Anda di halaman 1dari 19

MODUL IV

PERSIAPAN SURVAI TANAH


A. IDENTITAS MODUL
Mata Kuliah
Jumlah SKS
Jumlah Kelas
Semester diberikan
Pertemuan Ke
Pokok Bahasan
Kompetensi Mata Kuliah

:
:
:
:
:
:
:

Evaluasi Lahan
3 (tiga)
6 (enam)
Ganjil
5 dan 6 (2 x 100 menit)
Persiapan Survai Tanah

Mampu menilai kualitas lahan sebagai dasar


penentuan kemampuan dan kesesuaian
lahan untuk berbagai penggunaan lahan
yang berkelanjutan
Kompetensi Modul
: Mempersiapkan data/informasi
pendahuluan yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan survai tanah dan sumberdaya
lahan dengan benar
Deskripsi Singkat
:
Modul ini menguraikan definisi survai tanah dan tujuan utama survai
tanah dan hal-hal yang harus dilakukan dalam mempersiapkan survai
tanah, yaitu: pengumpulan informasi (foto udara/citra satelit, data
iklim, data-data spasial (peta) dan data sosial ekonomi dan budaya),
interpretasi data citra, interpretasi bentuk lahan (landform),
pembuatan peta kerja, menentuan titik contoh dan jalur rintisan, serta
kegiatan yang dilakukan pada saat survai pendahuluan (prasurvai).
Metode Pembelajaran

: Ceramah interaktif, Diskusi Kelas, Project


Base Learning
Proses pembelajaran
:
Pertemuan Minggu Ke-5
- Penjelasan materi perkuliahan (Pendahuluan, interpretasi
landform)
- Diskusi (class discusion) materi perkuliahan
- Penyampaian dan penjelasan materi tugas
Pertemuan Minggu Ke-6
- Penjelasan materi kuliah (Interpretasi citra, pembuatan peta kerja,
penentuan jalur rintis, dan survai pendahuluan)
- Pembahasan tugas (class discusion)

IV-1

Peta Kompetensi
Kompetensi Mata Kuliah
Mampu menilai karakteristik dan kualitas lahan sebagai dasar penentuan
kemampuan dan kesesuaian lahan untuk berbagai penggunaan yang
berkelanjutan

Kompetensi Dasar 9
Membandingkan berbagai sistem evaluasi
kesesuaian lahan yang ada di Indonesia

Kompetensi Dasar 8
Membandingkan sistem pendekatan
fisiografik dan parametrik untuk
kepentingan evaluasi berbagai
penggunaan lahan dengan benar
Kompetensi Dasar 7
Menganalisa klasifikasi kesesuaian
lahan untuk tanaman dengan benar
Kompetensi Dasar 6
Menganalisa klasifikasi kemampuan
lahan dengan benar

Kompetensi Dasar 5
Menerapkan metode survai dan
pengambilan contoh tanah di
lapangan dengan benar

Kompetensi Dasar 4
Mempersiapkan data/informasi
pendahuluan yang dibutuhkan
untuk pelaksanaan survai tanah
dan sumberdaya lahan dengan
benar

Kompetensi Dasar 3
Mengorganisir data-data yang diperlukan untuk kepentingan
evaluasi lahan dengan benar

Kompetensi Dasar 2
Menunjukkan cara dan pendekatan evaluasi lahan yang benar sesuai
dengan tujuan dan manfaat evaluasi lahan yang ingin dicapai

Kompetensi Dasar 1
Menjelaskan defnisi, tujuan, manfaat, dasar-dasar evaluasi
lahan, serta ruang lingkup evaluasi lahan dengan benar

