Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Terapi
Cairan ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Adapun penulisan referat ini
bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan kepaniteraan klinik ilmu anestesi di
RSUD Karawang.
Selesainya referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini hingga selesai, terutama kepada dr.
Ade, Sp. An, dr. Ucu, Sp. An, dan dr. Sabur, Sp. An selaku dokter pembimbing dan konsulen
anestesi di RSUD Karawang yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan
yang membantu dalam penyusunan referat ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman sejawat dan penata-penata serta pihak-pihak lain yang telah membantu
dalam penyelesaian referat ini yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan referat ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Jakarta, 20 Juli 2014


Penulis

Ula Inda Rahmadhani


030.10.273
DAFTAR ISI
1

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
2.1..............................................................................................................................
Cairan Tubuh ...................................................................................................... 4
2.2.............................................................................................................................. Jenis
Cairan ................................................................................................................. 7
2.3..............................................................................................................................
Elektrolit............................................................................................................. 11
2.4..............................................................................................................................
Gangguan Keseimbangan Air Dan Elektrolit..................................................... 12
2.5..............................................................................................................................
Definisi Terapi Cairan......................................................................................... 13
2.6..............................................................................................................................
Tujuan Terapi cairan............................................................................................ 13
2.7..............................................................................................................................
Resusitasi cairan.................................................................................................. 14
2.8.............................................................................................................................. Terapi
cairan resusitasi dan rumatan.............................................................................. 15
2.9..............................................................................................................................
Teknik pemberian................................................................................................ 17
2.10. Komplikasi....................................................................................................... 17
BAB III KESIMPULAN ............................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam tubuh. Tubuh
terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat seperti protein, lemak, dan
mineral. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak
atau sedikitnya lemak tubuh. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan
pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak
disbanding pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat
rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi
dibandingkan dengan dewasa.
Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan manusia, saat
menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan saat dewasa pada pria
mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada wanita. Air dalam tubuh terbagi
kedalam dua kelompok besar, yaitu yang berada pada ruang interselular, serta yang berada
pada ruang ekstraselular. Ekstraselular dibagi lagi menjadi cairan intravaskuler dan cairan
interstisial.
Terapi cairan dibutuhkan

pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan air serta

nutrisi-nutrisi tersebut tidak dapat terpenuhi secara peroral. Misalnya pada kasus pasien yang
harus puasa dalam jangka waktu lama, karena pembedahan saluran cerna, dan dibutuhkan
juga pada kondisi pasien dengan perdarahan masif, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual
muntah tak berkesudahan, serta kondisi-kondisi lainnya. Hampir seluruh pasien yang
menjalani prosedur pembedahan membutuhkan akses vena serta terapi cairan intravena.
Pemeliharaan volume intravaskuler agar tetap pada batas normal sangatlah penting dalam
periode perioperatif. Penilaian volume intravaskuler serta penggantian dari cairan dan
elektrolit yang hilang selama prosedur pembedahan sedang berlangsung harus dapat

dilakukan dengan tepat. Kesalahan dalam penggantian cairan dapat menyebabkan morbiditas
yang cukup bermakna atau bahkan sampai kematian. Mengingat akan hal tersebut, maka
penulis akan mencoba menguraikan tentang terapi cairan dalam referat ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cairan Tubuh1


Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Distribusi cairan tubuh manusia
dewasa:
1. Zat padat

: 40% dari berat badan

2. Zat cair

: 60% dari berat badan

Zat cair (60% BB), terdiri dari:

Cairan intrasel
: 40% dari BB
Cairan ekstrasel
: 20% dari BB, terdiri dari:
- cairan intravaskuler : 5% dari BB
- cairan interstisial
: 15% dari BB
Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari:
- LCS, sinovial, gastrointestinal dan intraorbital

Bayi mempunyai cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan
berubah sesuai dengan perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel dua kali
cairan ekstrasel.
Ginjal berfungsi mengatur jumlah cairan tubuh, osmolaritas cairan ekstrasel,
konsentrasi ion-ion penting dan keseimbangan asam basa. Fungsi ginjal sempurna setelah
anak mencapai umur satu tahun, sehingga komposisi cairan tubuh harus diperhatikan pada
saat terapi cairan.
Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit. Elektrolit yang terpenting dalam:

