Anda di halaman 1dari 26

Bab I

Pendahuluan
Di negara industri hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di
Indonesia, hipertensi juga merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter
yang bekerja pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang tinggi dan
akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi
menjadi 2 golongan yaitu hipertensi primer yang diketahui penyebabnya atau idiopatik dan
hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4%
yang merupakan hipertensi terkontrol. Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit
kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai
penyebab kematian nomor satu.
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%, suatu persentase yang
rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3%), jadi merupakan faktor
risiko yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai.
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah.
Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah peningkatan jumlah
penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebab
seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok, stres, obesitas, riwayat keluarga dan lainlain.

Bab II
Kunjungan Rumah
Puskesmas

: UPTD Puskesmas Loji

Tanggal kunjungan rumah : 18 Desember 2015


Data Riwayat Keluarga
I.

Identitas pasien :
Nama

: Tn. M

Umur

: 45 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Pekerjaan

: Petani

Pendidikan

: Tidak tamat SD

Alamat

: Jl. Bakankadu RT05/RW02 Kelurahan Cinta Asih,


KecamatanPangkalan

Telepon
II.

III.

:-

Riwayat biologis keluarga :


a. Keadaan kesehatan sekarang

: Sakit

b. Kebersihan perorangan

: Kurang

c. Penyakit yang sering diderita

: Batuk-batuk

d. Penyakit keturunan

: Hipertensi

e. Penyakit kronis/ menular

: Tidak ada

f. Kecacatan anggota keluarga

: Tidak ada

g. Pola makan

: Cukup (variasi menu : nasi, sayur, tahu, ikan asin)

h. Pola istirahat

: Sedang

i. Jumlah anggota keluarga

: 3 orang

Psikologis keluarga
a. Kebiasaan buruk

: Tidak ada

b. Pengambilan keputusan

: Suami

c. Ketergantungan obat

: Tidak ada
2

IV.

d. Tempat mencari pelayanan kesehatan

: Puskesmas

e. Pola rekreasi

: Kurang

Keadaan rumah/ lingkungan


a. Jenis bangunan

: Semen (permanen)

b. Lantai rumah

: Semen

c. Luas rumah

: 28m2 (7m X 4m)

d. Penerangan

: Kurang

e. Kebersihan

: Kurang

f. Ventilasi

: Kurang

g. Dapur

: Ada

h. Jamban keluarga

: Jamban tidak tetap dan kurang terawat.

i. Sumber air minum

: Air Tanah

j. Sumber pencemaran air

: Ada (irigasi sawah)

k. Pemanfaatan pekarangan : Untuk menjemur pakaian


l. Sistem pembuangan air limbah : Ada (lancar)

V.

VI.

m. Tempat pembuangan sampah

: Ada

n. Sanitasi lingkungan

: Kurang

Spiritual keluarga
a. Ketaatan beribadah

: Baik

b. Keyakinan tentang kesehatan

: Sedang

Keadaan sosial keluarga


a. Tingkat pendidikan

: Rendah

b. Hubungan antar anggota keluarga

: Baik

c. Hubungan dengan orang lain

: Baik

d. Kegiatan organisasi sosial

: Kurang

e. Keadaan ekonomi

: Kurang

VII.

Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Tidak ada
b. Lain-lain

: Tidak ada

VIII. Anggota keluarga :


2

Keterangan
1. Os

: Laki-laki, sakit (47 tahun)

2. Istri Os

: Perempuan, sehat (42 tahun)

3. Anak I os

: Laki-Laki, sehat (16 tahun)

IX.

Keluhan utama

: Kepala terasa pusing

X.

Keluhan tambahan : Leher terasa pegal-pegal

XI.

