Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Cerebral Palsy adalah kelainan gerak dan postur akibat dari lesi yang
tidak progresif pada otak yang belum matur. Abnormalitas neurologi
menghasilkan pola gerak abnormal yang dikenal khas pada CP. Kelainan motorik
dari CP sering diikuti oleh gangguan sensori, kognisi komunikasi, persepsi, kejang
dan atau perilaku. Cerebral Palsy merupakan penyebab utama disabilitas pada
anak.1
Di Amerika, prevalensi penderita CP dari yang ringan hingga yang
berat berkisar antara 1,5 sampai 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Angka ini
didapatkan berdasarkan data yang tercatat pada pelayanan kesehatan, yang
dipastikan lebih rendah dari angka yang sebenarnya. Suatu penelitian pada
anak usia sekolah, prevalensi CP ditemukan 1,2 2,5 anak per 1.000
populasi. Sedikitnya 5.000 kasus baru CP terjadi tiap tahunnya. Dari kasus
tersebut 10 % sampai 15 % CP didapatkan adanya kelainan otak yang biasanya
disebabkan oleh infeksi atau trauma setelah bulan pertama kehidupan. 2
Di Indonesia, prevalensi penderita CP diperkirakan sekitar 1 5 per
1.000 kelahiran hidup. Lakilaki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali
terdapat pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih
sering mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi
berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari
40 tahun, terlebih lagi pada multipara. 2
Sampai saat ini penyebab pasti CP belum diketahui. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa penyebab CP merupakan multifaktor. Cerebral palsy
bukanlah merupakan suatu penyakit tersendiri, melainkan merupakan
kumpulan gejala dari abnormalitas pengendalian fungsi motorik yang
disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada waktu awal kehidupan. Dugaan yang
paling mungkin adalah bahwa CP terjadi karena kegagalan dalam pengelolaan
persalinan yang mengakibatkan asfiksia pada otak bayi.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cerebral Palsy
Cerebral

palsi

(CP)

adalah

terminologi

yang

digunakan

untuk

mendeskripsikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian


pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama
kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia
selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisphere,
dan palsi mendeskrispsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian
pergerakan tubuh. Jadi, penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada
otot atau jaringan saraf tepi, melainkan, terjadi perkembangan yang salah atau
kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak
untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekwat.3
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi
beratnya penyakit. Seseorang dengan CP dapat menampakkan gej ala kesulitan
dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting; masalah
keseimbangan dan berjalan; atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak
dapat mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Gejala dapat
berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita.
Sebagian penderita CP sering juga menderita penyakit lain, termasuk kejang
atau gangguan mental. Penderita CP derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat
berjalan dan membutuhkan perawatan yang ekstensif dan jangka panjang,
sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan
membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular atau
bersifat herediter. Hingga saat ini, CP tidak dapat dipulihkan, walau penelitian
ilmiah berlanjut untuk menemukan terapi yang lebih baik dan metode
pencegahannya.3

2.2 Etiologi Cerebral Palsy

CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan


grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai
penyebab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal
bentuk CP, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit.3
Di USA, sekitar 10-20% CP disebabkan karena penyakit setelah lahir
(prosentase tersebut akan lebih tinggi pada negara-negara yang belum
berkembang). CP dapatan juga dapat merupakan hasil dari kerusakan otak pada
bulan-bulan pertama atau tahun-tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa dari
infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau encephalitis virus, atau merupakan
hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
penganiayaan anak. Penyebab lesi otak pada CP terjadi selama fase prenatal, natal
dan post natal. Hampir 70-80% penyebab CP terjadi pada fase prenatal.3
Tabel 1. Faktor Risiko yang Berkaitan dengan CP1
Prenatal

Natal

Pasca Natal

Malformasi kongenital
Faktor sosioekonomik
Infeksi dalam Rahim
Toksik atau obat-obat teratogenik
Ibu menderita retardasi menta, kejang dan hipertiroid
Komplikasi plasenta
Cidera perut
Kelahiran yang berulang
Prematur <32 minggu
BBL < 2500 gram
Retardasi pertumbuhan
Perdarahan intracranial
Cidera
Infeksi
Hipoksia
Kejang
Hiperbilirubinemia
Cidera dan infeksi
Perdarahan intracranial
Koagulopati

2.3 Klasifikasi Klinis Cerebral Palsy


Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Spastik diplegia, untuk pertama kali di deskripsikan oleh dr.Little
(1860), merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP.