Ekstrasel
Intrasel

: Na+ dan Cl: K+ dan PO44

Non elektrolit:
BM kecil
BM besar

: Glukosa
: Protein

Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah eritrosit (3% BB) menjadi darah. Jadi
volume darah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah darah bila dihitung berdasarkan estimated
blood volume (EBV) adalah:

Neonatus
Bayi
Anak dan dewasa

= 90 ml/kg BB
= 80 ml/kg BB
= 70 ml/kg BB

Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari


1. Dewasa:
Air

: 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%

Na+

: 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)

K+

: 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)

2. Bayi dan anak:


Air

0-10 kg

10-20 kg
: 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000 ml + 50
ml/kg di atas 10 kg)

>20 kg
: 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 ml + 20
ml/kg di atas 20 kg)

: 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

Na+

: 2 mEq/kg

K+

: 2 mEq/kg

Cairan masuk:

Minum

: 800-1700 ml

Makanan

: 500-1000 ml

Hasil oksidasi : 200-300 ml

Hasil metabolisme:

- Dewasa

: 5 ml/kg/hari
5

- Anak

: 2-14 tahun

= 5-6 ml/kg/hari

: 7-11 tahun

= 5-7 ml/kg/hari

: 5-7 tahun

= 8-8,5 ml/kg/hari

- Balita
Cairan keluar:

= 8 ml/kg/hari

- Urin

: normal > 0,5-1 ml/kg/jam

- Feses

: 1 ml/hari

- Invisble loss :

- dewasa : 15 ml/kg/hari
- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari

Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh:

Tekanan hidrostatik

Tekanan onkotik

Tekanan osmotik

= mencapai keseimbangan

Gangguan kesimbangan cairan tubuh umumnya menyangkut extracell fluid atau


cairan ekstrasel. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang mempengaruhi pergerakan air
melalui dinding kapiler. Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan
tekanan onkotik akan menurun sehingga cairan intravaskuler akan didorong mauk ke
interstisial yang berakibat edema.
Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan yang mencegah
pergerakan air. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan onkotik plasma, sehingga bila
albumin cukup pada cairan intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstisial.
Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :

Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )

Hiperventilasi

Suhu lingkungan tinggi

Aktivitas ekstrim

Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )


6

Kebutuhan menurun pada :

Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )

Kelembaban sangat tinggi

Oligouri atau anuria

Aktivitas menurun / tidak beraktivitas

Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )


2.2 Jenis Cairan 5,6,7
Cairan intravena ada tiga jenis:
1. Cairan kristaloid
Misal : NaCl 0,9%, Lactate Ringer, Ringers solution, 5% Dextrose

Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton) dengan atau tanpa
glukosa.

Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraselular.

2. Cairan koloid
Misal : a. Albumin
b. Plasma protein fraction : plasmanat
c. Koloid sintetik : dextran, hetastarch

Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 Dalton), misal: protein

Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang
intravaskuler.

3. Cairan khusus

Digunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti NaCl 3%, Bicnat, Manitol

Cairan Kristaloid
1. Ringer laktat

Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan. Banyak digunakan
sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok hipovolemik, diare, trauma, luka bakar.
Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk
memperbaiki keadaan seperti metabolik asidosis.
Kalium yang terdapat di dalam RL pula tidak cukup untuk maintenance sehari-hari,
apalagi untuk kasus defisit kalium. RL juga tidak mengandung glukosa sehingga bila akan
dipakai sebagai cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya
ketosis.
2. Ringer
Komposisinya mendekati fisiologis tetapi bila dibandingkan dengan RL ada beberapa
kekurangan, seperti:

Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlh besar dapat menyebabkan asidosis
dilusional dan asidosis hiperkloremia.

Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat untuk


memperingan asidosis.

Dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hiperkloremia, muntah-muntah dan


lain-lain.

3. NaCl 0,9% (normal saline)


Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama pada kasus:
Kadar Na+ yang rendah
Keadaan di mana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada alkalosis,

retensi kalium
Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala
Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi

Tetapi ia memiliki beberapa kekurangan iaitu:


Tidak mengandung HCO3 Tidak mengandung K+
Kadar Na+ dan Cl- relatif lebih tinggi sehingga dapat terjadi asidosis
hiperkloremia, asidosis delusional dan hipernatremia.

