Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PEDIATRI SKENARIO 2


ANAKKU BATUK DAN SULIT BERNAPAS

KELOMPOK A2
ABDURRAHMAN AFA HARIDI

G0013001

AHMAD LUTHFI

G0013011

ARLINDAWATI

G0013039

ASMA AZIZAH

G0013043

AYATI JAUHAROTUN NAFISAH

G0013051

CICILIA VIANY EVAJELISTA

G0013065

FHANY GRACE LUBIS

G0013095

HANA INDRIYAH DEWI

G0013105

KHANIVA PUTU YAHYA

G0013129

RADEN ISMAIL H A

G0013193

SANTI DWI CAHYANI

G0013213

SHENDY WIDHA MAHENDRA

G0013217

TUTOR: YUL MARIYAH, Dra.APTH.,M.Si


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
Skenario II
Anakku Batuk dan Sulit Bernapas
Kasus I
Andi berumur 2,8 tahun. Ibunya membawa berobat ke puskesmas karena batuk pilek selama
4 hari. Setelah memeriksa, petugas kesehatan menemukan nadi : 110 kali per menit,
pernafasan 32 kali permenit, suhu 38,6 derajat celcius. Dokter kemudian memberikan obat.
Kasus 2
Seorang anak perempuan berusia 3 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena batuk sejak 2
hari yang lalu, berdahak putih. Keluhan disertai demam (+). Demam naik turun.
Pada pemeriksaan fisik, nadi : 122 x per menit, pernafasan 52 x per menit, suhu 38,2 derajat
celcius. Saat ini anak tampak sulit bernafas dan lemah, terdapat retraksi dinding dada.
Dokter kemudian melakukan tindakan dan merujuk pasien ke rumah sakit untuk mendapat
penanganan dari dokter spesialis anak.

BAB II
2

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA


Jump 1: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario
1. Dahak: cairan serous / mucous berupa kumpulan makrofag yang telah mati. Dahak
merupakan substansi kental yang disekresi oleh membrane mucus secara berlebihan
2. Retraksi dinding dada: penarikan dinding dada diikuti oleh peningkatan frekuensi
napas sebagai kompensasi tubuh untuk mendapatkan oksigen lebih.
Jump 2: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan
1. Bagaimana fisiologi pernapasan pada anak?
2. Bagaimana vital sign anak dan interpretasi pada skenario ?
3. Bagaimana mekanisme batuk?
4. Mengapa pada kasus 2 anak demam naik turun dan batuk berdahak?
5. Bagaimana tatalaksana awal kasus 1 dan 2 ?
6. Apa saja jenis-jenis demam ?
7. Apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus 1 dan 2?
8. Apa perbedaan onset pada kasus 1 dan 2 dan apa saja indikasi kegawatdaruratannya?
9. Bagaimana mekanisme sulit bernapas, lemah dan retraksi dada?
10. Apa saja jenis-jenis dahak?
11. Apa saja diagnosis banding, pemeriksaan penunjang dan tatalaksana pada kasus 1 dan
2?
Jump 3: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara mengenai
permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Bagaimana fisiologi pernapasan pada anak?
Pada prinsipnya, pernafasan adalah proses pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi antara
eritrosit dengan alveoli paru. Dalam prosesnya,pernafasan inspirasi dan ekspirasi dibantu
oleh kerja dari otot-otot pernafasan, sehingga rongga dada dapat mengembang dan
mengempis yang sangat berpengaruh terhadap volume dan tekanan rongga dada. Dengan
adanya perbedaan tekanan antara udara luar dan rongga dada, maka udara dapat keluar
PROSES EKSPIRASI Kontraksi Diafragma ke cranial/atas
PROSES INSPIRASIKontraksi Diafragma ke caudal /
masuk sistem respiratori tubuh kita (Whaley & Wong, 1997).

dada turun
Kontraksi Musculus Intercostalis InternusVolume rongga
Volume rongga dada naik
Kontraksi
Musculus Intercostalis Eksternus

Menurunkan tulang iga/costae

Tekanan rongga dada naik

Tekanan rongga dada turu

Mengangkat tulang iga/costae

3
Udara keluar dari respiratory tract ke udara luar Udara dari luar masuk ke respirato

Pada pasien pediatric, diperlukan perhatian khussu oleh karena adanya perbedaan
secara fisiologis dan anatomis dengan pasien dewasa. Seluruh sistem tubuh anak
berkembang didalam kandungan. Sistem pernafasan, walaupun belum berfungsi hingga
pada saat kelahiran,dan

akan berkembang lebih lanjut selama masa pertumbuhan.

Diameter dan panjang saluran udara meningkat, begitu juga jumlah dan ukuran alveolus.
Selain itu, dada bayi bulat, sedangkan paru balita lebih oval, biasanya sudah mencapai
ukuran dewasa (yaitu diameter 1:2) saat berusia 6 tahun. Dengan adanya diameter
saluran pernafasan anak yang lebih sempit, maka resistensinya jauh lebih besar dari
orang dewasa, karena resistensi lebih besar, dengan demikian usaha untuk melakukan
pernafasan juga akan lebih besar. Pada pernyataan di atas, berlaku sebuah rumus antara
resistensi, jari-jari, dan panjang dari sebuah bangun ruang.
R ~ 8L / r4
R = resistensi,
L = panjang bangun ruang,
r = jari-jari bangun ruang
Ukuran lidah pada anak cenderung lebih besar daripada orang dewasa apabila
dibandingkan dengan struktur anatomi di sekitarnya. Dengan ukuran lidah yang lebih
besar dan saluran pernafasan yang masih terdiri dari kartilago yang belum matang, pasien
anak lebih mudah mengalami obstruksi jalan nafas, terutama saat diberi obat-obat sedatif.
Selain dari segi ukuran, saluran pernafasan anak terbentuk / masih didominasi oleh
kartilago yang belum berkembang sempurna, sehingga kekuatan dari saluran pernafasan
anak lebih lemah daripada orang dewasa. Anak juga memiliki volume kapasitas
fungsional residual (FCR) paru yang lebih kecil. FCR secara fisiologis berperan sebagai
4