Riwayat penyakit sekarang :


Os rutin datang berobat ke Puskesmas Loji sejak 3 tahun yang lalu dengan
keluhan kepala Os sering pusing (kepala terasa seperti cenut-cenut), sehingga Os sulit
beraktifitas. Os juga mengaku mempunyai riwayat darah tinggi semenjak 3 tahun yang
lalu. Selain itu Os mengaku kadang terasa pegal dan tegang pada daerah belakang leher.
BAK lancar dan BAB lancar. Alergi terhadap obat-obat tertentu ataupun makanan
disangkal oleh pasien. Riwayat sakit maag disangkal oleh Os. Riwayat merokok
disangkal oleh pasien. Os mengatakan ayahnya dan 2 saudara tertuanya juga memiliki
penyakit darah tinggi.

XII.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu

XIII. Pemeriksaan fisik :


Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda-tanda vital :
i. Tekanan darah

: 160/100 mmHg

ii. Frekuensi nadi

: 84 x/menit

iii. Frekuensi napas : 30 x/menit


iv. Suhu

: afebris

Kepala

: Normosefali

Mata

: Kedua konjungtiva tidak anemis dan kedua sklera tidak ikterik

Hidung

: Tidak tampak septum deviasi dan tidak tampak sekret

Telinga: Kedua telinga tidak tampak sekret, meatus akustikus eksternus lapang
Leher

: Tidak tampak pembesaran KGB regional, kelenjar tiroid tidak tampak


membesar.

Thorak
Paru

: Suara napas vesikuler, ronkhi (-) dan wheezing (-) di kedua lapang paru.

Jantung

: Bunyi jantung I -II reguler, dan tidak terdengar gallop maupun murmur

Abdomen

: Tampak datar, supel, bising usus terdengar normal, tidak nyeri tekan,
Hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas

: Edema (-) dan akral hangat

Tinggi badan : 160 cm


Berat badan

: 67 Kg

XIV. Diagnosis penyakit : Hipertensi


XV.

Diagnosis keluarga : -

XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit

a. Promotif : menghimbau kepada pasien yang memiliki hipertensi, agar dapat


menjalankan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, tidak
tinggi kolesterol, menghindari rokok, melakukan olahraga ringan dan mengurangi
aktivitas yang berat dan menyita banyak pikiran.
b. Preventif : menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang tidak asin dan rendah kandungan kolesterolnya, mengurangi konsumsi
kacang-kacangan, menghindari rokok, berolahraga ringan, mengurangi aktivitas yang
membutuhkan banyak pikiran, menghindari stress.
c.

Kuratif

: Terapi medikamentosa :
1. Obat anti hipertensi : Captopril 2 X 25 mg
Terapi non medikamentosa:
1. Diet rendah garam
2. Menjalankan pola hidup sehat (olah raga dan hindari stress)

d. Rehabilitatif: Minum obat yang teratur


XVII. Prognosis
Penyakit

: dubia ad bonam

Keluarga

: ad Bonam

Masyarakat

: dubia

XVIII. Resume

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berinisial Tn. Y berusia 47 tahun dengan
keluhan utama kepala terasa pusing. Os juga mengaku sering merasa pegal-pegal di
bagian lehernya. Selama 3 tahun terakhir ini os teratur berobat ke Puskesmas Loji untuk
mengontrol darah tingginya.
Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah

: 160/100 mmHg

Paru

: Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.