IV-2

B. MATERI PERKULIAHAN

PERSIAPAN SURVAI TANAH


Definisi Survai Tanah
Kegiatan evalasi lahan tidak lepas dari identifikasi terhadap faktor
tanah sebagai salah satu sumberdaya fisik yang sangat penting. Oleh karena
itu, sifat-sifat tanah yang menentukan potensi penggunaan lahan dan
pengolahan tanah perlu dikaji dengan teliti melalui kegiatan survai tanah di
lapang. Proses kegiatan survai digambarkan dalam suatu hubungan yang
melibatkan empat sektor, yaitu: (1) sektor pengambilan keputusan;(2) sektor
perencanaan; (3) sektor survai; (4) sektor pelaksanaan (Gambar 10).
Pengambilan Keputusan

Perencanaan
Survai
Pelaksanaan
Gambar 4.1. Piramida hubungan sektor-sektor dalam proses survai
Survai merupakan uraian keseluruhan dari aktivitas dan proses,
termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatan berikut:
a. Perumusan tujuan (pelaksanaan survai khusus atau spesifikasi survai)
b. Prosedur perencanaan (perencanaan proyek survai)
c. Kompilasi data dan ekstraksi informasi (dengan analisis dan
manipulasi data)
d. Penyajian informasi (dalam bentuk peta, laporan, dsb)
Oleh karena itu, tahapan kegiatan dalam survai tanah meliputi: persiapan
(pra survai), pelaksanaan survai tanah (survai utama), analisis data, dan
pembuatan laporan.

IV-3

Tahap persiapan survai merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi


segala aspek kerja yang mendukung kegiatan survei lapang, yang meliputi :
pengumpulan data-data pendukung, pembuatan peta kerja, penetapan titik
pengamatan dan jalur rintisan, serta survai pendahuluan (prasurvai). Oleh
karena itu, tahapan prasurvai ini harus dilakukan sebaik-baiknya agar
kegiatan survai tanah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

Pengumpulan Informasi
Pegumpulan data spasial yang meliputi peta dasar, peta tematik dan
peta pendukung lainnya, basis data tanah, iklim, dan keragaan sosial ekonomi
serta budaya masyarakat setempat baik yang berupa data sekunder maupun
data primer. Data spasial berasal dari :
Data penginderaan jauh berupa foto udara atau citra satelit yang
digunakan

untuk

interpretasi

klasifikasi

landform

dan

data

penutupan/penggunaan lahan terkini.


Peta topografi/rupa bumi skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000.
Informasi yang dapat diperoleh dari peta ini adalah topografi wilayah
atau kelas kemiringan lereng.
Peta geologi skala 1 : 100.000
Informasi peta ini memuat informasi mengenai batuan induk.
Informasi ini penting dalam identifikasi landform terutama pada
penilaian jenis tanah.
Peta-peta pendukung lain seperti : peta administrasi dan peta fisiografi

Interpretasi citra satelit


Pada tahap ini dilakukan pengambilan informasi mengenai penggunaan
lahan existing (saat ini). Beberapa software yang dapat digunakan untuk
klasifikasikan penutupan lahan diantaranya ER-Mapper dan ERDAS.
Penutupan lahan dapat dikelaskan menjadi: hutan, perkebunan, lahan
pertanian (sawah, tegalan), pemukiman dan kawasan industri.
Tahapan interpretasi citra (Gambar 4.2) dimulai dengan memperbesar
citra pada spesifik wilayah kajian. Kemudian, dilakukan kegiatan klasifikasi
IV-4

dengan mengganti setiap kelas warna pada citra yang ada dengan warna lain
yang telah disesuaikan dengan kunci interpretasi. Hasil klasifikasi penutupan
lahan ini kemudian dideliniasi sehingga menghasilkan peta penggunaan
lahan dengan menggunakan software-software Geographic Information
System fasilitas digitasi.

