Lim HC, Kim CS. Oral signs of acute leukemia for early detection. J Periodontal
Implant Sci. 2014: 4(44). 293-9
Abstrak
Tujuan: Penyakit sistemik dapat mewujudkan tanda-tanda oral pada fase awal, yang mungkin
penting untuk diagnosa dan waktu pengobatan. Laporan ini menggambarkan dua pasien yang
disajikan dengan pembesaran gingiva sebagai tanda awal dari leukemia akut.
Metode: Dua pasien disajikan dengan gejala mulut termasuk pembesaran gingiva yang parah.
Perkembangan gejala yang ada dikaitkan dengan penyakit sistemik yang mendasar.
Hasil: Pasien dipindahkan ke Departemen Hematologi dan didiagnosis dengan leukemia akut
mielomonositis. Mereka menerima perawatan yang tepat dan penyakit mereka dapat
disembuhkan.
Kesimpulan: Pembesaran gingiva dapat disebabkan oleh penyakit sistemik yang mendasar.
Diagnosis yang akurat dan rujukan yang tepat waktu penting untuk mencegah situasi yang fatal.
Harus ditekankan bahwa beberapa tanda dan gejala oral dapat berkorelasi erat dengan penyakit
sistemik.
Kata kunci: dokter gigi, pembesaran gingiva, leukemia
Pendahuluan
Leukemia adalah jenis kanker yang memengaruhi sumsum tulang dan darah perifer, dan
disebabkan oleh proliferasi ganas sel darah putih (SDP) prekursor. Pada stase leukemik,
pembentukan sel SDP, termasuk myeloid dan atau sel limfoid, menunjukkan perubahan
hiperplastik dan menghasilkan leukosit yang belum matang atau abnormal, yang
mengarah ke penurunan fungsi hematopoietik normal. Leukemia secara klinis dibagi
menjadi bentuk akut dan kronis, dan leukemia akut bisa berakibat fatal dalam beberapa
hari jika tidak diobati dengan tepat. Leukemia dibagi lagi menjadi limpositis dan bentuk
myeloid berdasarkan histologi. Leukemia limfoid akut (ALL) lebih sering terjadi pada
anak-anak, yang mewakili 50% dari semua neoplasma dan 80% dari semua leukemia
pada anak. Prognosis ALL buruk ketika itu terjadi pada pasien yang lebih dari 30 tahun.
Tidak seperti ALL, kejadian leukemia myeloid akut (AML) meningkat dengan usia,
khususnya di kalangan orang tua dari 65 tahun, dan kejadian AML telah meningkat
secara signifikan selama dekade terakhir. Insiden leukemia di Korea Selatan pada tahun
2011 adalah 5,7 per 100.000 orang.
AML telah dibagi menjadi subtipe M0-M7 menurut klasifikasi French-American-British
(FAB) yang diusulkan pada tahun 1976, yang didasarkan pada histomorfologi dan
sitokimia. Namun, klasifikasi FAB dibatasi oleh temuan morfologi dan genetik kadangkadang menjadi tidak kompatibel, dan prognosis menjadi lebih tergantung pada temuan
genetik dari pada karakteristik morfologi. Untuk mengatasi kekurangan ini, klasifikasi
WHO diusulkan yang berfokus pada sifat genetik dari berbagai subtipe leukemia: AML
dengan translokasi sitogenetik berulang, AML dengan fitur myelodisplasia terkait,
AML terapi terkait dan sindrom myeloidsplastis, dan AML yang tidak ditentukan.
Gejala leukemia berhubungan dengan efek proliferasi neoplastik dan pengaruhnya
terhadap
sel-sel
hematopoietik
non-neoplastik.
Dengan
mengurangi
produksi
erithroblastik normal, anemia, kelemahan, kelelahan konstan, dan pucat dapat terjadi.
Pengurangan produksi granulosit dapat menyebabkan demam dan infeksi. Tingkat
trombosit menurun dapat menyebabkan perdarahan spontan, petechiae, ekimosis, dan
memar. Selain itu, sel-sel leukemia dapat langsung menyusup ke limpa, kelenjar getah
bening, sistem saraf pusat, dan gingiva.
