Anda di halaman 1dari 2

BURUNG TEMPUA DAN BURUNG PUYUH

Dikutip oleh Pragnanta Yopie Pramasta


Dari Buku Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu
penerbit Adicita Karya Nusa cetakan pertama September 2006
Karangan Irwan Effendi
Di tanah Melayu pada zaman dahulu kala hiduplah seekor burung Tempua dan seekor burung
Puyuh. Keduanya bersahabat akrab, tolong menolong dan menyayangi sejak lama. Pada siang hari
mereka sehilir semudik mencari makan bersama-sama. Suka dan duka selalu bersama. Kalau hujan
sama berteduh, kalau panas sama bernaung. Mereka berpisah hanya jika pada malam hari. Dalam
semua hal mereka sepakat, namun dalam hal bersarang mereka berbeda pendapat.
Suatu hari mereka bercakap tentang sarang burung yang terbaik. Menurut Tempua,
sarangnya nyaman dan aman, sementara puyuh menceritakan sarangnya yang praktis.
Aku memiliki sarang yang cantik. Sarangku terbuat dari helaian alang-alang dan rumput
kering. Helaian itu dijalin dengan rapi sehingga tidak akan basah saat hujan, dan tidak akan
kepanasan di kala terik. Aku menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk membuatnya,
kata Tempua.
Sarang Tempua tergantung tinggi di atas pohon walaupun ada yang agak rendah. Jika rendah maka
pasti di dekatnya ada sarang ular, lebah atau penyengat. Tempua berlindung pada hewan-hewan
tersebut. Kalau Tempua bersarang rendah, pastilah ada yang menjaganya. Orang Melayu
mengatakan, kalau tidak ada berada, takkan mungkin Tempua bersarang rendah. Hanya karena
keberadaan sesuatu hal (penjaga) maka Tempua mau bersarang di dahan rendah.
Berbeda dengan Tempua, sarang burung Puyuh lebih praktis. Puyuh merasa tak perlu
menghabiskan waktunya untuk membuat sarang. Puyuh cukup mencari batang pohon yang
tumbang untuk berlindung di bawahnya. Jika tidak aman, Puyuh akan berpindah ke tempat
lain lagi.
Dengan sarang berpindah-pindah, musuh tidak tahu keberadaanku pada malam hari, kata
Puyuh.
Akhirnya mereka sepakat untuk mencoba sarang masing-masingnya. Malam pertama, Puyuh
mencoba sarang Tempua. Dengan susah payah Puyuh memanjat pohon sarang Tempua
tergantung. Sesampai di sarang Tempua, Puyuh terkagum-kagum melihat sarang Tempua yang
nyaman, kering dan bersih serta rapi. Kemudian, malam pun berlarut, Puyuh merasa haus dan
meminta minum kepada Tempua. Maaf kawan. Tidak mungkin aku terbang dan turun mencari air
karena keadaan gelap gulita, kata Tempua. Puyuh pun tertidur dalam kehausan.
Tak lama ketika Puyuh dan Tempua tidur pulas, tiba-tiba angin bertiup kencang. Pohon
tempat sarang Tempua pun bergoyang-goyang seakan-akan mau tumbang. Sarang Tempua
pun terayun-ayun. Puyuh ketakutan sekali dan seakan-akan mau muntah karena
terombang-ambing. Tenanglah kawan, kita tidak akan jatuh, kata Tempua menghibur. Tak
lama angin pun reda. Keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi sekali. Puyuh berkata,
kawan, aku tak mau lagi tidur di sarangmu. Aku takut jatuh lagi pula aku tidak bisa
menahan haus. Tempua diam saja dan memaklumi alasan Puyuh. Mereka pun kembali
bersama-sama mencari makan siang hari itu.

Setelah hari mulai gelap, Puyuh mengajak Tempua mencari pohon tumbang untuk dijadikan tempat
bermalam karena malam ini giliran Tempua yang mencoba sarang Puyuh. Setelah mencari, akhirnya
ditemukan pohon tumbang di dekat air mengalir. Sangat cocok bagi Puyuh.
Puyuh, dimana kita akan tidur? tanya Tempua karena ia tidak melihat sarang untuk tidur
mereka.
Disini, kita akan berlindung di bawah pohon ini, jawab Puyuh. Tempua merasa tidak
nyaman, tetapi mengikuti apa yang dilakukan Puyuh.
Tak lama kemudian, Puyuh sudah tertidur pulas sedangkan Tempua masih gelisah dan
mondar-mandir saja. Tiba-tiba hujan turun, membasahi tempat Puyuh dan Tempua tidur.
Puyuh, aku kedinginan, kata Tempua. Tidak apa-apa, kalau hujan reda tentu tidak akan
kedinginan lagi, jawab Puyuh.
Keesokan harinya Tempua mengeluh pada Puyuh bahwa ia tidak bisa tidur di sarang
Puyuh. Ternyata mereka masing-masing tidak cocok dengan sarang kawannya. Mereka
akhirnya memahami bahwa setiap makhluk mempunyai kesukaan dan kebiasaan yang tidak
bisa dipaksakan. Walaupun berbeda begitu, mereka saling menghargai perbedaan dan
pendapat itu sebagai hal yang wajar. Keduanya juga tetap bersahabat.

Anda mungkin juga menyukai