
khusus yaitu tunduk kepada ketentuan khusus tentang aqad jual beli namun tetap
tunduk kepada ketentuan umum tentang akad. 38
Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (pertukaran).
Kata al-Bai (jual) dan asy-Syiraa (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian
yang sama, tetapi mempunyai makna yang bertolak belakang. 39
Menurut pengertian syariat, jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling
rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa
alat tukar). 40
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jaminan dalam tata perundangundangan di Indonesia terdapat dalam berbagai peraturan, tidak terkodifikasi dalam
satu Undang-Undang tertentu, misalnya terdapat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 4 tahun
1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan, Undang-Undang Nomor 42 tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia dan sebagainya.
38

M. Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam Dan Praktek Di Bank
Sistem Syariah, Op. Cit., hal. 8-15.
39
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, Jilid 12, Penerbit
PT. al-Maarif, Bandung, 1987, hal. 44.
40
Ibid., hal. 45.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Keadaan demikian perlu dimaklumi mengingat dalam suatu negera yang


sedang berkembang maka hukum jaminan merupakan salah satu hukum yang
dinamis, berkembang sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan masyarakat.
Dalam KUH Perdata, Undang-Undang telah memberikan jaminan bagi setiap kreditur
meskipun kedua belah pihak tidak memperjanjikannya, yakni sebagaimana tercantum
dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan, segala
kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan.
Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan, kebendaan tersebut menjadi jaminan
bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseim,bangan, yaitu menurut besar kecil
piutang masing-masing kecuali apabila diatara para berpiutang itu ada alasan-alasan
yang sah untuk didahulukan.
Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata tersebut mengandung asas hukum yang
menyatakan bahwa harta kekayaan seseorang dijadikan jaminan untuk semua
kewajibannya, yakni semua hutangnya. Jika seseorang mempunyai suatu hutang,
maka jaminannya adalah semua kekayaannya yang telah diikat atau yang telah
diserahkan pada bank.
Apabila orang bersangkutan tidak dapat membayar hutang-hutangnya, maka
benda-benda miliknya itu setelah dijual merupakan sumber pembayaran hutanghutang tersebut. Hasil dari penjualan banda-benda tersebut harus dibagi diantara para
kreditur secara seimbang atau proporsional menurut perbandingan jumlah tagihan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

masing-masing, kecuali bila diantara mereka terdapat pihak yang oleh UndangUndang telah diberikan hak untuk mengambil pelunasan lebih dahulu dari penagih
(Pasal 1132 KUH Perdata).
Hak untuk didahulukan diantara lainnya itu terbit dari hak istimewa
(previlege) yang oleh Undang-Undang diberikan kedudukan istimewa itu, yakni :
Orang-orang berpiutang yang mempunyai hak istimewa.
1. Orang-orang pemegang gadai.
2. Orang-orang pemegang hipotik.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan istilah
jaminan dapat ditemukan dalam penjelasan Pasal 8, yang menyatakan bahwa :
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya
bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi
resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh
keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian
yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari
debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian
kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan
atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa
barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah
yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti
kepemilikannya berupa girik, petok, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang berkaitan
dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
Dari uraian di atas dapat dipakai bahwa agunan merupakan salah satu unsur
dari jaminan kredit. Dengan demikian apabila berdasarkan unsur-unsur yang lain
telah diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya,
maka agunan yang diserahkan dapat hanya berupa proyek atau hak tagih yang
dibiayai dengan kredit tersebut (agunan pokok).
Meskipun agunan tambahan menurut hukum tidak merupakan keharusan namun
untuk kredit menegah dan besar umumnya dalam perjanjian kredit dipersyaratkan
debitur wajib menyerahkan agunan tambahan yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Jaminan yang diperoleh bank ini akan memberikan rasa aman karena
disamping sebagai langkah preventif agar bank terhindar dari itikad buruk debitur,
barang jaminan juga merupakan salah satu sumber untuk pelunasan kredit macet.
Secara rasional, didalam praktek perbankan masih banyak bank yang baik yang tetap
meminta jaminan kredit atau collateral dengan sifat-sifat sebagai berikut :
Secured dalam arti dapat diikat secara juridisch perfekt sehingga tidak akan ada klaim
dari pihak lainnya.
Worth and

marketable dalam arti harga atau nilai jaminan cukup tinggi

sehingga dapat menutup kreditnya (saldo debet rekening pinjaman debitur dan laku
dijual). Agar jaminan tersebut bisa menjadi secured, maka harus diadakan perjanjian
peningkatan, meskipun perjanjian tersebut bersifat accessoir dalam arti perjanjian
tambahan dari perjanjian pokok, yakni perjanjian kredit tetapi pengikatan jaminan itu

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

harulah sekuat atau sesempurna mungkin dan semuanya bergantung pada jenis
jaminan itu sendiri.
Apabila perjanjian kredit batal/berakhir, maka perjanjian hak tanggungan ikut
batal/berakhir.Dasar hukum jual beli ini terdapat dalam Al-Quran diantaranya yaitu
pada Surat al-Baqarah ayat 275 yang artinya Dan Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba, dan Surat an-Nisaa ayat 29 yang artinya Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan jalan
bathil, kecuali melalui perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu.
Dalam hukum Islam, baiu atau menjual sesuatu dihalalkan atau dibenarkan
agama asal memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Hukum ini disepakati oleh
seluruh ulama, dan tidak ada khilaf padanya. 41 Karena al-Quran dengan tegas
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Agar perjanjian/akad jual beli yang diadakan oleh para pihak mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat, maka perjanjian/akad jual beli tersebut harus
memenuhi rukun dan syarat jual beli.
Adapun rukun dari jual beli yaitu meliputi: adanya para pihak, adanya uang
dan benda, dan adanya lafaz. 42
Sedangkan syarat sahnya perjanjian jual beli terdiri dari: 43
1. Syarat yang menyangkut subjek jual beli.

41

Hasbi ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, hal.

336.
42

Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Penerbit:


Citra Media, Yogyakarta, 2006, hal. 34.
43
Ibid., hal. 34-36.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Bahwa penjual dan pembeli selaku subjek hukum dari perjanjian jual beli
harus memenuhi persyaratan yaitu: berakal sehat, dengan kehendaknya
sendiri, keduanya tidak mubazir (pemboros), dan baligh.
Setelah syarat ini terpenuhi, maka perjanjian jual beli dapat dibuat dan
harus selalu didasarkan pada kesepakatan antara penjual dan pembeli
(Q.S. an-Nisaa:29).
2. Syarat yang menyangkut objek jual beli.
a. Bersih barangnya
b. Dapat dimanfaatkan
c. Barang yang dijual milik orang yang melakukan akad
Bahwa barang yang menjadi objek perjanjian harus benar-benar milik
pejual secara sah. Dengan demikian jual beli yang dilakukan terhadap
barang yang bukan miliknya secara sah adalah batal.

d. Mampu menyerahkannya
e. Barang tersebut diketahui oleh pembeli dan penjual
f. Barang yang diakadkan ada di tangan
3. Syarat sah yang menyangkut lafaz.
Sebagai sebuah perjanjian harus dilafazkan, artinya secara lisan atau
secara tertulis disampaikan kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan
lafaz adalah adanya pernyataan ijab dan kabul, atau sighat yaitu serah
terima dari kedua belah pihak.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Disamping dari syarat yang telah dijelaskan diatas, para ulama fiqih
juga ada yang mengemukakan syarat lain berkaitan dengan pembedaan antara
jual beli benda bergerak dan benda tidak bergerak. Apabila barang yang
diperjual belikan itu benda bergerak, maka benda itu langsung dikuasai oleh
pembeli dan harga dikuasai penjual, sedangkan barang yang tidak bergerak,
dapat dikuasai pembeli setelah surat-menyuratnya diselesaikan menurut urf
(kebiasaan) setempat. 44

2. Jual Beli Dalam Hukum Perdata


Dalam lapangan hukum perdata, jual beli diatur dalam buku III tentang
perikatan/perjanjian, van verbintenissen (Belanda), aqad (Arab). Mengenai istilah
verbintenis terjemahannya dalam bahasa Indonesia masih belum ada kesatuan
pendapat, ada yang menggunakan istilah perutangan, ada yang menggunakan istilah
perikatan, ada pula yang meggunakan istilah perjanjian. 45 Wirjono menempatkan jual
beli ke dalam bentuk persetujuan. 46
Jual beli adalah suatu bentuk perjanjian yang telah diberi nama oleh
KUHPerdata sehingga dikatakan juga sebagai perjanjian bernama dan diberikan
pengaturannya secara khusus.

44

M. Ali Hasan, Op. Cit., hal. 125.


J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Penerbit Alumni, Bandung, Cet-3,
1999, hal 1. Lihat juga: Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit
Alumni, Bandung, 2004, hal. 195.
46
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
Penerbit Sumur, Bandung, 1985.
45

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Kalau kita perhatikan susunan Buku III KUHPerdata, maka kita dapat melihat
ada bab-bab yang mengatur tentang ketentuan umum tentang perikatan (bab I-IV),
dan ada pula bab-bab yang mengatur tentang ketentuan khusus (bab V-XVIII).
Pada dasarnya ketentuan umum berlaku untuk semua perjanjian, kecuali
ketentuan khusus menyimpanginya. Dengan perkataan lain, pada asasnya ketentuan
khusus didahulukan terhadap ketentuan umum. 47
Di dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan
bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang dijanjikan.
Berkenaan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini, maka jual
beli yang akan dibahas pada bab ini adalah jual beli terhadap rumah yang dibangun
diatas tanah dan merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu pengertian jual beli rumah
dalam tulisan ini haruslah diartikan pula mencakup jual beli terhadap tanahnya, yang
tergolong kepada benda tidak bergerak.
Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok
Agraria (UUPA), maka dualisme dalam bidang hukum pertanahan sudah berakhir.
Untuk mengakhiri dualisme hak atas tanah tersebut dilakukan konversi hak atas
tanah-tanah adat dan tanah-tanah barat kepada hak-hak atas tanah menurut UUPA.
Menurut Effendi Perangin, UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa
yang dimaksudkan dengan jual beli tanah. Tetapi biarpun demikian, mengingat
bahwa hukum agraria kita sekarang ini memakai sistem dan asas-asas hukum adat,
47

J. Satrio, Op. Cit., hal. 35.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

maka pengertian jual beli tanah sekarang harus pula diartikan sebagai perbuatan
hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya)
oleh penjual kepada pembeli, yaitu menurut pengertian hukum adat. 48 Namun dalam
perkembangan hukum tanah di negara kita, tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
peralihan hak-hak atas tanah telah mendapat pengaturan dari pemerintah dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran
Tanah (PP No. 10 Tahun 1961), yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 (PP No. 24 Tahun 1997).
Disamping dari apa yang telah dijelaskan, di sebagian daerah di Indonesia
masih memberlakukan hukum daerahnya masing-masing yang dikenal dengan hukum
adat. Berbeda dengan Hukum Perdata, transaksi dalam hukum adat biasanya tidak
dibuat secara tertulis atau kalaupun dibuat secara tertulis tapi tidak teratur. Maka
dengan penyerahan tanahnya kepada pembeli dan pembayaran harganya kepada
penjual pada saat jual beli dilakukan, maka jual beli itu selesai. 49
Transaksi dalam hukum adat bersifat terang dan tunai, terang maksudnya
disaksikan oleh sejumlah saksi dari pihak masyarakat, kerabat atau tetangga.
Sedangkan tunai yaitu menyangkut pembayaran dan penyerahan objek transaksi,
dimana pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang
bersamaan. 50

48

Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut Pandang
Praktisi Hukum), Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, 1986, hal. 13.
49
Ibid.
50
Ibid., hal. 15.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Menurut Hilman Hadikusuma, yang menjadi perbedaan mendasar antara


hukum perjanjian adat dengan hukum perjanjian menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah bahwa hukum perjanjian KUHPerdata bertitik tolak pada
dasar kejiwaan kepentingan perseorangan dan bersifat kebendaan, sedangkan hukum
perjanjian adat bertitik tolak dasar kejiwaan kekeluargaan dan kerukunan dan bersifat
tolong-menolong.