4. Dextrose 5% dan 10%


Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan pembatasan intake
natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit. Penggunaan perioperatif untuk:
Berlangsungnya metabolisme
Menyediakan kebutuhan air
Mencegah hipoglikemia
Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g karbohidrat untuk

mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh


Menurunkan level asam lemak bebas dan keton
Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200g karbohidrat
Cairan infus mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak boleh diberikan

pada pasien trauma kapitis (neuro trauma). Dextrose dan air dapat berpindah secara bebas ke
dalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air
yang menyebabkan edema otak.
5. Darrow
Digunakan pada defisiensi kalium untuk mengantikan kehilangan harian, kalium
banyak terbuang (diare, diabetik asidosis).
Cairan Koloid
Yang termasuk golongan ini adalah:
1. Albumin
2. Bloood product: RBC
3. Plasma protein fraction: plasmanat
4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch
Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis:
1. Cairan rumatan (maintenance)
Cairan bersifat hipotonis: 5% Dextrose, 5% Dextrose in 0,25 NS dan 5% Dextrose in
0,5 NS
2. Cairan pengganti (replacement)
Cairan bersifat isotonis: RL, NaCl 0,9%, koloid
3. Cairan khusus
Cairan bersifat hipertonis: NaCl 3%, Manitol 20%, Sodium bicarbonas (Bicnat)
Kristaloid dibanding Koloid
Resusitasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang interstisial,
sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung menyebabkan ekspansi ke volume
intravaskuler dengan menarik cairan dari ruang interstitial. Koloid isoonkotik akan mengisi
ruang intravaskuler tanpa mengurangi volume interstisial.

Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema dibandingkan koloid.


Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada kemungkinan akan merembes ke
dalam ruang interstisial dan akan meningkatkan tekananan onkotik plasma. Peningkatan
tekanan onkotik plasma ini dapat menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi.
Keunggulan koloid terhadap respons metabolik adalah meningkatkan pengiriman
oksigen ke jaringan (DO2) dan konsumsi oksigen (VO2) serta menurunkan laktat serum. DO2
dan VO2 dapat menjadi indikator untuk mengetahui prognosis pasien.
Efek terhadap Volume Intravaskuler
Antara ruang intravaskuler dan interststial dibatasi oleh dinding kapiler yang
permiabel terhadap air dan elektrolit tetapi impermeabel terhadap makro (protein plasma).
Cairan dapat melewati dinding kapiler akibat adanya tekanan hidrostatik. Bila tekanan
onkotik menurun maka tekanan hidrostatik lebih besar, sehingga akan mendorong cairan dari
intervaskuler ke interstisial.
Efek kristaloid terhadap volume intravaskuler jauh lebih singkat dibanding koloid. Ini
karena kristaloid dengan mudah didistribusi ke cairan ekstraseluler, hanya sekitar 20%
elektrolit yang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler. Waktu paruh intravaskuler yang
lama sering dianggap sebagai sifat koloid yang menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika
terjadi hemodilusi yang berlebihan atau terjadi hipovolemia yang tidak sengaja, khususnya
pada pasien penyakit jantung.
Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi. Resusitasi
dengan kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi. Untuk menentukan apakah
diberikan kristaloid, harus dilihat kasus per kasus.
Efek terhadap Volume Interstitial
Pasca syok hemoragik akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada syok terjadi
defisit cairan interstitial, pendapat lain yang menyatakan volume cairan interstitial meningkat
pasca syok hemoragik. Kedua pendapat yang bertentangan ini mungkin bias diterima, karena
pada syok hemoragik dini dapat terjadi defisit cairan interstitial sedangkan pada syok
hemoragik lanjut atau syok septik akan terjadi perubhan permeabilitas kapiler sehingga
volume cairan interstitial meningkat. Pada keadaan volume cairan interstitial berkurang maka
kristaloid lebih efektif untuk mengantikan defisit volume dibanding koloid.
Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial. Jika volume
cairan interstitial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin 25% akan lebih efektif,
karena cairan interstitial akan berpindah ke ruang intravaskuler. Pada pemberian koloid dapat

