Anda di halaman 1dari 9

BIOGRAFI TOKOH :

LOUIS BRAILLE

kkan bahwa memiliki keterbatasan bukanlah menjadi penghalang un

SMA NEGERI 4
METRO

1. BIOGRAFI LOUIS BRAILLE


Louis
sebuah

Braille dilahirkan pada 4 Januari 1809 di Coupvray,


kota kecil di dekat Paris, Prancis. Ia tinggal

bersama

ayahnya, Simon Rene Braille dan ibunya,


Monique, di sebuah rumah sederhana. Ayahnya

seorang

pembuat sepatu dan perlengkapan berbahan

kulit yang

bekerja di bengkel miliknya sendiri. Louis kecil

senang

sekali bermain di bengkel ayahnya. Pada usia 4

tahun,

ketika asyik memainkan alat-alat kerja


ayahnya, ia mengalami kecelakaan.

Jara, alat tajam untuk melubangi kulit

sepatu,

secara

tak

sengaja

melukai

sebelah matanya.Infeksi di sebelah matanya yang terluka segera menjalar ke sebelah


mata lainnya dan mengakibatkan kebutaan total pada kedua matanya.
Kala itu, sangat sedikit yang bisa dilakukan orang-orang buta di Perancis.
Sebagian besar dari mereka hanya menjadi pengemis, termasuk orang-orang buta di
Coupvray. Pada awalnya, kedua orang tua Louis pun sangat merasa kasihan pada
anak lelaki mereka yang kini menjadi buta. Mereka cenderung melindungi secara
berlebihan, bahkan juga memanjakan. Tapi, kemudian, mereka berpikir, Louis harus
tumbuh seperti anak-anak lain yang tidak buta. Mereka tidak ingin Louis seperti
anak-anak buta lainnya, yang takut melakukan hal apapun.Mereka lalu mengajari
Louis bagaimana mengenali lingkungan rumahnya, hingga ia tidak lagi menabrak
benda-benda ketika berjalan. Ayahnya mengajarinya bekerja menghaluskan kulit di
bengkel; Louis memang tidak dapat melihat, tapi dia bisa merasakan kehalusan kulit
dengan jarinya.
Begitu pula Ibunya. Setiap malam, Louis membantu Ibunya menyiapkan meja
sebelum makan malam. Louis memahami benar di mana ia harus meletakkan piring,
mangkuk dan gelas. Ia juga harus pergi ke sumur mengambil air untuk minum
dengan ember. Untuk itu, ia harus melalui jalan kecil yang berbatu. Sering air di
embernya tumpah karena ia tersandung batu-batu tersebut. Tapi, Louis tetap harus
kembali dengan ember berisi air.Demi memudahkan Louis, ayahnya lalu
membuatkan tongkat dan mengajari Louis bagaimana mengunakannya. Louis

mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah dihadapannya ketika berjalan. Dan, jika


ujung tongkat itu menabrak sesuatu, tahulah ia, saatnya untuk berhenti dan minggir
atau berjalan di sampingnya. Dalam perkembangannya, Louis juga berhasil
menemukan caranya sendiri agar tidak menabrak saat berjalan, yaitu dengan
bernyanyi atau bersenandung. Dengan bersuara, Louis dapat merasakan jika ada
benda-benda di hadapannya, dinding, pintu, atau lemari; gema suaranya akan
terpantul kembali lebih cepat jika ada benda-benda di hadapannya. Ia belajar dari apa
yang dilakukan kelelawar. Meski tidak dapat melihat dengan jelas, kelelawar tetap
dapat terbang di malam gelap, itu karena mereka terbang sambil bersuara.
Begitu juga halnya dengan cara Louis mengenali lingkungan di sekitarnya. Ia
senantiasa bisa menemukan cara untuk membuat dirinya semakin hari semakin
pandai, mengenali dan membedakan; suara orang-orang, langkah kaki kuda dan lainlain. Ia hidup dengan mengandalkan tanda-tanda yang dia tetapkan sendiri; Ini semua
tidak lepas dari peran orang tua yang sedini mungkin mengajarkan pada Louis segala
hal yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak buta. Hanya saja, Louis harus
melakukannya dengan cara yang sedikit berbeda.
Meski buta, Louis tetap tumbuh menjadi anak yang penuh rasa ingin tahu. Ia
juga tidak ingin dikasihani. Saat menginjak usia enam tahun, , kedua orang tuanya
bingung, tak ada sekolah untuk anak buta di desa mereka. Tapi, berkat pertolongan
pendeta Jacques Palluy di desanya, Louis memulai kegiatan belajar. Awalnya, sang
pendetalah yang memberikan pelajaran pada Louis. Tapi, lambat laun, Sang Pendeta
mulai merasa kesulitan atas pertanyaan-pertanyaan Louis; lebih dari itu, ia memang
bukan guru. Maka, ia lalu mencoba menitipkan Louis belajar di satu-satunya sekolah
di Coupvray. Semula, Louis bisa mengikuti semua pelajaran dengan baik, dengan
cara mendengarkan; ini sangat membuatnya senang karena bisa bersekolah. Tapi,
saat guru meminta murid-murid membuka buku, Louis merasa sedih, karena tak
ada yang bisa ia lakukan. Sesekali ia meraba-raba saja buku temannya, tapi tak ada
yang bisa ia baca di sana.
Untuk mengatasinya, di luar jam pelajaran, kadang Louis meminta temantemannya membacakan buku untuknya. Tapi, tentu ini sangat tergantung pada