Perjanjian

menurut

KUHPerdata

menimbulkan

perikatan,

sedangkan menurut hukum adat untuk mengikatnya perjanjian harus ada tanda
pengikat/tanda jadi yang dikenal dengan istilah panjer (Jawa). 51
Dalam perjanjian jual lepas, panjer itu berupa sejumlah uang yang diterima
panjual dari pembeli. Apabila dikemudian hari perjanjian batal karena kesalahan
penjual maka ia harus mengembalikan panjer dua kali lipat kepada pembeli,
sebaliknya jika kesalahan itu dari pihak pembeli sehingga perjanjian batal maka
panjer hilang. 52
Lain halnya dengan persekot sebagai tanda jadi yang merupakan pembayaran
pendahuluan dari pembeli kepada penjual, yang akan dipotong dari harga pembelian
ketika pelunasan pembayaran dilakukan. Persekot ini pun dapat hilang apabila
perjanjian batal dikarenakan kesalahan dari pihak pembeli, sebaliknya jika tidak
dinyatakan sebelumnya, persekot dikembalikan lagi kepada pembeli apabila
perjanjian tidak dilanjutkan oleh pihak penjual. 53

51

Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1994, hal. 4.
52
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung,
1992, hal. 223.
53
Ibid.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

C. Tinjauan Umum Tentang Murabahah


Jual beli murabahah bukanlah suatu bentuk jual beli yang lazim terjadi pada
masyarakat Indonesia. Istilah murabahah itu sendiri bukanlah suatu istilah yang
dikenal dalam bahasa Indonesia, melainkan istilah yang berasal dari bahasa arab.
Karena itu pembahasan mengenai murabahah pada bab ini dimulai dari pembahasan
murabahah di dalam fiqih.

1. Murabahah Di Dalam Fiqih


Adullah Saeed menyatakan dalam bukunya bahwa para teoritisi perbankan
Islam berargumen perbankan Islam harus didasarkan pada Profit and Loss Sharing
(PLS), bukan berdasarkan bunga. Namun, dalam prakteknya, bank-bank Islam sejak
awal telah menemukan bahwa perbankan berdasar PLS adalah sulit untuk diterapkan
karena penuh resiko dan tidak pasti. Problem-problem yang terkait dengan
pembiayaan ini telah mengakibatkan penurunan bertahap penggunannya dalam
perbankan Islam. Oleh sebab itu bank-bank Islam lalu mencari jalan lain dengan
menggunakan mekanisme pembiayaan yang mirip bunga. 54
Mereka (bank syariah) menemukan apa yang di dalam fiqih disebut dengan
murabahah, suatu model jual beli yang pihak pembeli karena satu dan lain hal
tidak bisa membeli langsung barang yang diperlukannya dari pihak penjual, sehingga
ia memerlukan perantara untuk bisa membeli dan mendapatkannya. Dalam proses ini,
si perantara biasanya menaikkan harga sekian persen dari harga aslinya. Produk ini

54

Arif mahtuhin, Dikutip dalam Abdullah Saeed, Op. Cit., hal. 118.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

kemudian menjadi bisnis yang paling populer dan disenangi oleh bank-bank Islam
karena nyaris tanpa resiko. 55
Udovitch, sebagaimana telah dikutip, mengatakan bahwa murabahah adalah
satu bentuk jual beli dengan komisi, dimana si pembeli biasanya tidak dapat
memperoleh barang yang diinginkan kecuali lewat seorang perantara, atau ketika si
pembeli tidak mau susah-susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa
seorang perantara.
Hasballah Thaib sebagaimana juga telah dikutip sebelumnya memberikan
pengertian murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli namun berbeda dengan jual
beli musawwamah (tawar menawar). Murabahah terlaksana antara penjual dan
pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian si penjual diketahui oleh si
pembeli dan keuntungan penjual pun diberitahu kepada pembeli, sedangkan
musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antara si penjual dengan si pembeli
dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang.
Kemudian Gemala Dewi dalam bukunya menyatakan bahwa murabahah
adalah pembelian oleh satu pihak kepada pihak lain yang

telah mengajukan

permohonan pembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau tambahan


harga yang transparan. 56

55

Ibid., Bandingkan dengan pengertian murabahah sebagaimana terdapat dalam buku Hasbi
Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Op. Cit.
56
Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Penerbit Prenada Media
Bekerjasama Dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 111.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

As-Shiddieqy menjelaskan dalam bukunya bahwa jual beli murabahah ini


merupakan jual beli yang kurang disukai oleh kalangan sahabat Nabi s.a.w., namun
oleh beberapa imam mazhab bentuk jual beli murabahah ini dibolehkan. 57
Menurut Abdullah Saeed, pada dasarnya murabahah adalah suatu bentuk jual
beli, namun bukanlah suatu bentuk transaksi jual beli yang dikenal dalam Islam
karena tidak ada hadits yang menjelaskan bentuk jual beli murabahah ini. Para ulama
generasi awal semisal Malik dan Syafii yang secara khusus mengatakan bahwa jual
beli murabahah adalah halal, tidak memperkuat pendapat mereka dengan satu hadits
pun. 58
Al-Kaff, menyatakan pendapatnya sebagaimana telah dikutip sebelumnya,
menyimpulkan bahwa murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang tidak dikenal
pada zaman nabi atau para sahabatnya. Menurutnya, para tokoh ulama mulai
menyatakan pendapat mereka tentang murabahah pada seperempat pertama abad
kedua Hijriyah, atau bahkan lebih akhir lagi.
Dalam hukum Islam, dibolehkannya jual beli dengan memakai jasa perantara
ini didasarkan atas pendapat Ibnu Abbas yang berkata Juallah pakaian ini, sekiranya
lebih dari sekian, maka untuk anda. 59
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa transaksi murabahah adalah
transaksi jual beli yang termasuk dalam bidang muamalah yang tidak dikenal pada
zaman nabi, dan baru berkembang di kemudian hari pada masyarakat Madinah
sehingga ia merupakan urf (adat-istiadat atau kebiasaan setempat) di bidang
57

Hasbi Ash-Shiddieqy, Op. Cit., hal. 361.


Abdullah Saeed, Op. Cit., hal. 119.
59
M. Ali Hasan, Op. Cit., hal. 292. Bandingkan dengan: Sayyid Sabiq, Op. Cit., hal. 70.
58

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

muamalah, dan karena dianggap tidak bertentangan dengan syariat Islam maka
hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah yang menyatakan segala
sesuatunya dibolehkan kecuali ada larangan dalam Quran atau Sunnah.
Dalil yang dapat dijadikan dasar dalam transaksi murabahah merupakan dalildalil transaksi jual beli, karena itu dasar-dasar syariah mengenai jual beli dijadikan
pula sebagai dasar syariah pada transaksi murabahah.
Adapun dalil-dalil tersebut antara lain yaitu Surat al-Baqarah ayat 275 yang
artinya Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, dan Surat
an-Nisaa ayat 29 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan harta sesama kamu dengan jalan bathil, kecuali melalui perniagaan yang
berlaku suka sama suka diantara kamu.

2. Murabahah Di Indonesia
Ketentuan fiqih di Indonesia yang mengatur tentang transaksi murabahah
yang telah diadopsi ke dalam hukum positip diwujudkan dalam Peraturan Bank
Indonesia yang merupakan hasil Ijtihad para ulama Indonesia yaitu Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana
Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Pengertian murabahah sebagaimana tersebut dalam pasal 1 angka 7 PBI No.
7/46/PBI/2005 adalah: Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok
barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Akad
Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, pada Pasal 9, mengenai Penyaluran Dana


Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna, pada ayat (1) menyatakan bahwa
kegiatan penyaluran dana dalam bentuk murabahah berlaku persyaratan paling kurang
sebagai berikut:
a. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli
barang.
b. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank
ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah.
c. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
d. Dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli
barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip menjadi milik Bank.
e. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah.
f. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain
barang yang dibiayai Bank.
g. Kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak
berubah selama periode Akad.
h. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara
proporsional.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Pada ayat (2) dinyatakan bahwa dalam hal bank meminta nasabah untuk
membayar uang muka atau urbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka
berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang
setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari
uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka
kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian
yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi
pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah.
b. Dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang
telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian
kerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika
urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

3. Pelaksanaan Transaksi Murabahah


Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (selanjutnya disebut DSN)
No.04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank
Syariah adalah sebagai berikut:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

3. Bank membiayai sebagaian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pemebelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip menjadi milik bank.
Dari ketentuan-ketentuan diatas, maka pelaksanaan transaksi murabahah
secara ideal fiqih adalah sebagai berikut: 60
a. Adanya kesepakatan awal antara bank dan nasabah untuk melakukan transaksi
murbahah.
60

Aspek Legal Bank Syariah (Komparasi Hukum Positip Dan Tinjauan Fiqh Muamalah
Maaliyah Tentang Akad-akad Bank Syariah), Makalah Disampaikan Pada Pelatihan Dasar Lembaga
Keungan Syariah, Imperium Hotel-Lippo Karawaci, Tangerang, 9 September 2006.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

b. Pada dasarnya barang yang diinginkan nasabah belum dimiliki oleh bank dan
nasabah memberikan rincian tentang barang yang akan dibeli dan memberikan
fee/keuntungan kepada bank dengan jumlah yang disepakati kedua belah
pihak.
c. Nasabah mengajukan perintah pembelian barang kepada bank berdasarkan
spesifikasi barang yang ditentukan nasabah dan berjanji akan membelinya
dengan memberikan sejumlah keuntungan kepada bank.
d. Bank membeli barang

terlebih dahulu untuk kemudian menjual kepada

nasabah/pemesan barang.

Sistem jual beli murabahah yang ideal dapat diuraiakan pada skema dibawah
ini:

NASABAH

BANK

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

SUPLIER

Keterangan:
1. Negosiasi
2. Perintah pembelian barang oleh nasabah
3. Pembelian barang oleh bank
4. Pembayaran
5. Penyerahan barang
6. Akad murabahah
7. Penyerahan barang

Adapun penjelasan dari skema diatas adalah sebagai berikut:


1. Negosiasi.
Pada tahap ini, nasabah melakukan negosiasi dengan pihak bank mengenai
barang yang diinginkan oleh nasabah. Disini bank akan mengajukan
persyaratan-persyaratan kepada nasabah.
2. Perintah pembelian oleh nasabah.
Setelah persyaratan yang diajukan oleh bank dipenuhi oleh nasabah dan
disetuji oleh kedua belah pihak, nasabah kemudian mengajukan perintah
pembelian barang kepada bank.
3. Pembelian barang.
Berdasarkan kesepakatan awal yang telah disetujui bersama, bank kemudian
membeli barang yang diinginkan oleh nasabah dari pihak pemilik
barang/suplier.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

4. Pembayaran.
Bank seketika itu juga melakukan pembayaran kepada pemilik barang, hal ini
menyebabkan barang beralih menjadi milik bank.
5. Penyerahan barang dari pemilik barang kepada bank.
6. Akad murabahah.
Setelah barang dikuasai oleh bank, bank kemudian menjual barang tersebut
kepada nasabah secara murabahah. Pada tahap ini dilakukan penandatanganan
akad murabahah maupun akad-akad lainnya oleh kedua belah pihak.
7. Penyerahan barang.
Setelah segala akad ditandatangani oleh kedua belah pihak, bank kemudian
menyerahkan barang kepada nasabah.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

BAB III
PENERAPAN SISTEM JUAL BELI MURABAHAH TERHADAP
PEMBIAYAAN RUMAH/PROPERTI PADA BANK BNI SYARIAH

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.