a. Perbesaran Citra

b. Penajaman image

Digitasi

c. Klasifikasi Citra

Peta
Penutupan
Lahan

d. Interpretasi dan Deliniasi

Gambar 4.2 Tahapan interpretasi citra satelit menjadi peta penutupan


lahan
Klasifikasi penutupan lahan harus disesuaikan dengan skala peta
penutupan lahan yang akan dihasilkan. Penentuan klasifikasi penutupan
lahan dapat mengacu SNI 7645: 2010 mengenai Standar Nasional Indonesia
untuk klasifikasi penutup lahan.
Interpretasi bentuk lahan (Landform)
Landform adalah gambaran yang nyata dari permukaan lahan,
pegunungan, bukit, lembah, dataran, dsb. Penetapan klasifikasi landform dan
identifikasi landscape di lapangan dilakukan karena landform akan
mempengaruhi tingkat perkembangan tanah dan hidrologi setempat. Dalam
perkembangannya, banyak klasifikasi landform yang dikenal, dimana
masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan.

IV-5

Sistem klasifikasi landform Indonesia yang pertama dikeluarkan oleh


Christian & Steward (1968) yang mengklasifikasi landform berdasarkan
pendekatan Landsystem. Klasifikasi selanjutnya adalah Desaunnetes (1977),
dengan Catalogue Landform for Indonesia yang sangat populer di Indonesia.
Klasifikasi ini kemudian banyak dipakai Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Van Zuidam & Zuidam-Cancelado (1979) juga membat sistem
klasifikasi landform dengan metode Terrain Analysis. Dalam hal ini, Van
Zuidam menggunakan dasar geomorfologi disertai keadaan bentuk wilayah,
stratigrafi dan keadaan medan. Klasifikasi landform yang kemudian menjadi
acuan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat adalah klasifikasi yang
dirumuskan oleh Marsoedi, et. al. (1997). Klasifikasi ini menggunakan
pendekatan proses geomorfik.

Sistem ini merupakan perbaikan sistem

klasifikasi sebelumnya dengan dengan memperhatikan kondisi di Indonesia.


Sistem klasifikasi landform yang digunakan dalam mata kuliah ini
adalah klasifikasi dari Marsoedi, et. al. (1997). Sistem klasifikasi ini
mendasarkan pada proses geomorfik dalam penentuan kelompok, pada
kategori lebih rendah selanjutnya menggunakan relief, lereng, litologi (bahan
induk) dan tingkat torehannya. Pembagian kelompok utama tersebut adalah
sebagai berikut:
1.

Grup Alluvial - Alluvial landform (A)


Landform muda (risen atau sub risen) yang terbentuk dari proses
fluvial (aktivitas sungai) ataupun gabungan dari proses alluvial dan
koluvial.

2.

Grup Marin - Marine Landforms (M)


Landform yang terbentuk oleh atau dipengaruhi oleh proses marin baik
proses yang bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif
(abrasi), daerah yang terpengaruh air asin ataupun daerah pasang
surut tergolong dalam landform marin.

3.

Grup Fluvio Marin - Fluvio Marin Landform (I)


Landform yang terbentuk oleh gabungan proses fluvial dan marin.
Keberadaan landform ini dapat terbentuk pada lingkungan laut (berupa
IV-6

delta) ataupun di muara sungai yang terpengaruh langsung oleh


aktivitas laut.
4.

Grup Gambut - Peat Landform (G)


Landform yang terbentuk di daerah rawa (baik rawa pedalaman
maupun di daerah dataran pantai) dengan akumulasi bahan organik
yang cukup tebal. Landform ini dapat berupa kubah (dome) maupun
bukan kubah.

5.

Grup Eolian - Eolian Landform (E)


Landform yang terbentuk oleh proses pengendapan bahan halus (pasir,
debu) yang terbawa angin.

6.

Grup Karst - Karst/Kaustic Landform (K)


Landform yang didominasi oleh bahan batu gamping, pada umumnya
keadaan morfologi daerah ini tidak teratur. Landform ini dicirikan oleh
adanya proses pelarutan bahan batuan penyusun yaitu dengan
terjadinya sungai di bawah tanah, gua-gua dengan stalagtit, stalagmit,
dll.

7.