cadangan pernafasan. Oleh karena itu, apa bila terjadi stress pernafasan, anak akan lebih
mudah kehilangan cadangan pernafasan dan mudah jatuh ke kondisi gagal nafas.
Pada anak, didapatkan juga volume tidal yang lebih kecil dari orang dewasa, hal
ini berkebalikan dengan kebutuhan O2 pada anak yang lebih besar dan metabolism yang
lebih cepat dari orang dewasa. Sehingga pada anak diperlukan kompensasi untuk
mengatasi kebutuhan O2 yang tinggi dengan cara meningkatkan frekuensi pernafasan
permenit. Pada otot pernafasan, diafragma anak lebih datar dan pendek, sehingga
kekuatan kontraksi terbatas. Hal ini memerlukan perhatian khusus, sebab diafragma
merupakan otot pernafasan utama pada anak, dikarenakan otot-otot interkostalis pada
anak masih belum matur dengan sempurna. Dengan kekuatan kontraksi yang belum
maksimal, dan belum maturnya otot-otot interkostalis, anak sangat mudah jatuh ke dalam
kelelahan nafas apabila terjadi stress pernafasan, dan apabila tidak kompensatil akan
terjadi gagal nafas (Whaley & Wong, 1997).
2. Bagaimana vital sign anak dan interpretasi pada skenario ?
Tanda vital untuk pasien pediatri adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi Pernapasan (Respiratory Rate)
Kriteria normal frekuensi pernapasan pada neonatus dan anak menurut usia adalah
sebagai berikut (WHO, 2009):
< 1 tahun

: 30 40 kali/menit

2 5 tahun

: 20 30 kali/menit

5 12 tahun

: 15 - 20 kali/menit

> 12 tahun

: 12 16 kali/menit

Namun, apabila anak datang dengan frekuensi pernapasan di atas nilai normal,
anak tidak dapat secara langsung didiagnosis takipneu. Kriteria nafas cepat (takipneu)
menurut usia adalah sebagai berikut (WHO, 2009):
< 2 bulan
2 12 bulan

: > 60 kali/menit
: > 50 kali/menit

1 5 tahun

: > 40 kali/menit

> 5 tahun

: > 30 kali/menit

b. Denyut Nadi (Heart Rate)

Pada bayi dan anak, ada atau tidaknya denyut nadi utama yang kuat sering
merupakan tanda yang berguna untuk melihat ada tidaknya syok dibandingkan
mengukur tekanan darah. Nilai normal denyut nadi pada anak menurut usia, yaitu:
0 3 bulan

: 85 200 kali/menit

3 bulan 2 tahun

: 100 190 kali/menit

2 10 tahun

: 60 140 kali/menit

Pada anak yang sedang tidur denyut nadi normal 10% lebih lambat (WHO, 2009).
c. Tekanan Darah
Tekanan darah normal pada anak menurut usia antara lain (WHO, 2009):
0 1 tahun : > 60 mmHg
1 3 tahun : > 70 mmHg
3 6 tahun : > 75 mmHg
d. Suhu Tubuh
Menurut Buku Panduan Manajemen Balita Sakit Terpadu (2008), anak dikatakan
demam jika suhu tubuhnya 37,5 0 C. Menurut California Pacific Medical Center
(2014), seorang anak dikatakan demam jika :
1. Temperatur rektal lebih dari 38,00 C atau lebih dari 100,40 F
2. Temperatur oral lebih dari 37,50 C atau lebih dari 99,50 F
3. Temperatur aksilla lebih dari 37, 20 C atau lebih dari 99,00 F
Peningkatan suhu yang ringan (380 38,50 C) dapat terjadi akibat latihan
(exercise), pemakaian baju yang tebal, mandi air panas, atau cuaca panas. Konsumsi
makanan atau minuman yang hangat juga dapat mempengaruhi peningkatan suhu pada
tubuh anak. Jika dokter berpikir tentang adanya pengaruh lain terhadap peningkatan
suhuh tubuh anak, pemeriksaan suhu dapat diulangi kembali sekitar 30 menit
selanjutnya (California Pacific Medical Center, 2014).
Dari data-data di atas, interpretasi pemeriksaan fisik dari kasus 1 dan kasus 2:
Kasus 1
a. Nadi normal
b. Nafas diatas normal tapi belum tergolong takipneu
c. Suhu demam
6

Kasus 2
a. Nadi normal
b. Nafas takipneu
c. Suhu demam
d. Retraksi dinding dada menunjukkan kondisi hipoksia dan kekakuan paru sehingga
sulit mengembang
e. Sulit bernapas dan lemah merupakan tanda bahaya karena anak sudah kelelahan untuk
bernafas maka harus segera dirujuk
3. Bagaimana mekanisme batuk?
Batuk adalah ekspirasi kuat yang dapat memberaihkan jalan napas dari debris dan
sekret. Reseptor batuk tersebar diseluruh saluran respiratorik dan sebagian kecil terdapat di
bagian lain seperti gaster dan telinga tengah. Reseptor ini dapat terangsang secara mekanis
(sekret, tekanan), kimiawi (gas), atau udara dingin. Dan juga dapat dirangsang oleh
histamin, leukotrien, dan bronkokonstriksi. Apabila reseptor terangsang impuls akan di
teruskan melalui saraf aferen ke pusat batuk di medulla oblongata kemudian melalui saraf
eferen di teruskan ke efektor batuk yaitu berbagai otot pernapasan.
Ada beberapa fase batuk, yaitu:
a. Fase iritasi, reseptor batuk disensitasi
b. Fase inspirasi, katup glotis terbuka lebar, inspirasi terjadi secara cepat dan dalam maka
volume yang tertampung dalam rongga dada lebih dari normal
c. Fase kompresi, glotis menutup 0,2 detik
d. Fase ekspirasi, glotis terbuka tiba-tiba membuat udara dan sekret di dalam keluar
dengan cepat