1. Gambaran Umum Perusahaan 61
Untuk mengetahui pelaksanaan sistem jual beli murabahah dalam kegiatan
operasional Bank BNI Syariah, di sini kiranya perlu digambarkan terlebih dahulu
mengenai keadaan lokasi penelitian.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk lebih dikenal dengan Bank BNI,
merupakan satu dari beberapa bank tertua dan terbesar yang pernah dan sampai saat
ini ada di Indonesia.
Bank BNI merupakan bank pemerintah pertama yang didirikan setelah
kemerdekaan negara Indonesia dan juga merupakan bank pemerintah pertama yang
melakukan go publik. Pada saat ini Bank BNI mempunyai lebih kurang 594 kantor
cabang baik di dalam maupun di luar negeri, serta lebih dari 15 kantor cabang
syariah.
Pada sekitar tahun 1998 terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia yang
meruntuhkan dunia perbankan di Indonesia. Sebagaimana layaknya bank-bank lain di
Indonesia, Bank BNI juga terkena imbas oleh krisis moneter pada saat itu. Saat itu
banyak bank-bank konvensional runtuh dan perlu direkapitulasi dan dipaksa merger
oleh pemerintah atau bahkan harus dilikuidasi.
61

Sumber dari Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System).

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Tetapi di lain pihak, bank yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip


syariah (lebih dikenal dengan sebutan bank syariah) masih berdiri kokoh. Hal ini
kemudian menimbulkan ketertarikan dalam dunia perbankan untuk mulai
mempelajari dan mencoba mengembangkan konsep perbankan syariah, begitu juga
dengan Bank BNI.
Pada tanggal 29 April 2000 Bank BNI untuk pertama kali mendirikan Unit
Usaha Syariah di Jakarta yang lebih dikenal dengan sebutan Bank BNI Syariah. Bank
BNI Syariah adalah salah satu bentuk usaha Bank BNI untuk melayani masyarakat
yang menginginkan sistem perbankan yang berdasarkan prinsip syariah.
Bank BNI Syariah merupakan unit tersendiri dari Bank BNI yang secara
struktural tidak terpisah dengan unit-unit lain di Bank BNI, namun bergerak khusus di
bidang perbankan syariah. Akan tetapi dalam operasional dan pembukuannya terpisah
dengan Bank BNI Konvensinal, tanpa mengurangi fasilitas pelayanan yang ada di
Bank BNI.

Sampai saat ini Bank BNI Syariah telah membuka 19 kantor cabang di
seluruh Indonesia, yaitu:
1) Yogyakarta

8) Bandung

15) Pekan Baru

2) Pekalongan

9) Padang

16) Cirebon

3) Semarang

10) Makassar

17) Bogor

4) Malang

11) Medan

18) Solo

5) Banjarmasin

12) Palembang

19) Balikpapan

6) Jakarta Timur

13) Privat Jakarta

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

7) Jakarta Selatan

14) Privat Surabaya

Beberapa hal yang menjadi alasan pembukaan Unit Usaha Syariah pada Bank
BNI, adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan layanan perbankan yang lengkap (mewujudkan BNI sebagai
universal banking)
b. Berdasarkan data dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebanyak 30%
masyarakat Indonesia menolak sistem bunga.
c. Landasan operasional perbankan syariah sudah kuat.
d. Masih terbatasnya kompetitor.
e. Respon dan kepercayaan masyarakat yang besar atas kehadiran bank syariah.

2. Filosofi Perusahaan. 62
Visi dari Bank BNI Syariah adalah Menjadi bank syariah yang
menguntungkan bagi Bank BNI dan terpercaya bagi umat muslim dengan
bersungguh-sungguh menjalankan kegiatan usahanya pada prinsip-prinsip syariah
Islam yang mengacu pada al-Quran dan al-Hadits.
Misi dari Bank BNI syariah adalah Secara istiqomah melaksanakan amanah
untuk memaksimalkan kinerja dan layanan perbankan dan jasa keuangan syariah,
sehingga dapat menjadi bank syariah kebanggan anak negeri. 63

62

Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System).


Modul BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System), Pedoman Pembiayaan
Kecil BNI Syariah.
63

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Untuk melaksanakan Visi dan Misi tersebut, maka Bank BNI Syariah
mengambil langkah-langkah yang antara lain sebagai berikut:
a. Melaksanakan operasional perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.
b. Memberikan mutu pelayanan yang unggul kepada nasabah dengan sistem
front end dan otomasi on line.
c. Meningkatkan kualitas bisnis di segmen usaha ritel.
d. Memberikan kontribusi laba yang nyata terhadap laba Bank BNI secara
keseluruhan.

Adapun yang menjadi tujuan Bank BNI Syariah adalah untuk menampung
keinginan masyarakat yang ingin menggunakan bank syariah serta untuk
mempercepat pengembangan kegiatan usaha yang berbasis syariah dengan
memanfaatkan jaringan Bank BNI.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

3. Produk-Produk Bank BNI Syariah


Secara umum keseluruhan transaksi di perbankan syariah dapat dibagi
menjadi tiga bagian besar yakni:
- Produk Dana.
- Produk Jasa.
- Produk Pembiayaan.

3.1. Produk Dana


Bank BNI Syariah menghimpun dana masyarakat melalui berbagai produk
penghimpunan dana yang ditawarkan. Dana yang terhimpun selanjutnya
akan digunakan oleh bank untuk

membiayai berbagai macam usaha halal

dan produktif bagi kepentingan umat. 64


Produk-produk dana yang ditawarkan oleh Bank BNI Syariah diantaranya:
1. Tabungan Mudharabah
Tabungan pada Bank BNI Syariah menggunakan prinsip mudharabah,
yaitu perjanjian kerjasama antara pemilik modal (penabung/shahibul
maal) dengan pengusaha (bank/mudharib) atas dasar bagi hasil dengan
nisbah yang telah disepakati diawal perjanjian.
Jenis-jenis tabungan yang ada di Bank BNI Syariah:
a) Tabungan Syariah Plus. 65
b) Tabungan mahasiswa. 66
64

Wawancara dengan Pemimpin Bidang Operasional, BNI Syariah Cabng Medan, Pada
tanggal 24 Mei 2007.
65
Brosur BNI Syariah.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

c) Tabungan Haji Indonesia (THI). 67


2. Giro Syariah. 68
Merupakan simpanan dengan prinsip Wadiah (titipan), yang dengan
seizin dari pemilik dana dapat dioperasikan oleh bank. Produk ini dapat
digunakan sebagai alat pembayaran, dan penarikannya dapat dilakukan
setiap saat dengan menggunakan cek, sarana pembayaran lainnya atau
dengan cara pemindah bukuan.
3. Deposito Syariah. 69
Merupakan pilihan investasi dangan menggunakan prinsip Mudharabah
Mutlaqah dengan jangka waktu 3, 6, 12, dan 24 bulan yang ditujukan
bagi nasabah yang ingin berinvestasi secara halal sesuai dengan syariah.
Dana nasabah akan diinvestasikan secara optimal untuk membiayai
berbagai macam kebutuhan nasyarakat.
3.2. Produk Jasa.
Produk jasa dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
melakukan transaksi keuangan yang tidak termasuk dalam produk dana
maupun produk pembiayaan. Adapun produk-produk jasa tersebut, antara
lain:
1. Kiriman uang (Transfer).

66

Wawancara dengan Pemimpin Bidang Operasional, BNI Syariah Cabng Medan, Pada
tanggal 24 Mei 2007.
67
Brosur BNI Syariah.
68
Brosur BNI Syariah.
69
Brosur BNI Syariah.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Merupakan suatu jasa bank dalam pengiriman uang baik diantara sesama
Bank BNI maupun pengiriman uang antar bank, atas permintaan pihak
ke tiga untuk dibayarkan kepada penerima.
2. Inkaso. 70
Merupakan pengiriman surat/dokumen untuk menagihkan pembayaran
atas surat/dokumen berharga kepada pihak ketiga ditempat/kota lain di
dalam negeri. Surat/dokumen berharga yang dapat ditagihkan adalah
wesel/draft,

cek,

bilyet

giro,

kuitansi,

surat

promes/aksep

pembayarannya kepada pihak yang menerbitkan atau yang ditentukan


dalam surat/dokumen berharga tersebut.
3. Surat Keterangan Bank. 71
Surat Ketarangan Bank (SKB) diberikan untuk nasabah Perorangan atau
Badan Hukum. SKB berupa keterangan secara tertulis yang diberikan
bank kepada nasabahnya untuk suatu macam keperluan dan bersifat
tidak mengikat, tidak menjanjikan dan tidak memberikan jaminan.
Surat Keterangan Bank ini biasanya diberikan guna memenuhi
persyaratan hubungan bisnis, misalnya untuk keperluan;
-

Memperoleh order/pekerjaan borongan.

Memperoleh suatu keagenan atas barang dan jasa.

Melanjutkan sekolah/pendidikan di luar negeri

70

Wawancara dengan Pemimpin Cabang Pembantu Bank BNI Syariah Binjai, Pada tanggal
11Juni 2007.
71
Ibid.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

4. Garansi Bank. 72
Garansi Bank (GB), merupakan pemberian janji bank (sebagai
penjamin) kepada pihak lain (terjamin) untuk jangka waktu, jumlah, dan
keperluan tertentu, bahwa bank akan membayar kewajiban nasabah yang
diberi garansi bank kepada pihak lain tersebut, apabila nasabah yang
bersangkutan cidera janji (wan prestasi). Garansi Bank (GB) yang
diberikan dapat juga berupa standby L/C.

3.3. Produk Pembiayaan


Pembiayaan yang dilakukan bank syariah menggunakan prinsip syariah
yang mengharamkan riba. Dalam pembiayaan ini keuntungan yang akan
diperoleh bank ditentukan di muka dan disepakati bersama oleh pihak
nasabah dan pihak bank atas dasar suka sama suka. Dalam hal ini tidak
boleh ada pihak yang merasa rugi atau dirugikan.
Jenis-jenis produk pembiayaan yang terdapat pada Bank BNI Syariah:
1. Pembiayaan Mudharabah. 73
Merupakan pembiayaan yang dilakukan melalui kerjasama usaha antara
dua pihak dimana bank menyediakan modal sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola modal (mudharib) yang dipercayakan kepadanya,
dengan mensyaratkan jenis usaha yang dikelola.
2. Pembiayaan Musyarakah. 74

72
73

Ibid.
Brosur BNI Syariah.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Merupakan pembiayaan untuk membiayai suatu proyek, dimana bank


dan nasabah secara bersama-sama menyediakan dana dan berpartisipasi
dalam bekerja.
3. Pembiayaan Murabahah. 75
Merupakan pembiayaan dengan prinsip jual beli barang pada harga asal
ditambah keuntungan yang disepakati pihak bank selaku penjual dan
nasabah selaku pembeli.
Contoh:
BNI Syariah telah menyetujui Pembiayaan Murabahah terhadap sebuah
rumah kepada Saudara Ali sebagai berikut:
-

Harga pokok barang

Rp. 425.500.000,-

Keuntungan bank

Rp. 150.000.000,-

Uang muka

Rp. 275.500.000,-

Harga jual bank

Rp. 300.000.000,-

Jangka waktu pembiayaan dan pembayaran angsuran ditetapkan oleh


bank berdasarkan Negotiated Repayment (jadwal pembayaran yang
telah disepakati).

Dari sekian banyak produk yang ditawarkan oleh Bank BNI Syariah,
disini hanya akan membahas sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan

74

Wawancara dengan Pemimpin Bidang Operasional, BNI Syariah Cabng Medan, Pada
tanggal 24 Mei 2007.
75
Brosur BNI Syariah

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

murabahah terhadap rumah/properti sebagai objek pembiayaan (pembiayaan


murabahah).