Hingga saat ini, CP diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi


dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu:3
1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku
dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa ritme berjalan
yang dikenal dengan gait gunting (scissors gait) (Bryers, 1941). Spastisitas
akibat dari kerusakan system pyramidal terutama korteks motoric di otak. CP
spastik menunjukkan gejala Upper Motor Neuron (UMN):1
-

Hiperrefleks
Klonus (normal ada klonus pada neonates)
Refleks Babinski Positif ( abnormal setelah usia 2 tahun)
Refleks primitive menetap.
Overflow refleks seperti crossed adductor.

CP spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu:1,3


a.

Monoplegi
Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan.

a.

Diplegia
Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada ke
dua lengan.

c. Triplegia

Bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua


lengan dan 1 kaki.

d. Quadriplegia
Keempat ekstremitas terkena dengan derajad yang sama.

e. Hemiplegia
Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih berat.

2. CP Atetoid/diskinetik
Tipe diskinetik ditandai dengan adanya gerakan ekstrapiramidal. Gerakan
abnormal ini akibat adanya regulasi tonus, control postur dan koordinasi yang
abnormal. Gerakan diskinetik digambarkan sebagai berikut:
-

Atetosis
Chorea
Choreoatetoid
Distonia
Ataxia

3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam.
Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk; berjalan
tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki
dengan posisi yang saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan cepat
dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering
mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil
buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru
digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju
obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP
(Clement et al, 1984).3
4. CP campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu
bentuk CP yang dijabarkan diatas. Bentuk campuran yang sering dijumpai
adalah spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin
dijumpai.

2.4 Diagnosis Cerebral Palsy


Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua
sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal.
Bayi dengan CP sering mengalami kelambatan perkembangan, misalnya
tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan (Blasco, 1989).3
Sebagian

mengalami

abnormalitas

tonus

otot.

Penurunan

tonus

otot/hipotonia; bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy. Peningkatan tonus
otot/hipertonia, bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada periode awal
tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang menjadi hipertonia setelah 2-3
bulan pertama. Anak-anak CP mungkin menunjukkan postur abnormal pada satu
sisi tubuh.
Sistem klasifikasi alternative berdasarkan pada fungsinal dan beratnya CP.
Yang paling sederhana dari system ini menggunakan ringan, sedang dan berat:1,3

Ringan : Tidak ada keterbatasan aktifitas


Sedang : ada kesulitan dalam aktifitas sehari-hari ( AKS), memerlukan

alat bantu/ortesa.
Berat : Keterbatasan AKS sedang sampai berat.
Palisano ddk, mengembangkan system fungsional ini berdasarkan fungsi

motoric kasar, yaitu dengan Gross Motor Function Classification System


(GMFCS).

Pengelompokan

ini

berdasarkan

pada

kemampuan

dan

keterbatasannya:1
-

Level I : Jalan tanpa keterbatsan di dalam atau di luar rumah juga naik
tangga. Anak mampu berlari dan melompat, limitasi/gangguan pada
koordinasi, kesimbangan dan kecepatan (speed) pada aktifitas yang lebih

sulit.
Level II : jalan di dalam dan luar rumah dan naik tangga dengan pegangan
rail, limitasi jalan pada permukaan tidak rata dan tanjakan dan jalan

ditempat yang berjubel atau tempat terbatas/sempit.


Level III: jalan dengan alat bantu mobilitas di permukaan datar. Anak
mampu mendorong kursi roda secara manual. Kesulitan jalan di luar

rumah dipermukaan tidak rata.


Level IV: jalan jarak dekat dengan menggunakan alat mobilitas walker

atau menggunakan kursi roda di rumah, di sekolah/ diluar rumah.


