Laporan Skenario 2 Pediatri
Laporan Skenario 2 Pediatri
KELOMPOK A2
ABDURRAHMAN AFA HARIDI
G0013001
AHMAD LUTHFI
G0013011
ARLINDAWATI
G0013039
ASMA AZIZAH
G0013043
G0013051
G0013065
G0013095
G0013105
G0013129
RADEN ISMAIL H A
G0013193
G0013213
G0013217
BAB I
PENDAHULUAN
Skenario II
Anakku Batuk dan Sulit Bernapas
Kasus I
Andi berumur 2,8 tahun. Ibunya membawa berobat ke puskesmas karena batuk pilek selama
4 hari. Setelah memeriksa, petugas kesehatan menemukan nadi : 110 kali per menit,
pernafasan 32 kali permenit, suhu 38,6 derajat celcius. Dokter kemudian memberikan obat.
Kasus 2
Seorang anak perempuan berusia 3 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena batuk sejak 2
hari yang lalu, berdahak putih. Keluhan disertai demam (+). Demam naik turun.
Pada pemeriksaan fisik, nadi : 122 x per menit, pernafasan 52 x per menit, suhu 38,2 derajat
celcius. Saat ini anak tampak sulit bernafas dan lemah, terdapat retraksi dinding dada.
Dokter kemudian melakukan tindakan dan merujuk pasien ke rumah sakit untuk mendapat
penanganan dari dokter spesialis anak.
BAB II
2
dada turun
Kontraksi Musculus Intercostalis InternusVolume rongga
Volume rongga dada naik
Kontraksi
Musculus Intercostalis Eksternus
3
Udara keluar dari respiratory tract ke udara luar Udara dari luar masuk ke respirato
Pada pasien pediatric, diperlukan perhatian khussu oleh karena adanya perbedaan
secara fisiologis dan anatomis dengan pasien dewasa. Seluruh sistem tubuh anak
berkembang didalam kandungan. Sistem pernafasan, walaupun belum berfungsi hingga
pada saat kelahiran,dan
Diameter dan panjang saluran udara meningkat, begitu juga jumlah dan ukuran alveolus.
Selain itu, dada bayi bulat, sedangkan paru balita lebih oval, biasanya sudah mencapai
ukuran dewasa (yaitu diameter 1:2) saat berusia 6 tahun. Dengan adanya diameter
saluran pernafasan anak yang lebih sempit, maka resistensinya jauh lebih besar dari
orang dewasa, karena resistensi lebih besar, dengan demikian usaha untuk melakukan
pernafasan juga akan lebih besar. Pada pernyataan di atas, berlaku sebuah rumus antara
resistensi, jari-jari, dan panjang dari sebuah bangun ruang.
R ~ 8L / r4
R = resistensi,
L = panjang bangun ruang,
r = jari-jari bangun ruang
Ukuran lidah pada anak cenderung lebih besar daripada orang dewasa apabila
dibandingkan dengan struktur anatomi di sekitarnya. Dengan ukuran lidah yang lebih
besar dan saluran pernafasan yang masih terdiri dari kartilago yang belum matang, pasien
anak lebih mudah mengalami obstruksi jalan nafas, terutama saat diberi obat-obat sedatif.
Selain dari segi ukuran, saluran pernafasan anak terbentuk / masih didominasi oleh
kartilago yang belum berkembang sempurna, sehingga kekuatan dari saluran pernafasan
anak lebih lemah daripada orang dewasa. Anak juga memiliki volume kapasitas
fungsional residual (FCR) paru yang lebih kecil. FCR secara fisiologis berperan sebagai
4
cadangan pernafasan. Oleh karena itu, apa bila terjadi stress pernafasan, anak akan lebih
mudah kehilangan cadangan pernafasan dan mudah jatuh ke kondisi gagal nafas.