4. Bagaimana tatalaksana awal kasus 1 dan 2 ?


Kasus 1
Untuk mencegah terjadinya batuk pilek pada anak, ada beberapa usaha yang dapat
dilakukan, antara lain menjauhkan anak dari orang-orang disekitarnya yang sedang
menderita cold atau flu, mendidik anak untuk cuci tangan, memastikan mainan anak-anak
bersih terutama yang digunakan anak-anak bermain bersama. Jika sudah terjadi common
cold pada anak, sebaiknya tidak perlu segera diterapi antibiotik, karena kemungkinan
penyebabnya adalah virus. Namun apabila cold ini tidak mendapat penanganan dan
pemantauan yang tepat, ada komplikasi yang mungkin terjadi seperti infeksi telinga,
infeksi tenggorokan, pneumonia, dan infeksi sinus.
7

Kasus 2
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui selang
nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit (Arief Mansjoer, 2000)
5. Apa saja jenis-jenis demam ?
Menurut Singh (2008), ada beberapa macam demam yang dapat terjadi pada manusia.
Jenis-jenis demam ini dapat membantu dokter untuk menemukan diagnosis suatu penyakit.
Jenis=jenis demam, yaitu :
a. Continuous fever
Pada demam jenis ini, suhu tubuh berada di atas normal sepanjang hari dan
berfluktuasi tidak lebih dari 1 o C dalam 24 jam. Demam ini dialami oleh pasien lobar
pneumonia, tifoid, infeksi saluran kemih, tifus, dan lain-lain.
b. Remittent fever
Suhu tubuh berada di atas normal sepanjang hari dan berfluktuasi lebih dari 2 O C
dalam 24 jam. Jenis demam ini sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari.
Remittent fever ditemukan pada pasien infeksi thyfoid dan endocarditis.
c. Intermittent fever
Pada demam ini, peningkatan suhu tubuh terjadi hanya beberapa jam dalam sehari dan
suhu kembali ke normal untuk beberapa jam berikutnya. Demam ini dapat ditemukan
pada pasien malaria, kala-azar, pyemia, septicemia, dan sebagainya.
d. Tertian Fever
Demam yang terjadi dalam 3 hari atau 48 jam. Demam ini biasanya terjadi pada
pasien malaria.
e. Quartan Fever
Demam yang terjadi dalam 4 hari atau 72 jam. Demam ini biasanya terjadi akibat
infeksi Plasmodium malariae.
f. Low Grade Fever
Peningkatan suhu tubuh terjadi setiap hari, terutama pada sore hari, dalam beberapa
hari. Peningkatan suhu tersebut tidak melebihi 37,80 C. Biasanya, demam jenis ini tidak
mengindikasikan suatu penyakit, namun penyakit ini sering ditemukan pada pasien TB.
8

6. Bagaimana mekanisme sulit bernapas, lemah dan retraksi dada?


Pada otot pernafasan, diafragma anak lebih datar dan pendek, sehingga kekuatan
kontraksi terbatas. Hal ini memerlukan perhatian khusus, sebab diafragma merupakan otot
pernafasan utama pada anak, dikarenakan otot-otot interkostalis pada anak masih belum
matur dengan sempurna. Dengan kekuatan kontraksi yang belum maksimal, dan belum
maturnya otot-otot interkostalis, anak sangat mudah jatuh ke dalam kelelahan nafas
apabila terjadi stress pernafasan, dan apabila tidak kompensatil akan terjadi gagal nafas
Retraksi dinding dada merupakan tanda di mana seseorang mengalami kesulitan untuk
bernapas. Retraksi dinding dada juga dikenal dengan istilah tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam . Kesulitan untuk bernapas pada anak bisa disebabkan oleh tiga causa
yang berbeda, antara lain obstruksi saluran pernapasan atas seperti croup, obstruksi saluran
pernapasn bawah seperti asma dan bronchiolitis, dan penyakit jantung parenkimal seperti
pneumonia, edema pulmonal, serta sindrom distress pernapasan akut.
Pada anak dengan pneumonia, terjadi penurunan kemampuan paru untuk berkembang
sebagaimana mestinya. Hal ini membuat tubuh untuk merespon kekurangan oksigen yang
ada di paru-paru untuk bernapas lebih cepat. Akan tetapi dengan kondisi paru-paru yang
kaku oleh fibrin dan disertai dengan konsolidasi alveoli menyebabkan paru akan tetap
kesulitan untuk berkembang. Akibatnya timbul tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Anak dengan kasus pneumonia yang berat biasanya akan mengalami retraksi
dinding dada. Akan tetapi retraksi ini tidak selalu disertai dengan pernapasan cepat
dikarenakan anak sudah kehabisan energi untuk bernapas. Hal ini merupakan tanda bahaya
dikarenakan insidensi kematian yang tinggi. Hal tersebut mengarahkan dugaan menuju
pneumonia berat atau penyakit sangat berat.

7. Apa saja jenis-jenis dahak?


Menurut Wilson (2006), dahak atau sputum terdiri dari beberapa macam dan dapat
disebabkan oleh etiologi yang berbeda, seperti :
a. Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan kemungkinan berasal dari
sinus atau saluran hidung bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
b. Sputum banyak sekali dan purulen kemungkinan proses supuratif.

c. Sputum yang terbentuk perlahan dan terus meningkat kemungkinan tanda


bronchitis/bronkhiektasis.
d. Sputum kekuning kuningan kemungkinan proses infeksi.
e. Sputum hijau kemungkinan proses penimbunan nanah, warna hijau ini dikarenakan
adanya verdoperoksidase,sputum hijau ini

sering ditemukan pada penderita

bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
f. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.
g. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis kronik.
h. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/bronkhiektasis.
i . Berdarah atau hemoptisi sering ditemukan pada Tuberculosis.
j. Berwarna biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam pneumonia).
k. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk pengobatan
yang efektif pada pasien bronkitis kronis.
l. Warna (mukopurulen) berwarna kuning kehijauan menunjukkan bahwa pengobatan
dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
m. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase.
o. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak akan efektif dalam
mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau
virus meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
p. Berbusa putih mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.

Jump 4: Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang didapat pada


langkah 3

10

Jump 5: Merumuskan tujuan pembelajaran


1. Apakah obat yang diberikan untuk tatalaksana awal kasus 2?
2. Bagaimanakah perbedaan onset kasus 1 dan 2 yang menunjukkan indikasi
kegawatdaruratan?
3. Bagaimanakah diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, dan tatalaksana kasus
pada skenario 1 dan 2?
4. Bagaimanakah komplikasi dari pneumoni dan bronkopneumoni?