Level V: mobilitas sangat terbatas walaupun dengan alat bantu canggih.

a. Evaluasi anak dengan Cerbral Palsy1,3


1. Anmnesis
Prenatal :
E
E
E
E
E
E

- Riwayat saat hamil


- Paparan dengan bahan beracun, alcohol, obat-obatan.
- Usia kehamilan (saat melahirkan)
- Perawatan prenatal
- Gerakan bayi
- paparan radiasi atau trauma
E
- riwayat keluarga dan penyakit keluarga
Perinatal:

Letak bayi dan jenis persalinan


BBL
Apgar Score
Komplikasi
Intubasi, penggunaan surfaktan
Keadaan bayi (kalem, menangis terus dll)
Perdarahan intraventrikular
Feeding, tonus otot, posisi saat diam.

Riwayat perkembangan:
a. Perkembangan Milestones:
- Motoric kasar, termasuk control kepala, control tubuh, guling-guling,
merangkak, duduk, berdiri dan berjalan
- Motoric halus termasuk tangan ke mulut, aktifitas dengan dua tangan,
menggenggam, bermain dll.
- Bicara termasuk babbling, kata, mengerti bagian tubuh, bahasa reseptif
dll
- Social dan personal skills
b. Refleks dan tonus
c. Informasi umum
E
E
E
E
E
E
E
E

- Nutrisi, feeding styles, kemampuan oral, parameter pertumbuhan


- obat-obat dan alergi
- operasi yang pernah dialami
- kejang
- gangguan mata, meliputi strabismus, esotropia dll
- pendengaran
- imunisasi, kesehatan umum dan penyakit saluran napas.
- kontraktur
E
- riwayat penyakit lain.
E

2. Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan musculoskeletal: meliputi evaluasi static dan dinamik.
b. Pemeriksaan neurologis
- asesmen tonus otot.

- asesmen refleks dan postur


c. Keseimbangan, duduk dan pola jalan.
Keseimbangan, duudk dan pola jalan diperiksa, bisakah anak duduk tanpa
disanggah/ pegangan? Bisakah anak bangun ke posisi duduk tanpa bantuan?
Apakah keseimbangan anak mudah terganggua saat duduk atau berjalan?
Pola berjalan diperiksa tanpa alas kaki, anak memakai rok atau celana
pendek, pemeriksa pada level yang sama dengan anak. Bisakah

anak

melompat, jalan dengan tumit maupun dengan ujung jari/jinjit/lari. Anak


dengan hemiplegi ringan, jalannya tampak normal tetapi akan menunjukkan
gerakan abnormal pada saat lari. Pola jalan diperiksa dari depan dan
samping.
3. Pemeriksaan penunjang
- Tes laboratorium dan tes pencitraan neurologis
- Evoked Potentials/electrodiagnosis
- Electroencephalography (EEG)

b. Masalah Penyerta Cerebral Palsy


Kerusakan system saraf pusat pada CP tidak hanya memberikan akibat pada
defisit motoric saja. Disabilitas penyertanya menyebabkan keterlambatan
perkembangan.

Tabel 2. Masalah-masalah pada CP1,3


Retardasi mental

Insiden 50%, tersering pada tipe rigid, atonik dan spastik

Kejang
Oromotor

quadriplegi yang hebat.


Insiden 50%, umumnya pada tipe hemiplegi dan quadriplegi spastik
Kesulitan menghisap, menelan dan mengunyah, penutupan bibir
kurang/jelek, ngiler/drooling, disartri, paling sering pada tipe

Sistem pencernaan

quadriplegi spastik dan diskinetik


Konstipasi, refluks

Gigi
Visual
Kelainan

Disgenesis enamel, maloklusi, karies, hiperplasi gusi


Juling, kelainan refraksi, hemianopsia pada hemiplegia
Infeksi TORCH, obat-obatan, ensefalopati bilirubin

pendengaran
Defisit

Hemiplegia

sensorikortikal
Sistem Respirasi

Ventilasi kurang, dysplasia bronkopulmoner pada bayi premature,


disfungsi oromotor dengan mikroaspirasi.