Pada anak, didapatkan juga volume tidal yang lebih kecil dari orang dewasa, hal
ini berkebalikan dengan kebutuhan O2 pada anak yang lebih besar dan metabolism yang
lebih cepat dari orang dewasa. Sehingga pada anak diperlukan kompensasi untuk
mengatasi kebutuhan O2 yang tinggi dengan cara meningkatkan frekuensi pernafasan
permenit. Pada otot pernafasan, diafragma anak lebih datar dan pendek, sehingga
kekuatan kontraksi terbatas. Hal ini memerlukan perhatian khusus, sebab diafragma
merupakan otot pernafasan utama pada anak, dikarenakan otot-otot interkostalis pada
anak masih belum matur dengan sempurna. Dengan kekuatan kontraksi yang belum
maksimal, dan belum maturnya otot-otot interkostalis, anak sangat mudah jatuh ke dalam
kelelahan nafas apabila terjadi stress pernafasan, dan apabila tidak kompensatil akan
terjadi gagal nafas (Whaley & Wong, 1997).
2. Bagaimana vital sign anak dan interpretasi pada skenario ?
Tanda vital untuk pasien pediatri adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi Pernapasan (Respiratory Rate)
Kriteria normal frekuensi pernapasan pada neonatus dan anak menurut usia adalah
sebagai berikut (WHO, 2009):
< 1 tahun
: 30 40 kali/menit
2 5 tahun
: 20 30 kali/menit
5 12 tahun
: 15 - 20 kali/menit
> 12 tahun
: 12 16 kali/menit
Namun, apabila anak datang dengan frekuensi pernapasan di atas nilai normal,
anak tidak dapat secara langsung didiagnosis takipneu. Kriteria nafas cepat (takipneu)
menurut usia adalah sebagai berikut (WHO, 2009):
< 2 bulan
2 12 bulan
: > 60 kali/menit
: > 50 kali/menit
1 5 tahun
: > 40 kali/menit
> 5 tahun
: > 30 kali/menit
Pada bayi dan anak, ada atau tidaknya denyut nadi utama yang kuat sering
merupakan tanda yang berguna untuk melihat ada tidaknya syok dibandingkan
mengukur tekanan darah. Nilai normal denyut nadi pada anak menurut usia, yaitu:
0 3 bulan
: 85 200 kali/menit
3 bulan 2 tahun
2 10 tahun
: 60 140 kali/menit
Pada anak yang sedang tidur denyut nadi normal 10% lebih lambat (WHO, 2009).
c. Tekanan Darah
Tekanan darah normal pada anak menurut usia antara lain (WHO, 2009):
0 1 tahun : > 60 mmHg
1 3 tahun : > 70 mmHg
3 6 tahun : > 75 mmHg
d. Suhu Tubuh
Menurut Buku Panduan Manajemen Balita Sakit Terpadu (2008), anak dikatakan
demam jika suhu tubuhnya 37,5 0 C. Menurut California Pacific Medical Center
(2014), seorang anak dikatakan demam jika :
1. Temperatur rektal lebih dari 38,00 C atau lebih dari 100,40 F
2. Temperatur oral lebih dari 37,50 C atau lebih dari 99,50 F
3. Temperatur aksilla lebih dari 37, 20 C atau lebih dari 99,00 F
Peningkatan suhu yang ringan (380 38,50 C) dapat terjadi akibat latihan
(exercise), pemakaian baju yang tebal, mandi air panas, atau cuaca panas. Konsumsi
makanan atau minuman yang hangat juga dapat mempengaruhi peningkatan suhu pada
tubuh anak. Jika dokter berpikir tentang adanya pengaruh lain terhadap peningkatan
suhuh tubuh anak, pemeriksaan suhu dapat diulangi kembali sekitar 30 menit
selanjutnya (California Pacific Medical Center, 2014).