Grup Volkanik - Volcanic landform (V)


Landform yang terbentuk karena aktivitas volkan yang dicirikan dengan
adanya bentukan kerucut volkan, aliran lahar, lava ataupun dataran
yang merupakan akumulasi bahan volkan. Landform dari bahan volkan
yang mengalami proses patahan - lipatan (sebagai proses sekunder)
tidak dimasukkan dalam landform - volkanik.

8.

Grup Tektonik dan Struktural Tectonic and Strucural Landform (T)


Landform yang terbentuk sebagai akibat dari proses tektonik
(orogenesis dan epirogenesis) berupa proses angkatan, lipatan, dan
atau patahan. Umumnya landform ini mempunyai bentukan yang
ditentukan oleh proses-proses tersebut dan karena sifat litologinya
(struktural).

IV-7

9.

Grup Aneka - Miscellaneous (X)


Bentukan alam atau hasil kegiatan manusia yang tidak termasuk grup
yang telah diuraikan di atas, misalnya: lahan rusak dan bangunanbangunan buatan manusia.
Penentuan klasifikasi landform dapat dilakukan melalui interpretasi

foto udara atau citra satelit. Klasifikasi landform dapat dilakukan melalui
analisis pola aliran drainase. Pola aliran dipengaruhi oleh lereng, kekerasan
dan struktur batuan, sejarah geologi dan geomorfologi setempat. Gambar 4.3
mengambarkan pola-pola drainase, hubungan pola drainase tersebut dengan
sifat landform dijelaskan sebagai berikut:
a.

Deranged; Pola drainase dengan banyak kolam (rawa) menunjukkan


bentang alam yang datar. Dapat menjadi penciri landform aluvial.

b.

Centripetal; Pola drainase pusat aliran memanjang. Pusat tersebut


merupakan sinklin (lembah) atau antiklin (punggung) yang menjadi
penciri sebagai landform lipatan (tektonik-struktural).

c.

Internal; Pola drainase seolah-olah terputus dan membentuk kolamkolam kecil. Hal ini mengindikasikan bahan tanah yang porous. Pola
aliran ini merupakan penciri landform karst.

d.

Dislocated; Pola drainase yang seolah-oleh terpisah satu dengan yang


lainnya. Merupakan ciri dari landform patahan (tektonik-struktural).

e.

Anastroming atau braiding; Pola aliran menyerupai anyaman.


Merupakan ciri dari landform aluvial sedimen.

f.

Radial (centrifugal); Pola aliran yang menyebar (meninggalkan pusat).


Merupakan ciri dari suatu pebukitan.

g.

Pinnate; Pola aliran yang membentuk sudut lancip dengan sungai


utama. Merupakan penciri daerah pebukitan dengan lereng yang terjal.

h.

Annular; Pola aliran dengan sungai utama yang melingkar, anak sungai
membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utama. Merupakan penciri
daerah dome (kubah) atau puncak bukit.

IV-8

c. Internal

a. Deranged

b. Centripetal

d. Dislocated

e. Anastroming/braiding

g. Pinnate

h. Annular

i. Dendritik

j. Rectangular

k. Trellis

l. Paralel

f. Radial/centrifugal

Gambar 4.3 Berbagai pola drainase sebagai dasar penilaian unit landform

IV-9

i.

Dendritik; Pola aliran yang tidak teratur seperti percabangan pohon,


Merupakan penciri landform dengan batuan induk yang homogen
(seragam).

j.

Rectangular; Pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk


sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada
daerah rekahan dan patahan.

k.

Trellis; Pola aliran dimana percabangan anak sungai dengan sungai


utama membentuk sudut siku-siku. Merupakan penciri punggung bukit
pada daerah lipatan atau angkatan dengan bahan induk berseling
antara bahan lunak dan keras.

l.