Leukemia akut sering disertai dengan gejala oral, yang dilaporkan menjadi manifestasi
awal dari leukemia akut pada beberapa pasien. Komplikasi oral seperti pembesaran
gingiva lebih sering pada AML dibandingkan jenis lain dari leukemia, dan dilaporkan
bahwa pembesaran gingiva terjadi lebih sering pada subtipe M4 dan M5. Arthritis sendi
temporomandibular biasanya ditemukan pada AML, dan lesi osteolitik pada mandibula
telah dilaporkan. Mungkin jarang untuk menemukan pasien leukemia yang memiliki
gejala oral sebagai indikator awal leukemia dalam praktek dokter gigi rutin. Oleh karena
itu, dokter gigi mungkin kehilangan waktu yang tepat untuk rujukan ke ahli hematologi,
yang bisa berakibat fatal. Stafford dkk melaporkan bahwa dokter gigi bertanggung
jawab untuk diagnosis dini dalam kasus besar leukemia akut nonlimpomisitis.
Laporan ini menggambarkan dua pasien yang disajikan dengan pembesaran gingiva
sebagai tanda awal dari leukemia akut. Kami juga menyediakan resensi singkat dari
laporan sebelumnya dalam rangka untuk menyoroti pengetahuan yang diperlukan dan
respon yang tepat dari dokter gigi dalam situasi klinis ini.
Laporan Kasus
Kasus 1
Seorang pasien wanita 59 tahun dirujuk dari klinik gigi lokal dengan keluhan utama
banyaknya pembesaran gingiva yang tiba-tiba muncul 20 hari sebelumnya. Pasien
memiliki hipertensi tetapi tidak menerima pengobatan yang berhubungan dengan
pembesaran gingiva. Pasien juga melaporkan bahwa pasien mengalami flu yang berat
30 hari sebelumnya.
yang bernoda karena penggunaan berkepanjangan klorheksidin (Gbr. 5). Selama periode
kemoterapi, pasien menggunakan chlorhexidine dan sikat gigi yang lembut terus
menerus untuk mencegah infeksi mulut dan peradangan. Setelah beberapa siklus
kemoterapi, pasien sembuh sepenuhnya. Saat ini, pasien mengunjungi Departemen
Hematologi sebagai pasien rawat jalan. Tidak ada tanda-tanda kekambuhan telah
ditemukan sejauh ini.
Kasus 2
Seorang wanita 49 tahun dirujuk karena pembengkakan submandibular, yang terjadi
setelah ekstraksi molar kedua dan ketiga mandibula, dan pembengkakan gingiva yang
menyeluruh. Pasien tidak memiliki riwayat medis tertentu. Dokter gigi di klinik
setempat telah mengekstraksi gigi 2 minggu sebelumnya, dan pasien mengalami
pembengkakan pada ruang submandibula 1 minggu kemudian. Pasien tampak acuh tak
acuh dengan status gigi dan kebersihan mulut yang buruk. Pemeriksaan intraoral
mengungkapkan kedalaman probing poket lebih dari 6-9 mm di semua situs, mudah
berdarah saat probing, dan adanya kalkulus subgingival berat (terdeteksi pada tiupan
angin). Pasien belum pernah melakukan scaling. Pus juga terlihat di beberapa daerah.
Pembesaran gingiva muncul seperti abses periodontal, tapi itu umum. Pembesaran
paling parah pada gigi yang lebih rendah, khususnya regio molar kiri bawah, dan
terdapat bulbous di beberapa daerah interproksimal. Pembesaran muncul fibrotik dan
rapuh secara alamiah. Pemeriksaan ekstraoral mengungkapkan bengkak di batas inferior
mandibula dan rasa perih saat palpasi. Panoramik x-ray dan computed tomography juga
mengungkapkan kerusakan periodontal yang parah, yang dianggap konsisten dengan
temuan klinis (Gbr. 6). Pasien tidak mengeluhkan adanya rasa lelah dan demam.