B. Penerapan

Sistem

Jual

Beli

Murabahah

Terhadap

Pembiayaan

Rumah/Properti Pada Bank BNI Syariah Pada Bank BNI Syariah.


Berdasarkan wawancara dengan staff pemasaran pada Bank BNI Syariah
Cabang Medan sistem jual beli murabahah terhadap pembiayaan rumah/properti
(sistem pembiayaan murabahah) pada Bank BNI Syariah Cabang Medan dapat
digambarkan sebagai berikut: 76
1. Tahap permohonan dan pengajuan persyaratan.
Pada tahap ini nasabah menghadap kepada Bank untuk mengutarakan
keinginannya untuk memperoleh pembiayaan guna membiayai pembelian
suatu bidang tanah berikut bangunan rumah yang terdapat diatasnya.
Atas permohonan tersebut maka;
a) Petugas bank akan menanyai nasabah dan mewawancarai secara
umum, mengenai objek dan keperluan pembiayaan serta hal-hal yang
bersangkutan dengan pekerjaan/usaha, penghasilan dan hal-hal yang
berhubungan dengan persyaratan pembiayaan seperti:
1) Harga dari barang yang akan dibeli
2) Besarnya pembiayaan sendiri (Self Financing) yang dapat
disediakan nasabah.

76

Wawancara dengan Penyelia Pemasaran, Bank BNI Syariah Cabang Medan, Pada tanggal
28 Mei 2007.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

3) Lamanya jangka waktu pembiayaan.


4) Dan lain-lain yang berhubungan dengan permohonan pembiayaan
nasabah.
b) Setelah itu bank akan memberikan formulir permohonan pembiayaan
untuk diisi oleh nasabah beserta persyaratan-persyaratan pembiayaan
yang diperlukan dan harus dipenuhi nasabah, baik persyaratan yang
umum maupun persyaratan khusus. Persyaratan umum disini
maksudnya ialah persyaratan standar yang biasanya dimintakan bank
dalam transaksi-transaksi pembiayaan. (Selengkapnya lihat pada
lampiran).
Adapun persyaratan khusus untuk pembiayaan murabahah terhadap rumah
atau properti adalah:
1) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2) Fotocopy Sertifikat tanah yang akan dibeli oleh nasabah.
3) Fotocopy Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang - Pajak Bumi dan
Bangunan

(SPPT-PBB)

tahun

berjalan

dan

bukti

pelunasan

pembayarannya.
4) Penawaran harga dari penjual.
2. Tahap Pemeriksaan dan Analisa Oleh Bank
Pada tahap ini bank akan memeriksa kelengkapan dokumen nasabah, dan
pemeriksaan kelapangan mengenai objek yang akan dibiayai, keadaan
usaha/pekerjaan nasabah dan verifikasi data-data yang disampaikan nasabah
dengan kondisi dilapangan.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Selanjutnya bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan


fasilitas pembiayaan dengan sistem jual beli murabahah.
Proses pemeriksaan dan anlisa pada Bank BNI Syariah Cabang Medan
dilakukan oleh Bagian Pemasaran (Pengelola Pemasaran) dan keputusan atas
pembiayaan yang diajukan nasabah diputuskan oleh Kelompok Pemutus
Pembiayaan. Keputusan tersebut dapat berupa persetujuan atau penolakan
terhadap permohonan pembiayaan yang diajukan, yang dituangkan dalam
suatu surat keputusan yang disebut Surat Keputusan Pembiayaan (SKP).
3. Tahap Keputusan Pembiayaan
Setelah melalui proses pemeriksaan dan analisa, kemudian berkas
permohonan nasabah beserta hasil pemeriksaan dan analisa disampaikan
kepada Kelompok Pemutus yang terdiri dari Penyelia Pemasaran Bisnis (PPB)
dan Pemimpin Cabang serta Pejabat Syariah Fund Risk Management (SFRM)
dan untuk pinjaman dalam jumlah besar diatas

Rp.250.000.000,- akan

diteruskan dan diputuskan oleh Divisi Usaha Syariah Bank BNI.


Keputusan atas permohonan pembiayaan dapat berupa persetujuan atau
penolakan,

yang

akan

dibuatkan

dalam

suatu

Surat

Keputusan

Pembiayaan(SKP) yang akan disampaikan kepada nasabah.


Untuk permohonan pinjaman yang disetujui, maka SKP tersebut menjadi
dasar atau bagian yang tidak terpisahkan dari Akad Perjanjian Pinjaman yang
akan dibuat dan ditandatangani oleh peminjam dan bank.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Apabila permohonan disetujui, selanjutnya bank akan melakukan negosiasi


ulang dengan nasabah berkenaan dengan persyaratan yang harus dipenuhi
nasabah sebagaimana yang tercantum dalam SKP.
Dalam negosiasi ini apabila tidak tercapai kata sepakat, maka para pihak dapat
memilih untuk tidak melanjutkan transaksi. Namun apabila tercapai kata
sepakat diantara kedua pihak maka

transaksi akan dilanjutkan dengan

penandatanganan Akad Perjanjian Pembiayaan.


4. Tahap penandatanganan akad
Penadatanganan akad dilakukan dalam satu majelis dengan dihadiri oleh para
pihak yang akan melakukan transaksi yaitu pihak nasabah, bank, pemilik
rumah, Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan saksi-saksi.
Pada kenyataannya isi dari akad pembiayaan murabahah dapat saja berbedabeda antara satu bank syariah dengan bank syariah lainnya. Hal ini didasarkan
atas asas kebebasan berkontrak dalam lapangan hukum perdata. Pada asasnya
orang bebas untuk memperjanjikan sesuatu, selama itu tidak terlarang. Hal itu
didasarkan atas pemikiran hukum di bidang keperdataan pada umumnya
adalah hukum yang sifatnya pelengkap. Karena itu hukum membiarkan
sedapat mungkin individu mengurus dan menyelenggarakan kepentingan
privatnya sendiri selama tidak bertentangan dengan hal-hal yang terlarang. 77
Namun setidak-tidaknya dalam akad pembiayaan murabahah tersebut harus
memuat rukuan dan syarat jual beli menurut syariat Islam.

77

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku II, Penerbit PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 148.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Adapun akad-akad yang ditandatangani berkenaan dengan sistem jual beli


murabahah terhadap pembiayaan rumah secara berturut-turut adalah:
a. Akad murabahah
Sebelum akad murabahah diselenggarakan, bank terlebih dahulu
melakukan jual beli barang/rumah dengan suplier. Jual beli ini hanya
dilakukan secara lisan.
Setelah terjadi jual beli antara bank dengan suplier segera setelah itu
diselenggarakan akad murabahah. Akad ini dibuat dalam bentuk dibawah
tangan, ditandatangani oleh nasabah dengan bank yang diwakili oleh
pemimpin cabang, dan saksi-saksi.
b. Akta Jual Beli
Akta ini dibuat dalam bentuk otentik dihadapan pejabat umum yang
berwenang, ditandatangani oleh nasabah, pemilik rumah, saksi-saksi, dan
pejabat umum tersebut.
c. Akad-akad lainnya, seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan,
dan Akta Pemberian Hak Tanggungan

C. Penyimpangan Dalam Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank


BNI Syariah.
Apabila kita bandingkan penerapan pembiayaan murabahah pada Bank BNI
Syariah cabang Medan tersebut dengan sistem jual beli murabahah yang ideal
berdasarkan Fatwa DSN No. 04/DSN/MUI/IV/2000 Jo PBI No. 7/46/PBI/2007 maka
kita akan mendapati kejanggalan-kejanggalan dalam penerapan pembiayaan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

murabahah tersebut. Dengan kata lain penerapan pembiayaan murabahah pada Bank
BNI Syariah cabang Medan masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam penerapan pembiayaan murabahah tersebut dapat dikatakan terjadi
penyimpangan, terutama sekali terjadi pada tahap ketiga yaitu tahap penandatanganan
akad murabahah. Penyimpangan mana akhirnya memberi pengaruh juga terhadap
tahap sebelumnya.
Pada tahap terakhir yaitu tahap penandatanganan kontrak baru terlihat adanya
kejanggalan dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah pada Bank BNI Syariah.
Penandatanganan akad murabahah dilakukan berdasarkan kesepakatan awal
antara kedua pihak yang telah dilalui pada tahap-tahap sebelumnya. Sedangkan
sebelum dilakukan penandatanganan akad murabahah bank telah terlebih dahulu
melakukan jual beli secara lisan dengan pemilik barang.
Bila pelaksanaan pembiayaan murabahah tersebut dikaitkan dengan Fatwa
DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 pada angka 3 menyatakan bahwa bank terlebih
dahulu membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pemebelian ini harus sah.
Berdasarkan

hasil

penelitian

diketahui

bahwa

akad

yang

pertama

ditandatangani pada tahap penandatanganan kontrak adalah akad murabahah, dimana


substansi dari akad tersebut adalah bank berdasarkan akad tersebut menjual sebuah
rumah secara murabahah kepada nasabah dengan syarat-syarat tertentu.
Yang menjadi permasalahan disini adalah apakah jual beli rumah yang
dilakukan secara lisan tersebut adalah sah, mengingat objek yang diperjual belikan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

adalah rumah yang peralihannya telah diatur sedemikian rupa dalam PP No.24 Tahun
1997 Jo. Peraturan menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997.
Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena mengenai sah atau
tidaknya jual beli yang pertama akan menentukan pula sah atau tidaknya jual beli
yang terjadi kemudian.
Bank syariah sesuai dengan namanya tentulah harus sedapat mungkin
menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam setiap kegiatan operasionalnya. Berkenaan
dengan itu kita tentunya sama-sama mengetahui bahwa dalam fiqih Islam terdapat
kaedah bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimilikinya pada
waktu transaksi berlangsung pada objek transaksi. 78
Ibnu Abidin menjelaskan sebagaimana ditulis oleh Husain dan Siddiq bahwa
termasuk salah satu syarat dari jual beli adalah objek transaksinya harus dimiliki
secara penuh oleh penjual dari apa yang ia jual untuk dirinya.79 Maka tidak
diperkenankan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, dan para ulama sudah
sepakat mengenai hal ini.
Sebenarnya, membahas masalah filantropi atau kedermawanan sosial di Indonesia
adalah ibarat membicarakan anggur lama dam botol baru, karena pada dasarnya
kegiatan berderma merupakan kebiasaan masyarakat Indonesia yang menjadi pola
hidup yang dapat ditemukan pada berbagai suku yang ada di Indonesia. Hanya saja
pada saat itu kegiatan seperti ini berjalan secara sangat sederhana dan tradisional.
78

Husain Syahathah Dan Siddiq Muhammad al-Amin ad-Dhahar, Transaksi Dan Etika Bisnis
Islam, Diterjemakan Oleh: Saptono Budi Satryo Dan Fauziah R, Penerbit Visi Insani Publishing,
Jakarta, 2005, hal. 237.
79
Ibid. Lihat juga M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat),
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 124., Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok
Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Penerbit: Citra Media, Yogyakarta, 2006, hal. 34.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Akhirnya sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan pola pikir


masyarakat, kegiatan ini semakin mengalami perkembangan dan dituntut untuk
dilakukan secara lebih terstruktur. Hal inilah yang mungkin pada akhirnya
mendorong masyarakat untuk membentuk suatu lembaga yang dapat menjadi wadah
kegiatan sosial masyarakat yang kita kenal dengan nama yayasan.
Seperti yang telah diuraikan oleh Penulis sebelumnya, bahwa memang
lembaga yayasan telah dikenal dan banyak digunakan di tanah air sejak zaman
pemerintahan Hindia Belanda sampai Indonesia menjadi negara merdeka dan
berdaulat, namun tidak ada peraturan hukum yang mengatur tentang yayasan, 80 hal
inilah yang membuat tidak jelasnya pengertian ataupun definisi tentang yayasan itu
sendiri.
Yayasan sendiri, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Stichting, yang
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Foundation. Pengertian yayasan sebagai
Foundation menurut Blacks Law Dictionary sebagai berikut 81 :
Permanent fund established and maintained by contribution for
charitable, educational, religious, research or other benevolent purpose.
An Institution or association given to rendering financial aid to colleges,
schools, hospitals and charities and generally supported by gifts for such
purposes.
The founding or building of a college or hospital.