Jump 6: Mengumpulkan informasi baru

11

Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber sumber ilmiah dari beberapa
buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik diskusi tutorial ini secara
mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.
Jump 7: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh
1. Apakah obat yang diberikan untuk tatalaksana awal kasus 2?
Diagnosis
-

Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
Napas cepat:

pada anak umur 2 bulan 11 bulan: 50 kali/menit

pada anak umur 1 tahun 5 tahun : 40 kali/menit

Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat

Tatalaksana
-

Anak di rawat jalan


Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3
hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk
pasien HIV diberikan selama 5 hari.

Tindak lanjut
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali
anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak
bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali:
-

Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan

membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.


Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti

ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman di bawah ini.

Pneumonia Berat
Diagnosis
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
-

Kepala terangguk-angguk
12

Pernapasan cuping hidung


Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll)

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:


-

Napas cepat. Berikut batas napas cepat sesuai golongan umur dikatakan bernapas
cepat jika :

Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit

Anak umur 2 11 bulan : 50 kali/menit

Anak umur 1 5 tahun : 40 kali/menit

Anak umur 5 tahun : 30 kali/menit

Suara merintih (grunting) pada bayi muda


Pada auskultasi terdengar:

Crackles (ronki)

Suara pernapasan menurun

Suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:


-

Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya


Kejang, letargis atau tidak sadar
Sianosis
Distres pernapasan berat.

Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya:


pemberian oksigen, jenis antibiotik).
Tatalaksana
-

Anak dirawat di rumah sakit

Terapi Antibiotik
-

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang


harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons
yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari)

untuk 5 hari berikutnya.


Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
13

letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
-

kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).


Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.


Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia
stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari)
dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgBB/hari 3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan
kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.

2.

Bagaimanakah perbedaan onset kasus 1 dan 2 yang menunjukkan indikasi


kegawatdaruratan?
Dengan adanya bukti berupa keluhan dan gejala klinis dari kedua pasien pada
kasus 1 dan 2, berdasarkan penggolongan ISPA menurut umur 2 bulan 5 tahun oleh
P2 ISPA DEPKES RI 2012, dapat ditarik adanya perbedaan :
1. Kasus 1 dengan keluhan batuk, pilek, demam sejak 4 hari, tanpa adanya usaha
napas merupakan infeksi saluran pernafasan akut bukan pneumonia, dan
bukanmerupakan kasus gawat darurat sehingga tidak perlu dirawat inap
2. Kasus 2 dengan keluhan batuk berdahak, demam naik turun, dengan retraksi
dinding dada merupakan infeksi saluran pernafasan akut pneumonia berat,
oleh karena ditemukannya retraksi dinding dada dan pernafasan cepat, dengan
frekuensi >40x / menit (menurut umur 1 - <5tahun). Oleh karena ada kegawat
daruratan nafas, diperlukan tindak lanjut khusus dan rujukan ke rumah sakit.
Selain itu pasien pada kasus 2 dirujuk karena pemeriksaan mikrobiologi tidak
mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan pun kuman penyebab tidak selalu
dapat ditemukan, WHO mengajukan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
lebih sederhana.

3. Bagaimanakah diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, dan tatalaksana kasus


pada skenario 1 dan 2?
Bronkitis Akut

14

Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, namun pada anak-anak keadaan
ini mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri. Bronkitis merupakan
akibat beberapa keadaan lain saluran pernapasan atas dan bawah, dan trakea
biasanya terlibat. Bronkiolitis (yaitu bronkitis kapiler) seluruhnya merupakan
penyakit yang berbeda. Bronkitis asmatis adalah bentuk asma yang sering
terancukan dengan bronkitis akut. Pada berbagai infeksi saluran pernapasan atas,
beberapa anak menderita spasme bronkus dan eksudasi yang serupa dengan andatanda pada anak lebih besar yang menderita asma. Trakeobronkitis akut seringkali
terkait dengan infeksi saluran pernapasan atas seperti nasofaringitis tetapi juga
terkait dengan influenza, pertussis, campak, demam tifoid (dan salmonellosis lain),
difteria, dan demam

karlet. Juga terjadi suatu trakeobronkitis yang tak

terdiferensiasi, primer, dan akut, paling lazim pada anak yang lebih tua dan remaja.
Adalah mungkin bahwa, kecuali untuk penyakit bakteri yang telah disebutkan,
trakeo-bronkitis akut disebabkan oleh virus. Pneumokokus, stafilokokus, H ae
zophilus inJluenzae, dan berbagai streptokokus hemolitikus dapat diisolasi dari
sputum,

tetapi

keberadaannya tidak menyatakan penyebab bakteria, dan terapi antibiotik tidak


begitu berpengaruh untuk mengubah perjalanan penyakit. Beberapa anak tampak
jauh lebih rentan terhadap trakeobronkitis akut daripada yang lain. Alasannya tidak
diketahui, tetapi alergi, iklim, polusi udala dan infeksi kronis saluran pernapasan
atas, terutama sinusitis, dapat rnerupakan faktor-faktor yang turut menyebabkan.
Sindrom bronkitis obliterans dapat bermula dengan episode bronkitis akut,
bronkiolitis, atau bronkopneumonia dan kemudian menjelek selama beberapa
minggu menjadi penyakit paru kronis berat yang ditandai dengan obliterasi
bronkiolus dan bronkiektasi .
MANIFESTASI KLlNlS. Bronkitis akut biasanya didahului oleh infeksi pernapasan
atas. Infeksi bakteri sekunder denganStreptococcus pneunrcniae, Moraxella
catarrhaLis, atau H. irtfLuenzae apat terjadi. Khasnya, anak datang dengan batuk
yang sering, kering, pendek, tidak produktif dan timbulnya relatif bertahap, mulai 34 hari sesudah munculnya rhinitis. Ketidakenakan substernal bawah atau nyeri
terbakar dada depan sering ada dan dapat diperjelek oleh batuk. Ketika penyakit
menjelek, penderita dapat terganggu oleh suara siulan selama respilasi (mungkin
ronki), nyeri dada, dan kadang-kadang oleh napas pendek. Batuk paroksismal atau
15

rasa mencekik padasaat sekresi kadang-kadang disertai dengan muntah. Dalam


beberapa hari, batuk menjadi produktif, dan sputum berubah dari jernih ke purulen.
Biasanya dalam 5-10 hari, mucus encer, dan batuk menghilang secara bertahap.
Badan yang sangat malaise sering disertai dengan sakit yang dapat berlanjut selama I
minggu

atau

lebih

sesudah

gejala-gejala

akut

mereda.