Dari data-data di atas, interpretasi pemeriksaan fisik dari kasus 1 dan kasus 2:
Kasus 1
a. Nadi normal
b. Nafas diatas normal tapi belum tergolong takipneu
c. Suhu demam
6
Kasus 2
a. Nadi normal
b. Nafas takipneu
c. Suhu demam
d. Retraksi dinding dada menunjukkan kondisi hipoksia dan kekakuan paru sehingga
sulit mengembang
e. Sulit bernapas dan lemah merupakan tanda bahaya karena anak sudah kelelahan untuk
bernafas maka harus segera dirujuk
3. Bagaimana mekanisme batuk?
Batuk adalah ekspirasi kuat yang dapat memberaihkan jalan napas dari debris dan
sekret. Reseptor batuk tersebar diseluruh saluran respiratorik dan sebagian kecil terdapat di
bagian lain seperti gaster dan telinga tengah. Reseptor ini dapat terangsang secara mekanis
(sekret, tekanan), kimiawi (gas), atau udara dingin. Dan juga dapat dirangsang oleh
histamin, leukotrien, dan bronkokonstriksi. Apabila reseptor terangsang impuls akan di
teruskan melalui saraf aferen ke pusat batuk di medulla oblongata kemudian melalui saraf
eferen di teruskan ke efektor batuk yaitu berbagai otot pernapasan.
Ada beberapa fase batuk, yaitu:
a. Fase iritasi, reseptor batuk disensitasi
b. Fase inspirasi, katup glotis terbuka lebar, inspirasi terjadi secara cepat dan dalam maka
volume yang tertampung dalam rongga dada lebih dari normal
c. Fase kompresi, glotis menutup 0,2 detik
d. Fase ekspirasi, glotis terbuka tiba-tiba membuat udara dan sekret di dalam keluar
dengan cepat
Kasus 2
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui selang
nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit (Arief Mansjoer, 2000)
5. Apa saja jenis-jenis demam ?
Menurut Singh (2008), ada beberapa macam demam yang dapat terjadi pada manusia.
Jenis-jenis demam ini dapat membantu dokter untuk menemukan diagnosis suatu penyakit.
Jenis=jenis demam, yaitu :
a. Continuous fever
Pada demam jenis ini, suhu tubuh berada di atas normal sepanjang hari dan
berfluktuasi tidak lebih dari 1 o C dalam 24 jam. Demam ini dialami oleh pasien lobar
pneumonia, tifoid, infeksi saluran kemih, tifus, dan lain-lain.
b. Remittent fever
Suhu tubuh berada di atas normal sepanjang hari dan berfluktuasi lebih dari 2 O C
dalam 24 jam. Jenis demam ini sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari.
Remittent fever ditemukan pada pasien infeksi thyfoid dan endocarditis.
c. Intermittent fever
Pada demam ini, peningkatan suhu tubuh terjadi hanya beberapa jam dalam sehari dan
suhu kembali ke normal untuk beberapa jam berikutnya. Demam ini dapat ditemukan
pada pasien malaria, kala-azar, pyemia, septicemia, dan sebagainya.
d. Tertian Fever
Demam yang terjadi dalam 3 hari atau 48 jam. Demam ini biasanya terjadi pada
pasien malaria.
e. Quartan Fever
Demam yang terjadi dalam 4 hari atau 72 jam. Demam ini biasanya terjadi akibat
infeksi Plasmodium malariae.
f. Low Grade Fever
Peningkatan suhu tubuh terjadi setiap hari, terutama pada sore hari, dalam beberapa
hari. Peningkatan suhu tersebut tidak melebihi 37,80 C. Biasanya, demam jenis ini tidak
mengindikasikan suatu penyakit, namun penyakit ini sering ditemukan pada pasien TB.
8
bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
f. Sputum merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut.
g. Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih kemungkinan tanda bronkitis kronik.
h. Sputum berbau busuk kemungkinan tanda abses paru/bronkhiektasis.
i . Berdarah atau hemoptisi sering ditemukan pada Tuberculosis.
j. Berwarna biasanya disebabkan oleh pneumokokus bakteri (dalam pneumonia).
k. Bernanah mengandung nanah, warna dapat memberikan petunjuk untuk pengobatan
yang efektif pada pasien bronkitis kronis.
l. Warna (mukopurulen) berwarna kuning kehijauan menunjukkan bahwa pengobatan
dengan antibiotik dapat mengurangi gejala.
m. Warna hijau disebabkan oleh Neutrofil myeloperoxidase.
o. Berlendir putih susu atau buram sering berarti bahwa antibiotik tidak akan efektif dalam
mengobati gejala. Informasi ini dapat berhubungan dengan adanya infeksi bakteri atau
virus meskipun penelitian saat ini tidak mendukung generalisasi itu.
p. Berbusa putih mungkin berasal dari obstruksi atau bahkan edema.