Pasien pada awalnya didiagnosa periodontitis kronik generalisata yang parah, abses
periodontal multipel, dan dihubungkan dengan abses ruang submandibula. Pasien
dirujuk ke Departemen Oral dan Bedah Maksilofasial, dan ahli bedah memberi resep
Flanysil (metronidazole, CJ Healthcare, Seoul, Korea) dan Augmentin (Amoksisilin dan
pottasium klavulanat, Ilsung, Seoul, Korea) untuk meredakan abses ruang
submandibula. Pembesaran gingiva telah mereda sampai batas tertentu pada kunjungan
berikutnya. Dengan demikian, ekstraksi lain gigi yang tidak ada harapan dilakukan
untuk menghilangkan sumber infeksi. Pasien melaporkan onset kelemahan umum 1 hari
setelah ekstraksi dan mengunjungi ruang gawat darurat. Pasien dirawat di rumah sakit
untuk pemeriksaan sistemik. Sebuah HDL dilakukan, mengungkapkan jumlah SDP
38,01 103 / uL dan penurunan sel darah merah (1,46 106 / uL) dan jumlah platelet
(20 103 / uL). Biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan genetik dilakukan untuk
mengkonfirmasi jenis leukemia akut ini, dan pasien akhirnya didiagnosis dengan
leukemia akut mielomonositis (klasifikasi FAB: AML M4). Potensi manfaat perawatan
periodontal dan ekstraksi untuk menghilangkan kemungkinan infeksi oral selama
periode kemoterapi dijelaskan kepada pasien dan keluarganya, tetapi pasien menolak
pengobatan. Pasien diarahkan kepada beberapa siklus kemoterapi dan autologous
transplantasi sumsum tulang, dan dalam remisi penuh. Saat ini, pasien mengunjungi
Departemen Hematologi untuk pemeriksaan rutin, dan hingga kini, belum ada tandatanda kekambuhan.
Diskusi
Pembesaran gingiva dapat memiliki berbagai penyebab. Misalnya, infeksi akut atau
kronis dapat menyebabkan pembesaran yang terutama melibatkan marginal dan
interproksimal gingiva. Obat tertentu seperti calcium channel blockers, fenitoin, dan
siklosporin berhubungan dengan pembesaran gingiva. Lebih penting lagi, pembesaran
gingiva mungkin merupakan manifestasi awal dari penyakit sistemik yang mendasar,
seperti leukemia akut, sam halnya dalam kasus yang dilaporkan.
Dua pasien yang dibahas dalam laporan ini menunjukkan pembesaran gingiva parah
sebagai tanda awal penyakit sistemik, dan keduanya didiagnosis dengan leukemia akut
mielomonositis dan menerima pengobatan hematologi. Namun, jalur diagnostik lebih
membingungkan pada kasus yang kedua. Dokter gigi bingung dengan pengamatan
radiografi
kerusakan tulang dianggap berkorelasi dengan pembesaran gingiva, dan karena itu,
pengobatan awal difokuskan untuk menghilangkan sumber infeksi. Akibatnya, keadaan
leukemik pasien hanya ditemukan setelah pasien menunjukkan kelemahan umum.
Kasus kedua menunjukkan bahwa peradangan periodontal bisa menjadi faktor yang
memperburuk pembesaran gingiva terkait dengan leukemia akut. Pada area peradangan,
leukosit biasanya terjebak dan dipulihkan, dan ini dapat mengintensifkan infiltrasi
leukemik pada stase leukemia.
Kesalahan diagnosa pada pembesaran gingiva karena leukemia dapat terjadi karena
jarang terlihat pada praktek dokter gigi umumnya, tidak terdapat pasien lain pada
depatemen penulis yang dilaporkan mengalami pembesaran gingiva sebagai suatu tanda
awal dari leukemia akut, seperti pada kedua pasien ini, selama 10 tahun terakhir. Selain
itu, sebagian besar laporan kasus penelitian tentang leukemia dalam bidang kedokteran
gigi telah diterbitkan, yang menunjukkan bahwa hal tersebut bukan merupakan suatu
yang umum.
