RM CP Lapkas
RM CP Lapkas
PENDAHULUAN
Cerebral Palsy adalah kelainan gerak dan postur akibat dari lesi yang
tidak progresif pada otak yang belum matur. Abnormalitas neurologi
menghasilkan pola gerak abnormal yang dikenal khas pada CP. Kelainan motorik
dari CP sering diikuti oleh gangguan sensori, kognisi komunikasi, persepsi, kejang
dan atau perilaku. Cerebral Palsy merupakan penyebab utama disabilitas pada
anak.1
Di Amerika, prevalensi penderita CP dari yang ringan hingga yang
berat berkisar antara 1,5 sampai 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Angka ini
didapatkan berdasarkan data yang tercatat pada pelayanan kesehatan, yang
dipastikan lebih rendah dari angka yang sebenarnya. Suatu penelitian pada
anak usia sekolah, prevalensi CP ditemukan 1,2 2,5 anak per 1.000
populasi. Sedikitnya 5.000 kasus baru CP terjadi tiap tahunnya. Dari kasus
tersebut 10 % sampai 15 % CP didapatkan adanya kelainan otak yang biasanya
disebabkan oleh infeksi atau trauma setelah bulan pertama kehidupan. 2
Di Indonesia, prevalensi penderita CP diperkirakan sekitar 1 5 per
1.000 kelahiran hidup. Lakilaki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali
terdapat pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih
sering mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi
berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari
40 tahun, terlebih lagi pada multipara. 2
Sampai saat ini penyebab pasti CP belum diketahui. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa penyebab CP merupakan multifaktor. Cerebral palsy
bukanlah merupakan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan
kumpulan gejala dari abnormalitas pengendalian fungsi motorik yang
disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada waktu awal kehidupan. Dugaan yang
paling mungkin adalah bahwa CP terjadi karena kegagalan dalam pengelolaan
persalinan yang mengakibatkan asfiksia pada otak bayi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cerebral Palsy
Cerebral
palsi
(CP)
adalah
terminologi
yang
digunakan
untuk
Natal
Pasca Natal
Malformasi kongenital
Faktor sosioekonomik
Infeksi dalam Rahim
Toksik atau obat-obat teratogenik
Ibu menderita retardasi menta, kejang dan hipertiroid
Komplikasi plasenta
Cidera perut
Kelahiran yang berulang
Prematur <32 minggu
BBL < 2500 gram
Retardasi pertumbuhan
Perdarahan intracranial
Cidera
Infeksi
Hipoksia
Kejang
Hiperbilirubinemia
Cidera dan infeksi
Perdarahan intracranial
Koagulopati
Hiperrefleks
Klonus (normal ada klonus pada neonates)
Refleks Babinski Positif ( abnormal setelah usia 2 tahun)
Refleks primitive menetap.
Overflow refleks seperti crossed adductor.
Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan.
a.
Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada ke
dua lengan.
c. Triplegia
d. Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajad yang sama.
e. Hemiplegia
Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat.
2. CP Atetoid/diskinetik
Tipe diskinetik ditandai dengan adanya gerakan ekstrapiramidal. Gerakan
abnormal ini akibat adanya regulasi tonus, control postur dan koordinasi yang
abnormal. Gerakan diskinetik digambarkan sebagai berikut:
-
Atetosis
Chorea
Choreoatetoid
Distonia
Ataxia
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk; berjalan
tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki
dengan posisi yang saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan cepat
dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering
mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil
buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju
obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP
(Clement et al, 1984).3
4. CP campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu
bentuk CP yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai
adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin
dijumpai.
mengalami
abnormalitas
tonus
otot.
Penurunan
tonus
otot/hipotonia; bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy. Peningkatan tonus
otot/hipertonia, bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada periode awal
tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi hipertonia setelah 2-3
bulan pertama. Anak-anak CP mungkin menunjukkan postur abnormal pada satu
sisi tubuh.
Sistem klasifikasi alternative berdasarkan pada fungsinal dan beratnya CP.
Yang paling sederhana dari system ini menggunakan ringan, sedang dan berat:1,3
alat bantu/ortesa.
Berat : Keterbatasan AKS sedang sampai berat.
Palisano ddk, mengembangkan system fungsional ini berdasarkan fungsi
Pengelompokan
ini
berdasarkan
pada
kemampuan
dan
keterbatasannya:1
-
Level I : Jalan tanpa keterbatsan di dalam atau di luar rumah juga naik
tangga. Anak mampu berlari dan melompat, limitasi/gangguan pada
koordinasi, kesimbangan dan kecepatan (speed) pada aktifitas yang lebih
sulit.