Tanda-tanda fisik bervariasi menurut umur penderita dan stadium penyakit. Pada
mulanya, anak biasanya tidak demam atau demam ringan, dan ada tanda-tanda
nasofaringitis,

infeksi

konjungtiva, dan rhinitis. Kemudian, auskuitasi menunjukkan adanya suara


pernapasan yang asar, ronki basah kasar dan halus, dan ronki yang dapat bernada
tinggi, menyerupai rnengi pada asma Pada anak lainnya yang sehat, komplikasinya
sedikit, tetapi pada anak malnutrisi atau mereka yang kesehatannya jelek. otitis,
sinusitis, dan pneumonia adalah lazim.

PENGOBATAN.
Tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita sembuh tanpa banyak masalah,
tanpa pengobatan apapun. Pada bayi-bayi yang kecil, drainase paru dipermudah
dengan cara sering melakukan pergeseran posisi. Anak yang lebih tua lebih enak
dengan kelembaban tinggi, tetapi tidak ada bukti bahwa ini memperpendek lama
penyakit. Batuk iritatif dan paroksismal dapat menyebabkan distres berat dan
mengganggu tidur. Walaupun penekanan batuk dapat menambah kemungkinan
supurasi, penggunaan penekan batuk yang bijaksana (termasuk kodein) mungkin
memadai untuk pengurangan gejala. Antihistamin, yang mengeringkan sekresi tidak
boleh digunakan, dan ekspektoran tidak menolong. Antibiotik tidak memperpendek
lamanya penyakit virus atau menurunkan insidens komplikasi bakteri; walaupun
pada kenyataannya penderita dengan episode berulang kadang-kadang dapat
membaik dengan pengobatan demikian, hal ini memberi kesan bahwa ada beberapa
infeksi bakteri sekunder. Anak dengan serangan bronkitis akut berulang harus
dievaluasi dengan cermat untuk emungkinan anomali saluran pernapasan, benda
asing, bronkiektasia, defisiensi imun, tuberkulosis, alergi, sinusitis, tonsilitis.
adenoiditis, dan kistik fibrosis.
Bronkitis Kronis
16

Walaupun bronkitis kronis dewasa didefinisikan sebagai batuk produktif selama 3


bulan atau lebih dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut atau lebih, namun
tidak ada standar demikian yang dapat diterima pada anak-anak. Keberadaannya
sebagai wujud penyakit yang tersendiri telah dipertanyakan, yang menekankan
pentingnya mencari kelainan imunologis atau mukosa yang mendasarinya. Batuk
produktif konis atau sering kumat biasanya menunjukkan penyakit paru atau
sistemik yang mendasari; penderita yang terkena harus dievaluasi untuk defisiensi
imun, kelainan anatomi. asma, penyakit lingkungan, infeksi saluran pernapasan atas
dengan cairan postnasal, kistik fibrosis, diskinesis silia, dan bronkiektasia. Batuk dan
mengi lazim ditemukan, dan pada sebuah penelitian, 22 penderita yang dilaporkan
mendelita bronkitis kronis semuanya mempunyai bukti adanya penyakit alergi.
Kadang-kadang, ilitasi bronkus dapat terjadi akibat inhalasi kronis debu atau asap
beracun.

Merokok

tembakau

atau

marijuana

dengan jelas berhubungan dengan informasi anamnesis. Anak belasan tahun harus
ditanyai juga tentang pemajanan terhadap asap industri atau gas mobil di sekolah
atau di tempat kerja.

POLUSI UDARA DAN ASAP ROKOK


Korelasi polutan tertentu (misalnya, NO, benda-benda partikel) dengan penyakit
pernapasan ataupun gejala paru yang spesifik pada masa kanak-kanak sukar
ditegakkan. Setiap jenis bahan yang digunakan untuk memperagakan adanya
hubungan dapat merupakan penanda untuk satu (atau lebih) polutan lain yang
betulbetul menyebabkan penyakit. Namun, ini tidak membuat tidak berlakunya
sejumlah besar penelitian yang menunjukkan bahwa tingginya kadar eseluruhan
polusi udara menyebabkan atau memperjelek penyakit paru pada anak. Polutan
udara juga mengganggu fungsi paru pada anak dan anak berusia belasan tahun yang
melakukan olahraga. Anak dan orang tua harus dinasihati mengenai hubungan kedua
hal

ini.

Kenaikan insidens dan penjelekan bronkitis dan bentukbentuk akut lain serta
penyakit paru kronis dihubungkan dengan asap rokok. Kenaikan morbiditas infeksi
pernapasan pada anak belasan tahun yang merokok tercermin pada absensi sekolah
dan kerja dan pada bukti adanya kelainan fungsional dan patologis pada jalan napas
kecil, Misalnya, merokok merupakan faktor risiko keparahan influenza pada para
17

lelaki muda. Orang tua yang merokok, terutama mereka yang anaknya menderita
penyakit paru kronis, harus dinasihati bahwa mereka sedang menjadikan paru-paru
anaknya sebagai sasaran untuk sejumlah asap rokok dari tangan kedua di rumah;
mereka harus didesak untuk menghentikan kebiasaan merokok. Komite Bahaya
Genetik dan Lingkungan Akademi Pediatri Amerika telah melaporkan bahwa
merokok tembakau merupakan salah satu dari "sumber kontaminasi lingkungan dan
ancarnan yang signifikan terhadap kesehatan anak" yang paling penting. Komite
mendesak dokter untuk mendukung undangundang yang akan melarang merokok di
tempat-tempat umufir yang sering didatangi anak "terutama di rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya". .Penggunaan tungku berbahan bakar kayu juga telah
dikaitkan

dengan

berbagai

masalah

paru

pada

anak.