Leukemia untuk sementara dapat didiagnosa dengan pemeriksaan HDL. Pada kasus
yang pertama, hasil HDL meningkatkan dugaan dari leukemia akut. Namun, riwayat
gejala pasien berperan penting dalam praktek kedokteran gigi. Sekitar setengah dari
pasien leukemia akut mengalami gejala seperti kelelahan, kelemahan, dan perasaan
tidak berdaya dalam waktu 3 bulan sebelum onset penyakit. Kehilangan nafsu makan
dan penurunan berat badan juga merupakan gejala umum. Presentasi gejala demam
yaitu 10% dari pasien terlepas dari infeksi, dan perdarahan spontan dan kecenderungan
mudah memar yaitu 5%. Kedua pasien yang didiskusikan dalam laporan ini
memperlihatkan perubahan sistemik, yang merupakan petunjuk diagnosa yang penting.
Jika terjadi kesalahan diagnosa dan pengobatan pada leukemia akut, kondisi yang
mengancam jiwa termasuk perdarahan gastrointestinal, perdarahan paru, dan infeksi
berat akan berkembang; mayoritas pasien yang tidak diobati mungkin menghadapi
situasi yang fatal dalam satu tahun. Oleh karena itu sangat penting untuk meneliti
penyebab kemungkinan pembesaran gingiva pada beberapa pasien, karena deteksi dini
memungkinkan intervensi yang cepat dan meningkatkan kemungkinan bertahan hidup.
Gejala oral dan periodontal dilaporkan bermanifestasi dalam berbagai jenis leukemia
khususnya dalam bentuk akut dan subakut. Pembesaran gingiva juga mungkin
berkembang dalam fase leukemia akut dan subleukemia. Selain itu, tipe tertentu
leukemia (seperti leukemia akut mielomonositis [klasifikasi FAB: M4] dan leukemia
akut monositis [klasifikasi FAB: M5] dilaporkan rentan terhadap infiltrasi gingiva dari
sel leukemia). Dreizen dkk melaporkan bahwa diantara 1076 pasien leukemia akut,
pembesaran gingiva dengan M5 terlihat pada 66,7% pasien, 18,5% dengan M4, dan
3,7% dengan leukemia M1 dan M2. Pembesaran gingiva juga telah dilaporkan tidak
berkembang pada pasien edentulous, meskipun infiltrasi gingiva dari sel leukemia telah
diamati dengan aspirasi sitologi jarum halus pada pasien edentulous dengan leukemia
akut M4.
Pembesaran gingiva pada pasien leukemia diketahui dapat menghilang tanpa perawatan
periodontal tertentu. Namun, gingiva yang membesar tersebut memfasilitasi akumulasi
plak dan impaksi makanan, dan mempersulit dalam menjaga kebersihan mulut. Hal ini
dapat menyebabkan inflamasi gingiva dengan pembengkakan gingiva sekunder. Pasien
pada kasus ini juga risau dengan adanya perdarahan dalam membersihkan rongga mulut.
Telah dilaporkan adanya hubungan antara perdarahan gingiva dan berkurangnya jumlah
Gambar 1. Gambaran klinis kasus 1 pada kunjungan awal (A-C: tampak fasial)
Gambar 2. Gambaran klinis kasus 1 pada kunjungan awal (A: tampak oklusal maksila;
B: tampak oklusal mandibula)
Gambar 3. Foto radiografi kasus 1
Gambar 4. Gambaran klinis kasus 1 setelah kemoterapi (A-C: tampak fasial)
Gambar 5. Gambaran klinis kasus 1 setelah kemoterapi (A: tampak oklusal maksila; B:
tampak oklusal mandibula)
Gambar 6. Foto radiografi kasus 2 (A: tampak panoramik; B: tampak computed
tomografi; C-E: gambaran rekonstruksi tiga-dimensi)