Paralel; Pola aliran dimana anak-anak sungai membentuk pola yang


sejajar atau hampir sejajar. Terbentuk pada daerah lereng yang relatif
curam dan dikontrol oleh struktur lipatan atau daerah dekat dengan
pantai.
Interpretasi landform tidak dapat dilepaskan dari interpretasi terhadap

struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan


terhadap pola kontur yang dibentuk. Beberapa contoh kenampakan Geologi
yang dapat diidentikasi dan dikenal pada peta topografi:
1.

Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang


menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran,
dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel
dan rectangular.

2.

Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau


parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang
rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika
setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka
sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola
dipslope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada
kemiringan perlapisannya.

IV-10

3.

Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat,
sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.

4.

Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur


yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.

5.

Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran
radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara
untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh pola aliran
anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang
menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.

6.

Karst dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dengan


penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus,
terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak. Pola
karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi
pada kaki gunung api. Pola kontur yang melingkar dengan penyebaran
cukup luas, dan umumnya berjauhan antara satu pola melingkar
dengan lainnya.
Pembuatan Peta Kerja
Peta ini merupakan peta satuan lahan (lahan) sementara. Satuan peta

lahan adalah kelompok lahan yang memiliki sifat-sifat yang sama atau
hampir sama, yang penyebarannya digambarkan melaui peta. Satuan peta
lahan (landunit) disusun berdasarkan tingkat survei atau skala peta yang
akan dibuat baik detil, semi detil maupun tinjau atau reconaissance. Batasbatas SPT umumnya berdasarkan pada sifat-sifat lahan yang mudah
dipetakan seperti relief atau kelas lereng, bentuk lahan existing (landform),
bahan induk tanah dan penggunaan lahan (saat ini).
Pembentukkan landunit dilakukan melalui proses overlay peta-peta
tematik (iklim, bahan induk, penggunaan lahan dan kelas kemiringan lereng).
Teknik overlay merupakan pendekatan yang sering dan baik digunakan
dalam perencanaan tata guna lahan.

Overlay merupakan suatu sistem

informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk dari penggabungan berbagai


peta individu (memiliki informasi/database yang spesifik).

Melalui

IV-11

penggunaan teknik overlay, berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan


kelayakan teknik dapat ditentukan secara visual.
Proses overlay dapat dilakukan dengan bantuan software Geographic
Information System seperti ArcGIS (all version). Hasil overlay berupa poligonpoligon baru yang merupakan pengelompokkan lahan berdasarkan
kesamaan sifat-sifatnya. Perbedaan salah satu sifat komponen menghasilkan
satuan lahan yang berbeda (Gambar 4.4).

Peta Iklim

Peta Geologi

Peta Landuse

Peta Kelas Lereng

Overlay

Peta Satuan Tanah (Lahan)

Gambar 4.4 Skema overlay peta-peta tematik dalam penentuan satuan


peta tanah

Penetapan titik pengamatan


Penentuan lokasi pengamatan untuk pengamatan keadaan fisik
lingkungan (data landform), pengamatan profil tanah dan pengambilan
contoh tanah akan lebih mudah ditentukan/diketahui dari hasil interpretasi
citra landsat. Hal ini mengingat citra tersebut merupakan gambaran
sebenarnya dari permukaan bumi pada saat pemotretan. Pada dasarnya
penetapan titik pengamatan mengacu kepada metode survai tanah yang akan
diterapkan. Metode survai tanah tersebut adalah:
1. Sistem grid (Gambar 4.5), dilakukan pada lahan yang datar, atau peta
dasar kurang lengkap

IV-12

2. Sistem bebas, dilakukan bila peta dasar dan penunjang lengkap,


berdasarkan hasil interpretasi foto udara/citra satelit, dan atas dasar
land system
3. Sistem sistematik, serupa dengan grid, tetapi jarak pengamatan tidak
sama jauh, serta peta dasar dan peta penunjang lengkap
4. Sistem bebas sistematik, dilakukan untuk mengatasi kekurangan waktu
pengamatan di lapangan, peta dasar dan peta penunjang lengkap.