Abdomen

: Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar

Extremitas

: Edema -/-, akral hangat

Diagnosis kerja

: Hipertensi
6

Bab III
Analisa Kasus
Berikut adalah pembahasan hipertensi dengan pendekatan dokter keluarga :
Dari hasil kunjungan rumah pada tanggal 18 Desember 2015, didapatkan bahwa pasien
menderita hipertensi. Pasien laki-laki berusia 45 tahun. Pasien memberi perhatian yang cukup
baik akan keadaan kesehatan dirinya dan anggota keluarganya karena rutin berobat dan
mengontrol penyakitnya ke Puskesmas Loji. Pasien seorang petani dan memiliki 1 orang anak.
Rumah pasien tergolong tidak sehat dilihat dari ventilasi yang kurang memadai.
Penerangan rumah kurang baik, begitu juga dengan kebersihan rumah. Rumah pasien
berlantaikan semen. Di dalam rumah terdapat dapur dan 2 kamar. Pasien mengatakan, ia dan
istrinya tidur di tempat tidur. Pasien dan keluarganya menggunakan air sumur di sekitar
rumahnya sebagai sumber air minum, untuk mandi dan mencuci. Terdapat pembuangan sistem
pembuangan air limbah dan sampah di depan rumah pasien. Rumah pasien dekat dengan sawah
dan irigasi untuk sawah tersebut, terdapat pekarangan yang dimanfaatkan untuk lahan jemuran
handuk dan pakaian. Terdapat satu kamar mandi yang tidak tetap, kurang terjaga dan tidak
terawat kebersihannya.
Pasien dan keluarga merupakan pemeluk agama muslim yang taat. Keluarga pasien juga
keluarga merupakan yang sehat dan tidak mengidap penyakit apapun baik yang diderita secara
per orangan maupun yang memungkinkan untuk diturunkan.Saat ini kondisi pasien kurang baik,
namun pasien teratur memeriksakan dirinya ke Puskesmas Loji untuk mendapat obat darah
tinggi.
Selain pengobatan secara medis, untuk mencapai tingkat kesehatan yang lebih optimal
hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang lebih sehat, kebersihan diri yang lebih baik,
cukupnya asupan gizi, serta mengontrol pola makan dan berolah raga secara teratur. Pasien
cenderung mengkonsumsi ikan asin bersama lalapan. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
tinggi pasien oleh karena ikan asin memiliki kadar Natrium yang tinggi. Untuk mencegah
terjadinya perburukan penyakit, pasien harus merubah pola hidupnya dengan perilaku hidup
bersih dan sehat.

Bab IV
Tinjauan Pustaka

DEFINISI HIPERTENSI
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Penulisan tekanan darah (contoh: 120/80 mmHg) didasarkan pada dua fase dalam setiap denyut
jantung.
Hipertensi adalah tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg secara
kronik. Berdasarkan penyebabnya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat
diketahui. disebut juga hipertensi idiopatik. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita
jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak ditujukan bagi
penderita hipertensi essensial ini.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Jenis hipertensi yang menjadi penyebabnya dapat
diketahui, sering disebut hipertensi renal karena kelainan ginjal menjadi penyebab tersering.
Penyebab hipertensi sekunder ini antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan
kelenjar tiroid, atau penyekit kelenjar adrenal.Terdapat pada sekitar 5% kasus. Penyebab
spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasio
aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.

Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa diatas 18 tahun


Klasifikasi

Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)

Normal

<120 dan <80

Prehipertensi

120-139 atau 80-89

Hipertensi Stadium I

140-159 atau 90-99

Hipertensi Stadium II

>160 atau >100

Sumber JNC VII 2003 JNC 7 (the Seventh US National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)

BATASAN
Menurut WHO (1978), batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut borderline hypertension. Batasan
tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin sedangkan batasan hipertensi yang
memperhatikan perbedaan usia dan jenis kelamin diajukan oleh kaplan (1985) sebagai berikut:
pria yang berusia <45 dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada waktu berbaring 130/90
mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia >45 dinyatakan hipertensi jika tekanan darahnya
145/95 mmHg atau lebih. Wanita yang mempunyai tekanan darah 160/95 mmHg atau lebih
dinyatakan hipertensi.
The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (1997) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau sedang
dalam pengobatan antihipertensi.
PATOGENESIS
Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus berkembang
karena belum didapat jawaban yang memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya
peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi
tekanan darah, seperti yang telihat pada gambar 1.

Gambar 1. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingginya Tekanan Darah


Selain curah jantung dan tahanan perifer, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh
tekanan atrium kanan. Oleh karena tekanan atrium kanan mendekati nol, nilai tersebut tidak
mempunyai banyak pengaruh.
Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya, sistem kontrol tersebut
dibedakan dalam sistem yang bereaksi segera, yang bereaksi kurang cepat, dan yang bereaksi
dalam jangka panjang. Refleks kardiovasular melalui sitem saraf termasuk sitem kontrol yang
bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada sinus karotis dan arkus
aorta berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain sistem kontrol saraf terhadap
tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf
pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis, dan otot polos.
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang dikontrol oleh
hormon angiotensin dan vasopresin termasuk sitem kontrol yang bereaksi kurang cepat.