10

terjadi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan, seperto gangguan hemostasis yang berhubungan
dengan dosis. Pada umumnya pemberian koloid maksimal adalah 33 ml/kg BB.
2.3 Elektrolit
Gangguan elektrolit yang sering mengancam kehidupan pada pasien keadaan kritis
adalah kalium, natrium, kalsium, magnesium dan fosfat. Urgensi terapi tergantung pada
keadaan klinis, bukan kadar absolut (absolute electrolyte value).
a. Kalium
o Kalium penting untuk mempertahankan membran potensial elektrik.
o Gangguan kadar kalium terutama mempengaruhi system kardiovaskuler,
neuromuskuler dan gastrointestinal
o Kadar normal: 3,5-5,5 mEq/L
b. Natrium
o Natrium penting dalam menentukan osmolaritas darah, berperan pada regulasi
volume ekstrasel
o Gangguan natrium mempengaruhi neuronal dan neuromuscular junction
o Kadar normal: 135-145 mg/L
c. Kalsium
o Kalsium berfungsi untuk kontraski otot, transmisi impuls saraf, sekresi
hormone,

pembekuan

darah,

pembelahan

dan

pergerakan

sel

dan

penyembuhan luka
o Kadar kalsium sebaiknya dinilai dari ionized calcium
o Kadar normal: 1-1,25 m.mol/L
d. Fosfat
o Berperan dalam metabolism energy
e. Magnesium
o Berfungsi untuk transver energy dan stabilitas elektrik.
2.4 Gangguan Keseimbangan Air Dan Elektrolit
I. Gangguan keseimbangan cairan
Kehilangan cairan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang
mengakibatkan dehidrasi, misalnya pada keadaan gastroenteritis, demam tinggi, pembedahan,
luka bakar, dan penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak seimbang.
Dehidrasi
Adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan
cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi keduanya.
Dehidrasi dibedakan atas :
11

Dehidrasi hipotonik
- Kadar Na < 130 mmol/L
- Osmolaritas < 275 mOsm/L
- Letargi, kadang-kadang kejang

Dehidrasi isotonik
- Na dan osmolaritas serum normal

Dehidrasi hipertonik
- Na > 150 mmol/L
- Osmolaritas > 295 mOsm/L
- Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang
Kehilangan cairan melalui diare

Kehilangan Na menyebabkan hipovolemia

Kehilangan H20 menyebabkan dehidrasi

Kehilangan HCO3 menyebabkan asidosis metabolik

Kehilangan K menyebabkan hipokalemi


Kehilangan cairan melalui muntah

Hipokloremi

Hipokalemi

Alkalosis metabolic

Gangguan keseimbangan air dan Na


Keadaan lain yang mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit
Gastroenteritis, DHF, Difteri, Tifoid, Hiperemesis gravidarum, Sectio cesar, Histerektomi,
Kistektomi, Apendektomi, Splenektomi, Gastrektomi, Reseksi usus, Perdarahan intraoperatif,
Ketoasidosis Diabetikum.
2.5 Definisi Terapi Cairan 2,3,4
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batasbatas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
Terapi cairan ini dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan-keadaan seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Selain itu khususnya dalam pembedahan dengan anestesia
12

yang memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi cairan tersebut
berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan dan mengganti perdarahan yang terjadi.
2.6 Tujuan Terapi Cairan
Pemberian cairan intravena adalah untuk memulihkan volume sirkulasi darah. Pada
syok, tujuan resusitasi cairan adalah untuk memulihkan perfusi jaringan dan pengiriman
oksigen ke sel (DO2) agar tidak terjadi iskemia jaringan yang berakibat gagal organ. Dalam
terapi cairan perlu dipertimbangkan distribusi diferensial air, garam, dan protein plasma.
Volume cairan pengganti yang diperlukan untuk mengembalikan volume sirkulasi darah
ditentukan oleh ruang distribusi cairan pengganti, yang tergantung kadar koloid dan NA +
cairan pengganti.