kesediaan mereka meluangkan waktu. Di saat seperti ini, satu-satunya yang Louis
pikirkan adalah betapa menyenangkan jika dapat membaca buku sendiri.
Pada usia 10 tahun, ia memperoleh beasiswa untuk belajar pada Royal
Institution for Blind Youth di Paris, sebuah lembaga pendidikan khusus untuk anakanak tunanetra. Di sana, ia belajar membaca huruf-huruf yang dicetak timbul pada
kertas dengan cara merabanya. Pada sekolah ini juga terdapat beberapa buku dengan
sistem cetak timbul yang disediakan oleh pendiri sekolah, Valentin Hauy. Buku-buku
ini memuat huruf-huruf berukuran besar yang dicetak timbul pada setiap
halamannya. Karena ukuran huruf-hurufnya yang besar, ukuran bukunya pun
terbilang besar sehingga harganya sangat mahal. Sekolahnya hanya memiliki 14
buku seperti ini.
Louis muda dengan penuh kesabaran berhasil melahap semua buku itu di
perpustakaan sekolahnya. Louis Braille dapat merasakan setiap huruf yang dicetak
timbul pada buku-buku itu, tetapi cukup menyita waktu untuk dapat membaca dan
memahami

setiap

kalimatnya.

Dibutuhkan

waktu

beberapa

detik

untuk

mengidentifikasi satu kata dan ketika telah sampai pada akhir kalimat, ia sering lupa
tentang apa yang telah dibacanya pada awal kalimat. Louis yakin pasti ada cara yang
lebih mudah sehingga kaum tunanetra dapat membaca secepat dan semudah orang
yang dapat melihat.
Suatu hari pada 1821, seorang kapten angkatan bersenjata Prancis, Charles
Barbier, berkunjung ke sekolah Louis. Barbier mempresentasikan penemuannya yang
dinamakan night writing (tulisan malam), sebuah kode yang memungkinkan
pasukannya berbagi informasi rahasia di medan perang tanpa perlu berbicara atau
menyalakan cahaya senter untuk membacanya. Kode ini terdiri atas 12 titik timbul
yang dapat dikombinasikan untuk mewakili huruf-huruf dan dapat dirasakan oleh
ujung-ujung jari.
Sayangnya, kode ini terlalu rumit bagi sebagian besar pasukannya sehingga
ditolak untuk digunakan secara resmi di kesatuannya, tetapi tidak bagi pelajar
tunanetra berusia 12 tahun, Louis Braille. Louis muda segera menyadari betapa
sistem titik timbul ini akan sangat berguna jika ia berhasil menyederhanakannya.

Setelah kunjungan Barbier, ia serius bereksperimen dengan menghasilkan sistemsistem titik timbul yang berbeda. Dalam tiga tahun, pada usia 15 tahun, akhirnya ia
berhasil membangun satu sistem ideal yang sekarang dinamakan huruf braille,
menggunakan satu sel 6 titik dan didasarkan ejaan normal.
Setiap karakter atau sel braille tediri atas enam posisi titik yang disusun
dalam dua kolom yang masing-masing mengandung tiga posisi titik sehingga
membentuk persegi panjang. Satu titik atau lebih mungkin ditimbulkan pada salah
satu atau beberapa dari keenam posisi titik itu untuk mewakili huruf alfabet, tanda
baca, atau bilangan tertentu. Louis Braille menemukan 63 kombinasi susunan titik
timbul yang mungkin. Ia bahkan terus mengembangkan sistem ini pada tahun-tahun
berikutnya dan berhasil menambahkan simbol-simbol untuk matematika dan musik.