10

Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian
dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem yang bereaksi kurang cepat dan
dilanjutkan oleh sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang.
Berbagai faktor seperti faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan
membran sel, aktifitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal, serta obesitas dan faktor
endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer (gambar1).
Peran faktor genetik terhadap hipertensi primer dibuktikan dengan berbagai fakta yang
dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien kembar
monozigot daripada heterozigot, jika salah satu diantaranya mendertia hipertensi, menyokong
pendapat bahwa faktor genetik mempunyaio pengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Percobaan
binatang memberikan banyak bukti tambahan tentang peran faktor genetik ini. Tikus golongan
japanese spontaneously hypertensive rat (SHR), New Zealand genetically hypertensive (GH),
Dahl salt sensitive (S) dan salt resistant (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS)
menunjukan bukti tersebut. Dua turunan tikus yang disebutkan pertama mempunyai faktor
neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting pada timbulnya hipertensi,
sedangkan dua turunan yang lain menunjukan faktor kepekaan terhadap garam yang juga
diturunakan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer
normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah
jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks
aoturegulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang
meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peninggian tahanan perifer.
Menurut Lund-Johansen (1989), pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi
menunjukan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan
perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Guyton (1989) berpendapat
bahwa hipertensi terjadi perubahan autoregulasi dan sebagai penyebab awal perubahan ini adalah
retensi garam oleh ginjal. Mengenai perubahan di ginjal ini, Brenner dan kawan-kawan (1988)
11

menyatakan bahwa penurunan permukaan filtrasi pada ginjal dapat terjadi secara kongenital atau
didapat.
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam waktu
yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu, diduga
terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer. Secara
pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi yang terjadi pada pembuluh darah
yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut diikuti pula kelainan
struktural pada pembuluh darah dan jantung. Pada pembuluh darah terjadi hipertrofi dinding
sedangkan pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.
Folkow (1987) menunjukan bahwa stress dengan peninggian aktivitas saraf simpatis
menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Berkaitan dengan hal ini Swales
(1990) mengemukakan bahwa perubahan fungsi membran sel juga dapat menyebabkan
konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Sedangkan Lever (1986) menyatakan bahwa
mekanisme trofik dapat menyebabkan hipertrofi vaskular secara langsung. Faktor lain yng
diduga ikut berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor.
Berbagai promotor pressor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel yang
mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan
peningkatan tekanan darah, seperti terlihat pada gambar 2.

12

Gambar 2. Mekanisme berbagai Vascular Growth Promotors dalam Menimbulkan hipertensi


Mengenai kelainan fungsi membran sel, pada binatang percobaan dan pasien hipertensi,
Garay (1990) telah membuktikan adanya defek transpor Na+ dan atau Ca++ lewat membran sel.
Defek tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik atau oleh peninggian hormon natriuretik
akibat peninggian volume intravaskular. De Wardener dan Clarkson (1985) menyatakan bahwa
hormon natriuretik ini adalah penghambat pompa natrium yang bersifat vasokonstriktor.
Mengenai perubahan yang terjadi intraselular, Blaustein (1988) berpendapat bahwa kenaikan
kadar natrium intraselular yang disebabkan oleh penghambatan pompa natrium akan
meninggikan kadar kalsium intrasel. Berbagai faktor tersebut diatas, baik akibat perubahan

