Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO), mendefinisikan
kesehatan

sebagai

keadaan

sejahtera

secara

fisik,

mental dan sosial bukan sekedar tidak memiliki penyakit


(WHO,1947) .
Keperawatan

adalah

optimalisasi

kesehatan

penyakit

cedera,

dan

perlindungan,
dan

promosi,

kemampuan,

meringankan

dan

pencegahan

penderitaan

melalui

diagnosis dan penanganan respons manusia, dan advokasi


dalam

pelayanan

populasi (ANA,

individu,

keluarga,

masyarakat,

adalah

suatu

dan

2003,hlm.6)

Kesehatan

jiwa

fisik,intelektual,

dan

emosional

secara

kondisi

optimal

dari

seseorang serta perkembangan ini berjalan selaras dengan


orang lain (UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1996). Di dalam
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 menjelaskan Dalam hal
dengan orang yang gangguan jiwa menunjukkan pikiran dan
perilaku
atau
dapat

yang

dapat

sekitarnya
melakukan

maka

membahayakan
tenaga

tindakan

dirinya,

kesehatan

medis

atau

yang

orang

lain

berwenang

pemberian

obat

psikofarmaka terhadap orang dengan gangguan jiwa yang


ditunjukkan untuk mengendalikan perilaku berbahaya.

Menurut Depkes RI tahun 1990, keperawatan jiwa


adalah suatu bidang praktik keperawatan yang menerapkan
teori perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya.
Peran perawat kesehatan jiwa menurut Weiss (1947)
yang dikutip oleh Stuart Sundeen dalam Principles and
Practice

of

Psychiatric

perawat

adalah

sebagai

satunya

mengobservasi

Nursing
Attitude

Care

(1995),

Therapy,

perubahan,baik

peran

yaitu

salah

perubahan

kecil

atau menetap yang terjadi pada klien.


Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
yang ekstrem dari marah atau ketakutan/panik.
Berdasarkan data dari WHO dalam Yosep (2013), ada
sekitar

450.000.000

orang

didunia

yang

mengalami

gangguan jiwa. WHO menyatakan setidaknya ada satu dari


empat
Riset

orang

didunia

Kesehatan

menunjukkan

bahwa

mengalami

Dasar
di

masalah

(Riskesdas)

Indonesia

mental.

Hasil

tahun

2013,

prevalensi

gangguan

mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala


depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15
tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Prevalensi
gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7
per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Provinsi
dengan

prevalensi

ganguan

mental

emosional

tertinggi

adalah Sulawesi Tengah (11,6%), Sulawesi Selatan(9,3%),

Jawa Barat(9,3%), Daerah Ibukota Yogyakarta (8,1%), dan


Nusa Tenggara Timur (7,8%).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan

latar

belakang

diatas,

maka

dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu:


Apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perubahan
Sikap

pada

Pasien

dengan

Perilaku

Kekerasan

Rawat Inap RSJ Mutiara Sukma Provinsi NTB?.


C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui Hubungan Dukungan

diRuang

Keluarga

dengan Perubahan Sikap pada Pasien dengan Perilaku


Kekerasan

diRuang

Rawat

Inap

RSJ

Mutiara

Sukma

Provinsi NTB.
2. Tujuan khusus:
a. Mengidentifikasi

dukungan

keluarga

perilaku kekerasan
b. Mengidentifikasi perubahan

sikap

dengan perilaku kekerasan


c. Menganalisis Hubungan Dukungan
Perubahan

Sikap

pada

Pasien

pada
pada

pasien

Keluarga
dengan

pasien

dengan

Perilaku

Kekerasan diRuang Rawat Inap RSJ Mutiara Sukma


Provinsi NTB.

D. Manfaat
1. Bagi Peneliti
Penelitian
pengalaman
dalam

ini

nyata

bidang

dan

bermanfaat
meningkatkan

kesehatan

serta

berpikir.
2. Bagi RSJ Mutiara Sukma Mataram
3. Bagi Keluarga/Masyarakat

untuk

memberikan

ilmu

pengetahuan

memperluas

wawasan

4. Bagi Institusi Pendidikan


5. Bagi Peneliti Selanjutnya
E. Keaslian Penelitian

Anda mungkin juga menyukai