80

Maksudnya ialah, sebelum akhirnya pemerintah mengesahkan Undang-Undang Yayasan


Nomor 16 Tahun 2001 dan perubahannya, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.
81
Henry Chambell Black, M A, Blacks Law Dictionary, Cet 6, St. Paul Minnesotta: USA,
West Publishing Co, 1990, hal. 656.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

The incorporation or endowment of a college or hospital is the


foundation; and he who endows it with land or other property is the
founder.
Yayasan yang diartikan seperti tersebut diatas menekankan pada adanya suatu
dana permanen yang dibuat dan dipelihara berdasarkan kontribusi.82
Scholten 83 mengatakan: Yayasan adalah suatu badan hukum yang dilahirkan
oleh suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu
kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan penunjukan, bagaimanakah kekayaan
itu diurus dan digunakan.
Menurut Abdul Muis, pengertian yayasan adalah 84 :
Yayasan merupakan suatu lembaga yang mempunyai suatu tujuan idial, yaitu tujuan
sosial bagi kesejahteraan masyarakat yang sampai saat ini dinegara kita tidak atau
belum diatur dalam Undang-Undang secara khusus. Lembaga ini hidup dan
berkembang semata-mata berdasarkan hukum yang tidak tertulis, berdasarkan
kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.
Pengertian yayasan menurut Prof. Drs, C.S.T. Kansil, SH dan Christine S.T.
Kansil, SH, MH adalah

85

: Yayasan; Stichting (Bld), suatu badan hukum yang

melakukan kegiatan dalam bidang sosial.

82

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, SH, Hukum Yayasan Di Indonesia (Berdasarkan


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan), Indonesia Legal
Center Publishing, Cet 2, PT. Abadi, Jakarta, 2003, hal. 13.
83
Disitir dari Ali Rido SH, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,
Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf,
84
H. Abdul Muis, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat (Suatu Tinjauan Menganai
Yayasan Sebagai Badan Hukum Dalam Menjalankan Kegiatan Sosial), Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan, 1991, hal. 2.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Dari beberapa pengertian tentang yayasan yang telah diuraikan tersebut, maka
kita setidaknya dapat menarik kesimpulan bahwa yayasan adalah merupakan suatu
lembaga yang bergerak di bidang sosial yang tidak bertujuan untuk mencari
keuntungan. Hal mana berkaitan erat dengan kegiatan amal (filantropi) yang
merupakan bentuk ideal dari lembaga yayasan.
Sedangkan menurut UUY dalam pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: Yayasan
adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan
untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang
tidak mempunyai anggota.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam yayasan adalah:
a. Yayasan terdiri atas kekayaan yang dipisahkan.
b. Kekayaan yayasan digunakan untuk mencapai tujuan yayasan.
c. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan.
Pada dasarnya yayasan harus dapat berperan sebagai wadah untuk
mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Berdasarkan UUY,
yayasan harus bersifat sebagai berikut;
a. Sosial.
b. Keagamaan.
c. Kemanusiaan.

85

Prof. Drs. C.S.T. Kansil, SH dan Christine S.T. Kansil, SH, MH, Kamus Istilah Aneka
Hukum, Cet 1, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hal. 198.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Sesuai dengan pasal 1 angka 1 UUY, penjelasan umum dan penjelasan pasal 3
ayat 2, sifat-sifat tersebut diatas harus tercermin dalam maksud dan tujuan serta
kegiatan yayasan.
Dengan mengacu pada definisi yayasan yang diberikan oleh Blacks Law
Dictionary, maka yayasan bertujuan untuk kegiatan amal (charity), pendidikan
(educational), keagamaan (religious), atau tujuan kedermawanan lainnya (or other
benevolent purpose). 86
Berdasarkan Yuripudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 8
Juli 1975 No. 476/K/Sip/1975 (yang menjadi acuan untuk penentuan tujuan yayasan
sebelum berlakunya UUY ), dimana pertimbangan Pengadilan Negeri dibenarkan
oleh Pengadilan Tinggi dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung, dari putusan
Mahkamah Agung tersebut jelas bahwa yayasan mempunyai tujuan untuk
membantu. Perkataan membantu ini ditafsirkan sebagai kegiatan sosial.
Dengan berlakunya UUY, maka maksud dan tujuan dari yayasan harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut 87 :
a. Untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan
(pasal 1 angka 1 UUY ).
b. Maksud dan tujuan yayasan harus bersifat sosial, keagamaan dan
kemanusiaan (penjelasan pasal ayat 2 UUY ).
c. Maksud dan tujuan yayasan harus dicantumkan dalam anggaran dasar yayasan
(pasal 14 ayat 2 UUY).

86
87

Ibid., hal. 656.


Op Cit., Arie Kusumastuti, Hukum Yayasan, hal. 17.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Menurut Chatamarrasjid

88

, yayasan tidak dapat dan tidak boleh menjadi

badan hukum seperti perseroan terbatas yang bertujuan untuk mencari keuntungan.
Akan tetapi, tentu saja yayasan boleh untuk memperoleh keuntungan, dan berarti
melakukan kegiatan usaha atau mendirikan badan usaha, agar tidak bergantung
selamanya dari sumbangan, tetapi keuntungan yang diperoleh haruslah semata-mata
dipergunakan atau diperuntukkan bagi tujuan sosial dan kemanusiaan.
Pendapat diatas bertolak dari pandangan bahwa tiap bentuk badan hukum
yang diciptakan mempunyai tujuan tertentu dan tidak ada 1 (satu) bentuk badan
hukum yang dapat mencakup tujuan dan struktur semua bentuk badan hukum lain. 89
Sedangkan maksud dan tujuan yayasan tertentu, artinya maksud dan tujuan
tersebut harus jelas batasannya untuk hal-hal yang sudah ditentukan dan bersifat
khusus. Jadi, maksud dan tujuan yayasan disini tidak dapat bersifat umum. Tujuan
yayasan ini merupakan hal yang penting, karena tujuan yayasan dapat berpengaruh
terhadap bubarnya suatu yayasan, hal ini sesuai dengan bunyi pasal 62 huruf (b)
Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 yang menyatakan: Yayasan dapat bubar
karena; tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau
tidak tercapai. Oleh karena itu, yayasan harus berhati-hati dalam menetapkan
tujuannya. Jangan sampai tujuan tersebut terlalu umum/luas ataupun terlalu berat
sehingga sulit untuk mencapai atau memenuhinya, yang akhirnya dapat
mengakibatkan yayasan tersebut dibubarkan. Hal-hal mengenai bubarnya suatu
yayasan, akan kita bicarakan pada sub bab berikutnya.
88

Chatamarrsjid, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai


Badan Hukum Sosial), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 41.
89
Ibid.,

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

UUY sendiri tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan
tujuan sosial dan kemanusiaan, tapi hanya memberikan contoh kegiatan yang dapat
dilakukan oleh yayasan. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 8 UUY maupun
penjelasannya.
Pasal 8 UUY menyebutkan:
Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat
(1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan/atau ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Penjelasan pasal 8:
Kegiatan usaha dari badan usaha yayasan mempunyai cakupan yang luas,
termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan
konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu pengetahuan.
Dalam UUY yang diperbaharui pun pasal ini tidak termasuk ke dalam pasalpasal yang direvisi, sehingga tetap tidak ada acuan mengenai kegiatan sosial dan
kemanusiaan.
Oleh karena itu untuk menilai/memutuskan apakah kegiatan usaha yang
dilakukan oleh yayasan yang tidak tercantum dalam penjelasan pasal 8 adalah sesuai
dengan tujuan sosial dan kemanusiaan, seandainya kegiatan yayasan diragukan
bertujuan sosial dan kemanusiaan, barangkali keputusannya diserahkan kepada
Pengadilan. 90

90

Ibid., hal. 46.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Seperti yang telah kita ketahui, yayasan telah dikenal oleh masyarakat
Indonesia sejak zaman penjajahan kolonial Belanda sampai Indonesia menjadi negara
yang merdeka dan berdaulat, namun tidak ada satupun peraturan yang tegas yang
mengatur tentang keberadaan yayasan. Sebenarnya ada beberapa peraturan yang
menyebutkan tentang keberadaan yayasan sebelum lahirnya Undang-Undang
Yayasan, antara lain:
-

Pasal 335 KUH Perdata.

Pasal 365 dan 365 (a) KUH Perdata.

Pasal 899 ayat (1) KUH Perdata.

Pasal 900 KUH Perdata.

Pasal 1680 KUH Perdata.

Pasal 6 ayat 3 Rv.

Pasal 236 Rv.


Di negeri Belanda sendiri, yang merupakan kolonial dari Indonesia, yang

produk-produk hukumnya banyak diadopsi menjadi hukum nasional Indonesia, telah


menetapkan yayasan sebagai badan hukum melalui hukum perdata tertulisnya dengan
diundangkannya Wet op de Stichtingen dalam Staatsblad Nomor 327 tahun 1956 yang
kemudian pada tahun 1976 Undang-Undang tersebut dikompilasikan ke dalam buku
ke dua Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda.
Sebenarnya Undang-Undang Yayasan di Indonesia tidak lahir tiba-tiba,
karena banyak orang yang mengasumsikan bahwa Undang-Undang Yayasan lahir
karena adanya desakan dari pihak IMF terhadap pemerintah Indonesia yang
menginginkan adanya pengaturan yang lebih tegas terhadap keberadaan yayasan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

karena IMF melihat praktek kerja beberapa yayasan milik pemerintah, institusi militer
dan milik beberapa kelompok tertentu (rezim orde baru) telah menyalahi fungsi dan
tujuan ideal dari yayasan dengan menggunakan lembaga ini sebagai kedok untuk
mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa membayar pajak, yang ditengarai sangat
merugikan keuangan negara. Hal ini kemudian dituangkan ke dalam Letter of Intent
(LoI) untuk kepentingan pemerintah dalam memperoleh pinjaman dari IMF.
Begitulah memang keadaan bangsa kita, tidak akan berbuat kecuali untuk hal yang
terpaksa. Setidaknya seperti itulah gambaran tentang keadaan bangsa ini berkenaan
dengan latar belakang lahirnya UUY.
Seperti Penulis sebutkan tadi, bahwa sebenarnya UUY tidak lahir secara
prematur. Karena konon Departemen Kehakiman telah memiliki rancangannya sejak
tahun 1976. 91
Akhirnya pada tanggal 6 Agustus 2001, pemerintah dengan persetujuan DPR
mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dengan
harapan dapat memastikan yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan
tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat. 92
Dalam menangani organisasi nirlaba, pemerintah punya dua format atau sudut
pandang yang berbeda. Aspek organisasi yang terkait dengan ideologi dan ketertiban
umum ditangani oleh Departemen Dalam Negeri, sedangkan aspek sosial yang
menyangkut penggalangan dan pendayagunaan dana sosial masyarakat, serta usaha
91

Op Cit., Chatamarrasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan, hal. 7. Menurut Chtamarrsjid,


tidak banyak perubahan antara Undang-Undang Yayasan dan rancangan-rancangan sebelumnya lihat
Chatamarrasjid, Badan Hukum Yayasan, Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan
Hukum Sosial (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002) hal. 169.
92
Lihat Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001, Menimbang, huruf C, alinea 6
Penjelasan Umum, Penjelasan pasal 49 (2) dan 52 (2).

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat ditangani oleh Departemen Sosial.