13

dinding pembuluh darah maupun konstriksi fungsional akibat peninggian kadar kalsium intrasel
akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan peningkatan tekanan darah yang menetap.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan
garam kurang dari tiga gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan
jika asupan garam antara 5-15 gram per hari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%.
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan garam ini akan diikuti oleh
peninggian ekskresi garam sehingga tercapai kembali keadaan hemodinamik yang normal. Pada
pasien hipertensi primer, mekanisme (peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu, selain
adanya faktor lain yang ikut berperan.
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi. Produksi
renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan pada
proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang mempunyai efek vasokonstriksi.
Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air.
Keadaan tersebut berperan pada timbulnya hipertensi. Peran sistem renin, angiotensin dan
aldosteron pada timbulnya hipertensi primer masih merupakan bahan perdebatan. Hal ini
disebabkan oleh fakta yang menunjukan bahwa 20-30% pasien hipertensi primer mempunyai
kadar renin rendah, 50-60% kadar renin normal, sedangkan kadar renin tinggi hanya 15%.
FAKTOR RISIKO DAN GEJALA KLINIS HIPERTENSI
Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:
1. Obesitas (Kegemukan).
Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan
antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah penderita obesitasobesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita
hipertensi dengan berat badan normal.

14

2. Stres.
Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).
Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu).
3. Faktor Keturunan (Genetik).
Apabila riwayat hipertensi didapat pada keuda orang tua, maka dugaan hipertensi essensial
akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah
satunya adalah penderita hipertensi.
4. Jenis Kelamin (Gender).
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi
berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali
dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya
status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan
kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.
5. Usia.
Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juiga
semakin besar.
6. Asupan garam.
Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan diikuti oleh
peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang terganggu
7. Gaya hidup yang kurang sehat.

15

Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok,
minum minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat pula mempenegaruhi peningkatan
tekanan darah.
Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa: Pusing,
Mudah marah,Telinga berdengung, Sukar tidur, Sesak nafas, Rasa berat di tengkuk, Mudah lelah,
Mata berkunang-kunang, Mimisan (jarang dilaporkan).
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi
primer.bergantung pada tingginya tekanan darah yang timbul dapat berbeda-beda. Kadangkadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung.
Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, dan migrain dapat ditemukan sebagai gejala
klinis hipertensi primer meskipun tidak jarang yang tanpa gejala.

DIAGNOSIS
Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosa hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan
data anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan
penunjang. Pada saat pasien berkonsultasi perlu ditanyakan riwayat hipertensi orang tuanya,
mengingat 43-80% kasus hipertensi esensial diturunkan dari kedua orang tuanya. Perlu juga
ditanyakan tentang pengobatan yang sedang dijalaninya pada saat itu. Ada beberapa obat-obatan
dapat menimbulkan hipertensi seperti golongan obat kortikosteroid. Pada wanita, keterangan
mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat eklamsia (keracunan kehamilan), riwayat
persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi diperlukan pada saat konsultasi. Selain itu, data
mengenai penyakit yand diderita seperti diabetes melitus (kencing manis), penyakit ginjal, serta
faktor resiko terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, stress, data berat badan juga perlu
ditanyakan. Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi
esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingginya tekanan darah adalah : faktor pasien, faktor alat dan tempat
pengukuran. Agar didapat pengukuran yang akurat, sebaiknya pengukuran dilakukan setelah
pasien beristirahat dengan cukup, minimal setelah 5 menit berbaring dan dilakukan pada posisi
16

berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 3-4 kali pemeriksaan, dengan interval antara 5-10 menit.
Tempat pemeriksaan dapat pula mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran di tempat praktek,
biasanya mendapatkan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengukuran di rumah.
Hasil pengukuran lebih tinggi di tempat praktek disebut office hypertension. Mengingat hal
tersebut di atas, untuk keperluan follow up pengobatan sebaiknya dipakai pegangan hasil
pengukuran tekanan darah di rumah. Pengukuran yang pertama kali belum dapat memastikan
adanya hipertensi, akan tetapi dapat merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut.
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1.

mengidentifikasi penyebab hipertensi

2.

menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular, beratnya penyakit, serta
respons terhadap pengobatan

3.

mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskular yang lain atau penyakit penyerta, yang
ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis, pemeriksaan

fisis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.