Level II : jalan di dalam dan luar rumah dan naik tangga dengan pegangan
rail, limitasi jalan pada permukaan tidak rata dan tanjakan dan jalan
Riwayat perkembangan:
a. Perkembangan Milestones:
- Motoric kasar, termasuk control kepala, control tubuh, guling-guling,
merangkak, duduk, berdiri dan berjalan
- Motoric halus termasuk tangan ke mulut, aktifitas dengan dua tangan,
menggenggam, bermain dll.
- Bicara termasuk babbling, kata, mengerti bagian tubuh, bahasa reseptif
dll
- Social dan personal skills
b. Refleks dan tonus
c. Informasi umum
E
E
E
E
E
E
E
E
2. Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan musculoskeletal: meliputi evaluasi static dan dinamik.
b. Pemeriksaan neurologis
- asesmen tonus otot.
anak
Kejang
Oromotor
Sistem pencernaan
Gigi
Visual
Kelainan
pendengaran
Defisit
Hemiplegia
sensorikortikal
Sistem Respirasi
menentukan
terapi
individual
yang
cocok
untuk
setiap
Dokter.
Orthopedist
Terapis fisik
Terapis okupasi
memperbaiki fungsi
mengembangkan fungsi kompensasi
mencapai kemandirian dalam aktifitas sehari-hari, sekolah, kerja dan
kehidupan social
b. Therapeutic Exercises1
Beberapa metoda terapi mempengaruhi manajemen anak CP. Pada umumnya
metoda-metoda tersebut dikembangkan secara empiris melalui observasi klinis
dan berdasarkan teori neurofisilogis. Metoda-metoda yang dipakai antara lain:
-
Phelps
Deaver
Temple Fay, Doman & Delacato
Rood
Bobath
Votja
c. Latihan Fungsional1
Latihan memerlukan partisipasi yang kooperatif, maka metoda latihan ini tidak
banyak digunakan pada bayi dan anak usia prasekolah. Latihan LGS, latihan
penguatan, latihan postural dan control motoric, balans dan koordinasi. Sasaran
jangka pendek adalah aktifitas fungsional pada akhir latihan. Kemampuan
motoric kasar dan hand dexterity adalah penentu untuk rencana program ADL.
d. Ortesa1
Ortesa dapat membantu memperbaiki gate saat ambulasi. Pemilihan ortesa
didasarkan:
-
Usia anak
Control motoric
Tipe deformitas
Desain ortesa
Prognosis fungsional jangka pendek dan panjang
e. Manajemen Spastisitas1
Tindakan bedah yang dilakukan bisa berupa tendon lengthening, tenotomy atau
transfer, soft tissue release, derotational osteotomy, arthrodesis, myotomy.
Oleh karena perubahan-perubahan gait dan maturitas samapi pada usia 7 tahun,
maka lebih bijaksana bila operasi dilakukan pada usia tersebut kecuali bila ada
subluksasi hip dan anak yang hampir mencapai kondisi ambulasi tetapi
terhambat dengan adanya kontraktur. Dalam hal ini rehabilitasi berperan
penting pasca operasi dan pasca lepas gips dengan sasaran:
-
Memperbaiki LGS
Meningkatkan kekuatan otot
Memperbaiki control motoric
Mengurangi nyeri
Mengurangi spastisitas
Mencegah kembalinya deformitas
g. Psikososial 1
Proses pertumbuhan dengan disabilitas mempunyai dampak fungsi pada
individu dan keluarga dalam masyarakat. Anak difable tidak hanya harus hidup
dengan hendaya fisiknya tetapi juga penerimaan masyarakat. Dengan
penerimaan hendyanya, anak menjadi percaya diri, mengeksplorasi dan belajar
tentang dunia sekitarnya.
Drooling dan inkontinensia merupakan sisi negative dalam masyarakat, tetapi
bila anak bisa berpartisipasi aktif dalam kelompok maka akan meningkatkan
interkasi social. Prinsip bagi difable adalah masyarakat bisa menerima
keterbatasannya, kemampuannya bisa ditingkatkan kemudian.
Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang
berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan.
Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya masih sulit.
Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun dapat belajar
berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks, tonik
neck refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks
parasut tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat
duduk pada usia 4 tahun dapat belajar berjalan.
BAB III
LAPORAN KASUS
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Laswati H,Andriati, Pawana A, Arfianti L. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi Edisi ke 3.
2. Mardiani E. Tesis: Faktor-Faktor Risiko Prenatal dan Perinatal Kejadia Cerebral
Palsy. Program Studi Epidemiologi Universitas Diponegoro- Semarang. 2006.
Diakses dari: http://core.ac.uk/download/pdf/11715521.pdf
3. Suharso D. Cerebral Palsy- Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi NeuroDevelopmental Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo
Surabaya. 2006
Diakses dari: http://old.pediatrik.com/pkb/061022021726-bvxh131.pdf