10
11
Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber sumber ilmiah dari beberapa
buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan topik diskusi tutorial ini secara
mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.
Jump 7: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang diperoleh
1. Apakah obat yang diberikan untuk tatalaksana awal kasus 2?
Diagnosis
-
Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
Napas cepat:
Tatalaksana
-
Tindak lanjut
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali
anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak
bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali:
-
ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman di bawah ini.
Pneumonia Berat
Diagnosis
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
-
Kepala terangguk-angguk
12
Napas cepat. Berikut batas napas cepat sesuai golongan umur dikatakan bernapas
cepat jika :
Crackles (ronki)
Terapi Antibiotik
-
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
-
2.
14
Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, namun pada anak-anak keadaan
ini mungkin tidak dijumpai sebagai wujud klinis tersendiri. Bronkitis merupakan
akibat beberapa keadaan lain saluran pernapasan atas dan bawah, dan trakea
biasanya terlibat. Bronkiolitis (yaitu bronkitis kapiler) seluruhnya merupakan
penyakit yang berbeda. Bronkitis asmatis adalah bentuk asma yang sering
terancukan dengan bronkitis akut. Pada berbagai infeksi saluran pernapasan atas,
beberapa anak menderita spasme bronkus dan eksudasi yang serupa dengan andatanda pada anak lebih besar yang menderita asma. Trakeobronkitis akut seringkali
terkait dengan infeksi saluran pernapasan atas seperti nasofaringitis tetapi juga
terkait dengan influenza, pertussis, campak, demam tifoid (dan salmonellosis lain),
difteria, dan demam
terdiferensiasi, primer, dan akut, paling lazim pada anak yang lebih tua dan remaja.
Adalah mungkin bahwa, kecuali untuk penyakit bakteri yang telah disebutkan,
trakeo-bronkitis akut disebabkan oleh virus. Pneumokokus, stafilokokus, H ae
zophilus inJluenzae, dan berbagai streptokokus hemolitikus dapat diisolasi dari
sputum,
tetapi
atau
lebih
sesudah
gejala-gejala
akut
mereda.
Tanda-tanda fisik bervariasi menurut umur penderita dan stadium penyakit. Pada
mulanya, anak biasanya tidak demam atau demam ringan, dan ada tanda-tanda
nasofaringitis,
infeksi
PENGOBATAN.
Tidak ada terapi spesifik, sebagian besar penderita sembuh tanpa banyak masalah,
tanpa pengobatan apapun. Pada bayi-bayi yang kecil, drainase paru dipermudah
dengan cara sering melakukan pergeseran posisi. Anak yang lebih tua lebih enak
dengan kelembaban tinggi, tetapi tidak ada bukti bahwa ini memperpendek lama
penyakit. Batuk iritatif dan paroksismal dapat menyebabkan distres berat dan
mengganggu tidur. Walaupun penekanan batuk dapat menambah kemungkinan
supurasi, penggunaan penekan batuk yang bijaksana (termasuk kodein) mungkin
memadai untuk pengurangan gejala. Antihistamin, yang mengeringkan sekresi tidak
boleh digunakan, dan ekspektoran tidak menolong. Antibiotik tidak memperpendek
lamanya penyakit virus atau menurunkan insidens komplikasi bakteri; walaupun
pada kenyataannya penderita dengan episode berulang kadang-kadang dapat
membaik dengan pengobatan demikian, hal ini memberi kesan bahwa ada beberapa
infeksi bakteri sekunder. Anak dengan serangan bronkitis akut berulang harus
dievaluasi dengan cermat untuk emungkinan anomali saluran pernapasan, benda
asing, bronkiektasia, defisiensi imun, tuberkulosis, alergi, sinusitis, tonsilitis.
adenoiditis, dan kistik fibrosis.