Sementara aspek pembinaan teknis diserahkan pada departemen atau non
departemen yang terkait dengan bidang kerja organisasi nirlaba. Masing-masing
pembina itu punya aturan main, yang umumnya sangat kooptatis dan birokratis, yang
harus ditaati oleh organisasi-organisasi tersebut. Sehingga sampai hari ini, dengan
terbitnya UU No. 16/2001 tentang Yayasan pun masih menyisakan berbagai
kerancuan. 93
Mungkin karena itu pulalah mengapa pemerintah buru-buru mengajukan
usulan untuk segera merevisi UUY. Adanya usul dari pemerintah untuk segera
melakukan perubahan terhadap UUY, semakin memberikan kesan bahwa memang
Undang-Undang tersebut lahir karena adanya tekanan dari pihak IMF dan keadaan
sosial politik pada saat itu. Oleh karenanya, UUY banyak mendapat kritikan dari para
pegiat yayasan maupun oleh para akademisi karena klausul-klausulnya dianggap
tidak aspiratif, malah terkesan menyulitkan yayasan untuk menjalankan dan
mempertahankan roda organisasinya, terutama untuk yayasan-yayasan kecil. Pasalpasal dalam Undang-Undang ini justru menunjukkan intervensi pemerintah yang
terlalu berlebihan terhadap yayasan.
Akhirnya revisi Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 disetujui yang disahkan
menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2004. Sebenarnya revisi RUU Yayasan sudah
disusun Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehakiman dan HAM, sejak
pertengahan 2002. Karena meski di atas kertas UUY dinyatakan berlaku efektif sejak

93

Lihat artikel, Zaim Zaidi dan Hamid Abidin (Filantropi dan Hukum Di Indonesia), Jurnal
Hukum JENTERA, edisi Hukum & Yayasan, 2003.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Agustus 2002, namun dilapangan Undang-Undang tersebut tidak benar-benar


diimplementasikan. 94
Dalam konsiderans menimbang, Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 antara
lain disebutkan bahwa Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 mulai berlaku pada 6
Agustus 2002. Namun Undang-Undang tersebut dalam perkembangannya belum
seluruhnya menampung kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat.
Selain itu, beberapa substansinya dapat menimbulkan beberapa penafsiran, sehingga
perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang tersebut. 95
UUY yang diperbaharui merevisi sebagian pasal-pasal dari UUY dan
menambahkan beberapa pasal-pasal baru. Pasal-pasal yang mengalami perubahan
adalah; pasal 5, pasal 11, pasal 12, pasal 24, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 38,
pasal 44, pasaal 45, pasal 46, pasal 52, pasal 58, pasal 60, pasal 68, pasal 71 dan pasal
72. Sedangkan pasal-pasal baru yang ditambahkan adalah pasal 13 A, pasal 72 A dan
pasal 72 B.
Dengan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Yayasan ini, rasanya
kita tidak perlu mengungkit-ungkit lagi perdebatan panjang yang mempersoalkan
keseriusan pemerintah dalam menentukan sikapnya dalam mengatur keberadaan
yayasan.
Mengenai pendirian yayasan, hal ini diatur dalam Pasal 9 sampai dengan
Pasal 16 UUY. Menurut ketentuan Pasal 9 UUY, yayasan dapat didirikan oleh satu

94

Dikutip dari pernyataan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman


dan HAM Abdul Gani Abdullah, lihat artikel Pemerintah Tidak Ngotot Sahkan Revisi UU Yayasan,
WWW.hukumonline.com
95
Ibid,.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

orang atau lebih, baik oleh WNI maupun oleh orang asing, dengan adanya pemisahan
harta kekayaan sebagai harta kekayaan awal yayasan. Sedangkan yang dimaksud
dengan orang menurut penjelasan Pasal 9 (1) UUY adalah orang- perorangan atau
badan hukum. Jadi, berdasarkan ketentuan pasal 9 UUY, yayasan dapat didirikan;
-

Oleh satu orang atau lebih.

Orang tersebut dapat berupa orang-perorangan atau badan hukum.

Orang tersebut dapat berupa WNI ataupun Warga Negara Asing.

Adanya pemisahan harta kekayaan pendiri yang akan dijadikan sebagai


kekayaan awal yayasan.

Berdasarkan wasiat.
Lalu bagaimana halnya jika sebuah yayasan didirikan oleh percampuran

antara orang-perorangan dengan badan hukum, atau didirikan oleh beberapa orang
dengan beberapa badan hukum ?
Mengenai hal ini, tidak ada diatur secara tegas oleh UUY, sehingga hal ini
dianggap sah-sah saja, terlebih lagi jika kita melihat kepada tujuan dari yayasan yang
sifatnya mulia. Namun dalam hal ini Arie Kusumastuti berpendapat lain, menurut
penafsirannya, 96 UUY telah mengatur secara tegas bahwa hal tersebut tidak
diperbolehkan.

96

Op Cit., Arie Kusumastuti, Hukum Yayasan, hal. 74. Ia berpendapat bahwa dalam
penjelasan pasal 9 (1) telah dinyatakan secara tegas hal tersebut tidak dibolehkan dengan adanya kata
atau (orang perorangan atau badan hukum).

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Mengapa demikian? Menurutnya hal ini berkaitan erat dengan adanya


kewajiban dari para pendiri yayasan untuk memisahkan sebagian harta kekayaan
pendirinya sebagai kekayaan awal yayasan. 97
Lebih lanjut ia berpendapat, barangkali para pembentuk UUY pada saat itu
memikirkan bahwa apabila dilakukan pemisahan antara kekayaan pendiri perorangan
dengan pendiri badan usaha yang bersama-sama akan mendirikan suatu yayasan,
maka hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan di kemudian hari. 98
Dalam hal ini, apabila benar ada pemikiran seperti hal tersebut, maka pola
pemikiran tersebut adalah tidak tepat. Karena menurut hematnya, dapat saja pendiri
peorangan dan pendiri badan hukum sebelumnya sudah membuat perjanjian yang
secara tegas menyetujui dan mengatur pemisahan harta kekayaan mereka yang akan
dimasukkan sebagai kekayaan awal yayasan. 99
Tabel-1
Pemahaman Nasabah Terhadap Sistem Jual Beli Murabahah
n=10
No

Jawaban Responden

Jumlah

Tidak memahami murabahah

60%

40%

10

100%

Hanya memahami sedikit mengenai


2
murabahah
Jumlah

97

Ibid,.
Ibid,.
99
Ibid,.
98

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Tabel-2
Penerapan Jual Beli Murabahah Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada
Bank BNI Syariah Cabang Medan
n=10
No

Jawaban Responden

Jumlah

Belum sesuai dengan syariat Islam

10

100%

Sudah sesuai dengan syariat Islam

Jumlah

10

100%

Tabel-3
Kendala Yang Dihadapi Bank Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah
Terhadap Rumah Atau Properti
n=10
No

Jawaban Responden

Jumlah

20%

Sangat menghambat pelaksanaan


1
pembiayaan murabahah
Tidak dapat diterima sebagai alasan
2

penghambat pelaksanaan pembiayaan


murabahah

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Ragu-ragu

80%

Jumlah

10

100%

Tabel-4
Nasabah Menerima Salinan Dari Akad Pembiayaan Murabahah
n=10
No

Jawaban Responden

Jumlah

Tidak menerima salinan

80%

Menerima salinan

20%

Jumlah

10

100%

a. Pada Tabel-1: Enam dari sepuluh nasabah yang diwawancarai mengaku


tidak tahu-menahu bagaimana sesungguhnya sistem jual beli murabahah,
mereka hanya mengikuti saja apa yang ditawarkan oleh bank. Empat
orang lainnya menyatakan bahwa jual beli murabahah yang seharusnya
terjadi adalah jual beli antara bank dengan nasabah, sedangkan pada
kenyataannya jual beli yang terjadi adalah jual beli antara mereka dengan
suplier, sedangkan bank hanya menyediakan pembiayaan.
b. Pada Tabel-2: Sepuluh orang nasabah yang diwawancarai menyatakan
bahwa pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti pada Bank BNI
Syariah Cabang Medan belum sesuai dengan apa yang mereka bayangkan.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Menurut mereka dalam pembiayaan murabahah ini, jual beli yang terjadi
adalah jual beli antara mereka dengan pemilik rumah, kemudian bank
menyediakan pembiayaan berdasarkan permohonan yang telah mereka
ajukan. Dalam pembiayaan ini bunga pinjaman ditetapkan di muka yang
oleh pihak bank disebut dengan margin keuntungan, sehingga menurut
mereka pembiayaan murabahah sama saja dengan KPR pada bank
konvensional
c. Pada Tabel-3: Dua dari sepuluh nasabah yang diwawancarai mengatakan
bahwa kendala yang dihadapi oleh bank sebagaimana dijelaskan oleh
Penulis, memang dapat menghambat pelaksanaan pembiayaan murabahah.
Delapan orang lainnya tidak dapat memberikan tanggapan.
d. Pada Tabel-4: Delapan dari sepuluh nasabah yang diwawancarai mengaku
tidak

mendapatkan

salinan

dari

akad

murabahah

yang

mereka

tandatangani. Dua orang lainnya mengaku mendapatkan salinan.

Berdasarkan hasil wawancara dari responden dan nara sumber, ada


beberapa poin penting yang patut digaris bawahi yaitu:
1. Pendapat yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai jual beli di dalam
fiqih cukup dilakukan secara lisan, namun dapat juga dibuat dalam bentuk
tertulis.
2. Pendapat yang menyatakan bahwa bank syariah dalam melaksanakan
kegiatan operasionalnya selain tunduk pada ketentuan syariah Islam juga

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

tidak dapat mengesampingkan ketentuan-ketentuan hukum positip yang


berlaku di Indonesia.
Dengan dilakukan perubahan-perubahan diatas secara otomatis juga kondisi
perjanjian kredit perlu perubahan-perubahan (perjanjian tambahan/perubahan) tetapi
perjanjian awal tetap berlaku (tidak lepas).
Debitur dengan kondisi seperti ini perlu mendapat perhatian extra dari petugas
bank (account officer). Monitoring usaha lebih ditingkatkan terhadap debitur,
kunjungan ke debitur harus lebih sering dilakukan, omset usaha dan biaya-biaya
harus diperketat, laporan keuangan harus tertib, artinya pihak bank harus mengetahui
secara detail perkembangan usaha debitur. Secara dini dapat diketahui oleh bank dan
tindakan-tindakan pencegahan. Monitoring secara ketat berlangsung 3 6 bulan. Bila
kondisi usahanya membaik tentu harapan kedua belah pihak, tetapi seandainya
kondisi memburuk karena beberapa hal tidak dapat diperbaiki maka biasanya bank
mengambil keputusan untuk menjual jaminan.
Umumnya kredit yang bermasalah yang dilakukan perorangan. Dalam
melakukan tindakan hukum seperti ini pihak bank menganjurkan agar debitur
menjual sendiri barang yang menjadi jaminan, apabila tidak berhasil pihak bank
membantu mencari calon pembeli. Dalam proses jual beli antara debitur dengan
pembeli umumnya dilakukan dahulu perikatan jual beli untuk pelunasan hutangnya
kepada bank lalu dilanjutkan dengan jual beli dan balik nama kepada si pembeli
dengan wajib membayar pajak sesuai dengan harga transaksi ataupun berdasarkan
NJOP.
Hal ini dilakukan untuk menghindari tuntutan debitur bahwa penjualan barang