Pada 43-80% kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga
meskipun hal ini belum dapat memastikan diagnosis. Jika didapatkan riwayat hipertensi pada
kedua orang tua dugaan terhadap hipertensi primer makin kuat. Sebagian besar hipertensi primer
terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya pada 20% terjadi pada dibawah usia 20 tahun dan diatas
50 tahun.
Jika sudah diketahui mengidap hipertensi sebelumnya diperlukan informasi mengenai
pengobatan yang telah diperoleh yaitu tentang efektifitas dan efek samping obat. Hal ini
diperlukan untuk menentukan jenis dan dosis obat yang akan digunakan. Keterangan mengenai
obat yang sedang diminum pasien yang mungkin menimbulkan hipertensi seperti golongan
kortikosteroid, golongan penghambat monoamin oksidase (monoamine oxidase inhibitors), dan
golongan simpatonimetik sangat diperlukan. Kebiasaan makan makanan yang banyak
mengandung garam perlu ditanyakan untuk mendapatkan gambaran tentang jumlah asupan
garam pada pasien. Pada wanita diperlukan keterangan mengenai riwayat hipertensi pada
kehamilan, riwayat ekslamsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi.
Keterangan lain yang diperlukan adalah tentang penyakit lain yang diderita seperti diabetes
melitus, penyakit ginjal, serta faktor risiko untuk terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol,
17

faktor stres, dan data berat badan. Riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal polikistik, kanker
tiroid, feokromositoma, batu ginjal, dan hiperparatiroidisme perlu ditanyakan untuk melengkapi
anamnesis.
PENATALAKSANAAN
Penanganan/pengobatan hipertensi
1. Pengobatan Non-farmakologis. Terkadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga
pengobatan farmakologis tidak diperlukan, atau minimal ditunda.
2. Pengobatan Farmakologi. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan kimiawi.
Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan secara non farmakologis,
antara lain:
1. Mengatasi Obesitas. dengan melakukan diet rendah kolesterol, namun kaya dengan serat dan
protein. Dianjurkan pula minum suplemen potassium dan kalsium. Minyak ikan yang kaya
dengan asam lemak omega 3 juga dianjurkan. Diskusikan dengan dokter ahli/ahli gizi
sebelum melakukan diet.
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita hipertensi. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan, jadi
sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal.
3. Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita hipertensi.
Perkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi, yang dapat mengontrol
sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita hipertensi
untuk melakukan olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi
minum minuman beralkohol sebaiknya juga dilakukan
Selain cara pengobatan non farmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer ialah
dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat anti hipertensi berdasarkan beberapa
faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target, dan
terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskular atau faktor resiko lain, seperti yang
terlihat pada tabel 3 dan 4.
Pengobatan hipertensi berlandaskan beberapa prinsip:
18

1.

pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kausal

2.

pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komlikasi

3.

upaya menurunkan tekanan darh dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi selain
dengan perubahan gaya hidup

4.

pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan


besar untuk seumur hidup

5.

pengobatan menggunakan algoritma yang dianjurkan The Joint National Committee on


Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1997) (Gambar 5)
Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat anti hipertensi yang
dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikan, bergantung pada umur,
kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat anti hipertensi yang dipilih sebaiknya yang mempunyai
efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan setelah 24 jam efek
penurunan tekanan darahnya masih diatas 50% efek maksimal. Obat antihipertensi kerja panjang
yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam lebih disukai daripada obat
jangka pendek disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.

kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari

2.

harga obat dapat lebih murah

3.

pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten

4.

mendapat perlindungan terhadap faktor risiko seperti kematian mendadak, serangan jantung,
dan strok, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah pada saat bangun setelah tidur
malam hari

19

Gambar 5. Algoritma Pengobatan Hipertensi

KOMPLIKASI
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan diastolik 130
mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan tinggi.
Beberapa negara mempunyai pola komlikasi yang berbeda-beda. Di Jepang, gangguan
serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang lain, sedangkan di
Amerika dan Eropa komlikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia belum ada data
mengenai hal ini, akan tetapi komlikasi serebrovaskular dan komlikasi jantung sering ditemukan.
20

Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata, ginjal, jantung,
dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan.
Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat disamping
kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan yang disebabkan oleh
pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi
adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (transient ischaemic attack).
Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut
seperti pada hipertensi maligna.