Judgment
sample

Stratified
random sample

Simple random
sample

Systematic sample
(grid system)

Composite
sample

Gambar 4.5 Teknik pegambilan contoh tanah pada suatu bentang


lahan profil tanah (Sumber: Dijkerman, 1979)

Penetapan Jalur Rintisan


Jalur rintisan adalah rute yang akan ditempuh pada saat survei lapang.
Biasanya jalur rintisan akan mengikuti jalan setapak yang sudah ada.
Pengenalan medan dilakukan dengan interpretasi citra satelit (foto udara)
secara tiga dimensi, dengan dibantu peta topografi (rupa bumi). Penentuan
jalur rintisan harus benar-benar berdasarkan peta kerja yang ada, terutama
pada plot titik pengamatan lapang. Jalur yang dibuat harus dapat dilalui dan
didasarkan pada satuan peta tanah yang telah dibuat (Abdullah, 1993).

IV-13

Rancangan Pelaksanaan Survai


Survai yang mempunyai tujuan inventarisasi sumberdaya lahan akan
berbeda intensitasnya dengan survai yang dilakukan untuk kepentingan
reklamasi lahan. Penentuan intensitas survai ini akan menentukan tingkat
kerapatan pengamatan. Survai-survai untuk kepentingan pekerjaan skala
proyek pembangunan (detil) akan memerlukan kerapatan pengamatan yang
tinggi jika dibandingkan dengan kepentingan pekerjaan eksplorasi. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bentuk lahan dari wilayah survai. Bentuk lahan
dan variasi bentuk lahan ini akan mempengaruhi juga tingkat kesulitan
dalam pengamatan dan pengambilan contoh tanah. Tingkat kesulitan ini akan
berpengaruh terhadap kebutuhan tenaga kerja dan waktu pelaksanaan
survai. Dent and Young (1981) memberikan contoh rancangan survai yang
dilakukan pada tanah-tanah aluvial (Tabel 4.1).

Survai Pendahuluan
Survai pendahuluan atau prasurvai merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mematangkan persiapan survai. Kegiatan ini merupakan
pengujian pendahuluan terhadap kondisi lapang. Pengujian dilakukan
terhadap hasil interpretasi citra yaitu ground chek penggunaan lahan dan
hasil interpretasi landform berikut batas-batasnya. Data yang diperoleh pada
kegiatan prasurvai ini akan digunakan untuk memperbaharui peta kerja yang
sudah dibuat. Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan dalam prasurvai
adalah:
a.

Pengumpulan data skunder, seperti data iklim, sosial ekonomi,


termasuk data usaha tani dan agronomi

b.

Pengecekan terhadap bahan induk dan jenis tanah pada landform


yang mendominasi wilayah survai, hasil pengecekan dicocokan
dengan hasil deliniasi peta satuan tanah

c.

Penjajakan terhadap aksesibilitas, perizinan kepada instansi atau


pemerintah setempat, ketersediaan akomodasi, ketersediaan tenaga
kerja lokal, dan ketersediaan pakar atau narasumber setempat

IV-14

Tabel 4.1 Hubungan tingkat kerapatan observasi dan waktu yang diperlukan dengan intensitas survai pada tanah alluvial
(Dent and Young, 1981)

IV-15

C. FORMAT RANCANGAN TUGAS


1. TUJUAN TUGAS
Mahasiswa

secara

berkelompok

menginterpretasi

klasifikasi

landform dari foto udara yang disediakan sebagai salah satu tahapan
dalam persiapan survai
2. URAIAN TUGAS
a. Obyek Garapan
-

Foto udara

Form isian tugas

b. Metode/ cara pengerjaan (acuan cara pengerjaan)


-

Siapkan stereoskop yang akan dipelajari.

Lapisi foto udara dengan plastik transparan

Orientasikan foto udara pada stereoskop cermin sampai


didapatkan gambaran 3-D secara jelas.

Perhatikan relief, lereng, torehan (dissection) dan litologi


yang ada pada foto udara.