Formula efek cairan dalam mengekspansi plasma volume (PV)


PV = Volume infus (PV/Vd)
PV = Perubahan yang diharapkan
Vd

= Volume distribusi cairan infus

PV : 5% dari BB

ECF: 20% dari BB

Rumus di atas berlaku bila tidak ada syok: syok, sepsis atau hipoksemia yang
berkepanjangan, sebab keadaan tersebut akan mengganggu kemampuan membran kapiler
untuk membatasi perpindahan transvaskuler protein serum.
2.7 Resusitasi cairan
- Kristaloid :
-

NaCl 0,9%
Lactate Ringer

: maksimal 15 ml/kg
: dapat sampai 5L

- Koloid :
-

6% HES 0,5 dalam NaCl


6% HES 0,5 dalam larutan berimbang

: maksimal 15 ml/kg
: maksimal 33 ml/kg

13

HES BM 130.000 dan derajat substitusi 0,4 adalah ideal.


Koloid pada umumnya: maksimal 20 ml/kg
Resusitasi berhasil bila:
-

Central venous pressure : 8-12 mmHg


Mean arterial pressure : 65 mmHg
Urine output : 0,5 ml/kg/jam
Central venous (superior vena cava) or mixed venous oxygen

saturation: 70%
Cardiac Index : 2,5 L/min/m2
Normal mental status

2.8 Terapi cairan resusitasi dan rumatan


I. Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar.
Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer
Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok
hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit.
Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler
seperti MCI, syok kardiogenik, hemoragik atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin
(hemaksel, gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan
kanji (haes, ekspafusin)
Jika syok terjadi :

Berikan segera oksigen

Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS

Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi


Pada luka bakar :
14

24 jam pertama :

2-4 ml RL/RA per kg tiap % luka bakar

1/2 dosis diberikan 8 jam pertama, 1/2 dosis berikut 16 jam kemudian

Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada dewasa

Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap


Pertimbangan dalam resusitasi cairan :

1.

Medikasi harus diberikan secara iv selama resusitasi


2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum harus dimonitor,
terutama pada pemberian infus dalam volume besar.

3.

Transfusi diberikan bila hematokrit < 30

4.

Insulin infus diberikan bila kadar gula darah > 200 mg%

5.

Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung 7,0

II. Terapi cairan rumatan


Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan
dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus 4:2:1, yaitu :

4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama

2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua

1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan


Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau
infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengendung
karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll.
Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi
cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah
dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
15

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke
luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil

2.9 Teknik pemberian 2


Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena
dipunggung tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, dan daerah cubiti. Pada pasien anak
kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki dalam atau pada
daerah kepala. Pada pasien neonatus, dapat juga digunakan akses vena umbilikaslis.
Penggunaan jarum anti karat atau kateter vena berbahan plastic anti trombogenik pada
vena perifer biasanya perlu diganti tiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya
tetesan. Pemberian cairan infus lebih lama dari 3 hari, sebaiknya menggunakan kateter
berukuran besar dan panjang yang ditusukan pada vena femoralis, vena cubiti, vena
subklavia, vena jugularis eksterna atau interna yang ujungnya sedekat mungkin dengan
atrium kanan atau di vena cava inferior atau superior.
2.10 Komplikasi
Sistemik :

Kelebihan / kekurangan cairan tubuh

Kelainan elektrolit

Ketidakseimbangan asam-basa

Kelainan gula darah

Emboli udara
Lokal : Flebitis dan infeksi local

16

BAB III
KESIMPULAN
Tubuh manusia terdiri dari 60% zat air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme
sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi cairan amat diperlukan untuk
pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan terlalu banyak yang bisa membahayakan.
Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi membran sel.
Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar sel atau masuk ke dalam
sel.
Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien,
serta cairan infus itu sendiri. Pemberian infus yang tidak sesuai untuk keadaan tertentu akan
sia-sia dan tidak bisa menolong pasien.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran UNDIP/RSUP Dr. Kariadi. Semarang: Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan
Reanimasi (IDSAI) Cabang Jawa Tengah; 2010.p.259-64
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2009; 133-9
3. Morgan GE. Mikhail MS. Clinical Anesthesiologi. 4ed. Appleton & Lange Stamford. 2006
4. Miller RD. Anesthesia 7th ed. Churchill Livingstone Philadelphia. 2009
5. Sunatrio. Resusitasi Cairan. Media Aesculapius. Jakarta; 2000
6. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi Intensif.
Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Semarang
7. Sunatrio S. Terapi Cairan Kristaloid dan Koloid untuk Resusitasi Pasien kritis. Second
Fundamental Course on Fluid Therapy. PT. Widatra Bhakti. Jakarta; 2003.

18

Anda mungkin juga menyukai