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

jaminan tersebut dibawah harga umum, dan debitur dapat menerima uang sisa
pelunasan tagihan dari bank tersebut, maka tentunya dapat melindungi kedua belah
pihak.
Pasal 20 ayat 2 UUHT memberikan kemungkinan penjualan objek hak
tanggungan secara di bawah tangan sepanjang atas kesepakatan pemberi dan
pemegang hak tanggungan, dan cara demikian akan diperoleh harga tertinggi dan
menguntungkan semua pihak. Oleh karena penjualan objek hak tanggungan secara di
bawah tangan hanya dapat dilakukan bila ada kesepakatan antara pemberi dan
penerima hak tanggungan, maka bank tidak tidak mungkin melakukannya bilamana
tidak ada persetujuan debitur.
Apabila kredit sudah macet pada umumnnya debitur sudah sulit untuk
dihubungi atau sudah tidak korperatif lagi, sehingga sulit rasanya mendapatkan
persetujuan dari debitur. (ft wawancara pegawai bank). Menyadari akan sulitnya
untuk memperoleh persetujuan pada saat kredit sudah macet, maka pada saat kredit
diberikan telah dipersyaratkan dalam membuat perjanjian kredit bahwa bank selalu
meminta surat kuasa untuk menjual barang jaminan. Dalam pasal 11 ayat 2 UUHT
yakni janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual
atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji. Dimana
janji itu wajib dicantumkan dalam APHT tersebut.
Penjulan dibawah tangan ini diharapkan akan diperoleh harga tertinggi yang
dapat menguntungkan semua pihak. Setelah diperoleh persetujuan dari pemberi hak
tanggungan, pelaksanaan penjualan secara dibawah tangan tersebut hanya dapat
dilakukan setelah lewat1 (satu ) bulan sejak diberitahukannya secara tertulis kepada

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan, serta tidak ada pihak yang menyatakan
keberatan. Umumnya hak tanggungan yang dibebani dengan lebih dari satu hak
tanggungan edan ini dapat dilihat pada sertifikat tanah karena harus didaftar dan
dicatat oleh Kantor Pertanahan dan pemegang hak tanggungan mempunyai hak
mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya.
Menghitung secara akurat biaya-biaya yang akan dikeluarkan dalam proses
pengadilan (possibility cost counting). Menghitung kemungkinan-kemungkinan biaya
yang muncul meliputi biaya pengacara ,biaya pengadilan sampai tingkat Mahkamah
Agung (MA) dan biaya operasional lainnya perlu dilakukan sebagai gambaran bila
ditinjau dari aspek ekonomisnya.
Kasus kasus yang diselesaikan melalui pengadilan secara umum dapat
dikatakan merugi, hal tersebut disebabkan biaya proses yang sangat besar dan
membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu bank selalu menghindari
penyelesaian melalui pengadilan.
Penanganan perkara kredit bermasalah/macet di Pengadilan Negeri dapat
ditempuh dengan cara, yakni:
Proses perkara perdata di Pengadilan Negeri dilakukan secara terbuka dan
kedua belah pihak diperlakukan sama dan tidak memihak. Kedua belah pihak diberi
kesempatan untuk memberi pendapatnya dan didengar keterangannya. Namun, setiap
argumen yang dikemukakan oleh para pihak mengenai pokok sengketa tentunya
harus didukung oleh alat bukti yang ditentukan menurut hukum acara perdata yang
berlaku. Pada akhirnya setelah cukup proses jawab-menjawab antara para pihak yang

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

didukung oleh bukti-bukti yang diajukannya, maka pengadilan menjatuhkan putusan


dengan memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Jika bank dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya yang mengakibatkan gugatannya
dikabulkan, masalah yang akan dihadapi adalah upaya-upaya hukum banding, kasasi
dan pinjauan kembali akan ditempuh oleh debitur, sehingga penyelesaiaan perkara
kredit bermasalah/macet tersebut bisa bertahun-tahun.
Permohonan eksekusi grosse akta.
Akibat lain yang timbul ketika bank syariah tidak menjalankan ketentuan
hukum perdata secara konsisten dan konsekuen, maka akan menimbulkan persepsipersepsi miring terhadap bank syariah sebagaimana yang terjadi saat ini di tengahtengah masyarakat, diantaranya adalah:
1. Akad pembiayaan murabahah adalah akad pembiayaan belaka, sehingga tidak
ada bedanya dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank
Konvensional. Secara umum menimbulkan persepsi bahwa bank syariah
hanyalah bank konvensional yang diberi cap syariah.
2. Akad pembiayaan pada dasarnya adalah akad pinjam meminjam uang. Karena
itu pengambilan keuntungan oleh bank atas akad pinjam meminjam uang
tidak dapat dibenarkan karena para ulama berpendapat demikian. 100
3. Hal ini menimbulkan kesan seolah-oleh bank syariah belum siap untuk
beroperasi.

100

Ibid., hal. 80. Lihat juga Adiwarman A Karim, Op.Cit., hal. 22. Muhammad Syafii
Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Op. Cit., hal. 60.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Permasalahan lain yang ditemukan oleh Penulis, yang dapat dikategorikan


sebagai penyimpangan terhadap kelaziman dalam suatu transaksi pembiayaan
murabahah ini adalah pengakuan dari nasabah, dimana delapan dari sepuluh nasabah
mengaku tidak menerima salinan dari akad pembiayaan murabahah tersebut. Bahkan
ketika telah diminta pihak bank tetap enggan memberikan salinan tersebut.
Hal seperti ini tentunya sesuatu yang sangat tidak lazim terjadi dalam suatu
perjanjian dan telah melanggar hukum tentang pembuktian, karena akad pembiayaan
murabahah tersebut sengaja dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang
mengadakannya untuk dipakai sebagai alat bukti bahwa telah terjadi perbutan hukum
diantara mereka. 101

101

Baca: A. Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata Belanda, Alih Bahasa Oleh: M. Isa Arief, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1968, hal 51-68.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

BAB IV
KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI OLEH BANK SYARIAH DALAM
PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP
RUMAH/PROPERTI.

Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan bagi nasabah-nasabahnya, bank


menghadapi beberapa kesulitan, demikian juga halnya dengan Bank BNI Syariah
yang juga menghadapi beberapa kesulitan dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan,
khususnya dalam hal pembiayaan murabahah untuk rumah/properti.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pihak bank dapat juga digolongkan
sebagai kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank BNI Syariah dalam penerapan
pembiayaan murabahah terhadap rumah/properti.

A. Kendala-kendala Dari Segi Internal Bank.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Berdasarkan pengamatan Penulis selama melakukan penelitian di Bank BNI


Syariah, Penulis menyimpulkan terdapat beberapa kelemahan atau kesulitan yang
menjadi kendala dalam pemberian pembiayaan murabahah, yaitu dalam hal Sumber
Daya Manusia (SDM).
SDM yang bertugas di Unit Pemasaran Pembiayaan terlihat masih belum
dapat bekerja secara maksimal dalam melaksanakan tugas. Dalam hal ini, dilihat dari
kemampuan dan jumlah tenaga SDM yang ada saat ini, terlihat adanya kelemahan
atau kekurangan. Hal mana dapat dilihat antara lain dari contoh sebagai berikut:
Setiap menjelang akhir bulan dan di awal bulan, praktis pelayanan terhadap
nasabah atau calon nasabah pemohon pembiayaan sangat minim dan selalu
terabaikan. Demikian juga halnya dengan pelayanan di unit administrasi.
Nasabah atau calon nasabah yang datang untuk memohon pembiayaan atau
membutuhkan informasi mengenai pembiayaan, yang datang pada saat akhir bulan
atau diawal bulan, selalu disuruh kembali lagi setelah lewat tanggal sepuluh atau
dipertengahan bulan, dengan alasan:
a. Petugas sedang tidak ditempat, sedang keluar menagih angsuran.
b. Petugas sedang sibuk menyiapkan laporan bulanan dan lain-lain.
Jawaban dan sikap tersebut tentu saja membuat calon nasabah kecewa dan
pergi meninggalkan bank. Kondisi ini meberikan konsekuensi bahwa calon nasabah
tersebut tidak mau kembali lagi ke Bank BNI Syariah dan beralih kepada bank yang
lain

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Jawaban dan sikap yang sama juga biasa disampaikan petugas bank kepada
pihak ketiga yang datang ke bank untuk suatu keperluan, apabila mereka fihak ketiga
tersebut datang pada saat akhir bulan.

B. Kendala-kendala

Dari

Segi

Penerapan

Peraturan

Dan

Ketentuan

Pembiayaan Murabahah.
Berdasarkan Fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ketentuan
Umum Murabahah dalam Bank Syariah ditetapkan antara lain:
1. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
2. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini
bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan.
3. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
4. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang
secara prinsip menjadi milik bank.

Bank Syariah dan Bank BNI Syariah khususnya, menghadapi kendala dalam
melaksanakan ketentuan dan fatwa DSN tersebut.
Kendala-kendala yang dihadapi bank dalam hal ini antara lain:

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

1. Apabila pembiayaan murabah terhadap rumah dilaksanakan sesuai dengan


fatwa DSN, dimana bank membeli terlebih dahulu rumah tersebut, untuk
kemudian menjualnya lagi kepada nasabah, maka sesuai dengan peraturan
dalam PP No.24 Tahun 1997 dan peraturan pelaksananya, dalam hal ini
bank akan terkena kewajiban dan harus membayar Pajak Penghasilan
(PPH-Final) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
yang nilainya cukup besar.
Hal ini menurut pihak bank memberatkan bagi bank, karena harus
mengeluarkan biaya yang cukup besar, dengan alasan:
a. Kepemilikan bank atas rumah tersebut hanya bersifat sementara
karena seketika itu juga akan dijual lagi kepada nasabah.
b. Penghasilan bank dari penjualan rumah kepada nasabah bukanlah
merupakan penghasilan final pada saat transaksi, tetapi merupakan
penghasilan yang diperhitungkan untuk beberapa tahun kedepan.
c. Jual beli tersebut apabila dilaksanakan akan meletakkan Bank BNI
Syariah dalam posisi yang lemah, apabila nasabah membatalkan
niatnya untuk meneruskan akad pembiayaan murabahah dengan
berbagai alasan.
Jalan keluar yang diambil bank BNI Syariah dalam pelaksanaan jual beli
tersebut, yaitu dengan;
a. Melakukan jual beli secara lisan dengan pemilik barang/rumah,

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

b. Diikuti kemudian dengan pelaksanaan jual beli langsung antara


pemilik barang dengan nasabah. (lebih jelas sebagaimana diuraikan
pada bab III).
Hal tersebut adalah tidak sesuai dengan sistem jual beli murabahah.
Kekeliruan dalam mengambil jalan keluar tersebut diatas, erat kaitannya
dengan faktor sumber daya manusia (SDM), dimana pada dasarnya SDM
yang ada pada Bank BNI Syariah adalah SDM yang berasal dari Bank
Konvensional yang belum memiliki pengetahuan yang mendalam tentang
hukum syariah di Indonesia. Akibatnya pola-pola pemikiran konvensional
masih terbawa-bawa dalam operasional perbankan syariah dan cenderung
tidak bisa mencarikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang
dihadapi.
2. Apabila pembiayaan murabahah terhadap rumah tersebut diterapkan
sesuai dengan ketentuan hukum positip yang berlaku sebagaimana diatur
dalam

Fatwa

DSN

No.04/DSN-MUI/IV/2000

Jo.

PBI

No.

07/46/PBI/2005, PP No. 24 Tahun 1997 Jo. PMNA/KPBN No. 3 Tahun


1997, dan peraturan pelaksana lainnya (ketentuan hukum yang berlaku),
maka akan menemukan kesulitan-kesulitan secara teknis, seperti:
a. Apabila jual beli antara suplier-bank-nasabah, dilakukan dengan akta
PPAT, maka akan terjadi kerancuan karena akad pembiayaan
murabahah adalah akad jual beli dengan pembayaran tunda (tidak
lunas) sementara akta jual beli PPAT adalah untuk transaksi jual beli
yang pembayarannya lunas.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

b. Apabila jual beli dilakukan dengan akta perikatan/persetujuan jual beli


yang dibuat dihadapan Notaris, maka bank tidak dapat membebani
objek jual beli dengan hak tangungan sebelum di lakukan balik nama
ke atas nama nasabah yang dalam hal ini berhutang kepada bank. Hal
ini akan meletakkan posisi bank pada posisi yang lemah.