2.7 Tatalaksana Cerebral Palsy


CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk
memperbaiki kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan
terapi pada CP adalah mengusahakan penderita dapat hidup mendekati
kehidupan normal dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal
mungkin. Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk semua penderita
CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi
kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan
kemudian

menentukan

terapi

individual

yang

cocok

untuk

setiap

penderita.Masalah utama yang dijumpai dan dihadapi pada anak yang


menderita CP antara lain:3
1. Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah
akan menyebabkan anak tampak selalu berliur.
2. Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada
mulut, dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat.
3. Inkontinentia Urin.
.
Tim Penanganan CP adalah multidisipliner dan anggota tim terapi CP
berdasarkan profesionalisme dengan berbagai spesialisasi, antara lain:
(Dorman JP, 1998)
1.
2.
3.
4.

Dokter.
Orthopedist
Terapis fisik
Terapis okupasi

5. Pelatih bicara dan bahasa


6. Pekerja social
7. Psikolog
8. Guru

Manajemen CP memerlukan pengetahuan dasar abnormalitas anatomi fisiologik


anak, interaksi biologi dan faktor lingkungan. Dengan integrasi pengetahuan dasar
tentang anatomi-fisiologi anak yang abnormal, maka tim rehabilitasi bersama
dengan keluarga berusaha mengembangkan kemampuan anak dengan hendaya ke
level motoric, intelektual dan fungsi social yang maksimal.1
Cerebral Palsy sering mengalami kelainan multisystem. Rehabilitasi melibatkan
beberapa profesi dengan sasaran utama antisipasi komplikasi dan mencapai
ketrampilan baru.1
a. Intervensi awal1
Setelah diagnosis dibuat, intervensi rehabilitasi segera dimulai dengan tujuan :
-

memperbaiki fungsi
mengembangkan fungsi kompensasi
mencapai kemandirian dalam aktifitas sehari-hari, sekolah, kerja dan
kehidupan social

Intervensi awal merupakan program untuk memperbaiki interaksi pengasuh,


dorongan keluarga untuk bisa menerima, pengetahuan / ketrampilan merawat
anak di rumah, motoric dan perkembangan lain. Tim tidak hanya bertugas
mendidik saja, tetap juga mendorong keluarga untuk mengidentifikasi dan
memfasilitasi kemampuan dan kebutuhan anak.
Manajemen untuk bayi meliputi:1
-

Pemberian posisi dan alignment yang mencegah bertambahnya postur dan

refleks yang abnormal.


Rangsang sensorimotor
Teknik perawatan yang tepat

Alat-alat yang sering dipakai pada CP:1

Alat untuk mempertahankan posisi


Alat mandi
Alat bantu mobilitas
Kursi roda
Alat adaptasi dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari.
Alat komunikasi, computer dan alat transportasi
Ortotik dan sepatu

b. Therapeutic Exercises1
Beberapa metoda terapi mempengaruhi manajemen anak CP. Pada umumnya
metoda-metoda tersebut dikembangkan secara empiris melalui observasi klinis
dan berdasarkan teori neurofisilogis. Metoda-metoda yang dipakai antara lain:
-

Phelps
Deaver
Temple Fay, Doman & Delacato
Rood
Bobath
Votja

c. Latihan Fungsional1
Latihan memerlukan partisipasi yang kooperatif, maka metoda latihan ini tidak
banyak digunakan pada bayi dan anak usia prasekolah. Latihan LGS, latihan
penguatan, latihan postural dan control motoric, balans dan koordinasi. Sasaran
jangka pendek adalah aktifitas fungsional pada akhir latihan. Kemampuan
motoric kasar dan hand dexterity adalah penentu untuk rencana program ADL.
d. Ortesa1
Ortesa dapat membantu memperbaiki gate saat ambulasi. Pemilihan ortesa
didasarkan:
-

Usia anak
Control motoric
Tipe deformitas
Desain ortesa
Prognosis fungsional jangka pendek dan panjang

e. Manajemen Spastisitas1

Manajemen tonus dan postur pada CP harus diperhatikan. Terapinya bisa


dengan latihan terapeutik, casting, obat-obatan ( Benzodiazepine, Dantrolene,
Baclofen, Clonidine dan Tizanidine), injeksi toksin botulinum dan selektif
dorsal rhizotomy.
f. Tindakan Bedah1
Indikasi operasi:
-