Pada 1829, Louis Braille menerbitkan Method of Writing Words, Music and Plain
Song by Means of Dots, for Use by the Blind and Arranged by Them, buku braille
pertama yang pernah terbit di dunia. Kaum tunanetra membaca tulisan braille dengan
menggerakkan ujung-ujung jari mereka di atas titik-titik yang timbul itu. Mereka
dapat menulis huruf braille pada suatu kertas di atas mesin 6 kunci yang dinamakan
braillewriter (penulis braille) dengan menggunakan stytus, alat semacam bolpoin
tanpa tinta yang ujungnya runcing.
Setelah menyelesaikan penelitiannya, Louis muda mendapati tak semudah
yang ia pikirkan, mengusulkan agar alfabet kombinasi enam titik ciptaannya itu
diajarkan dan digunakan secara resmi di sekolah The Royal Institute Of Blind Youth.

Fakta bahwa ide brilian itu datang dari seorang anak buta justru dijadikan
salah satu alasan penolakannya. Saat itu Louis memahami bahwa orang-orang yang
selama ini bekerja untuk tunanetra memang tampak bersikap baik dan menolong.
Akan tetapi, pada umumnya mereka berpendapat bahwa orang-orang buta tidak
secerdas mereka yang bisa melihat, sehingga orang buta seharusnya cukuplah puas
dengan hanya melakukan hal-hal sederhana saja; membaca kalimat-kalimat pendek
serta pesan-pesan singkat, dan memahami arah; yang berarti orang buta tak perlu
membaca buku.
Dalam perjalanannya mengupayakan agar alfabet ciptaannya diterima dan
digunakan secara resmi de sekolah-sekolah, Louis bahkan sempat mendapatkan
penolakan yang sangat keras dari kepala sekolah tempatnya mengajar.
Saat Louis menyelesaikan penelitiannya, sekolah tersebut masih dipimpin
oleh DR. Pignier, seorang kepala sekolah yang sangat memahami pemikiran Louis.
Bahkan, ketika Louis memintanya untuk mengupayakan dukungan baik dari
masyarakat yang menyangga penyelenggaraan sekolah secara finansial maupun dari
Pemerintah Perancis, ia pun melakukannya.
Surat-surat pun lalu dikirimkan kepada semua pihak. Ada yang segera
menanggapi, ada juga yang tidak segera merespon. Dari semua jawaban yang
diterima, ada dua kelompok. Yang pertama mengatakan bahwa ide Louis sangat baik,
tapi itu disampaikan hanyalah sebagai ungkapan penolakan secara tidak langsung.
Kelompok kedua adalah mereka yang langsung marah dan menolak, dan
menginginkan tetap diberlakukannya metode lama huruf-huruf timbul yang
selama ini telah digunakan; tidak perlu ada perubahan.
Sementara menunggu dukungan dari Pemerintah, Louis terusmengajarkannya
kepada murid-murid lain, dan mereka mulai membuat catatan-catatan di kelas. Hal
ini juga masih terus berlangsung saat Louis menyelesaikan pendidikannya dan
diangkat menjadi guru di sekolah tersebut. Bahkan, setelah menjadi guru, Louis
mulai menulis buku-buku pelajaran dalam alfabet berbentuk titik timbul ciptaannya
itu, yang secara bertahap mengisi perpustakan sekolah.

Tapi, di tahun 1841, DR. Dufau mengambil alih kepemimpinan sekolah, dan
melarang penggunaan alfabet ciptaan Louis. Dufau tak segan menghukum murid
yang tertangkap atau ketahuan secara sembunyi-sembunyi masih menggunakannya.
Tidak hanya itu, dia juga bahkan membakar semua buku-buku yang ditulis Louis,
yang selama tahun-tahun keberadaannya sebagai guru telah memenuhi perpustakaan
sekolah.
Larangan Kepala Sekolah Dufau juga didukung oleh guru-guru, yang selama
ini mencemaskan penemuan Louis demi untuk kepentingan pribadi mereka sendiri.
Guru-guru ini berpikir, jika para siswa membaca dengan huruf-huruf timbul seperti
semula, guru akan dengan mudah mengajar, karena mereka telah mengenal dengan
baik huruf-huruf besar dan timbul itu. Sedangkan, jika menggunakan alfabet ciptaan
Louis, itu berarti mereka harus juga mempelajari sesuatu yang baru. Lebih dari itu,
kekhawatiran mereka juga, jika huruf ciptaan Louis telah digunakan lebih banyak
tunanetra, besar kemungkinan sekolah juga akan dikelola oleh para tunanetra, dan
mereka akan kehilangan pekerjaan.
Itulah puncak masa-masa sulit Louis. Ia tidak hanya berjuang mengupayakan
penggunaan alfabet ciptaannya untuk orang-orang buta, tapi ia juga harus berjuang
melawan penyakit Tuberculosis yang dideritanya, yang makin hari kian bertambah
parah.Di sisi lain, Louis juga mendapati murid-murid tetap bersemangat
menggunakannya; menulis catatan, buku harian serta pesan rahasia antar sesama
murid, seolah tak peduli pada larangan kepala sekolah. Murid senior terus
mengajarkan kepada siswa yunior, meski secara rahasia. Mereka juga senantiasa bisa
menemukan alat-alat pengganti untuk menulis, setelah Dufau memusnahkan stylusstylus mereka.
Situasi ini ternyata dibaca oleh seorang guru lain, DR. Joseph Gaudet, satusatunya guru yang saat itu berpihak pada Louis. Sikap empatinya dilandasi pada
kesadaran bahwa, Dufau mungkin saja bisa melarang penggunaan alfabet ciptaan
Louis,