Pembakaran

kayu di dalam ruangan mengakibatkan pemajanan terhadapbenda-benda partikel dan


hidrokarbon polisiklik. Mengi dan pneumonia episodik telah ditemukan pada anak
yang terpajan. Pada satu penelitian, 84Vo anak yang terpajan tungku bahan bakar
kayu (dibanding dengan 3Vo anak kontrol) dilaporkan menderita, sekurangkurangnya, satu gejala pernapasan berat. Masalah sistemik juga dapat terjadi jika
kayu telah diobati dengan bahan toksik (misalnya, keracunan arsen telah dilaporkan
pada satu keluarga).
Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah batuk dengan atau tanpa riak. Anak biasanya mengeluh
nyeri dada, dan secara khas tanda-tanda dan gejala-gejala ini menjelek pada malam
hari. Mengi juga dapat menonjol, dan tanda-tanda fisik serupa dengan tanda-tanda
fisik bronkitis akut. Beberapa penderita batuk mengeluarkan "silinder-silinder"
mukoid besar, padat, dan hipereosinofilik dari jalan napasnya, menimbulkan
istilah .bronkitis p lastik. Silinder-silinder i ni mungkin disertai dengan epitel
bronkus metaplastik, elemen-elemen yang bersama dengan sel radang dan bahan
nonseluler, dapat ditemukan pada pemeriksaan histologis,
Perjalanan dan Prognosis. Perjalanan dan prognosis penyakit ini tergantung pada
manajemen yang tepat atau pelenyapan setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi
yang

ada

dari penyakit yang mendasarinya.


Pengobatan
18

berasal

Bila penyebab-dasar bronkitis kronis ditemukan, penyebab ini harus mendapat


manajemen yang tepat. Penanganan alergi dapat membantu walaupun penyebab
yang mendasarinya tidak dapat ditemukan. Vaksin autogen atau inhalasi antibiotik
tidak efektif.
PNEUMONIA
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada satu atau kedua paru dan sering
disebut juga chest infection. Pneumonia pada anak dapat diakibatkan karena virus
atau bakteri. Pneumonia dapat menyerang satu bagian paru atau seluruh bagian paru.
Pneumonia biasanya terjadi setelah adanya infeksi saluran napas, seperti batuk dan
pilek. Ketika terjadi infeksi, jalan udara yang kecil pada paru akan membengkak dan
membuat lebih banyak mukus. Hal ini akan memblok aliran napas dan mengurangi
jumlah oksigen ynag masuk ke dalam tubuh (The Royal Childrens Hospital
Melbourne, 2010).
Menurut The Royal Childrens Hospital Melbourne (2010), tanda dan gejala
pneumonia bervariasi tergantung usia anak dan penyebab dari pneumonia tersebut.
Tanda dan gejala tersebut adalah :
Demam tinggi, Pernapasan cepat dan/atau sulit, Batuk, Muntah , Irritabel atau lebih
lelah dari biasanya, Nyeri dada, terutama saat batuk, Nyeri abdomen.
Anak dengan immunocompromised atau sistem imun yang lemah mempunyai
resiko lebih tinggi terkena pneumonia. Malnutrisi pada anak, terutama anak tanpa
ASI eksklusif, menyebabkan sistem imun anak melemah. Pre-existing illnesses,
seperti infeksi HIV simptomatik dan cacar air, juga meningkatkan resiko pneumonia
pada anak. Selain itu, beberapa faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap
penyakit ini. Polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak dan
pemanasan dengan bahan bakar biomassa, tinggal di tempat padat penduduk, dan
orang tua yang merokok merupakan faktor lingkungan yang dapat memicu kejadian
pneumonia (World Health Organization, 2015).
Pencegahan pneumonia pada anak dapat dilakukan salah satunya dengan
imunisasi. Selain itu, ajari anak untuk tidak saling bertukar makanan atau minuman
dengan anak-anak lain. Hal ini sulit dilakukan oleh anak yang berusia lebih muda,
sehingga imunisasi pada anak sangat berperan dalam konteks ini. Ajari juga anak
19

untuk selalu mencuci tanga setelah setelah batuk atau bersin untuk mencegah
penularan kuman ke lingkungan sekitarnya (The Royal Childrens Hospital
Melbourne, 2010).
Etiologi
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di
negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan
bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 %
aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
Etiologi pneumonia antara lain:
Bakteri
Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus
aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
Virus
Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus.
Jamur
Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida
albicans.
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Berdasarkan anatomis,
pneumonia dibagi atas:
Pneumonia

lobaris,Pneumonia

lobularis

interstitialis (bronkiolitis)
Patogenesis
20

(bronkopneumonia),

Pneumonia

Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan


mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya
infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat
melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahanbahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempattempat lain, penyebaran secara hematogen.
Stadium (412 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan
cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan gas dalam darah
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
Stadium III (38hari)

21

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
Stadium IV (711hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel dan sesak
nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering kali tanpa demam dan batuk. Anak
besar biasanya mengeluh nyeri kepala dan muntah.
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi berbeda-beda sesuai kelompok umur tertentu.
Pada neonates sering terjadi takipneu, retraksi dinding dada, grunting dan sianosis.
Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat
adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. Pada anak pra sekolah,
gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif), takipneu,
dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak
sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri
dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai
pernafasan cupping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernafasan
menurun. Fine crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa saj tidak
ditemukan pada anak bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada
perkusi, fremitus menurun, dan terdengar Fine crackles di daerah yang terkena.
Iritasi pleura akan menyebabkan nyeri dada. Bila berat, gerakan dada menurun saaat

22

inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat
menjalar ke leher, bahu, dan perut.
Pemeriksaan Penunjang
Ro torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia, Leukosit>15.000/ul,
dengan didominasi sel neutrofil, Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia
dengan empiema,Pemeriksaan sputum kurang berguna,Biakan darah jarang positif (3
11%) kecuali untuk Pneumokokus dan H.Influenzae (25 95%),Rapid test untuk
deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan spesifisitas rendah. Pemeriksaan
serologis kurang bermanfaat
Epidemiologi Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai
negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insiden pneumonia pada
anak kurang dari 5 tahun di Negara maju adalah 2-4 kasus dari 100 anak per tahun,
sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus dari 100 anak per tahun. Pneumonia
menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara
berkembang. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
antara lain virus, bakteri, dan jamur. Streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur, terutama di
negara berkembang. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lebih banyak terjadi di
negara berkembang sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus sering terjadi
di negara maju, terutama pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus
(RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun.
Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan
Staphylociccus epidermidis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada
apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 bulan.