Bronkitis Kronis
16
Merokok
tembakau
atau
marijuana
dengan jelas berhubungan dengan informasi anamnesis. Anak belasan tahun harus
ditanyai juga tentang pemajanan terhadap asap industri atau gas mobil di sekolah
atau di tempat kerja.
ini.
Kenaikan insidens dan penjelekan bronkitis dan bentukbentuk akut lain serta
penyakit paru kronis dihubungkan dengan asap rokok. Kenaikan morbiditas infeksi
pernapasan pada anak belasan tahun yang merokok tercermin pada absensi sekolah
dan kerja dan pada bukti adanya kelainan fungsional dan patologis pada jalan napas
kecil, Misalnya, merokok merupakan faktor risiko keparahan influenza pada para
17
lelaki muda. Orang tua yang merokok, terutama mereka yang anaknya menderita
penyakit paru kronis, harus dinasihati bahwa mereka sedang menjadikan paru-paru
anaknya sebagai sasaran untuk sejumlah asap rokok dari tangan kedua di rumah;
mereka harus didesak untuk menghentikan kebiasaan merokok. Komite Bahaya
Genetik dan Lingkungan Akademi Pediatri Amerika telah melaporkan bahwa
merokok tembakau merupakan salah satu dari "sumber kontaminasi lingkungan dan
ancarnan yang signifikan terhadap kesehatan anak" yang paling penting. Komite
mendesak dokter untuk mendukung undangundang yang akan melarang merokok di
tempat-tempat umufir yang sering didatangi anak "terutama di rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya". .Penggunaan tungku berbahan bakar kayu juga telah
dikaitkan
dengan
berbagai
masalah
paru
pada
anak.
Pembakaran
ada
berasal
untuk selalu mencuci tanga setelah setelah batuk atau bersin untuk mencegah
penularan kuman ke lingkungan sekitarnya (The Royal Childrens Hospital
Melbourne, 2010).
Etiologi
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukan bahwa di
negara berkembang Streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan
bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9 %
aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.
Etiologi pneumonia antara lain:
Bakteri
Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus
aureus, Hemophilus influenza, Bacillus Friedlander.
Virus
Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus.
Jamur
Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus, Candida
albicans.
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Berdasarkan anatomis,
pneumonia dibagi atas:
Pneumonia
lobaris,Pneumonia
lobularis
interstitialis (bronkiolitis)
Patogenesis
20
(bronkopneumonia),
Pneumonia
21
22
inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat
menjalar ke leher, bahu, dan perut.
Pemeriksaan Penunjang
Ro torak PA merupakan dasar diagnosis utama pneumonia, Leukosit>15.000/ul,
dengan didominasi sel neutrofil, Trombositopenia bisa didapatkan pada pneumonia
dengan empiema,Pemeriksaan sputum kurang berguna,Biakan darah jarang positif (3
11%) kecuali untuk Pneumokokus dan H.Influenzae (25 95%),Rapid test untuk
deteksi antigen bakteri mempunyai sensitifitas dan spesifisitas rendah. Pemeriksaan
serologis kurang bermanfaat
Epidemiologi Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai
negara terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insiden pneumonia pada
anak kurang dari 5 tahun di Negara maju adalah 2-4 kasus dari 100 anak per tahun,
sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus dari 100 anak per tahun. Pneumonia
menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara
berkembang. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
antara lain virus, bakteri, dan jamur. Streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua kelompok umur, terutama di
negara berkembang. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lebih banyak terjadi di
negara berkembang sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus sering terjadi
di negara maju, terutama pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus
(RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun.
Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan
Staphylociccus epidermidis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada
apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 bulan.
beberapa faktor yang meningkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2009), antara lain: Defek anatomi bawaan Defisit Imunologi
Polusi GER (gastroesophangeal reflux) Aspirasi Gizi buruk Berat bayi lahir rendah
(BBLR) Tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) Imunisasi tidak lengkap Adanya
saudara serumah yang menderita batuk Kamar tidur terlalu padat penghuninya
Pneumonia Aspirasi :
ASPIRASI MAKANAN DAN VOMITUS
23
Bayi dengan lesi obstruktif, seperti atresia esofagus atau obstruksi duodenum; bayi
dan anak yang hipotonik, lemah, dan menjadi lemah tanpa lesi obstruktif; penderita
dengan disautonomia familial; dan penderita dengan gangguan kesadaran dapat
mengaspirasi
atau, meregurgitasi dan kemudian mengaspirasi makanan dan muntahan, sehingga
menyebabkan pneumonia kimia. Aspirasi jarang dapat menjadi penyebab kematian
segera karena asfiksia. Asam hidloklorida merupakan penentu penting luka paru.