Kendala-kendala tersebut diatas tidak dapat dipungkiri sangat menyulitkan


bank dan masih terus berlanjut sampai saat ini. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
belum ada usaha yang serius terutama sekali dari pihak pemerintah untuk
memperbaiki sistem pembiayaan murabahah ke arah yang lebih sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.
Sebagai jalan keluar atas permasalahan dan kendala-kendala yang dihadapi
bank, maka menurut Penulis dapat ditempuh hal-hal sebagai berikut:
1. Dari segi Sumber Daya Manusia.
a. Petugas bank senantiasa harus berada, sehingga setiap orang yang datang
ke bank dapat dilayani dengan baik dan tidak kecewa karena tidak
mendapat pelayanan sebagimana mestinya disebabkan petugas bank tidak
berada ditempat.
b. Bank harus meningkatkan pelayanan dan menekankan kepada seluruh
pegawai akan pentingnya pelayanan. Pelayanan yang baik bukan saja
hanya diberikan kepada nasabah, tetapi juga tidak kalah pentingnya harus
diberikan kepada calon nasabah dan pihak ketiga lainnya yang datang
berhubungan dengan bank.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Kepada pegawai-pegawai yang kurang peduli dalam memberikan


pelayanan kepada tamu (apakah itu nasabah, calon nasabah atau pihak
ketiga lainnya), perlu diambil tindakan apakah dalam bentuk teguran
langsung, peringatan atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di bank.
c. Manajemen perlu mengkaji dan mengevaluasi mengenai tenaga SDM
yang ada saat ini, baik dari segi jumlah maupun kemampuan dalam
mengelola pembiayaan. Karena ketersediaan tenaga SDM yang cukup dan
mampu di unit pemasaran/pembiayaan, akan sangat besar pengaruhnya
terhadap citra bank itu sendiri. Disamping itu, pengelolaan pembiayaan
yang baik pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan bank
memperoleh laba/pendapatan.

2. Dari Segi Penerapan Peraturan & Ketentuan Pembiayaan Murabahah.


a. Untuk pelaksanaan Jual Beli dalam pembiayaan murabahah, memang akan
sangat sulit bagi bank untuk dapat menerapkan apa yang diatur dalam
DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 Jo. PBI No. 07/46/PBI/2005, PP No. 24
Tahun 1997 Jo. PMNA/KPBN No. 3 Tahun 1997, dan peraturan pelaksana
lainnya (ketentuan hukum yang berlaku). Untuk itu bank dapat menempuh
jalan sebagai berikut:
1) Mengusulkan kepada pemerintah khususnya Bank Indonesia bahwa
peraturan yang mengatur tentang jual beli murabahah saat ini seperti
DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 Jo. PBI No. 07/46/PBI/2005, adalah

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

tidak dapat dilaksanakan karena dalam penerapannya tidak sesuai


dengan hukum positip. Karena itu perlu diadakan revisi untuk segera
membentuk peraturan yang dapat mendukung kegiatan usaha bank
syariah, sebagaimana telah dilakukan pemeintah terhadap bank
konvensional melalui Pasal 15 Undang-Undang No. 4 tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan Jo. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 26/24/KEP/Dir mengenai Penetapan Batas Waktu Penggunaan
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin
Pelunasan Jenis Kredit Tertentu.
Sebagai contoh: untuk bank konvensional, Surat Kuasa Memasang
Hak Tanggungan (SKMHT) berlaku maksimal 1 bulan untuk tanah
yang telah mempunyai hak dan 3 bulan untuk tanah yang belum
mempunyai hak, dan selanjutnya harus dilaksanakan menjadi Hak
Tanggungan. Jika tidak maka SKMHT tersebut batal dan tidak dapat
dipergunkan lagi.
Tetapi untuk membantu bank konvesional dalam pemasaran kredit
bagi pengusaha-pengusaha kecil, maka pemerintah mengeluarkan
peraturan mengenai

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(SKMHT), untuk debitur-debitur kecil dengan jumlah pinjaman s/d


Rp.50.000.000,- dapat berlaku untuk jangka waktu tidak terbatas dan
tidak perlu segera ditingkatkan menjadi Hak Tanggungan.
Bantuan yang sama tetapi dalam bentuk yang lain, tentunya dapat juga
diberikan pemerintah untuk membantu kelancaran dan peningkatan

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

usaha serta perkembangan bank syariah, misalnya dengan pemerintah


mengeluarkan peraturan bahwa untuk jual beli murabahah antara bank
dengan pemilik rumah/barang dibebaskan dari kewajiban balik nama
dan tidak dipungut pajak.
Untuk memperoleh keringanan ini, maka sebaiknya bank-bank syariah
mengajukan usulan resmi kepada Bank Indonesia dan instansi
pemerintah terkait serta Dewan Perwakilan Rakyat.
2) Apabila produk murabahah tersebut secara nyata tidak dapat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka sebaiknya
produk ini tidak dipasarkan, karena apabila tetap dipasarkan maka
produk ini tidak ada bedanya dengan produk kredit pada bank
konvensional sehingga akan menimbulkan kesan bahwa bank syariah
hanyalah bank konvensional yang memakai stempel syariah.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pada dasarnya murabahah adalah transaksi jual beli yang termasuk dalam
bidang muamalah yang tidak dikenal pada zaman nabi, dan baru berkembang
di kemudian hari pada masyarakat Madinah. sehingga ia merupakan urf
(adat-istiadat atau kebiasaan setempat) di bidang muamalah, dan karena
dianggap tidak bertentangan dengan syariat Islam maka hukumnya
dikembalikan kepada hukum asal muamalah yang menyatakan segala
sesuatunya dibolehkan kecuali ada larangan dalam Quran atau Sunnah.
Karena itu dasar-dasar syariah yang mengatur mengenai jual beli dijadikan
pula sebagai dasar syariah pada transaksi murabahah.
2. Adapun sistem jual beli murabahah pada Bank BNI Syariah Cabang Medan
adalah jual beli yang terjadi antara: pemilik barang (suplier) bank nasabah
yang dibuat dibawah tangan, kemudian terjadi lagi jual beli antara suplier
dengan nasabah dengan akta Notaris/PPAT. Sistem jual beli tersebut tidaklah
termasuk ke dalam bentuk jual beli murabahah sebagaimana yang dimaksud
oleh Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV2000 Tentang Ketentuan Umum
Murabahah Dalam Bank Syariah Jo. PBI No. 7/46/PBI/2005 Tentang Akad
Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan.
3. Penyimpangan ini terjadi karena bank pada kenyataannya dihadapkan pada
kendala-kendala dalam penyaluran pembiayaan murabahah diantaranya
kendala dari segi SDM dan peraturan perundang-undangan yang tidak

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

memihak kepada perkembangan bank syariah. Kendala-kendala ini pada


kenyataannya

sangat

menyulitkan

bank

untuk

dapat

melaksanakan

pembiayaan murabahah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terutama


sekali kendala dari segi peraturan perundang-undangan yang memang pada
kenyataannya sulit untuk dilaksanakan karena dipandang dapat merugikan dan
sangat melemahkan pihak bank.

B. Saran.
1. Seluruh kegiatan dalam proses pembiayaan murabahah pada Bank BNI
Syariah hendaknya dilakukan dalam bentuk tertulis dengan senantiasa
memperhatikan segala peraturan, norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan
yang berkaitan dengan jual beli, baik yang berasal dari syariat Islam maupun
hukum positip, dan senantiasa diperhatikan keterkaitannya dengan sistem jual
beli murabahah.
2. Apabila penerapan pembiayaan murabahah sulit untuk mengikuti ketentuan
yang berlaku, maka hendaknya dicari jalan keluar secara internal.
3. Mengingat hampir 15 tahun keberadaan bank syariah di Indonesia, namun
bank syariah pada kenyataannya masih belum dapat menjalankan prinsipprinsip syariah dan ketentuan hukum positip dalam produk pembiayaan
murabahah ini.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Daftar Pustaka
Literatur:
A. Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Belanda, Alih Bahasa Oleh: M. Isa Arief, Penerbit
PT. Intermasa, Jakarta, 1968.
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , Penerbit Ichtiar Baru van
Hoeve, Cet-7, Jakarta, 2006.
Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia,
Penerbit: Citra Media, Yogyakarta, 2006.
Abdullah Saeed, Diterjemahkan oleh Arif Maftuhin, Menyoal Bank Syariah,
Penerbit Paramadina, Cet-I, Jakarta, 2004.
Abu Bakar al-Jazaairi, Kitab Minhajul Muslim, Penerbit Daarul Fikri,
Madinah Munawwarah, 1964.
Adiwarman A Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih Dan Keuangan), Penerbit
PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2006.
al-Quran Dan Terjemahannya, Diterbitkan Oleh Mujamma al-Malik Fadh
Li Thibaat al-Mush-haf asy-Syarif, al-Quran Dan Terjemahannya,
Medinah Munawwarah, !990.
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 1996.
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, Airlangga University Press,
Bandung, 2001.
Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia (Suatu Telaah Dari Sudut
Pandang Praktisi Hukum), Penerbit CV. Rajawali, Jakarta, 1986.
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan & Perasuransian
Syariah Di Indonesia, Penerbit Prenada Media, Jakarta, 2004.
Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Penerbit Prenada
Media Bekerjasama Dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2005,
Harun Al Rashid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Penerbit Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1987.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Penerbit Bulan Bintang,


Jakarta.
Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1994.
------------, Pengantar Ilmu Hukum Adat, Penerbit CV. Mandar Maju,
Bandung, 1992.
Husain Syahathah Dan Siddiq Muhammad al-Amin ad-Dhahar,
Transaksi Dan Etika Bisnis Islam, Diterjemakan Oleh: Saptono Budi
Satryo Dan Fauziah R, Penerbit Visi Insani Publishing, Jakarta, 2005.
J. Satrio, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Penerbit Alumni,
Bandung, Cet-3, 1999.
------------, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku II,
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat),
Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
M. Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam Dan
Praktek Di Bank Sistem Syariah, Diterbitkan Oleh Program Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005.
M. Hasballah Thaib Dan Iman Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam,
Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004.
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Penerbit
Gema Insani Press bekerja sama dengan Tazkia Cendikia, Jakarta,
2001.
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999.
Muslimin H Kara, Bank Syariah Di Indonesia (Analisis Kebijakan
Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah), UII-Press,
Yogyakarta, 2005.
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Penerbit Granit,
Jakarta, 2004.
Riduan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Penerbit
Alumni, Bandung, 2004.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, Jilid
12, Penerbit: PT. al-Maarif, Bandung, 1988.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta,
1986.
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Penerbit
Zikrul Hakim, Cet-II, Jakarta, 2004.
Urip Santoso, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Penerbit Prenada
Media, Jakarta, 2005.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung.

Peraturan Dan Perundang-Undangan:


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan terhadap
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Ketentuan Umum Murabahah Dalam Bank Syariah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/24/PBI/2004, Tentang Bank Umum Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005, Tentang Akad
Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi bank Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Lain-lain:
Aspek Legal Bank Syariah (Komparasi Hukum Positip Dan Tinjauan Fiqh
Muamalah Maaliyah Tentang Akad-akad Bank Syariah),
Brosur produk-produk Bank BNI Syariah.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Harian Analisa, Kolom Ekonomi Dan Keuangan, Edisi Jumat 15 Desember


2006.
Modul BNI, BNI ICONS (Integrated & Centralized On Line System).
www.syariahonline.com., Konsultasi Muamalat, Argumen Tentang Bank
Syariah.
www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat/artikel.php.

Ridha Kurniawan Adnans : Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank Syariah, 2007
USU e-Repository 2008

Anda mungkin juga menyukai