Faktor risiko Berikut

beberapa faktor yang meningkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2009), antara lain: Defek anatomi bawaan Defisit Imunologi
Polusi GER (gastroesophangeal reflux) Aspirasi Gizi buruk Berat bayi lahir rendah
(BBLR) Tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) Imunisasi tidak lengkap Adanya
saudara serumah yang menderita batuk Kamar tidur terlalu padat penghuninya
Pneumonia Aspirasi :
ASPIRASI MAKANAN DAN VOMITUS
23

Bayi dengan lesi obstruktif, seperti atresia esofagus atau obstruksi duodenum; bayi
dan anak yang hipotonik, lemah, dan menjadi lemah tanpa lesi obstruktif; penderita
dengan disautonomia familial; dan penderita dengan gangguan kesadaran dapat
mengaspirasi
atau, meregurgitasi dan kemudian mengaspirasi makanan dan muntahan, sehingga
menyebabkan pneumonia kimia. Aspirasi jarang dapat menjadi penyebab kematian
segera karena asfiksia. Asam hidloklorida merupakan penentu penting luka paru.
Sesudah aspirasi isi lambung, sering ada periode laten yang relatif singkat sebelum
mulainya tanda-tanda dan gejala-gejala pneumonia. Lebih dari 90Vo penderita
bergejala dalam 1 jam, dan hampir semua penderita bergejala dalam 2 jam. Demam,
takipnea, dan batuk lazim ada. Apnea dan syok dapatjuga terjadi. Pemeriksaan fisik
menunjukkan tanda-tanda krepitasi yang difus; mengi, dan sianosis. Rontgenogram
dada menunjukkan adanya infiltrat alveoler, dan kadang-kadang, infiltrat retikuler
yang dapat bersifat setempat namun seringkali lebih luas dan bilateral. Selanjutnya,
membrana mukosa yang teriritasi juga dapat menjadi tempat untuk invasi bakteri
dan pneumonia. Aspirasi karena refluks gastroesofagus kadang-kadang dapat
diperagakan dengan roentgenografi penelanan barium, tetapi skening susu
radionuklid lebih sensitif. Cairan dari pencucian bronkoalveolus dapat diperiksa
untuk mendeteksi adanya makrofag mengandung-lipid, laktose, atau pewarnaan
yang telah diberikan per oral untuk mendukung diagnosis aspirasi akibat-refluks,
tetapi hasil positif-palsu dan negatif-palsu membatasi manfaat metode ini. Tindakan
profilaksis sangat penting. Harus hati-hati menghindari jumlah makanan yang
membuat lambung menjadi kembung, terutama pada bayi yang diberi makan dengan
sonde. Sesudah diberi makan, bayi harus ditidurkan pada sisi kanan, Penderita yang
sakit kritis dapat mendapat manfaat dari pengurangan asiditas lambung dengan
simetidin atau ranitidine.
Penanganan dengan pengisapan segera jalan napas dan pemberian oksigen
terindikasi untuk aspirasi' Intubasi endotrakea dengan pengisapan dan ventilasi
mekanik sering diperlukan untuk kasus yang berat. Walaupun penggunaan
profilaksis antibiotik dan kortikosteroid pada penderita yang telah mengaspirasi isi
lambung didukung oleh beberapa klinisi, namun bukti adanya manfaat tidak ada.
Beberapa data member kesan bahwa pengobatan kortikosteroid mengakibatkan
penderita cenderung mengalami pneumonia yang disebabkan oleh organisme gram24

negatif. Penderita sehat yang tidak dirawatinap sebelumnya dapat menjadi terinfeksi
dengan flora mulut (terutama anerob); klindamisin atau penisilin merupakan terapi
yang efektif. Penderita penyakit kronis yang dirawat-inap di rumah sakit dapat
dikolonisasi oleh flora gram-negatif (misalnya, Pseudotnoncts, Escherichia coli,
KlebsielLa); cakupan tambahan dengan aminoglikosid dapat terindikasi.
Prognosisnya. sebagian tergantung pada keparahan aspirasi dan sebagian lagi pada
penyakit yang mendasarinya' Kebanyakan penderita mernperagakan pembersihan
infiltrate

dalam

minggu; angka mortalitas untuk penderita dengan aspirasi masif besarnya sekitar
25Va.

ASPIRASI BEDAK BAYI.


Pneumonia aspirasi akibat inhalasi bedak bayi seng stearat jarang dijumpai, karena
penggunaan bedak bayi telah berkurang dan tempat bedaknya yang sampai sekarang
masih digunakan dapat mengendalikan curahan bedak. Bencana aspirasi masih saja
terjadi. Kegawatan pernapasan yang berat selalu segera teiadi menyertai inhalasi.
Overinflasi obstruktif menyeluruh dengan dispnea tipe ekspiratoir terjadi sebagai
akibat reaksi radang yang disebabkan oleh bedak seng stearat. Sesudah inhalasi,
bedak

dengan

segera

masuk

ke

dalam bronkiolus yang lebih halus karena bobotnya yang sangat ringan; oleh
karenanya pengisapan dengan bronkoskop berguna untuk mengambil sekresi yang
selanjutnya dapat berakumulasi di dalam saluran udara yang lebih besar. Pengobatan
yang bersifat segera adalah terapi oksigen pada atmosfer dengan kelembaban tinggi.
Sapuan bedak (bayi) tipis yang sekarang biasa digunakan mengandung magnesium
silikat dan silikat-silikat lain, beberapanya mengandung kalsium undesilinat.
Walaupun tidak sebahaya seng stearat, bedak ini juga dapat menyebabkan
pneumonitis

aspirasi

yang

serius.