Sesudah aspirasi isi lambung, sering ada periode laten yang relatif singkat sebelum
mulainya tanda-tanda dan gejala-gejala pneumonia. Lebih dari 90Vo penderita
bergejala dalam 1 jam, dan hampir semua penderita bergejala dalam 2 jam. Demam,
takipnea, dan batuk lazim ada. Apnea dan syok dapatjuga terjadi. Pemeriksaan fisik
menunjukkan tanda-tanda krepitasi yang difus; mengi, dan sianosis. Rontgenogram
dada menunjukkan adanya infiltrat alveoler, dan kadang-kadang, infiltrat retikuler
yang dapat bersifat setempat namun seringkali lebih luas dan bilateral. Selanjutnya,
membrana mukosa yang teriritasi juga dapat menjadi tempat untuk invasi bakteri
dan pneumonia. Aspirasi karena refluks gastroesofagus kadang-kadang dapat
diperagakan dengan roentgenografi penelanan barium, tetapi skening susu
radionuklid lebih sensitif. Cairan dari pencucian bronkoalveolus dapat diperiksa
untuk mendeteksi adanya makrofag mengandung-lipid, laktose, atau pewarnaan
yang telah diberikan per oral untuk mendukung diagnosis aspirasi akibat-refluks,
tetapi hasil positif-palsu dan negatif-palsu membatasi manfaat metode ini. Tindakan
profilaksis sangat penting. Harus hati-hati menghindari jumlah makanan yang
membuat lambung menjadi kembung, terutama pada bayi yang diberi makan dengan
sonde. Sesudah diberi makan, bayi harus ditidurkan pada sisi kanan, Penderita yang
sakit kritis dapat mendapat manfaat dari pengurangan asiditas lambung dengan
simetidin atau ranitidine.
Penanganan dengan pengisapan segera jalan napas dan pemberian oksigen
terindikasi untuk aspirasi' Intubasi endotrakea dengan pengisapan dan ventilasi
mekanik sering diperlukan untuk kasus yang berat. Walaupun penggunaan
profilaksis antibiotik dan kortikosteroid pada penderita yang telah mengaspirasi isi
lambung didukung oleh beberapa klinisi, namun bukti adanya manfaat tidak ada.
Beberapa data member kesan bahwa pengobatan kortikosteroid mengakibatkan
penderita cenderung mengalami pneumonia yang disebabkan oleh organisme gram24
negatif. Penderita sehat yang tidak dirawatinap sebelumnya dapat menjadi terinfeksi
dengan flora mulut (terutama anerob); klindamisin atau penisilin merupakan terapi
yang efektif. Penderita penyakit kronis yang dirawat-inap di rumah sakit dapat
dikolonisasi oleh flora gram-negatif (misalnya, Pseudotnoncts, Escherichia coli,
KlebsielLa); cakupan tambahan dengan aminoglikosid dapat terindikasi.
Prognosisnya. sebagian tergantung pada keparahan aspirasi dan sebagian lagi pada
penyakit yang mendasarinya' Kebanyakan penderita mernperagakan pembersihan
infiltrate
dalam
minggu; angka mortalitas untuk penderita dengan aspirasi masif besarnya sekitar
25Va.
dengan
segera
masuk
ke
dalam bronkiolus yang lebih halus karena bobotnya yang sangat ringan; oleh
karenanya pengisapan dengan bronkoskop berguna untuk mengambil sekresi yang
selanjutnya dapat berakumulasi di dalam saluran udara yang lebih besar. Pengobatan
yang bersifat segera adalah terapi oksigen pada atmosfer dengan kelembaban tinggi.