Buat poligon (dengan menggunakan spidol permanen)


sebagai batasan relief, lereng, torehan dan litologi yang
berbeda.

Amati ciri-ciri yang terdapat pada masing-masing landform.


Catat pada lembar pengamatan

c.

Simpulkan nama klasifikasi landformnya.

Deskripsi luaran tugas


-

Form isian tugas yang diisi dengan lengkap

Klasifikasi landform

d. Proses penugasan dan pembelajaran


-

Penjelasan materi tugas

Penjelasan kriteria penilaian dan batas waktu pengumpulan

Analisis dilakukan di laboratorium Evaluasi Lahan

IV-16

3. RUBRIK PENILAIAN
DIMENSI

Sangat
Kurang
Di bawah
Memuaskan Batas
Memuaskan
Memuaskan standard
(4)
(3)
(5)
(2)
(1)

SKOR

Ketepatan
waktu
pengumpulan

Tepat waktu

Tidak tepat
waktu

Kerapihan

Rapih

Tidak
Rapih

Kelengkapan
Isian

100 % terisi

80 % terisi

60 %
terisi

40 - 60 %
terisi

< 60 %
terisi

Analisis unit
landform

100 %
benar

80 % benar

60 %
benar

40 % benar

< 40 %
benar

Analisis
klasifikasi
lanform

100 %
benar

80 % benar

60 %
benar

40 % benar

< 40 %
benar

Perhitungan Nilai
-

Nilai per Komponen (NCo): (S1 x NC1) + (S2 x NC2) + ...... + (Sx x NCy)
S : Skor, NC : Nilai kriteria

Nilai Kompetensi (NCi) = NCo

Kriteria Kompetensi:

> 85 : Sangat Kompeten


70 85 : Cukup Kompeten
60 70 : Kurang Kompeten
< 60 : Tidak Kompeten

IV-17

Kelas

FORM ISIAN TUGAS


-Identifikasi Landform -

: ___________________

Kelompok : ___________________

Form 1. Identifikasi Klasifikasi Landform


Lokasi

No Foto Udara

Elevasi

: (dapat diperoleh dari peta topografi atau literatur)

Klasifikasi Landform : (Hasil analisis unit landorm, formasi geologi & topografi)
Formasi Geologi

: (dari peta geologi atau berdasarkan informasi dari unit


lanform)

No. Bentukan unit


landform
Uraikan
bentukan lahan
misal: bukit,
punggung
gunung, dsb

Penggunaan
lahan
Identifikasi
penggunaan
lahannya,
contoh:
sawah, hutan,
ladang, dsb

Relief

Kelas
lereng,
contoh:
berombak,
berbukit,
dsb

Kode unit
landform
Kode unit
landform
disesuaika
n dengan
Sistem
Klasifikasi
Dessaunett

IV-18

D. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T.S. 1993. Survai Tanah dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Christian C.S. and Stewart G.A. 1968. Methodology of integrated surveys in
Aerial survey and integrated studies. Conference Proceedings (ed. by
UNESCO). Toulouse, France. . 233280.
Dessaunettes, J.R. 1977. Catalogue of landforms for Indonesia. Working Paper
No. 13. Land Capability Apprisial Project. Soil Research Institute.
Bogor.
Dijkerman, J.C. 1974. Pedology as a science: the role of data, modelsand
theories in the study of natural soil systems. Geoderma (11), p : 7393.
Marsoedi, W., J., Dai, N., Suharta, Darul S.W.P, S. Hardjowigeno, H., Hof, dan
E.R. Jorden. 1997. Pedoman Klasifikasi Landform. Centre for Soil and
Agroclimate Research. Bogor.
Van Zuidam, R.A. and F.I., van Zuidam-Cancelado. 1979. Terrain Analysis and
Classification Using Aerial Photographs. International Institute for
Aerial Survey and Earth Science. Enschede-Netherlands.

IV-19

Anda mungkin juga menyukai