Talk

secara

kimia

telkait

dengan

asbestos, dan "bedak talk" dapat mengandung partikel asbestos mikroskopis, yang
mempunyai potensi menyebabkan keganasan. Pengobatan kortikosteroid sistemik
tampaknya berguna pada seorang penderita yang menderita dispnea berat sesudah
mengaspirasi talk.

25

PNEUMONITIS KARENA BAHAN KIMIA LAIN


Banyak bahan kimia, terutama jika;diinhalasi pada kadar yang tinggi, dapat
menyebabkan reaksi,.radang yang terdiri dari edema, infiltrasi seluler. dan
kegawalhn pernapasan akut. Pemajanan yang lama terhadap agen yangi sama, atau
bahan kimia lainnya, yang kadarnya rendah dapat menyebabkan pneumonitis
interstisial kronis, ditandai dengan pembentukan granuloma. Misalnya, lak,
polivinilpirolidin (terdapat pada semprotan rambut), gumma arabikum, bgrillium,
uap air raksa, dan klorin dapat menyebabkan reaksi ini. Kortikosteroid dapat
mengurangi reaksi peradangan daq mencegah fibrosis.
PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks adalah pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura, yang
berada antara paru-paru dan toraks. Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan pada
orang tanpa kondisi paru-paru kronis (biasa disebut Pneumotoraks Primer) dan orang
dengan penyakit paru-paru (Pneumotoraks Sekunder). Selain itu, banyak juga
ditemui kasus pneumotoraks yang disebabkan trauma fisik pada dada, cedera akibat
ledakan atau komplikasi dari berbagai pengobatan. Gejala-gejala dari pneumotoraks
termasuk nyeri dada yang biasanya mempunyai suatu pencetusan yang tiba-tiba.
Rasa nyeri yang menusuk dan rasa sesak yang luar biasa di dada. Napas yang
pendek, denyut jantung yang cepat, napas yang cepat, batuk, dan kelelahan adalah
gejala-gejala lain dari pneumotoraks. Pada kasus tertentu kulit mungkin tampak
warna kebiruan (diistilahkan: cyanosis) yang disebabkan oleh kurangnya pasokan
oksigen di dalam darah.
4.

Komplikasi pneumonia dan bronkneumonia


Komplikasi dari bronchopneumonia adalah : Atelektasis adalah pengembangan paru
yang tidak sempurna atau kolaps paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi
atau reflek batuk hilang Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya
nanah dalam rongga pleura yang terdapatdisatu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial Meningitis yaitu
infeksi yang menyerang selapu totak. (Whaley Wong, 2006)
26

BAB III
KESIMPULAN

27

Pada kasus I, didapatkan pasien dengan identitas Ando, usia 2,8 tahun, keluhan
batuk pilek sejak 4 hari. Vital Sign didapatkan denyut nadi dan frekuensi pernafasan
dalambatas normal, pasien sedikit demam. Diagnosis banding adalah commoncold.
Tatalaksana yang diberikan berupa pemberian obat antihistamin generasi I dan antipiretik.
Pada kasus II, didapatkan pasien anak perempuan dengan usia 3 tahun, keluhan
batuk dahak putih sejak 2 hari dan disertai demam naik turun. Vital sign didapatkan
denyut nadi batas normal, takipneu, dan pasien sedikit demam. Pemeriksaan fisik: lemah;
sulit bernapas; retraksi dinding dada. Diagnosis banding adalah pneumonia, bronkiolitis, dan
croup. Tindakan yang dilakukan merujuk pasien ke rumah sakit (Dokter Spesialis Anak),
dimana dapat diberikan antibiotik empiris seperti kotrimoksazol, dll.

BAB IV
SARAN

28

Saran untuk kelompok kami agar kami dapat datang tepat waktu. Hal ini supaya
diskusi tutorial dapat berjalan dengan tepat waktu sehingga banyak materi yang dapat dibahas
dalam diskusi. Selain itu, kami harus dapat memberikan pendapat dengan lebih aktif dan
tidak takut salah sehingga kami dapat saling sharing ilmu dan belajar bersama. Kami juga
harus lebih berkoordinasi tugas satu sama lain, menghargai pendapat, dan mengerti tanggung
jawab masing-masing. Saran untuk pembaca diharap bisa mengambil informasi sebanyakbanyaknya dan menyebarkan pada yang masyarakat lain sehingga pengetahuan mengenai
masalah gangguan mental dapat diketahui oleh masyarakat.
Kami menyadari bahwa tugas ini tersusun dalam bentuk yang masih sederhana
sehingga masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Kami berharap semoga tugas ini
dapat bermanfaat bagi kami semua sendiri dan bahkan bagi pembaca yang lain. Kami juga
menerima kritik, saran, dan tambahan ilmu lainnya sehingga kami dapat bersama-sama
belajar dan ilmu tersebut dapat bermanfaat bagi kami di saat ini atau masa depan.

DAFTAR PUSTAKA
29

California Pacific Medical Center 2014, Caring for Your Childs Fever, dilihat pada 25
Februari 2016, <http://www.cpmc.org/advanced/pediatrics/patients/topics/fever.html>.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman pelayanan medis. [online]. Diakses 22
Februari 2016
Singh, AP 2008, Different Types of Fever, dilihat pada 1 Maret 2016,
<http://medcaretips.com/different-types-of-fever/>.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika
The Royal Childrens Hospital Melbourne 2010, Pneumonia, dilihat pada 24 Februari 2016,
<http://www.rch.org.au/kidsinfo/fact_sheets/Pneumonia/>.
Whaley & Wong, 1997. Essentials of Pediatric Nursing. Mosby
WHO Indonesia; Depkes RI (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit.
[online]. Jakarta, WHO Indonesia.
Wilson, Price C 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
World

Health

Organization

2015,

Pneumonia,

dilihat

<http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/>.

30

pada

24

Februari

2016,

Anda mungkin juga menyukai