KEDARURATAN HIPERTENSI
Keadaan darurat hipertensi jarang terjadi pada pasien yang sebelumnya normotensi.
Keadaan ini lebih sering terjadi sebagai komplikasi pada pasien hipertensi yang lama tak
terkendali atau hipertensi akselerasi (accelerated hypertension).
Pada hipertensi ringan dan sedang penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap. Pada
hipertensi maligna dan keaadaan krisis hipertensi pengobatan ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah secara cepat dengan hitungan waktu dalam jam bahkan menit. Hal ini sangat
penting karena peningkatan tekanan darah yang cepat akan mempermudah terjadinya
komplikasi.
Keadaan darurat hipertensi dibedakan menjadi emergensis dan urgensis yang bergantung
pada kebutuhan waktu pengobatan. Apabila pengobatan harus dilakukan dalam 1 jam disebut
emergensi skoma dan urgensis jika pengobatan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam. Yang
termasuk hipertensi emergensis antara lain hipertensis ensefalopati, hipertensi dengan
pendarahan intrakranial, gagal jantung kiri akut, aneurisma aorta yang pecah, dan pada toksemia.
Hipertensi maligna tanpa komplikasi, hipertensi perioperatif, dan hipertensi pada pasien yang
memerlukan operasi segera termasuk keadaan hipertensi urgensi. Perbedaan antara keduanya
kadang-kadang tidak jelas sehingga pengelolaan secara profesional sangat diperlukan

Bab V
21

Penutup
V.1 Kesimpulan
Dalam Epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu proses
interaksi antara: Pejamu (host), Penyebab (agent), dan Lingkungan (environment). Segitiga
epidemiologi (John Gordon) menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit seperti
penjamu, agent dan lingkungan. Sedangkan Hendrik L. Blum, menggambarkannya sebagai
hubungan antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan.1,2
Hipertensi dibedakan menjadi primer dan sekunder yang bergantung pada faktor
etiologinya. Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui
penyebabnya, sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi yang
penyebabnya karena penyakit lain atau yang disebut hipertensi sekunder, diderita kira-kira 5%
dari penderita hipertensi
Obat-obatan anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain, diuretik, beta blocker,
penggantian kalium, panghambat saluran kalsium dan ace inhibitor.
Yang termasuk hipertensi emergensi antara lain hipertensi ensefalopati, hipertensi dengan
perdarahan intrakranial, gagal jantung kiri akut, aneurisma aorta yang pecah, dan pada talasemia.
Hipertensi maligna tanpa komplikasi hipertensi perioperatif, dan hipertensi pada pasien
yang memerlukan operasi segera termasuk keadaan hipertensi urgensi. Perbedaan antara
keduanya kadang-kadang tidak jelas sehingga pengelolaan secara profesional sangat
diperlukan18. perlu diperhatikan pula bahwa pemberian obat oral pun untuk hipertensi mendesak
dapat menimbulkan iskemia miocard dan hipoperfusi serebral.
Hipertensi yang terkontrol dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik. Prognosis
sangat baik, tergantung gaya hidup.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL: Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div., 2005.
2. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
3. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai Penerbit
FKUI, 2003.
4. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
5. Boedhi-Darmojo, R. Community Prevalence of hypertension in Indonesia 8th World
Congress of Cardiology, Tokyo, 1978
6. Boedhi-Darmojo. R, Imam Parsudi dkk. Knowledge and Attitude of doctors on
Hypertension, 3rd ASEAN Congress of Cardiology, Singapore (1980), in MEDIKA II,7,
634-638, 1985
7. Kartari, dkk.: Blood Pressure values and Prevalence of Hypertension in certain Ethnic
Groups in Indonesia, Bull. Health Studies, 1976
8. Mustacchi P. The Interface of the work environment and hypertension, Med. Clin. N-Am.,
61.3,531, 1977
9. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive Aspects WHO
Chronicle 1962

Lampiran Foto

23

24

25

26

Anda mungkin juga menyukai