Memperbaiki fungsi dan penampilan


Mencegah atau koreksi deformasi

Tindakan bedah yang dilakukan bisa berupa tendon lengthening, tenotomy atau
transfer, soft tissue release, derotational osteotomy, arthrodesis, myotomy.
Oleh karena perubahan-perubahan gait dan maturitas samapi pada usia 7 tahun,
maka lebih bijaksana bila operasi dilakukan pada usia tersebut kecuali bila ada
subluksasi hip dan anak yang hampir mencapai kondisi ambulasi tetapi
terhambat dengan adanya kontraktur. Dalam hal ini rehabilitasi berperan
penting pasca operasi dan pasca lepas gips dengan sasaran:
-

Memperbaiki LGS
Meningkatkan kekuatan otot
Memperbaiki control motoric
Mengurangi nyeri
Mengurangi spastisitas
Mencegah kembalinya deformitas

g. Psikososial 1
Proses pertumbuhan dengan disabilitas mempunyai dampak fungsi pada
individu dan keluarga dalam masyarakat. Anak difable tidak hanya harus hidup
dengan hendaya fisiknya tetapi juga penerimaan masyarakat. Dengan
penerimaan hendyanya, anak menjadi percaya diri, mengeksplorasi dan belajar
tentang dunia sekitarnya.
Drooling dan inkontinensia merupakan sisi negative dalam masyarakat, tetapi
bila anak bisa berpartisipasi aktif dalam kelompok maka akan meningkatkan
interkasi social. Prinsip bagi difable adalah masyarakat bisa menerima
keterbatasannya, kemampuannya bisa ditingkatkan kemudian.

2.8 Prognosis Cerebral Palsy3


Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP,
derajat kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks
patologis, dan yang sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris,
dan emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan
motorik, tetapi masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986). Tingkat kognisi
sangat berhubungan dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan
kualitas hidup seseorang.
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama lainnya
selalu dapat berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya dibutuhkan
sementara saja. Adanya tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan
kuku ibu jari yang lebih runcing dibanding dengan kuku lainnya, dapat
diasosiasikan dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek sensori tersebut akan
membatasi kemampuan fungsi motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak
dengan hemiplegia akan mengalami hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya
diberi tempat duduk dikelas untuk memaksimalkan fungsi visus. Kejang dapat
merupakan masalah yang terjadi pada anak yang hemiplegik.
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan
tesering pada usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa
kasus membutuhkan alat bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan secara umum
akan terkena dengan derajat yang berbeda, walaupun kerusakan yang terjadi
minimal. Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering dijumpai.
Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total;
paling banyak hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun.
Fungsi intelektual sering seiring dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar
akan menambah kesulitan yang sudah ada. Hipotonia trunkus, dengan refleks
patologis atau kekakuan yang persisten merupakan gambaran yang menunjukkan
buruknya keadaan. Mayoritas anak-anak tersebut memiliki limitasi intelektual.

Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang
berhubungan dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan.
Keseimbangan dan penggunaan kemampuan tangan tampaknya masih sulit.
Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia 2 tahun dapat belajar
berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks, tonik
neck refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks
parasut tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat
duduk pada usia 4 tahun dapat belajar berjalan.
BAB III
LAPORAN KASUS

BAB IV
PEMBAHASAN

BAB V
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
1. Laswati H,Andriati, Pawana A, Arfianti L. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi Edisi ke 3.
2. Mardiani E. Tesis: Faktor-Faktor Risiko Prenatal dan Perinatal Kejadia Cerebral
Palsy. Program Studi Epidemiologi Universitas Diponegoro- Semarang. 2006.
Diakses dari: http://core.ac.uk/download/pdf/11715521.pdf
3. Suharso D. Cerebral Palsy- Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi NeuroDevelopmental Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo
Surabaya. 2006
Diakses dari: http://old.pediatrik.com/pkb/061022021726-bvxh131.pdf

Anda mungkin juga menyukai