Sapuan bedak (bayi) tipis yang sekarang biasa digunakan mengandung magnesium
silikat dan silikat-silikat lain, beberapanya mengandung kalsium undesilinat.
Walaupun tidak sebahaya seng stearat, bedak ini juga dapat menyebabkan
pneumonitis
aspirasi
yang
serius.
Talk
secara
kimia
telkait
dengan
asbestos, dan "bedak talk" dapat mengandung partikel asbestos mikroskopis, yang
mempunyai potensi menyebabkan keganasan. Pengobatan kortikosteroid sistemik
tampaknya berguna pada seorang penderita yang menderita dispnea berat sesudah
mengaspirasi talk.
25
BAB III
KESIMPULAN
27
Pada kasus I, didapatkan pasien dengan identitas Ando, usia 2,8 tahun, keluhan
batuk pilek sejak 4 hari. Vital Sign didapatkan denyut nadi dan frekuensi pernafasan
dalambatas normal, pasien sedikit demam. Diagnosis banding adalah commoncold.
Tatalaksana yang diberikan berupa pemberian obat antihistamin generasi I dan antipiretik.
Pada kasus II, didapatkan pasien anak perempuan dengan usia 3 tahun, keluhan
batuk dahak putih sejak 2 hari dan disertai demam naik turun. Vital sign didapatkan
denyut nadi batas normal, takipneu, dan pasien sedikit demam. Pemeriksaan fisik: lemah;
sulit bernapas; retraksi dinding dada. Diagnosis banding adalah pneumonia, bronkiolitis, dan
croup. Tindakan yang dilakukan merujuk pasien ke rumah sakit (Dokter Spesialis Anak),
dimana dapat diberikan antibiotik empiris seperti kotrimoksazol, dll.
BAB IV
SARAN
28
Saran untuk kelompok kami agar kami dapat datang tepat waktu. Hal ini supaya
diskusi tutorial dapat berjalan dengan tepat waktu sehingga banyak materi yang dapat dibahas
dalam diskusi. Selain itu, kami harus dapat memberikan pendapat dengan lebih aktif dan
tidak takut salah sehingga kami dapat saling sharing ilmu dan belajar bersama. Kami juga
harus lebih berkoordinasi tugas satu sama lain, menghargai pendapat, dan mengerti tanggung
jawab masing-masing. Saran untuk pembaca diharap bisa mengambil informasi sebanyakbanyaknya dan menyebarkan pada yang masyarakat lain sehingga pengetahuan mengenai
masalah gangguan mental dapat diketahui oleh masyarakat.
Kami menyadari bahwa tugas ini tersusun dalam bentuk yang masih sederhana
sehingga masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Kami berharap semoga tugas ini
dapat bermanfaat bagi kami semua sendiri dan bahkan bagi pembaca yang lain. Kami juga
menerima kritik, saran, dan tambahan ilmu lainnya sehingga kami dapat bersama-sama
belajar dan ilmu tersebut dapat bermanfaat bagi kami di saat ini atau masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
29
California Pacific Medical Center 2014, Caring for Your Childs Fever, dilihat pada 25
Februari 2016, <http://www.cpmc.org/advanced/pediatrics/patients/topics/fever.html>.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (2009). Pedoman pelayanan medis. [online]. Diakses 22
Februari 2016
Singh, AP 2008, Different Types of Fever, dilihat pada 1 Maret 2016,
<http://medcaretips.com/different-types-of-fever/>.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika
The Royal Childrens Hospital Melbourne 2010, Pneumonia, dilihat pada 24 Februari 2016,
<http://www.rch.org.au/kidsinfo/fact_sheets/Pneumonia/>.
Whaley & Wong, 1997. Essentials of Pediatric Nursing. Mosby
WHO Indonesia; Depkes RI (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit.
[online]. Jakarta, WHO Indonesia.
Wilson, Price C 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, EGC,
Jakarta.
World
Health
Organization
2015,
Pneumonia,
dilihat
<http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/>.
30
pada
24
Februari
2016,