akan

tetapi,

dia

tidak

mungkin

bisa

menghentikan

murid-murid

menggunakannya. Mereka sangat bersemangat, mereka menyukainya, karena alfabet


itu sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dengan kecerdikannya berdiplomasi, Joseph Gaudet berhasil meyakinkan


Dufau, kepala sekolah yang sebenarnya orang yang sangat ambisius mengejar
kepentingan pribadinya, bahwa, akan sangat baik bagi Dufau jika dia menjadi orang
pertama yang memberlakukan secara resmi alphabet ciptaan Louis di sekolah
mereka, daripada terus melarangnya. Dengan melarang, Dufau akan berada di pihak
yang kalah, karena murid akan terus menggunakannya, meski secara sembunyisembunyi. Tetapi, jika mengijinkan, dia akan menjadi pihak yang menang, karena
murid-murid dan bahkan juga orang-orang buta di seluruh dunia akan mendukung
dan menghargainya.
Akhirnya, di tahun 1844, pada acara peresmian gedung sekolah yang baru,
yang dihadiri oleh wakil pemerintah, pemuka masyarakat dan guru-guru termasuk
guru dari sekolah lain, Dufau mendemonstrasikan penggunan alfabet berbentuk titiktitik timbul ciptaan Louis kepada para hadirin. Ia membacakan teks, dan meminta
seorang murid menuliskannya dalam alfabet tersebut, serta meminta murid tersebut
membaca kembali hasil tulisannya. Sebagian hadirin terkesan, tapi, ada sebagian lain
yang mengira itu adalah trick semata, dengan alas an murid tersebut telah
dipersiapkan sebelumnya. Situasi ini mendorong Louis untuk meminta Kepala
Sekolah Dufau mengundang seorang hadirin melakukan hal serupa pada murid
lainnya, yang ditunjuk secara mendadak saat itu juga. Setelah terbukti murid
berikutnya juga berhasil melakukan hal yang sama, barulah seluruh orang yang hadir
percaya, bahwa alfabet berbentuk titik timbul ciptaan Louis adalah penemuan yang
brilian. Pada 6 Januari 1852, di usia yang ke-43, ia meninggal karena serangan
TBC.

B. HAL - HAL YANG MENARIK DARI LOUIS


BRAILLE
Hal hal menarik dari kehidupan Louis Braille, yaitu :

Buta
Louis buta karena Jara, alat tajam untuk melubangi kulit sepatu,
secara tak sengaja melukai sebelah matanya.Infeksi di sebelah
matanya yang terluka segera menjalar ke sebelah mata lainnya dan

mengakibatkan kebutaan total pada kedua matanya.


Belajar berjalan dari apa yang dilakukan kelelawar
Louis berhasil menemukan caranya sendiri agar tidak menabrak saat
berjalan, yaitu dengan bernyanyi atau bersenandung. Dengan
bersuara, Louis dapat merasakan jika ada benda-benda di hadapannya,
dinding, pintu, atau lemari; gema suaranya akan terpantul kembali

lebih cepat jika ada benda-benda di hadapannya.


Menemukan penemuan pada usia 15 tahun
Pada usia 15 tahun, akhirnya Louis berhasil membangun satu sistem
ideal yang sekarang dinamakan huruf braille, menggunakan satu sel 6
titik dan didasarkan ejaan normal.

C. KETELADANAN YANG DAPAT DI CONTOH


Louis menunjukkan keinginan yang luar biasa untuk mencapai kemajuan,
bahkan membuat perubahan.
Ketekunan dan kegigihan berusaha guna mencapai apa yang dicita-citakan,
agar orang-orang buta juga dapat menulis dan membaca buku-buku melalui
penemuan alfabet berbentuk titik-titik timbul.
Ia terus mencoba dan berusaha, bahkan tidak putus asa meski semua buku
hasil tulisan tangannya sempat dimusnahkan.
Louis juga menunjukkan bahwa memiliki keterbatasan bukanlah menjadi
penghalang untuk terus berkarya.

Anda mungkin juga menyukai